• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIV-AIDS

Dalam dokumen Ppd Puskesmas 2011 (Halaman 63-68)

Kompetensi : 2

Laporan Penyakit : 04 ICD X : B20-B24

a. Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang merupakan golongan retrovirus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit AIDS.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi ditularkan dari satu orang ke orang lainnya; “Immune” adalah sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh sehingga manusia menjadi rentan dan mudah tertular penyakit.

b. Gambaran Klinis

Stadium klinis HIV-AIDS menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Stadium Klinis HIV-AIDS menurut WHO

Stadium Berat Badan

(BB) Gejala Stadium I (Asimtomatik, Periode Jendela/ Window Period)

Skala aktivitas : normal

Tidak ada penurunan BB

Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati Generalisata Persisten Stadium II (sakit ringan) Skala aktivitas : simtomatis, aktivitas normal Penurunan BB 5-10%

- Luka sekitar bibir (cheilitis angularis) - Lesi kulit yang gatal (seborrhea atau prurigo) - Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

- ISPA berulang, misal sinusitis, tonsillitis, otitis dan faringitis

- Sariawan berulang Stadium III (sakit

sedang)

Skala aktivitas : selama 1 bulan terakhir tinggal ditempat tidur < 50%

Penurunan BB > 10%

- Bercak putih dimulut (oral hairy leukoplakia) - Diare, kandidiasis vaginal, panas yang tidak

diketahui penyebabnya > 1 bulan

- Infeksi bakterial yang berat (misalnya pneumonia)

- TB paru dalam 1 tahun terakhir

Stadium IV (sakit berat) /AIDS

Skala aktivitas : selama 1 bulan terakhir berbaring ditempat tidur > 50%

HIV wasting syndrome

- kandidiasis esofagus - herpes simpleks > 1 bulan - limfoma

- toksoplasmosis otak

- diare kriptospridiosis > 1 bulan - cytomegalovirus - sarkoma kaposi - ca cerviks infasif - PCP - TB ekstrapulmonal - meningitis criptococcus - ensefalopati HIV c. Penularan

Virus HIV terdapat didalam cairan tubuh terutama darah, cairan vagina, sperma dan air susu ibu.

Penularan virus HIV dapat terjadi melalui:

1) Hubungan seksual yang tidak aman yaitu berganti-ganti pasangan tanpa pelindung (kondom) atau hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV-AIDS tanpa menggunakan kondom.

2) Jarum suntik dan peralatan lain (alat kedokteran, jarum tatto, alat tindik, pisau cukur, dan lain-lain) yang tidak steril dan digunakan bersama-sama. Selain itu penularan virus HIV melalui darah juga dapat terjadi melalui tranfusi darah dan transplantasi organ tubuh yang tercemar HIV.

3) Penularan dari ibu yang menderita HIV-AIDS ke anak selama kehamilan, persalinan dan menyusui.

d. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Laboratorium dan Klinis (berdasarkan stadium klinis) serta penggalian faktor risiko.

e. Infeksi Oportunistik (IO) – Penyakit terkait HIV

Adalah infeksi yang mengambil manfaat dari melemahnya sistem kekebalan tubuh. Pada tahun-tahun pertama epidemi HIV-AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun setelah ada terapi antiretroviral (ART), lebih sedikit orang yang meninggal akibat IO.

IO yang paling umum terjadi adalah:

1) Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan atau vagina. Kandidiasis dapat meluas sampai esofagus pada pasien AIDS.

2) Virus Sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata yang dapat menimbulkan kebutaan. 3) Virus Herpes Simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau alat

kelamin.

4) Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini menjadi lebih sering terjadi dan lebih parah pada orang yang terinfeksi HIV.

5) Mycobacterium Avium Complex (MAC/MAI) adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah.

6) Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya.

7) Toksoplasmosis adalah infeksi protozoa otak. Nyeri kepala biasanya disebabkan toksoplasmosis.

8) Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan meningitis (radang selaput otak).

f. Penatalaksanaan

ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA dengan menggunakan obat anti HIV (ARV=Anti Retro Viral). Tujuan utama ART adalah untuk menjaga agar jumlah virus HIV didalam tubuh pada tingkat yang rendah, dan mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat HIV serta meningkatkan mutu hidup pengidap ODHA.

