Oleh Rofiq Anwar, M.A.
P
ublic relations online merupakan terobosan yang tergolong baru dalam kegiatan hubungan masyarakat. Hadirnya media baru seperti media sosial menjadi salah satu hal yang mendorong berkembangnya aktivitas bidang pub-lic relations online. Public relations online memiliki nilai tambah yang menguntungkan organisasi yaitu memiliki keunggulan pada daya jangkauan komu-nikasi dan informasi yang bisa mengatasi persoalan ruang dan waktu, dan tidak hanya bersifat searah tetapi mampu bersifat dua arah.Penggunaan media sosial untuk aktivitas public relations pada tahap awal dapat digunakan sesuai kemampuan dan kebutuhan organisasi. Pada organisasi yang memiliki keterbatasan SDM dan cenderung tertutup, penggunaan media sosial cender-ung menggunakan model komunikasi searah. Misalnya konten media sosial berisi in-formasi-informasi kegiatan rutin organisasi. Pada organisasi yang bersifat terbuka model public relations yang searah tentu tidak sesuai lagi. Organisasi yang bersifat terbuka membutuhkan public relations yang bersifat dua arah.
Sesuai dengan tuntutan keterbukaaan informasi publik dalam UU No 48 tahun 2008, keberadaan public relations menjadi penting bagi organisasi yang merupakan badan publik. Hal ini mengingat, badan publik memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh publik. Menurut Undang-Undang no 14 tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik, pada pasal 9, 10, dan 11 organisasi publik wajib memberikan pelayanan informasi publik baik yang bersifat berkala, serta-merta, maupun informasi terkini. Dalam konteks ini, public relations dapat menjalankan peran yang strategis untuk memberikan pelayanan informasi kepada publik. Melalui media sosial, praktisi public relations dapat memberikan pelayanan informasi publik. Informasi yang bersifat berkala yang dapat disampaikan kepada publik misalnya infor-masi mengenai kegiatan dan kinerja badan Publik terkait; inforinfor-masi mengenai laporan keuangan; dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Media sosial dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang bersifat serta merta misalnya informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak dan ket-ertiban umum. Selain itu, media sosial dapat digunakan untuk menyampaikan infor-masi terkini organisasi yaitu; menyangkut daftar seluruh Inforinfor-masi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; hasil keputusan badan Publik dan pertimbangannya; seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pen-dukungnya; rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran
ta-hunan badan publik; perjanjian badan publik dengan pihak ketiga; informasi dan ke-bijakan yang disampaikan pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik.
Peran public relations memiliki posisi penting bagi organisasi. Hal ini meng-ingat aktivitas public relations tidak sekedar menyebarkan pesan/informasi tetapi juga mencakup analisis situasi yang bisa dideteksi melalui media sosial. Peran humas yang bersifat manajerial maupun teknis memiliki potensi untuk dikembangkan dalam public relations . Hal ini mengingat penggunaan media sosial membutuhkan peran-peran humas baik yang bersifat manajerial maupun teknis.
Public relations di era media sosial memiliki tantangan yaitu apakah organisasi memberikan ruang bagi publik untuk menyampaikan kepentingannya? Bagaimana organisasi memproses input dari publik dan memberikan output yang dapat memper-temukan dua kepentingan yaitu organisasi dan publik. Public relations memung-kinkan komunikasi dengan sangat cepat dan dua arah. Persoalan yang muncul adalah apakah posisi publik dan organisasi berada pada posisi yang setara? Lingkungan or-ganisasi tidak hanya berwujud fisik namun juga meliputi dunia maya. Dunia maya (virtual) menjadi lingkungan penting bagi organisasi karena merupakan pintu in-teraksi dengan komunitas global.
