• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI PEMERINTAH DAERAH Oleh

Dalam dokumen GAGASAN KOMUNIKASI UNTUK NEGERI (Halaman 193-200)

Mohammad Jhanattan

S

esuai tugas dan fungsi KPK pada pasal 6 Undang-Undang Tahun 30 Tahun 2002 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang No.19 Tahun 2019, Komi-si Pemberantasan KorupKomi-si memilik tugas yaitu; Pencegahan, KoordinaKomi-si, Monitor, Supervisi, Penyelidikan, Penyedikan, Penuntutan, dan Pelaksanaan Keteta-pan Hakim serta Putusan Pengadilan. Khusus pada tugas pencegahan korupsi, pada pasal 7 disebutkan KPK memiliki tugas berupa; Melaksanakan Kepatuhan LHKPN, Pelaporan Gratifikasi, Melaksanakan Pendidikan Antikorupsi, Mengkampanyekan Antikorupsi, dan Melakukan Kerjasama Bilateral/Multilateral. Pada tugas terkait kepatuhan dan kerjasama, Perlu adanya suatu kebijakan, mekanisme, dan program kerja yang efektif dan berkelanjutan agar hasil-hasil penting yang telah dilakukan oleh Bidang Penindakan KPK dapat dimaksimalkan dan ditindaklanjuti oleh Bidang Pencegahan KPK sesuai dengan Pasal 4 UU Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana diu-bah dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2019. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh KPK tersebut membidik pada delapan sektor area intervensi pendampingan, yaitu: Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kapabilitas Aparat Pengawas Internal Pemerintah, Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), Optimalisasi Pendapatan Daerah, Manajemen Barang Aset Daerah, Tata Kelola Dana Desa.

Wilayah kerja pengawasan pencegahan korupsi adalah dengan cara melakukan pendampingan di wilayah Kota, Kabupaten dan Provinsi se-Indonesia yang dil-aksanakan oleh Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (atau lebih dikenal dengan Tim Korsupgah KPK). Adapun Pembagian wilayah kerja tersebut juga melalui beberapa tahapan, contoh pada tahun 2017 tim Korsupgah KPK melakukan pendamp-ingan kepada 380 Pemerintah Daerah di 24 Provinsi dan 2018-2019 meluas pada 548 Pemerintah Daerah di 34 Provinsi se-Indonesia. Dalam melaksanakan pendampingan, pembinaan dan perbaikan sistem pencegahan korupsi, Lembaga KPK (melalui Tim Korsupgah) secara intens melaksanakan pola komunikasi terstruktur dan diawasi oleh Pimpinan antar lembaga (Pimpinan KPK dan Kepala Pemerintah Daerah) sehingga semua rekomendasi yang dihasilkan dapat diimplementasikan secara optimal.

Imperialisme Modern dan Kapitalisme Global

global dapat dikategorikan dirujuk pada sebuah kontinum yang menggambarkan tingkat kebaruan imperialisme. 5Imperialisme berarti pula suatu politik yang be-rusaha menjamin keselamatan negerinya dengan cara memiliki batas-batas alam pelabuhan-pelabuhan bebas dan menguasai negeri-negeri sekitarnya untuk dijadikan vasal-vasalnya. Imperialisme semacam ini disebut imperialisme kontinental, mula-mula bersifat defentif, tetapi kemudian berganti menjadi agresif.