1) Persyaratan pemberian ART:

a) HIV positif dengan dokumentasi tertulis b) Memenuhi persyaratan medis

Jika tes CD4 tersedia:

(1) CD4 < 350 sel/mm3pada tanpa memandang stadium klinisnya (2) Stadium klinik 3 dan stadium 4 tanpa memandang jumlah CD4 (3) Pemeriksaan jumlah CD4 diperlukan untuk mengidentifikasi

pasien dengan stadium klinik 1 dan 2 yang perlu memulai terapi ARV

(4) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif tanpa memandang jumlah CD4

Jika tes CD4 tidak tersedia (1) Stadium klinik 3 WHO (2) Stadium klinik 4 WHO

c) IO sudah diobati atau stabil

d) Pasien siap untuk pengobatan ARV

e) Tersedia tim klinik yang mendukung perawatan kronik f) Ketersediaan obat yang dapat dipercaya

2) Jenis-jenis obat ART:

a) Golongan NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Berfungsi menghambat replikasi DNA virus. Cara kerja NRTI dengan mencegah perubahan genetik virus dari RNA menjadi DNA. Jenis obat yang termasuk golongan ini diantaranya :

(1) AZT (Aksidiotimidin) atau ZDV (Zidovudin) (2) 3TC (Lamivudin)

(3) D4T (Stavudin) (4) Tenofir

b) Golongan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)

Berfungsi sama dengan NRTI tapi dengan cara yang berbeda. Cara kerja NNRTI dengan mencegah masuknya HIV kedalam inti sel yang terinfeksi, sehingga HIV tidak dapat membuat turunan-turunan virus. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah: (1) EFP (Efavirenz)

(2) NVP(Nevirapin) (3) DLV (Delavirdin)

c) Golongan PI (Protease Inhibitor)

Berfungsi memotong virus baru dengan potongan khusus sehingga tidak dapat dirakit menjadi virus yang siap bekerja. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah :

(1) NTV (Nevinavir) (2) IDV (Indinavir) (3) RTV (Ritonavir) (4) APV (Amphenavir) (5) TAZ (Tazanavir) (6) LPV (Lopinavir) 3) Kepatuhan ART

a) Kepatuhan dalam ART berhubungan erat dengan disiplin pribadi yang tinggi untuk menghindari resistensi obat. Dalam ART terdapat 5 kepatuhan yaitu:

(2) Patuh dengan cara minum yang tepat (3) Patuh dengan waktu minum yang tepat (4) Patuh dengan dosis obat yang tepat. (5) Patuh dengan masa terapi yang tepat.

b) Kepatuhan pengobatan (adherence) penting karena menentukan kesuksesan terapi, yaitu:

(1) Viral load atau jumlah virus HIV menurun. (2) CD4 meningkat.

(3) Angka kesakitan dan kematian menurun. c) Dampak dari adherence yang buruk adalah:

(1) Resistensi terhadap obat. (2) Peningkatan biaya pengobatan.

g. Penatalaksanaan HIV-AIDS di tingkat Puskesmas 1) Menyediakan layanan konseling pencegahan HIV-AIDS.

2) Menyediakan layanan kesehatan bagi ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) dengan perawatan dasar berbasis masyarakat atau berbasis rumah serta memberikan dukungan kepatuhan berobat ARV.

3) Menyediakan layanan VCT atau konseling dan test HIV secara sukarela untuk memberikan dukungan psikologis dan informasi untuk merubah perilaku berisiko serta membuka akses untuk mendapatkan pelayanan perawatan dan pengobatan HIV-AIDS di tingkat layanan kesehatan rujukan.

4) Menyediakan layanan laboratorium rapid test dan hematologi lengkap. 5) Pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention

Mother to Child Transmission=PMTCT) di tingkat Puskesmas menyediakan layanan Prong 1 dan 2.

a) Adapun kegiatan pada Prong I adalah konseling perubahan perilaku untuk mencegah penularan HIV-AIDS pada remaja dan mengurangi stigma/diskriminasi terhadap ODHA.

b) Sedangkan kegiatan pada Prong II adalah promosi dan distribusi kondom pada kelompok risiko tinggi, konseling pasangan suami istri yang salah satunya terinfeksi HIV.

