• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iman Santoso, Setiawan Wahyudi, Ardiansyah Putra, dan Andy Purwana D asar dari komunikasi adalah tersampaikannya pesan dari pemberi informasi

Dalam dokumen GAGASAN KOMUNIKASI UNTUK NEGERI (Halaman 185-193)

kepada penerima melalui media perantara. Prinsipnya adalah mengarahkan seseorang atau kelompok demi memperoleh pemahaman yang sama dan mengembangkan kebersamaan, sehingga komunikasi menjadi sangat penting dalam kehidupan bersama. Segala sesuatu perlu untuk dikomunikasikan agar maksud atau ide, gagasan dan informasi dari seseorang dapat dimengerti oleh orang lain. Awal tahun 1948, Lasswell telah menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). Sampai saat ini teori komunikasi ini masih tetap relevan, dan berkembang mengikuti perkembangan zaman.

Perkembangan internet menjadi salah satu pemicu pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi. Internet telah mengubah komunikasi konvensional men-jadi komunikasi digital. Semua informasi dunia ada dalam genggaman gadget. Komu-nikasi di zaman digital seperti saat ini menitikberatkan pada kecepatan, kebebasan, dan luasan jangkauan penyampaian informasi. Komunikasi digital melahirkan media sosial sebagai media baru dalam dunia media dan komunikasi.

Media sosial sebagai media digital yang interaktif, menyertakan komunikasi dua-arah, dan melibatkan satu bentuk komputasi yang mempunyai keunggulan dalam hal kemudahan proses, penyimpanan, transformasi ke dalam bentuk lain dan juga kemudahan akses serta pencarian. Tipe komunikasi dan karakterikstik media sosial menurut Clara Sari, dkk (2018) adalah: komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication), komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), komu-nikasi publik (public communication), dan komunikasi massa (mass communication). Salah satu media sosial yang berpengaruh di masyarakat Indonesia adalah Twitter. Twitter cukup berkembang sejak kemunculannya di tahun 2006. Layanan twitter berupa jejaring sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter akan tetapi pada tanggal 07 November 2017 bertambah hingga 280 karakter yang dikenal dengan sebutan kicauan (tweet). Twitter Indonesia mencatat pertumbuhan pengguna aktif harian sebanyak 33 persen (Sianipar, 2019). Twitter telah mempertemukan Nadya

dengan kembarannya setelah terpisah selama 16 tahun (Nurlitasari, 2020). Twitter juga telah digunakan untuk menyebarkan berita bohong yang mengatakan adanya mo-bil ambulans pembawa batu (Dimedjo, 2019). Sampai saa ini Twitter masih dinilai se-bagai media sosial yang paling efektif untuk melakukan gerakan sosial dan menggiring isu-isu tertentu. Ada banyak peristiwa gerakan sosial di Indonesia yang menarik per-hatian publik berkat media sosial ini (Panji, 2015).

CAUSAL LOOP BERITA BOHONG

Kebutuhan masyarakat akan berita atau informasi melalui twitter dapat dilihat dengan causal loop. Kebutuhan informasi yang semakin bertambah, menyebab-kan pemanfaataan twitter semakin bertambah pula. Agar diperoleh kesesuaian infor-masi yang diinginkan, maka dilakukan pemfilteran atas berita dalam twitter. Dalam twitter, filter ini dikenal dengan istilah #hastag. Infromasi yang didapat dari filter twit-ter ini untuk selanjutnya oleh masyarakat dilakukan konfirmasi, baik dengan penge-tahuan atau pengalaman yang dimilikinya ataupun dengan cross check ke sumber beri-ta lain. Bias konfirmasi terjadi karena konfirmasi dilakukan hanya terhadap fakberi-ta yang dianggap sejalan dengan keyakinannya. Masyarakat yang memiliki keyakinan kuat ter-hadap sesuatu akan secara alami cenderung menyaring informasi, fakta atau pengala-man baru agar sesuai dengan keyakinan sejatinya.

Causal loop ini adalah model reinforcing loop, maka dilabeli dengan R. Dari Causal loop ini juga terlihat bahwa berita bohong bukanlah bersumber dari twitter, akan tetapi dari pembenaran dari masyarakat sendiri akan berita yang diterimanya.