Di ujung kontinum, ada penulis yang berpendapat bahwa tidak ada yang beru-bah dan kapitalisme kontemporer adalah sebagai imperialistik seabad yang lalu. Bagi David Harvey (2005, 26-36), imperialisme kapitalis adalah dialektika politik aktor yang memerintah suatu wilayah (logika wilayah) dan akumulasi modal dalam ruang dan waktu (logika modal). Harvey mendasarkan pemahamannya bukan pada Lenin tetapi pada Teori imperialisme Luxemburg dan Arendt. Luxemburg berpendapat bahwa primitif akumulasi adalah proses berkelanjutan yang diperlukan untuk keberadaan kapitalisme. Proses Glolabalisasi mendorong lahirnya Revolusi Industri. Fund (200), globalisasi menandakan bebasnya interaksi antarnegara di berbagai bi-dang, baik sosial, budaya ekonomi, dan tentu saja teknologi. Interaksi antarnegara dimungkinkan karena kemudahan akses yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi. Friedman (2006), sejarah era globalisasi terjadi dalam tiga periode: Globalisasi 1.0, Globalisasi 2.0, dan Globalisasi 3.0. Angela Merkel (2014) berpendapat bahwa Indus-tri 4.0 adalah transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di indusIndus-tri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Schlechtendahl dkk (2015) menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi, yaitu sebuah lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain. Pengertian yang lebih teknis disampaikan oleh Kagermann dkk (2013) bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Penggabungan ini dapat terwujud melalui integrasi antara proses fisik dan komputasi (teknologi embedded computers dan jaringan) secara close loop (Lee, 2008). Hermann dkk (2015) menambahkan bahwa Industri 4.0 adalah istilah untuk menyebut sekumpulan teknologi dan organisasi rantai nilai berupa smart factory, CPS, IoT dan IoS. Smart factory adalah pabrik modular dengan teknologi CPS yang memonitor proses fisik produksi kemudian menampilkannya secara virtual dan melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. perkembangan globalisasi per era tersebut menandakan berubahnya proses bisnis, informasi, politik dan berbagai bi-dang lainnya termasuk birokrasi pemerintah. Produk e-governance bersimbiosis kepada reformasi birokrasi baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Khasali (2018), produk-produk legal Pemerintah harus mengikuti pekembangan teknologi, sebagaimana diketahui penerapan aturan terhadap bidang jasa berbasis online

diper-lukan regulasi yang tepat sejalan dengan distribusi jasa tersebut yang sudah digunakan secara masif oleh masyarakat umum. Sejalan dengan disrupsi perkembangan teknolo-gi, KPK mengupayakan pencegahan korupsi yang simultan dan tepat guna kepada Pemerintah Daerah sebagai wilayah pendampingan kerja.

Kaitan Teknologi dan Komunikasi dengan Pencegahan Korupsi di Indonesia

Menurut catatan Transparansi Internasional, Skor indeks Persepsi Korupsi di Indonesia adalah 38 pada tahun 2018, setelah stagnan dengan skor 37 pada tahun 2016-2017. Secara garis besar pergerakan Indeks Persepsi korupsi ini dinilai berdasarkan komitmen suatu negara terhadap pemberantasan korupsi (termasuk pencegahan korupsi). penilaian Skor tersebut berdasarkan sembilan sumber data, yaitu World Eco-nomic Forum, International Country Risk Guide, Global Insight Country Risks Rat-ings, IMD World Competitiveness Yearbook dan Bertelsmann Foundation Transform Index. Skor yang dicapai Indonesia dari tahun ke tahun masih dibawah angka 50. Salah satu penyebab mundurnya persepsi korupsi Indonesia di mata dunia adalah masih ban-yaknya penangkapan aktor-aktor politik, pemimpin lembaga, pejabat struktural dan yang banyak terjadi pada periode 2019 adalah penangakapan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Wali Kota). Tercatat sejak 2004 – 2019 sudah lebih dari 105 Kepala Daerah yang ditangkap oleh KPK sebagai pelaku utama korupsi. Hal tersebut dapat terjadi karena sebagai pemegang kuasa penuh di daerah, tentunya Kepala Daerah mem-iliki power dalam menyusun strategi kepemimpinan berupa penguasaan anggaran, pengadaan barang jasa, dan pendapatan daerah. Pejabat sebagai wujud kapitalis mam-pu mengambil kuasa penuh akan wilayah dan berkuasa dalam membuat kebijakan-kebijakan publik. Fenomena yang terjadi saat ini oknum Kepala Daerah kerap main mata dan berkongsi dengan pihak kontraktor atau vendor (swasta/ non pemerintah). Berdasarkan terbukanya kontak Pandora tersebut, serangkaian fenomena penangka-pan Kepala Daerah adalah merupakan bagian dari dampak-dampak globalisasi yaitu bebasnya informasi yang keluar dan masuk serta mudahnya masyarakat melapor Tin-dak Pidana Korupsi (TPK) kepada KPK menggunakan telepon genggam atau langsung melapor TPK via online.

