P
andemi Covid-19 merubahan berbagai tatanan kehidupan manusia di seluruh duania, terutama di negara-negara terdampak dengan jumlah kasus infeksi dan tingkat kematian yang tinggi. Perubahan ini juga terjadi pada sektor ekonomi. Banyak pelaku bisnis yang merubah gaya bisnis sebagai upaya adaptasi dengan kondisi akibat pandemik. Adanya himbauan untuk melakukan menjaga jarak secara fisik dan menghindari kerumunan, membuat pasar sebagai tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi menjadi relatif mengalami penurunan keberadaan penjual, apalagi pembeli.Hal ini dirasakan secara nyata pada tahapan dilaksanakannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan oleh sejumlah daerah yang merujuk pada ketetapan dari Kementerian Kesehatan. Menurunnya jumlah penjual, pembeli, dan transaksi, secara otomatis berpengaruh pada omset yang diperoleh pelaku bisnis. Guna menyiasati hal ini, para pelaku bisnis banyak yang melakukan strategi bisnis dengan menggunakan keberadaan teknologi komunikasi dan informasi yang tersedia di bidang bisnis. Salah satunya adalah mulai menjajagi kemungkinan melakukan bisnis pada jalur e-commerce.
E-Commerce didefinisikan sebagai perdagangan barang dan informasi melalui Internet. E-commerce meliputi: jual beli online, penciptaan nilai digital, pasar virtual dan etalase, dan perantara saluran distribusi baru (El-Gohary, 2010). Definisi lain menyebutkan bahwa E-commerce adalah electronic commerce, yang merupakan kumpulan teknologi, aplikasi, dan bisnis yang menghubungkan perusahaan atau perseorangan sebagai konsumen untuk melakukan transaksi elektronik, pertukaran barang, dan pertukaran informasi melalui internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya (Achmad, 2018). Secara garis besar e- commerce dapat dibagi mejadi beberapa jenis jenis, salah satunya adalah business to customer (B2C), yang biasa disebut juga sebagai transaksi pasar dimana konsumen mempelajari produk yang ditawarkan melalui publikasi elektronik, membelinya dengan elektronik cash dan sistem secure payment, kemudian meminta agar produk dikirimkan. (Syah, Iqbal, & Elveny, 2014). Sehingga secara aplikatif, pendefinisian e-commerce adalah suatu
aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan toko dan konsumen melalui transaksi elektronik dan dapat membantu pihak toko dalam pemasaran produk yang maksimal (Susandi & Sukisno, 2017).
Adapun pendefinisian wirausahawan dari kalangan disabilitas netra, merujuk pada definisi wirausahawan atau pengusaha. Menurut Deniz, Boz dan Ertosun, pengusaha adalah individu yang melakukan usaha dengan membuat usaha baru yang diawali dengan identifikasi terhadap peluang ataupun merevitalisasi usaha yang sudah berkembang (Merieska & Meiyanto, 2019). Agar seseorang mau dan mampu menjadi seorang wirausahawan yang sukses, maka ia akan membutuhkan supporting system, salah satunya adalah keluarga.
Menurut Mopangga, peranan orang tua dalam mendukung anggota keluarga untuk berwirausaha sangat menentukan keberhasilannya dalam menjalankan usahanya (Fatkhurahman, Suroto, & Hadiyati, 2018). Oleh karena itu, peran keluarga menjadi signifikan dalam keberhasilan suatu usaha, terlebih jika usaha tersebut dijalankan oleh seorang penyandang disabilitas tunanetra.
Disabilitas Tunanetra merupakan individu yang memiliki hambatan pada indera penglihatannya, sehingga tidak berfungsi secara optimal sebagai saluran penerima informasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Adanya keterbatasan dalam indera penglihatan ini, maka proses penerimaan informasi akan mengandalkan pada alat indera pendengaran (Kamaruddin, 2019), dan indera lain yang dapat difungsikan.