Kehadiran media sosial memiliki implikasi bagi kehidupan masyarakat baik secara personal maupun secara institusional. Media sosial memiliki daya tarik bagi kehidupan masa kini. Media sosial digunakan tidak hanya untuk kepentingan individ-ual tetapi sudah mulai digunakan untuk kepentingan organisasi. Bidang public rela-tions merupakan bagian organisasi yang memiliki posisi strategis. Public relarela-tions memiliki tantangan yang lebih besar yaitu bagaimana public relations menjalankan perannya dalam media sosial. Hal yang tentunya menarik yaitu bagaimana proses transformasi public relations yang pada awalnya berbasis searah menjadi dua arah. Tuntutan agar public relations bertransformasi dalam media sosial memiliki alasan mendasar yaitu perilaku publik telah mengalami perubahan, yaitu publik menjadi aktif seiring dibukanya akses informasi dan komunikasi. Organisasi harus mampu merespon dengan baik perilaku publik masa kini.
Pengembangan peran public relations dalam media sosial tanpa kendala. Setidaknya terdapat beberapa kendala mendasar yang harus dielaborasi untuk ditemukan solusinya: pertama, penguatan peran humas. Penguatan peran humas memiliki konsekuensi pada sejauhmana kewenangan humas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan organisasi. Peran humas yang strategis dapat mendorong public relations lebih dinamis dan responsif terhadap perubahan lingkungan. Bagaimana penguatan peran humas ini dapat dilakukan tentu memerlukan analisis yang men-dalam.
Pola pikir (mindset) yang harus diubah yaitu bagaimana praktisi humas menggunakan media sosial sesuai dengan karakter media baru. Praktisi humas tidak jarang terjebak dalam pola pikir menggunakan media baru seperti media lama. Misalnya menggun-anakan media sosial hanya untuk menyebarkan atau mempublikasikan informasi sep-erti layaknya menyebarkan brosur.
Ketiga, bagaimana organisasi dapat memahami bahwa lingkungan dapat beru-bah dengan cepat mengingat lalu lintas informasi sangat cepat dan perilaku publik menjadi sulit untuk dikendalikan.
Public Relations dalam Organisasi
Praktek penyelenggaran hubungan masyarakat pada organisasi-organisasi dimungkinkan dilakukan dengan cara yang berbeda. Perbedaan menyangkut posisi humas (public relations) dalam organisasi, yaitu mengenai fungsi, model, dan peran yang dijalankan. Fungsi humas yang dijalankan apakah terpisahkan dengan fungsi yang lain, ataukah menjadi satu bagian. Fungsi public relations menurut Cutlip, Center, dan Broom (Putra, 1999) dibedakan atas 2 jenis, yaitu fungsi manajemen dan fungsi komu-nikasi. Praktisi yang menjalankan fungsi manajemen bertugas menyusun kebijakan, dan bertanggungjawab terhadap konsekuensi yang muncul. Dalam konteks fungsi ma-najemen menurut Putra (1999), praktisi public relations berperan menjadi penasehat manajemen dalam mengambil kebijakan yang tepat dan diterima publik. Dalam konteks fungsi komunikasi, public relations menurut Putra (1999) adalah staf khusus yang melayani para pemimpin organisasi, khususnya membantu dalam berkomunikasi dengan publik.
Perbedaan penyelenggaraan praktek humas juga dapat dilihat pada model pub-lic relations yang dijalankan, apakah mengikuti model press agentry, public infor-mation, two way asymmetrics, atau two way symmetrics? Model press agentry se-bagaimana dijelaskan oleh Putra (1999) menekankan pada tujuan-tujuan memperoleh publisitas media massa yang menguntungkan organisasi. Pada era media baru, pub-lisitas dapat menggunakan media on-line. Organisasi dapat mempublikasikan melalui laman-laman web berkonten berita, blog, media sosial, maupun web site organisasi.
Model public information menurut Grunig dan Hunt (1984) menekankan penyebaran informasi kepada publik. Model ini sering dijuluki jurnalist in residence. Grunig dan Hunt (1992) menyatakan bahwa model informasi publik lebih menekankan pada penulisan hal-hal yang bagus tentang organisasi, namun kurang memperhatikan sisi kebenaran dan akurasi. Model press agentry dan public infor-mations cenderung bersifat searah, yaitu penyampaian informasi dari organisasi ke publik.