Pada penilitian ini KPK sebagai lembaga antirasuah hadir sebagai pihak penen-gah antara kuasa Pemimpin Daerah ke bawahannya (jajaran dinas/satuan kerja) dan juga ke masyarakat. Bentuk-bentuk kinerja pencegahan korupsi yang dijalankan KPK akan berpengaruh kepada pola relasi kuasa Kepala Daerah karena KPK akan mengawal secara penuh sistem kerja yang berhubungan dengan kebijakan dan pengambilan kepu-tusan. KPK juga ikut andil dalam pembuatan regulasi-regulasi yang dibuat oleh kepala daerah termasuk mendorong daerah menggunakan teknologi e-govenance sebagai wujud reformasi birokrasi. Teknologi aplikasi yang dimiliki pemerintah diupayakan oleh KPK untuk mendorong sistem pencegahan korupsi untuk stabilitas ekonomi, politik, kebudayaan, pendidikan, dan kepastian hukum. Pada Penilitian ini peran KPK

yang dijalankan oleh Tim Korsupgah ke daerah merupakan bagian dari implementasi globalisasi.

Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia erat kaitannya dengan dampak globalisasi. Oleh sebab itu, perlu dibuat suatu manajemen antikorupsi yang sesuai dengan peradaban dunia secara global. Dari delapan area kerja pencegahan korupsi yang direkomendasikan oleh KPK kepada Pemerintah Daerah di Indonesia memiliki dampak pada perbaikan sektor tata kelola pemerintahan secara politik, ekonomi, per-baikan sistem tata kelola pendidikan, peran serta masyarakat dalam melakukan pelaporan pengaduan tindak pidana korupsi dan kepatuhan dalam membayar maupun menyetorkan pajak daerah (kenaikan pajak). Pembuktian pencapaian pencegahan korupsi yang dilaksanakan oleh KPK kepada pemerintah daerah merupakan bagian dari proses globalisasi. KPK sebagai lembaga penegak hukum khususnya pidana korupsi memiliki tanggung jawab penuh dalam rangka pemberantasan korupsi dan pencegahannya hadir sebagai produk perubahan Pemerintah Indonesia pada Era Reformasi. Merunut pada laman ACCH KPK, setelah kandasnya Era Orde Baru muncul pemerintahan baru yang lahir dari gerakan reformasi pada tahun 1998. Di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid Muncul Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Pengelolaan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Pemerintahan Gus Dur kemudian membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, antara lain: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombuds-man Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya. Per-jalanan panjang memberantas korupsi seperti mendapatkan angin segar ketika muncul sebuah lembaga negara yang memiliki tugas dan kewenangan yang jelas untuk mem-berantas korupsi. Meskipun sebelumnya, ini dibilang terlambag dari agenda yang dia-manatkan oleh ketentuan Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, pembahasan RUU KPK dapat dikatakan merupa-kan bentuk keseriusan pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam pemberantasan korupsi. Keterlambatan pembahasan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh banyak sebab. Pertama, perubahan konstitusi uang berimpilkasi pada perubahan peta keta-tanegaraan. Kedua, kecenderungan legislative heavy pada DPR. Ketiga, kecenderungan tirani DPR. Keterlambatan pembahasan RUU KPK salah satunya juga disebabkan oleh persolan internal yang melanda system politik di Indonesia pada era reformasi. Jika dirunut dari pasal-pasal pada Undang-Undang 31 Tahun 99 Junto Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 akar permasalahan korupsi di Indonesia bermuara pada rusaknya moral penyelenggara negara yang melakukan serangkaian aksi penyuapan, pemerasan, pen-yalahgunaan kewenangan dan jabatan, (penggelapan jabatan), konflik kepentingan dalam pengadaan barang jasa, penerimaan gratifikasi, dan lain-lain. Globalisasi me-lahirkan eksistensi media yang dapat memantau perkembangan situasi negara dalam hal ini Indonesia, sebagai negara dengan tingkat pidana korupsi yang tinggi di dunia mampu terekspos secara lengkap dan terdokumentasi jejak perkara korupsinya.