Pembenaran atas suatu berita ini juga dimungkinkan akan adanya fanatisme. Fanatisme adalah paham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Fanatisme atas suatu kelompok, terutama SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Sifat sosial dari masyarakat menjadikan fanatisme sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi, fanatisme yang berlebihan akan dapat membawa kea rah perpecahan. Causal loop kedua ini saling menguatkan dan memberikan efek positif terhadap lainnya. Atau dengan kata lain, fanatisme akan se-makin memperkuat bias konfirmasi.

Penyebaran isi berita palsu yang dapat diterima oleh masyarakat, ditentukan oleh sumber berita itu sendiri. Public interest atau ketertarikan masyarakat akan berita -berita terkini menjadi perhatian khusus dari para jurnalis dalam menurunkan berita di media massa dimana dia bekerja. Berita di media massa ini masuk dalam kategori beri-ta yang berkualiberi-tas karena dihasilkan oleh orang yang memang ahli dalam pembuaberi-tan berita dan penyusunannyapun telah melalui klarifikasi dan konfirmasi ke sumber beri-ta. Berita yang dihasilkan oleh media massa ini akan menjadi salah satu sumber infor-masi di media sosial, bersamaan dengan berita bohong yang beredar

Kekuatan media sosial dapat berperan untuk menggerakkan massa. Arab spring, pemilu Amerika, demonstrasi Hongkong adalah salah satu bukti kekuatan dari media sosial (Zaenudin, 2017). Influencer dengan follower yang besar tentunya akan lebih dapat menggerakkan massa secara bersama-sama dan dalam waktu yang bersa-maan. Aksi masyarakat ini dalam skala yang masif tentu akan menjadi perhatian dari pemerintah. Pemerintah mengakui interaksi di media sosial merupakan bagian dari arena demokrasi publik tapi bukan berarti jadi hal yang dianggap remeh terhadap po-tensi ancaman yang bisa ditimbulkan oleh media sosial.

Buzzer menjadi entitas sendiri dalam ranah media sosial. Ia dapat secara ce-pat memberikan tanggapan kepada netizen dan cece-pat mem-viralkan isu atau berita tertentu. Terkadang mereka selalu konsisten mengulas isu yang sama, meskipun dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Tujuannya adalah dapat meyakinkan publik atas

isu-isu yang disebarkan. Jika tidak ada kehati-hatian, netizen pun dengan mudah ter-makan tipuan hoax tersebut bahkan ikut menyebarkan informasi palsu itu yang ten-tunya akan sangat merugikan bagi pihak korban fitnah.

PERAN PEMERINTAH

Pemerintah perlu menyediakan saluran layanan informasi publik melalui me-dia sosial. Layanan ini akan melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian atas penyampaian informasi ke masyarakat yang mudah dipahami tanpa mengurangi sub-stansi. Sehingga pemerintah tidak melakukan pembiaran pada informasi negatif. Su-mari dan Nesa (2028) memberikan indikator keberhasilan sinergi penyelenggaraan layanan informasi publik melalui media sosial, yaitu:

1. Tercegahnya informasi negatif dan terluruskannya informasi negative. 2. Terviralisasinya informasi positif ke semua lapisan masyarakat. 3. Semakin sehatnya media sosial.

4. Terwujudnya bijak dalam bermedia sosial. 5. Terjaganya kredibilitas Pemerintah.

6. Tercapainya kepentingan nasional dan tujuan negara.

Salah satu upaya pemerintah dalam mensinergikan arus informasi melalui media sosial adalah dengan dibentukaknya SIMAN (Sinergi Media Sosial Aparatur Negara). SIMAN mengisi kekosongan dalam hal koordinasi, sinkronisasi, dan pengen-dalian dalam upaya membangun sinergitas media sosial aparatur negara dan menjaga ketahanan media sosial nasional guna penyehatan media sosial dalam rangka bijak dlm bermedia sosial. Hasil akhir yang diharapkan adalah terjaganya kredibilitas negara dan tercipyanya suasana yang kondusif

Langkah-langkah yang perlu diambil dalam kebijakan pemerintah adalah monitoring observasi atas apa yang saat ini menjadi perhatian masyarakat. Data-data tersebut dikumpulkan untuk kemudian dianalisa sehingga akan menghasilkan rek-omendasi berupa informasi yang akan digunakan sebagai framing konten informasi yg akan didiseminasikan melalui media sosial. Arah arus komunikasi ini juga mengako-modir masyarakat untuk dapat memberikan feedback kepada pemerintan (Magro, 2012).