Model public relations berikutnya bersifat dua arah, yaitu two way asymmet-rics, dan two way symmetric. Model dua arah asimetris Menurut Putra (1999) menekankan penggunaan riset untuk pengembangan pesan-pesan persuasi dalam
mempengaruhi publik agar berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai harapan organisasi. Model dua arah asimetris dikenal juga sebagai persuasi ilmiah. Model two way sym-metric menurut Putra (1999) menggunakan penelitian dan komunikasi untuk mengel-ola konflik dan meningkatkan pemahaman terhadap publik stratejik. Model ini menekankan perubahan perilaku organisasi untuk merespon tuntutan publik. Model dua arah simetris menekankan prinsip obyektif daripada persuasi.
Peran Public Relations dalam Media Sosial
Pembahasan peran public relations dalam media sosial muncul seiring berkem-bangnya penggunaan media sosial dengan berbagai variasi saluran di kalangan praktisi public relations. Lee (2013) dalam penelitiannya, mencoba menggunakan 4 tipologi peran praktisi dalam media sosial. Menurut Lee (2013) terdapat 4 kategori peran dalam media sosial yaitu yaitu: social media for one-way message dissemination, social me-dia for non-Aligned Purposes, me-dialogic social meme-dia, dan utilization social media for organizational change.
Peran social media for one-way message dissemination memiliki makna yaitu praktisi yang berperan menyebarkan pesan secara searah. Peran ini meskipun dalam konteks media baru masih memiliki relevansi dengan model searah (one way) Grunig yaitu press agentry atau model publisitas. Peran kedua yaitu social media for non-Aligned Purposes. Peran dalam hal ini memiliki makna yaitu ketika praktik media so-sial dan tujuan tidak terhubung maka organisasi akan hadir dalam media soso-sial. Peran ketiga yaitu dialogic social media yaitu penggunaan media sosial untuk memfasilitasi percakapan yang terbuka antara organisasi dan publik sebagaimana antar publik. Peran keempat yaitu peran praktisi media sosial untuk perubahan organisasi (utilization social media for organizational change) dalam upaya untuk menginforma-sikan pembuatan keputusan yang stratejik.
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan peran pub-lic relations (public relations ) dalam media sosial: Pertama, peran public relations dalam komunikasi searah. Konsep komunikasi searah (one way communication) ini pertama kali diperkenalkan oleh Grunig dan Hunt (1984) melalui model publisitas atau
press agentry. Dalam model publisitas atau press agentry, akurasi data belum mendapatkan perhatian. Hal ini menyebabkan adanya masalah pada kredibilitas pesan/ data dalam publisitas. Variasi berikutnya dalam pendekatan searah yaitu model public informations. Berbeda dengan model publisitas, model public informations telah memperhatikan aspek akurasi dan kemanfaatan.
Kedua, peran public relations dalam komunikasi dua arah. Model public rela-tions dua arah (two-way) memiliki dua dimensi yaitu simetris dan asimetris (Grunig dan Hunt, 1984). Model dua arah simetris (two-way symmetrical public relations)
memiliki fokus terhadap kepentingan publik dan berusaha menjaga keseimbangan kepentingan organisasi dan publik. Sedangkan model dua arah asimetris memiliki efek
yang tidak seimbang dimana organisasi berusaha melakukan persuasi agar terjadi peru-bahan pada publik sesuai yang diharapkan organisasi.