Disabilitas tunanetra merupakan kelompok sosial yang selama ini dianggap sebagai kelompok yang tidak berdaya dalam masyarakat (Luthfi, 2019). Sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam meraih peluang lapangan pekerjaan, dan menjadi pengangguran. Jika pun bekerja namun tidak memiliki kepastian baik secara status maupun jumlah pendapatan. Jumlah pengangguran untuk disabilitas atau orang berkebutuhan khusus, sesungguhnya bila dilihat secara linier tidak berbeda jauh dengan pengangguran yang ada dalam masyarakat saat ini (Syamsi, 2010).
Namun, status ini tidak selalu identik dengan tidak adanya kemauan dan kemampuan bekerja, melainkan akibat stereotip masyarakat yang masih kental terhadap mereka. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah strategis guna menghapus label “tidak mampu” yang sering disematkan, dengan cara meningkatkan kemampuan diri dan mengatasi hambatan yang ada. Termasuk dengan cara menjadi wirausahawan.
Sebagian dari penyandang disabilitas netra sudah ada yang menjadi wirausahawan. Bidang kerja yang banyak digeluti adalah perdagangan. Namun di era pandemik ini, usaha mereka cukup terganggu, sehingga membutuhkan strategi lain yaitu mencoba membuka peluang bisnis di jalur e-commerce. Terdapat sederet langkah yang harus dipenuhi oleh wirausahawan disabilitas guna dapat memanfaat optimal dari e-commerce. Mengingat e-commerce merupakan produk yang
menyediakan informasi dalam bentuk visual. Oleh karena itu penelitian ini berupaya untuk mengkaji tentang peluang dan tantangan bagi wirausahawan dari kalangan disabilitas netra dalam mempertahankan usaha di masa pandemik, melalui e-commerce.
E-Commerce Wirausahawan Disabilitas Netra
Berdasarkan hasil observasi dan diskusi pada kegiatan seminar online mengenai peluang bisnis yang diikuti oleh peserta dari kalangan disabilitas netra, diketahui bahwa terdapat beberapa wirausahawan disabilitas netra yang telah berhasil menjalankan bisnisnya melalui beberapa jenis e-commerce. Salah satu pernyataan yang diungkapkan oleh wirausahawan disabilitas netra yang menggeluti bidang delivery kuliner adalah bahwa bisnis secara online memungkinkan mereka dapat bekerja secara fleksibel. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa E-commerce memperkenalkan kelebihan kepada konsumen dengan adanya berbagai pilihan, kenyamanan, fleksibilitas layanan serta waktu pengiriman (Sahel, Anwar, & Nandi, 2020).
Selain itu, bisnis jenis ini juga dianggap dapat memberikan peluang untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Pada prinsipnya, implementasi e-commerce akan dapat membantu pebisnis dalam menyampaikan informasi secara rinci serta cepat tentang produk kepada konsumen, sehingga dapat mengurangi biaya (Maulana, Susilo, & Riyadi, 2015). Pendapat lain juga menyebutkan bahwa pemanfaatan teknologi e-commerce juga dapat berdampak pada peningkatan pendapatan (Mumtahana, Nita, & Tito, 2017). Sehingga dari sudut pandang pembeli maupun penjual, hal ini dinilai menghemat biaya dan menciptakan potensi untuk menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi (Sahel, Anwar, & Nandi, 2020).
Selanjutnya, melalui e-commerce, akses informasi untuk promosi serta pemasaran dapat dilakukan seluas-luasnya tanpa dibatasi ruang dan waktu (Fithri, Utomo, & Nugraha, 2017). Sebab, faktor kelebihan yang dimiliki oleh model bisnis e-commerce antara lain: beragamnya produk yang dapat dijual, sehingga terdapat peluang bisnis yang lebar, meliputi besarnya pangsa pasar dan meningkatnya urban life style (Febriantoro, 2018). Kedua peluang ini dapat dioptimalkan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal.