Glob-alisasi juga berhubunan dengan komunikasi secara global dan hal tersebut mendorong terwujudnya imperlialisme modern. Oleh sebab itu, peran KPK dalam mencegah korupsi di Pemerintah Daerah juga sejalan dengan perkembangan imperialisme mod-ern. Globalisasi menurut Held and McGrew (1999) terbagi ke dalam tiga golongan pemikiran (school of thought): hyperglobalist, skeptics dan transformationalist. Per-tama, kelompok yang melihat globalisasi sebagai ancaman bagi satu negara kare-na ia akan mengurangi kekuasaan negara dan digantikan kemudian oleh datangnya pasar global dalam hal ini Penyelenggara Negara atau Kepala Daerahyang melakukan pidana korupsi akibat dari tekanan dan penyebab secara global baik dari unsur politik (jatah partai, ongkos biaya politik, dan minimnya pendapatan sebagai ASN/ Penyelenggara Negara) selain itu faktor ekonomi tersebut sebagai determinan global-isasi yang akan mendenasionalglobal-isasi ekonomi satu negara dan akan menyebabkan hilangnya kedaulatan negara akibat parahnya perilaku Penyelenggara Negara merusak konstitusi negara dengan tindakan korupsinya. Kedua, penggolongan skeptic menya-takan bahwa globalisasi adalah sebuah mitos seberapa yang dimaksud dengan global-isasi dalam perspektif ekonomi sebagaimana dinyatakan kaum hyperglobalist bukan-lah fakta yang universal, jika dielaborasi dengan pengaruh dampak korupsi, penggo-longan skeptic merupakan dampak dari ketidakpedulian masyarakat umum pada per-ilaku korupsi pejabat negara, golongan skeptic tidak menggap korupsi memiliki dam-pak secara langsung pada stabilitas negara namun secara jangka panjang. Interdepen-densi ekonomi hanyalah terbatas pada OECD. Ketiga, golongan transformasionalis yang menganggap globalisasi punya konsekuensi struktural dan merupakan kekuatan pendorong perubahan masyarakat lewat pengaruh ekonomi, politik dan sosial dengan jalan proses dialektis. Jadi globalisasi bukan sekedar homogeni atau hetero-gen, konvergen atau divergen melainkan sebuah proses dialektis yang menimbulkan baik integrase atau fragmentasi sekaligus. Dalam konteks golongan inilah kemudian, komunikasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembicaraan globalisasi. Bahkan McLuhan melihat globalisasi dan komunikasi sebagai konsep yang deeply in-terwined, ketikaia mengetengahkan “medium is the message” dan “global village”. Menurut Rentenan, (2005:4) “Secara praktis tidak mungkin ada globalisasi tanpa me-dia dan komunikasi”.

Pencegahan Korupsi dan Teknologi

Peran revolusi industri yang merupakan wujud dari imperalisme modern salah satunya adalah keterbukaan informasi di media. Menurut Livingston A. White, imperi-alisme budaya punya ragam istilah yang banyak. Boyd-Barret (1977) menyebutnya “imperialisme media”, Link 1984 dan Muhammadi, (1995) menyebutnya, “dominasi dan dependensi budaya”, McPhail (1987) menyebutnya,”kolonialisme elektronik”, Hamelink (1983) menyebutnya, “sinkronisasi budaya”, Galtung (1979) menyebutnya, “imperialisme struktural”, Mattelart (1994) menyebutnya, “imperialisme ideologis”