Strategi simetris dikembangkan oleh Hon dan Grunig (1999) yaitu pengem-bangan hubungan organisasi dan publik. Strategi pengempengem-bangan hubungan tersebut terdiri dari unsur access, positivity, openness, sharing tasks, social networks, dan as-surances. Peran public relations dalam media sosial dapat menggunakan strategi sime-tris terutama dalam membangun hubungan dengan publik. Akses merupakan strategi dimana organisasi dan publik dapat mengekspresikan pendapat satu sama lain. Dalam konteks ini organisasi menyediakan saluran kamunikasi yang dapat dijangkau oleh publik. Masing-masing pihak memiliki kemauan baik dalam mengatasi komplain dan pertanyaan. Anggota dari publik atau komunitas atau pemimpin aktivis menyediakan akses kepada public relations. Public relations menyediakan akses kepada publik da-lam proses pembuatan keputusan organisasi. Dada-lam sudut pandang organisasi, Menurut Ki dan Hon (2009) akses adalah derajat usaha dimana organisasi meletakan dan menyediakan saluran komunikasi atau tempat media yang membantu publik stratejik dalam mendapatkannya.
Positivity adalah usaha untuk menciptakan interaksi yang membahagiakan dan menyenangkan pihak-pihak yang terlibat. Disclosure or openness memiliki pengertian mengkondisikan organisasi dan publik untuk terbuka dan jujur dalam pemikiran yang berhubungan dengan masalah seperti soal kepuasan dan ketidakpuasan. Dalam sudut pandang organisasi, Ki dan Hon (2009) mendefinisikan Opennes sebagai usaha tinda-kan organisasi menyediatinda-kan informasi kepada publik tentang apa yang sedang dik-erjakan yang memiliki dampak kepada publik stratejik. Sharing of tasks adalah strategi untuk mempertemukan organisasi dan publik dalam pemecahan masalah.. Dalam sudut pandang organisasi Ki dan Hon (2009) mendefinisikan Sharing of tasks sebagai usaha organisasi dalam berbagi pekerjaan atau proyek atau mengenai pemecahan ma-salah bersama antara organisasi dan publik stratejiknya.Dalam konteks Networking,
organisasi membangun network atau koalisi dengan kelompok yang sama sebagaimana yang dilakukan publik. Dalam sudut pandang organisasi, networking adalah derajat usaha organisasi untuk membangun jaringan atau koalisi dengan kelompok yang sama sebagaimana yang dilakukan publik stratejik.Dalam konteks Assurances, strategi ini mencoba menempatkan masing-masing pihak untuk menjamin satu sama lain.
Pengembangan Peran Public Relations dalam Media Sosial
Peran public relations dalam media sosial dapat dikembangkan dalam kategori peran manajerial maupun peran teknisi. Dalam konteks media sosial, Breakenridge, D. K. (2012) mengemukakan 8 tipe peran public relations dalam media sosial, yaitu policy maker, internal collaborator generator, technology tester, communication organizer, pre-crisis doctor, reputation task force member, relationship analyzer, master of met-rics. Neill, M. S., dan Moody, M. (2015) dan Neill, M. S., & Lee, N. (2016), menggunakan
konsep Breakenridge tersebut dalam penelitiannnya mengenai Peran Public Relations dalam media sosial dengan sedikit perubahan yaitu menambahkan peran yaitu policing and employee recruiter dan menggabungkan peran pre-crisis doctor dan reputation task force member menjadi peran manajer isu (issues manager). Neill, M. S., dan Moody, M. (2015) menjelaskan peran-peran tersebut dalam indikator sebagai berikut:
1. Peran policy maker. Dalam peran ini, praktisi public relations bertugas membu-at kebijakan penggunaan media sosial dan mengedukasi pegawai yang menggunakan media sosial. Praktisi disini juga bertugas membuat panduan dalam memproduksi, mengunggah, dan memperbaharui konten dalam media sosial termasuk kolaborasi dengan departemen lain dalam penggunaan media sosial.
2. Peran technology tester. Dalam peran ini, praktisi public relations memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan mengenai jenis media sosial yang akan digunakan organisasi. Praktisi dalam hal ini memiliki kewenangan dalam merekomendasikan jenis media sosial yang digunakan.
3. Peran communication organizer. Praktisi public relations memiliki peran da-lam merencanakan dan mengembangkan, dan mengunggah topik-topik tentang hal-hal dalam organisasi atau klien. Selain itu, praktisi juga memiliki peran me-mantau percakapan, merespon pertanyaan dan komentar dalam media sosial organisasi/klien.