Keterlibatan SIMAN dalam menyebar isu di media sosial tentunya tidak lepas dari peran serta ASN (Aparatur Sipil Negara). Pola hubungan ASN dengan pemerintah adalah kedudukan yang subordinatif antara Pemerintah dengan pegawai ASN, di mana pegawai ASN harus tunduk taat pada setiap pengaturan yang dibuat oleh Pemerintah selaku atasannya . Hubungan semacam ini mewajibkan ASN untuk sejalan dengan SIMAN dalam desiminasi informasi ke media sosial.

Fenomena cebong kampret tidak lepas dari peta politik di Indonesia, terutama saling balas pendapat di dunia maya antara pendukung Jokowi dengan pendukung Prabowo. Walaupun pemilu 2019 telah selesai, dan kubu oposisi sangat kecil dalam prosentase setelah Gerindra bergabung ke pemerintahan, fenomena cebong kampret bertransformasi ke dalam bentuk lain. Berbagai isu sosial, ekonomi dan politik yang muncul dalam ranah publik atau media sosial selalu terbagi menjadi dua kubu tanpa adanya dialog publik (Triwibowo, 2019). Polarisasi kubu di masyarakat sangat terlihat dalam komentar-komentar media sosial. Post truth atau benar menurut emosi dan keyakinan pribadi menjadi hal yang biasa dalam berpendapat. Literasi digital yang dapat digunakna sebagai check and balance suatu informasi menjadi tereduksi.

Alasan utama masyarakat begitu mudah menelan hoaks adalah ketidaktahuan. Secara sederhana, orang yang tidak tahu akan lebih mudah ditipu dengan berita palsu, kabar bohong, atau fitnah. Namun berbagai studi ilmiah juga mendapati hoaks di-percaya karena dianggap sejalan dengan keyakinan. Tantangan ini yang harus dijawab oleh pemerintah agar masyarakat membuka pikirannya atas informasi yang benar, wa-laupun mungkin tidak sesuai dengan keyakinannya.

Fenomena polarisasi kubu menuntut pemerintah untuk dapat memberikan solusi bagi keutuhan berbangsa dan bernegara. Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan negara untuk dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dengan damai dan berkeadilan sosial. Ini artinya bahwa kesejahteraan dan persamaan hak menjadi hal utama yang harus diterima masyarakat.

Pekerjaan berat pemerintah dalam mereduksi dan menghilangkan polarisasi kubu adalah dengan keterbukaan informasi. Informasi yang disebar adalah rekomen-dasi hasil analisa data. Manfaat dari keterbukaan informasi ini adalah:

1. Menyebarluaskan informasi pemerintah agar menjangkau masyarakat 2. Membangun peran aparatur negara dan masyarakat melalui media sosial 3. Mensosialisasikan strategi dan tujuan pembangunan di masa depan. 4. Membangun interaksi antara pemerintah dan masyarakat.

5. Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap kebijakan dan program pemerintah.

6. Menggali aspirasi, opini, dan masukan masyarakat terhadap kebijakandan pro-gram pemerintah.

Edukasi dari pemerintah akan pentingnya literasi untuk menangkal berita palsu tidak hanya melibatkan masyarakat. Jurnalisme juga merupakan faktor penting yang perlu mendapat sentuhan dari pemerintah. Jurnalis dapat menyebarkan pola pikir pemerintah melalui media massa mainstream dimana ia bekerja. Pada akhirnya, masyarakat akan dapat menerima informasi ataupun berita berkualias bersumber pemerintah melalui tulisan jurnalisme.

Jurnalisme menjadi tameng untuk melawan hoax. Profesionalitas jurnalis akan dapat melakukan cara memperoleh berita yang baik dan mebedakan dengan berita yang palsu. Karena pada dasarnya Jurnalisme mengutamakan akurasi dan melakukan tugas pelaporan secara nyata.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas terlihat pentingnya peran pemerintah untuk dapat memitigasi berita palsu yang ada di media sosial. Berita palsu dapat menyebabkan per-pecahan di masyarakat. Sinergi layanan informasi publik dan keterbukaan informasi dari pemerintah adalah mitigasi yang yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat menangkal berita palsu. Informasi dari pemerintah ini dapat digunakan sebagai check and balance bagi masyarakat untuk dapat menerima informasi secara benar.

