• Tidak ada hasil yang ditemukan

FLU BURUNG

Dalam dokumen Ppd Puskesmas 2011 (Halaman 36-39)

Kompetensi : 3B

Laporan Penyakit : 97 ICD X : J09

a. Definisi

Flu burung (Avian influenza) adalah penyakit menular akut yang menular sistem pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza A H5N1.

Pada umumnya menyerang unggas dan dapat menular dari unggas ke manusia.

Angka kematian penyakit ini masih cukup tinggi >80%. b. Penyebab

Virus influenza tipe A sub-tipe H5N1. c. Cara Penularan

Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui:

1) Kontak langsung dengan unggas yang sakit atau produknya

2) Kontak dengan lingkungan (udara, air, tanah, lumpur, pupuk) yang tercemar virus H5N1.

3) Kontak dengan spesimen flu burung baik yang berasal dari unggas maupun manusia.

4) Konsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan sempurna mempunyai potensi penularan virus flu burung.

5) Kontak dengan pasien konfirmasi flu burung. d. Gambaran Klinis

Masa inkubasi 1–7 hari (rata-rata 3-5 hari). Masa penularan pada manusia dewasa adalah 1 hari sebelum gejala awal timbul dan 3–5 hari setelah timbulnya gejala, sedangkan penularan pada anak dapat mencapai 21 hari. Gejala awal sama seperti flu biasa, ditandai dengan batuk, pilek, sakit tenggorokan. Dapat juga disertai dengan gejala lainnya seperti sakit kepala, malaise, muntah, diare dan nyeri otot. Yang membedakan Flu Burung dengan Flu biasa adalah perjalanan penyakit yang progresif dan biasanya menyebabkan gagal napas dalam waktu yang sangat singkat (± 5 hari). e. Diagnosis

Kriteria diagnosis untuk kasus flu burung ada 4: 1) Seseorang dalam penyelidikan

3) Kasus probable 4) Kasus konfirmasi

Puskesmas berperan dalam terapi awal pada kasus tersangka flu burung, selanjutnya dirujuk.

f. Tersangka Flu Burung

Apabila demam (suhu ≥ 38oC) disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut: batuk, sakit tenggorokan, pilek atau sesak napas;

Disertai >1 pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum timbulnya gejala: 1) Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara, atau

bersentuhan dengan pasien tersangka (suspek), mungkin (probable) atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi.

2) Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah dimana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau dikonfirmasi dalam 1 bulan terakhir.

3) Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam 1 bulan terakhir.

4) Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas lain), misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.

5) Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.

6) Ditemukan leukopenia (dibawah nilai normal: 5000–10.000). Konfirmasi dilakukan di rumah sakit rujukan.

g. Penatalaksanaan

1) Tersangka flu burung diberikan terapi awal oseltamivir 75 mg tiap 12 jam kemudian segera dirujuk. Dosis anak sesuai dengan berat badan (usia >1 tahun : 2 mg/kgBB).

2) Pasien dengan demam dapat diberikan parasetamol.

3) Kewaspadaan universal diterapkan dengan memisahkan pasien minimal 1 meter dari pasien lainnya, menggunakan masker bedah 1 rangkap untuk pasien dan 2 rangkap untuk petugas kesehatan.

4) Tiap pemberian oseltamivir harus berdasarkan resep dokter dan dicatat dan dilaporkan sesuai dengan format yang tersedia.

5) Oseltamivir tidak direkomendasikan untuk profilaksis dan hanya boleh diberikan oleh dokter.

h. KIE

1) Tujuan penatalaksanaan: diagnosis dini, penanganan dini, kewaspadaan dan pelaporan.