4. Peran issue manager. Praktisi dalam peran ini menggunakan media sosial untuk memeriksa isu-isu yang penting bagi organisasi atau klien. Praktisi juga merek-omendasikan strategi dalam merespon komentar negatif dalam sosial media. Praktisi juga menggunakan media sosial untuk mendeteksi dan mencegah po-tensi terjadinya krisis dan menetapkan protokol terhadap isu-isu yang mengemuka dalam media sosial.
5. Peran relationship analyzer. Praktisi menggunakan media sosial untuk men-gidentiifikasi dan membangun hubungan dengan influencer (orang-orang yang memiliki pengaruh) yang berhubungan dengan organisasi atau klien. Misalnya mengidentifikasi dan mengembangkan hubungan dengan wartawan-wartawan media yang terkait dan relevan dengan organisasi.
6. Peran Master of Metrics . Dalam peran ini, praktisi public relations memilih alat ukur yang sesuai dengan saluran media sosial yang digunakan. Praktisi juga ber-tugas untuk menilai dan mengukur sukses tidaknya usaha-usaha yang sudah dikerjakan dalam media sosial dan melaporkan hasil dari pengukuran tersebut. Analisis dari pengukuran tersebut menjadi dasar dalam penentuan anggaran bagi layanan analisis media sosial
7. Peran Policing .Praktisi public relations berperan dalam mengedukasi karyawan mengenai kebijakan penggunaan media sosial. Praktisi juga berperan menegur jika karyawan menggunakan media sosial dengan cara yang tidak sesuai aturan
organisasi. Praktisi dalam hal ini juga bertugas mengawasi dan mengendalikan akun-akun resmi (official) media sosial yang digunakan organisasi dalam berbagai bentuk media sosial. Selain itu praktisi juga mengawasi bagaimana karyawan merepresentasikan brand organisasi dalam media sosial dan membat-asi akses karyawan dalam media sosial saat bekerja.
8 .Peran employee recruiter. Praktisi dalam hal ini menggunakan media sosial dalam proses rukruitmen karyawan baru. Praktisi public relations membuat konten yang potensial menarik calon karyawan sehingga memudahkan proses pemilihan dan penyeleksian calon karyawan baru melalui profil kandidat di me-dia sosial.
9 .Peran internal collaborator. Praktisi bertugas untuk berkoordinasi dengan de-partemen lain untuk mengatur komunikasi dalam media sosial. Praktisi melakukan pelayanan lintas departemen dalam berkomunikasi dalam media sosial. Media sosial merupakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bersa-ma departemen lain. Praktisi public relations harus mendengar umpan balik dari departemen lain dan berkonsultasi dengan departemen lain seperti depar-temen yang mengurusi hukum atau personalia ketika muncul isu isu dalam me-dia sosial yang mengemuka dalam organisasi.
Relevansi Peran Manajer dan Peran Teknisi dalam Media Sosial
Peran public relations dalam studi public relations pada umumnya mengacu pada konsep peran menurut Broom dan Dozier (1986, 1995, 2006). Peran adalah ab-straksi pola perilaku individu-individu dalam organisasi (Dozier, 1992). Peran merupa-kan kunci untuk memahami fungsi public relations dan komunikasi organisasi. Menurut Broom dan Dozier (2006) peran public relations dibedakan atas dua dikoto-mi, yaitu peran manajerial dan peran teknisi. Peran manajerial meliputi expert pre-scriber, problem-solving process facilitator, dan communication fasilitator. Peran teknisi yaitu communication technician.
Dalam peran expert prescriber, praktisi public relations bertugas mendefinisi-kan masalah, mengembangmendefinisi-kan program, dan bertanggungjawab atas penerapannya. Praktisi public relations bertugas seperti konsultan untuk masalah yang dihadapi or-ganisasi sementara manajemen bersifat pasif dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada praktisi public relations. Dalam peran ini, Broom dan Dozier (2006) mengemukakan indikator-indikator, yaitu: pertama, praktisi bertugas sebagai ahli dalam pemecahan masalah public relations dan analis di dalam pengambilan kepu-tusan manajemen. Selain itu praktisi tersebut bertanggung jawab untuk kesuksesan atau kegagalan dari program public relations organisasi. Praktisi juga bertugas mem-buat keputusan mengenai kebijakan komunikasi.