6) Pelayanan IO dan penatalaksanaan TB-HIV dibawah pengawasan dokter RS rujukan ODHA.

7) Menyediakan layanan ART dibawah pengawasan RS rujukan ART, berupa:

a) Penentuan stadium klinis b) Memulai ARV, IO dan OAT.

c) Kepatuhan pengobatan.

d) Paduan (kombinasi) obat ARV. e) Identifikasi efek samping obat ARV.

8) Mengintensifkan penemuan kasus TB dan menjamin pengendalian infeksi TB, serta menyediakan layanan konseling dan testing HIV bagi pasien TB.

9) Menyediakan layanan perawatan paliatif bekerjasama dengan keluarga ODHA dan RS rujukan.

10) Menyediakan layanan konseling dan tatalaksana gizi pada ODHA. 11) Merujuk kasus HIV-AIDS dengan komplikasi berat ke RS rujukan

ODHA.

12) Melakukan pencatatan dan pelaporan, serta monitoring dan evaluasi sesuai pedoman.

h. KIE

Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap yang dapat mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi risiko terinfeksi HIV serta menyediakan dan memberikan informasi yang benar dan tepat guna. Peningkatan pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun sangat penting sebagai bekal untuk mencegah terjadinya HIV-AIDS. Promosi Kondom pada kelompok perilaku seksual berisiko juga sangat penting untuk mencegah penularan HIV-AIDS.

Pencegahan penularan HIV-AIDS yang terbaik adalah :

1) Pencegahan Pola “A” (Abstinance), yaitu Puasa Seks, artinya seseorang tidak melakukan hubungan seksual sebelum atau diluar nikah.

2) Pencegahan Pola “B” (Be faithful), yaitu saling setia dengan satu pasangan, artinya hubungan seksual dilakukan hanya dengan satu pasangan tetap (suami/istri).

3) Pencegahan Pola “C” (Condom). Kondom merupakan salah satu alat pencegah penularan HIV melalui hubungan seksual.

4) Pencegahan Pola “D” (Don’t inject), yaitu tidak menyalahgunakan narkoba suntik. Penyalahgunaan narkoba juga menjadi salah satu jalan yang potensial untuk menularkan HIV karena ada kebiasaan buruk diantara pengguna narkoba yaitu menggunakan jarum suntik secara bersama-sama.

5) Pencegahan Pola “E” (Education), yaitu pendidikan mengenai HIV-AIDS untuk menanggulangi penyebaran HIV-HIV-AIDS.

i. HIV PADA ANAK 1) Diagnosis Klinis:

a) Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV.

(1) Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat (seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir,

(2) Thrush: eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa pipi, pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik, atau berlangsung lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh, atau meluas melebihi bagian lidah – kemungkinan besar merupakan infeksi HIV. Juga khas apabila meluas sampai di bagian belakang kerongkongan yang menunjukkan kandidiasis esophagus. (3) Parotitis kronik: pembengkakan parotitis unilateral atau

bilateral selama ≥ 14 hari dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam.

(4) Limpadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelanjar getah bening pada dua atau lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya.

(5) Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang bersamaan seperti Sitomegalovirus.

(6) Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (>38°C) berlangsung ≥ 7 hari atau terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.

(7) Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal, perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung (confusion).

(8) Dermatitis HIV: ruam yang eritematus dan popular, ruam kulit yang khas meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala dan molluscom contagiosum yang ekstensif.

(9) Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease).

b) Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV

(1) Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dan berlangsung ≥ 14 hari.

(2) Diare persisten: berlangsung ≥ 14 hari

(3) Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan pertumbuhan yang seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS, terutama pada bayi usia < 6 bulan yang disusui dan gagal tumbuh.

c) Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV positif

Diduga kuat infeksi HIV jika ditemukan hal berikut ini : pneumocystis carinii pneumonia (PCP), kandidiasis esophagus, lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau Sarkoma Kaposi. Keadaan ini sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV.