dan imperialisme ekonomi. Namun istilah yang paling populer dipakai adalah “imperialisme budaya” atau “imperialisme media”. Asumsinya, lanjut A. White, karena media menempati posisi sentral dalam penciptaan budaya. Karena itu, dua istilah ini sering saling bertukar (interchangeble), ibarat dua anak kembar. Wujud globalisasi yang dikaitkan dengan kinerja pencegahan korupsi terintegrasi oleh KPK berdampak pada perbaikan sistem Pemerintahan Daerah salah satunya sektor Pendapatan Asli Daerah. KPK mendorong Pemerintah Daerah menggunakan produk e-governance yang disesuaikan dengan 8 sektor pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan pada penda-huluan penelitian ini.

Pembenahan sistem pemerintahan dimonitor oleh Tim Korsupgah KPK ter-catat pada dash board Monitoring Center of Prevention (MCP) dan disesuaikan dengan peraturan daerah yang berlaku. Upaya pembenahan adalah dengan menggunakan sistem pencegahan korupsi yang berbasis teknologi di Pemerintahan Daerah dan ditujukan guna mewujudkan tranparansi serta kemudahan masayarakat dalam mengakses layananan milik Pemerintah Daerah. Aplikasi seperti SIMDA Keu-angan milik BPKP di daerah-daerah misalnya, aplikasi ini digunakan untuk mendoku-mentasikan anggaran belanja daerah (APBD) sehingga dapat dipantau alokasi penganggaran daerah dan mengetahui potensi optimalisasi anggaran sebelum dis-alahgunakan oleh oknum korup dari Pemerintah Daerah. Pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK kepada Pemerintah Daerah dibuktikan dengan berjalannya hasil rekomendasi dan kemitraan intens yang dimulai sejak tahun 2017 hingga saat ini.

Pencegahan korupsi yang dikaitkan dengan dampak bergeraknya teknologi di era globalisasi adalah sebagai berikut;

1. Dampak Politik

Indonesia menerapkan sistem politik dalam proses pemilihan Kepala Dae-rahdan wakil rakyat pada kursi Dewan Kehormatan Daerah Kabupaten/Kota/Provinsi. Beban biaya politik yang besar dapat menyebabkan Penyelenggara Negara terdorong untuk melakukan korupsi akibat tekanan partai politik atau pemenuhan permintaan konstituen dari efek terpilihnya wakil rakyat yang maju sebagai Kepala Daerah. Oleh sebab itu, dalam rangka upaya pencegahan korupsi di ranah politik, KPK mengupayakan adanya transparansi dana anggaran belanja daerah yang berdasarkan pada permintaan Dana Pokok Pikiran dari DPRD ataupun hasil dari Musrenbang forum perangkat daerah. pada tahun 2019 beberapa daerah di Indonesia seperti Pemkab Bo-yolali, Pemkab Lamongan, Pemprov Jawa Tengah, Pemkab Purworejo, Pemkab Musi Banyuasin, Pemkab Tanggerang, Pemkot Bandung, dan beberapa daerah lainnya mam-pu megupayakan transaparansi anggaran diatas 90% (sumber MCP 2019). Impelemen-tasi anggaran APBD (anggaran kesehatan, pendidikan, dana desa, dan perizinan) juga dapat dipantau melalui aplikasi JAGA milik KPK. Masing-masing Kepala Daerah dan Anggota DPRD memiliki peran dalam proses tercapai anggaran APBD yang sesuai

dengan kebutuhan dan penggunaannya. Berikut adalah area intervensi anggaran dae-rah hasil pemantuan KPK kepada Pemerintah Daedae-rah dalam rangka mencegah korupsi pada sektor anggaran.