Praktisi public relations dalam peran problem-solving process facilitator
sistematis melalui komunikasi organisasi dan menghubungkan masalah pada solusi. Manajemen dan praktisi public relations bersama-sama mencari pemecahan masalah tahap demi tahap. Dalam peran ini, praktisi public relations bertugas mendiagnosa masalah public relations dan menjelaskan kepada pihak-pihak dalam organisasi dan merekomendasikan tindakan untuk pemecahan masalah, mengikuti proses perencanaan public relations yang sistematis, mendorong partisipasi manajemen keti-ka public relations membuat keputusan penting, dan menawarkan pendekatan alter-natif untuk pemecahan masalah.
Peran manajerial ketiga yaitu communication fasilitator, public relations ber-tugas menjadi fasilitator bertemunya manajemen dan publik. Peran ini memiliki per-hatian pada proses dimana kualitas dan kuantitas informasi mengalir diantara mana-jemen dan publik. Dalam peran ini, praktisi public relations bertugas menjaga informa-si untuk menajemen yang berkaitan dengan reakinforma-si publik terhadap kebijakan, prosedur, dan atau tindakan, melaporkan survei opini publik untuk menjaga mana-jemen dari informasi opini-opini publik yang bervariasi, menciptakan kesempatan manajemen untuk mendengar pandangan publik internal dan eksternal, dan mem-impin audit komunikasi untuk mengidentifikasi masalah antara organisasi dan publik yang bervariasi.
Praktisi public relations sebagai teknisi komunikasi (commmunication tech-nician) bertugas memproduksi informasi dan mengkomunikasikan ke pihak luar sesuai arahan manajemen. Peran ini dalam pandangan Broom dipandang sebagai jour-nalist in resident karena menggunakan praktisi yang memiliki keahlian dan pengala-man bekerja di media. Dalam peran ini, praktisi bertugas berkaitan dengan aspek teknis produksi material public relations seperti memproduksi brosur, pamflet, dan publikasi lainnya, dan mengerjakan bidang fotografi dan gambar untuk material public relations yang juga digunakan untuk presentasi isu-isu penting pada organisasi. Selain itu, praktisi bertugas memperbaiki kontak media dan mengatur penempatan press release dan mengedit dan atau menulis ulang tata bahasa (grammar) dan ejaan (spelling) pada materi yang ditulis orang lain di dalam organisasi
Neill, M. S., & Lee, N. (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa peran manajer memiliki relevansi dalam media sosial, yaitu sebagai internal social me-dia manager dan communication manager. Dalam peran internal social media manag-er, praktisi bertugas untuk menulis dan mengunggahnya dalam media sosial untuk kepentingan internal organisasi. Dalam peran ini, praktisi juga bertugas mengawasi respon terhadap media sosial internal dengan memperhatikan ekspresi like, comment, dan share. Praktisi juga bertugas mengukur engagament karyawan dalam media sosial internal.
Peran manajer dalam media sosial berikutnya yaitu communication manager. Dalam peran ini, praktisi bertugas membuat kebijakan komunikasi, mengam-bil tanggung jawab atas sukses atau gagalnya komunikasi organisasi atau program
pub-lic relations. Selain itu, praktisi harus mampu menjadi ahli dalam komunikasi pemeca-han masalah atau program public relations.
Dalam peran teknisi, peran social media technician dipandang relevan terutama dalam kegiatan menulis dan mengunggah konten tekstual, visual, dan menentukan jadwal pengunggahan konten dalam media sosial, serta merubah cara produksi press release tradisional untuk disesuaikan dalam format konten media so-sial.
Menurut Grunig (Putra, 1999), faktor yang mempengaruhi praktek public