• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

PRODUKSI TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

Rataan total konsumsi ransum selama penelitian perlakuan adalah 72,47 g/ekor dan 74,74 g/ekor (Tabel 1) atau 10,35 – 10,67 g/ekor/hari. Hal ini sesuai pendapat Listyowati dan Roospitasari (2000) yang konsumsi burung puyuh pada umur 3 – 6 minggu berkisar sekitar 8 – 15 g/hari . Penyemprotan air dalam kandang puyuh menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap konsumsi ransum. Pengaruh ini disebabkan adanya perubahan suhu lingkungan kandang sehingga mempengaruhi konsumsi ransum pada ternak puyuh. Perubahan suhu lingkungan dengan penyemprotan air dalam kandang dapat meningkatkan konsumsi ransum. Kondisi lingkungan yang tidak nyaman pada suhu panas menyebabkan menurunnya jumlah konsumsi ransum, dan sebaliknya. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh bangsa unggas, suhu lingkungan dan tingkat stres pada ternak (Triyanto, 2007). Stres panas pada unggas (di atas suhu nyaman unggas) akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang ditunjukkan oleh peningkatan frekuensi panting dan konsumsi air minum, serta menurunnya konsumsi pakan (Tamzil, 2014).

Konsumsi ransum perlakuan P0 (tanpa penyemprotan) sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan ransum P1, P2 dan P3 yang diberi perlakuan penyemprotan air. Perbedaan konsumsi ransum pada puyuh masing-masing perlakuan umumnya dipengaruhi oleh perbedaan respon biologis puyuh terhadap kondisi lingkungan. Perlakuan penyemprotan air ke dalam kandang mampu merubah suhu dalam kandang menjadi suhu yang nyaman bagi ternak puyuh, sehingga puyuh mampu merespon perubahan kondisi lingkungan akibat perlakuan dengan terjadinya

105 peningkatan konsumsi ransum. Suhu normal pada pemeliharaan puyuh pada masa pertumbuhan adalah 20-250C (Triyanto, 2007). Pada fase starter suhu ideal adalah 30-380C dan pada fase layer 250C (Wuyadi, 2013). Selama perlakuan kisaran suhu lingkungan pada siang hari adalah 35 – 410C. Kondisi lingkungan pada saat penelitian melebihi suhu ideal sehingga pada perlakuan P0 (tanpa penyemprotan) konsumsi ransum menurun. Puyuh akan mengurangi makan pada saat suhu panas dan sebaliknya. Pada kondisi suhu tinggi puyuh akan kehilangan cairan tubuh dan akan mengalami cekaman panas sehingga lebih banyak mengkonsumsi air minum dan konsumsi ransum menurun.

Tabel 1. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Puyuh Tiap Perlakuan Selama Penelitian

Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu) Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu) Konversi Ransum P0 (tanpa penyemprotan) 72,47a 21,37 3,40 P1 (2 kali/hari penyemprotan) 74,36b 23,51 3,18 P2 (3 kali/hari penyemprotan) 74,74b 23,34 3,20 P3 (4 kali/hari penyemprotan) 74,41b 24,13 3,09

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01)

Pertambahan Bobot Badan

Rataan pertambahan bobot badan selama penelitian adalah 21,37 g/ekor dan 24,13 g/ekor (Tabel. 1). Hasil ini lebih tinggi dari hasil yang diperoleh Aisyah, dkk (2013) bahwa pada umur 3 – 6 minggu yaitu sekitar 19,43 – 23,02 g/ekor/minggu yang diberi pakan dalam bentuk pakan bebas pilih. Perlakuan penyemprotan air ke dalam kandang memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan (P>0,05). Hal ini disebabkan oleh konsumsi ransum setiap perlakuan hampir sama yaitu berkisar 72,47-74,74 g/ekor, dan kandungan zat makanan yang dikonsumsi juga sama sehingga tidak mempengaruhi terhadap pertambahan bobot badan. Berat badan unggas dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan (Rasyaf, 2002).