Meningkatnya volume e-commerce di dunia, menunjukkan adanya potensi keuntungan dari e-commerce dalam konteks ekonomi dan komersial. Dengan demikian, hal ini menjadi salah satu pilihan rasional untuk menggunakannya dalam kegiatan ekonomi dan komersial. Salah satu prasyarat penting untuk implementasi e-commerce adalah akses internet (Feizollahi, Shirmohammadi, Kahreh, & Kaherh, 2014). Sehingga, alasan utama yang mendorong pebisnis untuk mengadopsi E-Commerce adalah manfaat E-E-Commerce untuk meningkatkan daya saing, meningkatkan kinerja pemasaran serta dorongan. faktor eksternal. Di sisi lain, faktor
penghambat bagi UKM untuk mengadopsi teknologi informasi adalah kendala biaya, sumber daya manusia dan kompleksitas teknologi informasi (Dachlan, Dwiridotjahjono, & Prabowo, 2016). Pernyataan-pernyataan tersebut memperkuat hasil temuan peneliti yang diperoleh di lapangan, yang menunjukan adanya beberapa tantangan yang dihadapi wirausahawan disabilitas tunanetra dalam memulai bisnis melalui e-commerce, yang dapat digambarkan tahapannya dalam gambar 1.
Gambar 1: Tantangan yang dihadapi wirausahawan disabilitas tunanetra dalam memulai bisnis melalui e-commerce
Electronic commerce merupakan proses pembelian dan penjualan barang secara elektronik oleh perusahaan ke perusahaan atau langsung ke konsumen dan sebaliknya, melalui transaksi bisnis terkomputerisasi (Achjari, 2000). Beberapa di antara pelaku bisnis di e-commerce menganggap teknologi E-Commerce relatif sulit untuk diterapkan dalam mendukung pemasaran (Dachlan, Dwiridotjahjono, & Prabowo, 2016), karena faktor keterampilan mereka dalam berteknologi.
Padahal salah satu poin utama dalam electronic commerce adalah jaringan penggunaan komputer secara online untuk melakukan transaksi bisnis (Achjari, 2000). Oleh karena itu, selain tantangan dari aspek pemahaman tentang e-commerce, pemahaman tentang jenis e-commerce, pemahaman tentang syarat dan ketentuan bergabung/mendaftar di e-commerce, wirausahawan dari kalangan disabilitas netra ini juga dituntunt untuk mampu operasionalisasi fitur pada aplikasi/website e-commerce,
serta beradaptasi terhadap aplikasi/website yang belum memiliki aksesibilitas bagi pengguna dari kalangan hambatan penglihatan.
Tantangan yang berkaitan dengan pemahaman tentang e-commerce juga meliputi pemahaman akan aturan hukum yang melandasi binsis berbasis elektronik. Di Indonesia, pengaturan hukum mengenai masalah e-commerce diatur dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) (Cahyadi, 2019). Pemahaman tentang kedua aturan tersebut harus benar-benar dipahami agar diketahui konsekuensi dari segala tindakan yang mereka lakukan dalam berbisnis.
Tantangan lainnya adalah terkait dengan aspek kemampuan menjalin relasi. Perkembangan e-commerce berdampak pada meningkatnya jumlah penggunaan jasa pengiriman yang berbasis teknologi dan inovasi, sekaligus menumbuhkembngkan jumlah pebisnis di bidang jasa pengiriman dengan tujuan meningkatkan efisiensi logistik (Ghajargar, Zenezini, & Montanaro, 2016). Kemampuan menjalin relasi dengan perusahaan jasa pengiriman, merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis e-commerce, termasuk wirausahawan dari kalangan disabilitas netra.
Adapun tantangan lainnya adalah kondisi persaingan. Persaingan dapat diperoleh dari sesama pebisnis, maupun media pemasaran lain. Sangat menarik untuk dicatat bahwa bisnis di Instagram masih mampu menghasilkan penjualan yang setara dengan bisnis e-commerce. Ini membuktikan bahwa sebagai Situs Jejaring Sosial, Instagram memainkan peran penting dalam membentuk cara strategi bisnis, karena branding yang baik sangat penting dilakukan sedari awal untuk optimalisasi berbagai fitur yang tersedia di Instagram untuk keperluan bisnis (Latiff & Safiee, 2015). Artinya, sebagai seorang pebisnis, wirausahawan dari kalangan disabilitas juga harus memiliki kompetensi dalam memetakan peluang dan hambatan melalui analisis terhadap gerakan usaha pesaing.