2) Pencegahan:

Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi feses dan sekret unggas, dengan tindakan sebagai berikut:

a) Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (masker, kacamata renang).

b) Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti feses harus ditatalaksana dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang sekitarnya.

c) Alat-alat yang dipergunakan dalam perternakan harus dicuci dengan desinfektan.

d) Kandang dan feses tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan e) Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak paling kurang

pada suhu 80oC selama 1 menit, sedangkan telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64oC selama 5 menit.

f) Memelihara kebersihan lingkungan. g) Menjaga kebersihan diri.

h) Bagi yang tidak berkepentingan, dilarang memasuki tempat peternakan.

i) Apabila sedang terkena influenza dilarang memasuki tempat peternakan.

j) Jika sedang bercocok tanam dengan menggunakan pupuk kandang diharuskan menggunakan sarung tangan dan masker. k) Tiap pekerja peternakan, pemotong unggas dan penjamah unggas

yang terkena influenza segera ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya.

24. FRAMBUSIA

Kompetensi : 4

Laporan Penyakit : 0701 ICD X : A66

a. Definisi

Frambusia disebut juga patek atau puru, disebabkan oleh Treponema pertenue, dan hanya terdapat di daerah tropis yang tinggi kelembabannya serta pada masyarakat dengan sosio-ekonomi rendah. Penyakit ini menyerang kulit umumnya di tungkai bawah, bentuk destruktif menyerang juga tulang dan periosteum.

b. Penyebab

Treponema pertenue. c. Gambaran Klinis

1) Pada stadium awal ditemukan kelainan pada tungkai bawah berupa kumpulan papula dengan dasar eritem yang kemudian berkembang menjadi borok dengan dasar bergranulasi. Kelainan ini sering mengeluarkan serum bercampur darah yang banyak mengandung kuman. Stadium ini sembuh dalam beberapa bulan dengan parut atrofi. Atau, bersamaan dengan ini timbul papula bentuk butiran sampai bentuk kumparan yang tersusun menggerombol, berbentuk korimbiformis, atau melingkar di daerah lubang-lubang tubuh (anus, telinga, mulut, hidung), muka dan daerah lipatan.

2) Papul kemudian membasah, mengeropeng kekuningan.

3) Pada telapak kaki dapat ditemukan keratodermia. Keadaan ini berlangsung 3-12 bulan.

4) Bila penyakit berlanjut, periosteum, tulang, dan persendian akan terserang. Dalam keadaan ini dapat terjadi destruksi tulang yang terlihat dari luar sebagai gumma atau nodus. Destruksi tulang hidung menyebabkan pembengkakan akibat eksostosis yang disebut goundou. d. Diagnosis

Papula yang kemudian membesar membentuk papiloma/ ulceropapilloma. e. Penatalaksanaan

1) Obat terpilih adalah penisilin prokain 2,4 juta UI dosis tunggal untuk dewasa.

2) Obat alternatif diberikan kepada pasien yang peka/alergi terhadap penisilin, walaupun menurut laporan di negara lain hanya menghasilkan 70–80% kesembuhan.

3) Program pemberantasan penyakit frambusia memberikan obat alternatif seperti tercantum pada Tabel 9.

Tabel 9. Pilihan Obat Untuk Terapi Frambusia

Umur Nama obat Dosis Cara

Pemberian Lama Pemberian PILIHAN UTAMA < 10 tahun Benzatin penisilin 600.000 UI i.m. Dosis tunggal > 10 tahun Benzatin penisilin 1.200.000 UI i.m. Dosis tunggal ALTERNATIF ( bagi pasien alergi terhadap penisilin )

<8 tahun Eritromisin 30 mg/ kgBB dibagi dalam 4 dosis tiap 6 jam

Oral 15 hari

8-15 tahun Tetrasiklin/ Eritromisin

250 mg, tiap 6 jam Oral 15 hari < 8 tahun Doksisiklin 2–5 mg/ kgBB

dibagi dalam 4 dosis tiap 6 jam

Oral 15 hari

Dewasa Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam Oral 15 hari f. KIE

1) Tujuan pengobatan: untuk mengobati dan menghindari penularan. 2) Pencegahan: higiene perorangan, hindari kontak dengan sumber

penularan.

3) Alasan rujukan: bila tidak sembuh dengan pengobatan diatas. 4) Efek samping pengobatan: alergi.

5) Perhatian: tetrasiklin dan doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil, menyusui dan anak usia <12 tahun.

Dalam dokumen Ppd Puskesmas 2011 (Halaman 36-39)