DAFTAR PUSTAKA

Chan, Sharon Pian and Alfred, Andre, (2016), Do You Think Fake News Can Be Killed With The Truth? Think Again, Dalam https://artplusmarketing.com/do-you -think-fake-news-can-be-killed-with-the-truth-think-again-4c4ec08de7d5, Diakses Tanggal 14 Januari 2020.

Clara Sari, Astari & Hartina, Rini & Awalia, Reski & Iriyanti, Hana & Zulkifli, Nurul, (2018), Komunikasi Dan Media Sosial. Dalam https:// www.researchgate.net/publication/329998890.

Dimedjo, Eno, (2019), Denny Siregar Belum Hapus Hoaks Ambulans Pembawa Batu,

Dalam https://www.tagar.id/denny-siregar-belum-hapus-hoaks-ambulans-pembawa-batu, Diakses tanggal 14 Januari 2020.

Magro, M. J. (2012). A Review Of Social Media Use In E-Government. Administrative Sciences, 2(2), 148-161.

Nurlitasari, Anggita, (2020), Kisah Nadya Temukan Kembarannya Lewat Medsos, Awalnya Dicueki lalu Minta Tolong Netizen, Dalam https:// megapolitan.kompas.com/read/2020/01/13/19045101/kisah-nadya-temukan -kembarannya-lewat-medsos-awalnya-dicueki-lalu-minta, Diakses Tanggal 14 Januari 2020.

Panji, Aditya, (2015), Twitter Media Sosial Paling Efektif untuk Gerakan Sosial, Dalam

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150616182515 -185-60401/ twitter-media-sosial-paling-efektif-untuk-gerakan-sosial, Diakses Tanggal 14 Januari 2020.

Retaduari, Elza Astari, (2017), Hindari Berita Hoax, Dewan Pers Imbau Wartawan Ber-sertifikasi, Dalam

https://news.detik.com/berita/d-3392787/hindari-berita-hoax-dewan-pers-imbau-wartawan-bersertifikasi, Diaksel Tanggal 14 Janu-ari 2020.

Sianipar, Charlie M., (2019) Jumlah Pengguna Twitter Indonesia Naik Pesat, Dalam

https://www.tagar.id/jumlah-pengguna-twitter-indonesia-naik-pesat, Di-akses Tanggal 14 Januari 2020.

Silverman, Craig, (2015), Journalism: A Tow/Knight Report."Lies, Damn Lies, and Viral Content", Columbia Journalism Review, https://doi.org/10.7916/ D8Q81RHH.

Sumari, Arwin, (2018), Peran Sinergi Media Sosial Aparatur Negara di Era Pasca Kebenaran, Konferensi Sosiologi Agama I 2018 Universitas Islam Nasional Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, https://doi.org/10.13140/RG.2.2.35428.22406.

Sumari, Arwin & Nesa, I Nyoman, (2018). Urgensi Sinergitas Kementerian/Lembaga untuk Tangkal Hoaks, Focus Group Discussion Peningkatan Media Sosial “Tangkal Hoaks dengan Bijak Bermedia Sosial” Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Indonesia,https://doi.org/10.13140/RG.2.2.32072.78089.

Triwibowo, Wisnu, (2019), “Cebong” versus “Kampret”: Polarisasi politik pascapilpres 2019 semakin tajam, Dalam http://theconversation.com/cebong-versus-kampret-polarisasi-politik-pascapilpres-2019-semakin-tajam-115477, Di-aksel Tanggal 14 Januari 2020.

Zaenudin, Ahmad (2017), Revolusi yang Berawal dari Media Sosial, Dalam https:// tirto.id/revolusi-yang-berawal-dari-media-sosial-cqNP, Diakses Tanggal 14 Januari 2020.

PENGARUH TEKNOLOGI DAN KOMUNIKASI

Dalam dokumen GAGASAN KOMUNIKASI UNTUK NEGERI (Halaman 185-193)