Media sosial kini memang banyak digunakan untuk kepentingan bisnis. Data yang muncul dari sebuah survei menunjukkan bagaimana media sosial memfasilitasi interaksi sosial dengan konsumen, yang mengarah pada peningkatan kepercayaan dan niat untuk membeli. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap niat untuk membeli. Manfaat yang dirasakan dari situs juga diidentifikasi sebagai faktor kontribusi (Hajli, 2013). Oleh karena itu, tak ada salahnya jika wirausahawan disabilitas juga mulai merambah berbagai jenis platform guna memanfaatkan celah bisnis yang ada, termasuk mencoba mempromosikan usahanya melalui berbagai jenis platform yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan e-marketing.
E-Marketing yang menggunakan mekanisme agregasi dapat menyertakan sejumlah besar pembeli dan penjual di bawah satu atap virtual. Pelaku bisnis dapat
mengurangi biaya dengan menyediakan layanan one-stop shopping (Grieger, 2003). Mekanisme agregasi bersifat statis karena harga sudah dinegosiasikan. Namun perlu diingat bahwa karakteristik penting dari mekanisme ini adalah menambah jumlah pembeli ke pasar yang bersifat virtual, hanya menguntungkan penjual, dan sebaliknya menambah jumlah penjual hanya menguntungkan pihak pembeli. Oleh karena itu, kemampuan membaca peluang pasar juga harus mulai diasah dan ditingkatkan, agar wirausahawan dari kalangan disabilitas mampu bersaing melalui berbagai platform bisnis yang ada di e-commerce.
Penutup
Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi wirausahawan dari kalangan disabilitas dalam merambah e-commerce sebagai media bisnis alternatif guna menyiasati kondisi pandemi agar usahanya dapat tetap berjalan. Tantangan tersebut meliputi: aspek pemahaman tentang commerce, pemahaman tentang jenis commerce, pemahaman tentang syarat dan ketentuan bergabung/mendaftar di e-commerce, wirausahawan dari kalangan disabilitas netra ini juga dituntunt untuk mampu operasionalisasi fitur pada aplikasi/website e-commerce, serta beradaptasi terhadap aplikasi/website yang belum memiliki aksesibilitas bagi pengguna dari kalangan hambatan penglihatan.
Selain itu juga diperlukan tambahan pengetahuan mengenai ketentuan hukum yang berlaku di dunia e-commerce agar dapat menghindari permasalahan yang berkaitan dengan hukum dan juga meningkatkan intusi bisnis melalui analisis persaingan bisnis dari berbagai aspek pemasaran.
Daftar Pustaka
Achjari, D. (2000). Potensi Manfaat dan Problem Di E-Commerce. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 15(3), 388–395.
Achmad. (2018). Pengaruh Pengguna E-commerce terhadap Transaksi Online Menggunakan Konfirmasi faktor Analisis. Faktor Exacta, 11(1), 7–16. https:// doi.org/10.30998/faktorexacta.v11i1.2306
Cahyadi, A. D. (2019). Yurisdiksi Transaksi Elektronik Internasional Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Jurnal Wawasan Yuridika, 3(1), 23–40. https://doi.org/10.25072/jwy.v3i1.203 Dachlan, N., Dwiridotjahjono, J., & Prabowo, B. (2016). Adoption of E-Commerce for
Small and Medium Enterprises: Empirical Study in Indonesia. The International Journal Of Business & Management, 4(12), 318–326. Retrieved from
www.theijbm.com
El-Gohary, H. (2010). E-Marketing - A Literature Review From A Small Businesses Perspective. International Journal of Business and Social Science, 1(1), 214–244. Retrieved from
http://dq4wu5nl3d.search.serialssolutions.com/?ctx_ver=Z39.88-2004&ctx_enc=info:ofi/enc:UTF-8&rfr_id=info:sid/ ProQ:abiglobal&rft_val_fmt=info:ofi/
fmt:kev:mtx:journal&rft.genre=unknown&rft.jtitle=International+Journal+of+B usiness+and+Social+Science&rft.a
Fatkhurahman, F., Suroto, B., & Hadiyati, H. (2018). Wirausaha Muda Terdidik: Masalah Dan Solusi. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 15(2), 102–109. https:// doi.org/10.31849/jieb.v15i2.1464
Febriantoro, W. (2018). Kajian dan Strategi Pendukung Perkembangan E-Commerce Bagi UMKM di Indonesia. Jurnal Manajerial, 3(5), 184–207. https://
doi.org/10.17509/manajerial.v17i2.10441
Feizollahi, S., Shirmohammadi, A., Kahreh, Z. S., & Kaherh, M. S. (2014). Investigation the Effect of Internet Technology on Performance of Services Organizations with e-commerce Orientations. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 109, 605–609. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.12.514
Fithri, D. L., Utomo, A. P., & Nugraha, F. (2017). Pemanfaatan E-Commerce Populer Untuk Optimalisasi. Jurnal Simetris, 8(2), 819–824.