Rataan pertambahan bobot badan lebih tinggi pada perlakuan P3 (24,13 g/ekor) dibanding dengan perlakuan P0 (21,37 g/ekor) dan P1 (23,52 g/ekor) dan P2 (23,34 g/ekor). Pada perlakuan P3 (4 kali penyemprotan/hari) terdapat nilai pertambahan bobot badan yang sangat tinggi kemungkinan disebabkan oleh ransum yang dikonsumsi mampu mencukupi kebutuhan ternak sehingga terjadi peningkatan pertambahan bobot badan puyuh. Pertambahan berat badan ternak dipengaruhi oleh tipe ternak, kandungan gizi dalam ransum dan suhu lingkungan, apabila suhu lingkungan tinggi akan menyebabkan nafsu makan menurun sehingga zat-zat makanan yang masuk ke dalam tubuh akan menurun (Sijabat, 2007).

Konversi ransum

Konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dihabiskan sampai umur tertentu dengan pertambahan bobot badan pada waktu tertentu dan merupakan suatu ukuran efisiensi teknis yang sering digunakan terutama pada eksperimen pengembangan produksi ternak unggas (Rasyaf, 2000). Perlakuan penyemprotan air ke dalam kandang memberikan pengaruh yang tidak nyata

106 terhadap konversi ransum (P>0,05). Hal ini disebabkan pengaruh suhu lingkungan dalam kandang yang berdampak pada pertambahan bobot badan, sehingga pada akhirnya pakan yang dikonsumsi tidak dimetabolis dengan baik. Tergangggunya metabolisme dalam tubuh puyuh manyebabkan penggunaan pakan tidak efisien. Hal ini mempengaruhi pada nilai konversi pakan sangat berhubungan dengan konsumsi dan bobot badan burung puyuh. Mulyono (2004) yang menyatakan angka konversi pakan yang tinggi menunjukkan penggunaan pakan yang kurang efisien, dan sebaliknya angka yang mendekati berarti semakin efisien.

Rataan nilai konversi ransum yang paling rendah terdapat pada perlakuan P3 (4 kali penyemprotan/hari) yaitu 3,09. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan rataan konversi ransum P0 (tanpa Penyemprotan) yaitu 3,40. Angka konversi ransum pada penelitian ini juga lebih rendah dari penelitan Aisyah, dkk (2013) yaitu rata-rata konversi pakan yaitu 4,15 – 4,27. Dan berbeda dengan penelitian Hazim et al. (2010) yang menyatakan konversi pakan ideal adalah 3,67 - 4,71. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Demikian juga sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik (Daud, 2005). Konversi ransum diartikan sebagai banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot badan. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Suprijatna dan Kartasudjana, 2005).

KESIMPULAN

Penyemprotan air ke dalam kandang 4 kali /hari dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan angka konversi ransum pada ternak puyuh. Penyemprotan air ke dalam kandang puyuh dapat dijadikan sebagai alternatif untuk memanipulasi suhu lingkungan pada suhu panas.

DAFTAR PUSTAKA

Asiyah, N.,D. Sunarti, dan U. Atmomarsono. 2013. performa burung puyuh (coturnix coturnix japonica) umur 3 sampai 6 minggu dengan pola pemberian pakan bebas pilih (free choice feeding). Animal Agricultural Journal. 2. (1): 497 – 502

Daud, M. 2005. Performan ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. Jurnal Ilmu Ternak. 5(2):75 – 79.

Hazim J. Daraji, H.A. Mashadani, W.K. Hayani, H.A. Mirza and A.S. Al-Hassani. 2010. Effect of dietary supplementation with different oils on productive and reproductive performance of quail. J. Poultry. Sci. 9 (5): 429-435

Listiyowati, E. dan K. Roospitasari. 2000. Beternak Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mulyono, S. 2004. Beternak Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2000. Manajemen Beternak Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit PT.Swadaya, Jakarta.

107 Suprijatna, E., U. Atmomarsono., dan R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak

Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tamzil MH, Noor RR, Hardjosworo PS, Manalu W, Sumantri C. 2013b. Keragaman gen heat shock protein 70 ayam Kampung, ayam Arab dan ayam Ras. J Vet. 14:317-326.

Tamzil, M. H. 2014. Stres panas pada unggas: metabolisme, akibat dan upaya Penanggulangannya. WARTAZOA 24 (2) : 57-66.

Triyanto, 2007. Performa produksi burung puyuh (cortunix-cortunix japonica) periode produksi umur 6-13 minggu pada lama pencahayaan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

108

STATUS FISIOLOGIS SAPI KUANTAN DI KECAMATAN CERENTI DAN