2) Konseling

Indikasi untuk konseling HIV

Konseling HIV perlu dilakukan pada situasi berikut:

a) Anak yang status HIV-nya tidak diketahui yang menunjukkan tanda klinis infeksi HIV dan/atau faktor risiko (misalnya ibu atau saudaranya menderita HIV/AIDS)

(1) Tentukan apakah akan dilakukan konseling atau merujuknya (2) Jika anda yang melakukan konseling sediakan waktu untuk sesi

konseling ini. Minta saran pada konselor lokal yang berpengalaman, sehingga tiap nasihat yang diberikan akan konsisten dengan apa yang nantinya akan diterima ibu dari konselor profesional.

(3) Jika akan dirujuk, jelaskan pada orang tuanya alasan mereka dirujuk ke tempat lain untuk konseling.

b) Anak dengan infeksi HIV tetapi respon terhadap pengobatan kurang baik, atau membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling: (1) Pemahaman orang tua tentang infeksi HIV (2) Tatalaksana masalah yang ada saat ini (3) Peran pengobatan antiretroviral

(4) Perlunya merujuk ke tingkat yang lebih tinggi, jika perlu (5) Dukungan dari kelompok di masyarakat, jika ada.

c) Anak dengan infeksi HIV dengan respon yang baik terhadap pengobatan dan akan dipulangkan (atau dirujuk ke program perawatan di masyarakat untuk ke dukungan psikologis).

Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling: (1) Alasan dirujuk ke program perawatan di masyarakat (2) Pelayanan tindak lanjut

(3) Faktor risiko untuk sakit di kemudian hari. (4) Imunisasi dan HIV

(5) Ketaatan dan dukungan pengobatan antiretroviral. 3) Pengobatan Antiretroviral (Antiretroviral theraphy = ART)

Prinsip yang mendasari ART dan pemilihan lini pertama ARV pada anak pada umumnya sama dengan pada dewasa. Sangat penting untuk mempertimbangkan:

a) Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis yang tepat.

b) Daftar dosis yang sederhana

c) Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil d) Rejimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya.

43. HORDEOLUM

Kompetensi : 3A

Laporan Penyakit : 1005 ICD X : H00-H01

a. Definisi

Hordeolum adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya muncul dalam beberapa hari dan bisa kambuh secara spontan.

Hordeolum internum adalah abses akut pada kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi Stafilokokus pada kelenjar Meibomian, dengan penonjolan mengarah ke konjungtiva.

Hordeolum eksternum disebabkan oleh infeksi stafilokokus yang memberikan gambaran abses akut yang terlihat pada folikel bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll. Hordeolum eksternum sering ditemukan pada anak-anak.

b. Penyebab

Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di bawah kelopak mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya di sebabkan oleh bakteri stafilokokus). Hordeolum sama dengan jerawat kulit. Kadang timbul bersamaan dengan atau sesudah blefaritis, bisa juga secara berulang. c. Gambaran Klinis

1) Biasa berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata.

2) Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan pasien merasa ada sesuatu di dalam matanya. Biasanya hanya sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak, meskipun ada seluruh kelopak membengkak.

3) Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang berwarna kekuningan.

4) Bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah nanah.

5) Hordeolum Internum:

a) Benjolan pada kelopak mata yang dirasakan sakit.

b) Benjolan dapat membesar ke posterior (konjungtiva tarsal) atau anterior (kulit).

6) Hordeolum Eksternum:

a) Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo palpebra.

b) Penonjolan mengarah ke tepi kulit margo palpebra. c) Kemungkinan terjadi lesi multiple.

d. Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. e. Penatalaksanaan

1) Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10 menit sebanyak 4x sehari. Jangan mencoba memecahkan hordeolum.

2) Pemberian oksitetrasiklin salep mata.

3) Kondisi akut: antibiotik sistemik oral, misalnya tetrasiklin, eritromisin. f. KIE

1) Tujuan: mengatasi infeksi.

2) Pencegahan: selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh di sekitar mata, bersihkan minyak yang berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan.

3) Alasan rujukan: apabila keadaan nodul residual tetap ada (lebih dari 2 minggu) setelah infeksi akut perlu dilakukan rujukan untuk tindakan insisi dan kuretase.

Dalam dokumen Ppd Puskesmas 2011 (Halaman 63-68)