Ghajargar, M., Zenezini, G., & Montanaro, T. (2016). Home delivery services:
innovations and emerging needs. IFAC-PapersOnLine, 49(12), 1371–1376. https:// doi.org/10.1016/j.ifacol.2016.07.755
Grieger, M. (2003). Electronic marketplaces: A literature review and a call for supply chain management research. European Journal of Operational Research, 144, 280–294. https://doi.org/10.1016/S0377-2217(02)00394-6
Hajli, M. N. (2013). A study of the impact of social media on consumers. International Journal of Market Research, 56(3), 387–404. https://doi.org/10.2501 /U M R-2014-025
Kamaruddin. (2019). Bimbingan Karir Terhadap Anak Tuna Netra : Studi Kasus di Sekolah Luar Biasa Negeri Pinrang. Indonesian Journal of Islamic Counseling, 1
(1), 56–76.
Latiff, Z. A., & Safiee, N. A. S. (2015). New Business Set Up for Branding Strategies on Social Media - Instagram. Procedia Computer Science, 72, 13–23. https:// doi.org/10.1016/j.procs.2015.12.100
Luthfi, A. (2019). Pembentukan Perilaku Kewirausahaan Tunanetra melalui
Come_Unity Sahabat Mata di Kota Semarang. Indonesian Journal of Sociology, Education, and …, 1. Retrieved from https://ap3si.org/ojs/index.php/ijsed/article/ view/4
Maulana, S. M., Susilo, H., & Riyadi. (2015). Implementasi E-Commerce Sebagai Media Penjualan Online (Studi Kasus pada Toko Pastbrik Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 29(1), 1–9.
Merieska, P., & Meiyanto, I. S. (2019). Passion Berwirausaha pada Pengusaha Muda.
doi.org/10.22146/gamajop.42394
Mumtahana, H. A., Nita, S., & Tito, A. W. (2017). Pemanfaatan Web E-Commerce untuk Meningkatkan Strategi Pemasaran. Khazanah Informatika: Jurnal Ilmu Komputer Dan Informatika, 3(1), 6–15. https://doi.org/10.23917/khif.v3i1.3309 Sahel, S., Anwar, T., & Nandi, B. (2020). Factors Affecting the Selection of an
E-Commerce Website in Bangladesh : E-tailers ’ Perspective. International Review of Management and Marketing, 8(4), 1–6.
Susandi, D., & Sukisno, S. (2017). Sistem Penjualan Berbasis E-Commerce
Menggunakan Metode Objek Oriented pada Distro Dlapak Street Wear. Jurnal Sistem Informasi, 4, 5–8. https://doi.org/10.30656/jsii.v4i0.368
Syah, R., Iqbal, M., & Elveny, M. (2014). Pembangunan Aplikasi E-Commerce dalam Menunjang Penjualan Produk pada CV. Riztech. Jurnal Penelitian Teknik Informatika, 4(1), 63–80. Retrieved from https://www.academia.edu/8663833/
PEMBANGUNAN_APLIKASI_E-COMMERCE_DALAM_MENUNJANG_PENJUALAN_PRODUK_PADA_CV.RI ZTECH
Syamsi, I. (2010). Membuka Peluang Berwirausaha Untuk Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 16(7), 90. https:// doi.org/10.24832/jpnk.v16i7.512