Sistem transparansi anggaran ini juga sejalan dengan peraturan pemerintah yakni Kementerina Dalam Negeri. KPK sebagai lembaga yang bertanggung jawab da-lam melakasanakan upaya pencegahan korupsi dada-lam hal ini transparansi anggaran juga mendukung penuh sistem-sistem dan regulasi yang berlaku. Adapun komitmen KPK terhadap sistem aplikasi pemerintahan termuat dalam artikel berikut;

Menurut George Gebner (1969), media massa khususnya televisi mampu me-nanamkan ideologi kepada masyarakat. Teori ini menggambarkan bagaimana media menjadi pandangan manusia terhadap dunia sosial. Pada penelitian respon dan pengaruh rekomendasi tim KPK yang disampaikan melalui media (cetak dan televisi lokal) berpengaruh terhadap kinerja dan manajemen pemerintah daerah serta ber-pengaruh pada peta politik di daerah.

2. Dampak Regulasi (Peraturan Daerah)

Sinclair-Maragh and Dogan Gursoy (2004), imperialisme dikonsepkan sebagai sebuah cara pandang ekonomi yang asalnya berkaitan pada masyarakat kapitalis yang mendistribusikan secara tidak adil kesejahteraan yang telah dibuat untuk memperluas pasar dalam rangka untuk meningkatkan keuntungan. Menurut Fuch (2010), New im-perialism saat ini berbeda dengan fordist capitalism yang memiliki karakteristik mengatur perekonomian, dekolonisasi formal, serta memunculkan sebuah sistem produksi dan konsumsi massal. Sejalan dengan teori tersebut, KPK merekomendasi-kan kepada Kapala daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah untuk memproduksi dan mengkapitalisasi pendapatan secara mandiri. Pada semeseter pertama tahun 2019, hasil rekomendasi KPK terhadap wilayah-wilayah di Indonesia tersebut menunjukkan hasil berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi pada sektor mata pajak, adapun dam-pak kenaikan sektor ekonomi ini ditunjang dengan kemajuan teknologi 4.0 berupa ap-likasi dan sistem pencatatan nilai pajak dari wajib pungut pajak dari alat penghitung pajak yaitu Tapping Box dan Tapping Media Device (TMD) hasil pemantauan dari alat-alat tersebut dapat secara real time (update data berjalan tiap menit mencatat penda-patan pajak yang masuk dari pengusaha) dipantau melalui media center, web base

komputer, laptop dan media browser telepon genggam, yang dapat mengkases hasil data adalah beberapa pihak yang berwenang seperti Tim Korsupgah KPK, Kepala Dae-rah, Kepala Dinas Pendapatan dan Pihak Bank Daerah. alat tersebut hanya dapat men-catat tidak bisa mengedit, menambahkan atau mengurangi nilai pajak. Jadi pihak-pihak terkait akan langsung melakukan inspeksi jika alat tersebut disalahgunakan oleh ok-num pengusaha yang tidak bertanggung jawab. Hasil data pajak dari alat tersebut dikomunikasikan kepada pengusaha untuk dilakukan penarikan atau rekonsiliasi data pajak. Manfaat lainnya adalah KPK menggunakan data dari alat tersebut sebagai bahan

monitoring dan evaluasi rapat kerja dengan Pemerintah Daerah khususnya badan pen-dapatan sehingga keluarlah rekomendasi yang tepat uji seperti melakukan uji petik alat untuk mengetahui optimalisasi dari perhitungan pajak yang masuk. Penggunaan Alat tersebut ditetapkan secara wajib oleh Pemerintah Daerah melalui amanat Peraturan Daerah yang ditandatangani oleh Kepala Daerah masing-masing dan ditujukan kepada pengusaha hotel, restoran, hiburan untuk wajib menggunakan alat penghitung pajak sebagaimana sesuai dengan amanat amanat Undang-Undang No.28 Tahun 2009. Dapat diambil kesimpulan bahwa upaya-upaya kapitalisasi Pemerintah Daerah ter-hadap regulasi peraturan yang berlaku untuk masyarakat dapat ditunjang dengan kemajuan teknologi sesuai perkembangan industri 4.0. KPK sebagai pendamping wila-yah, memfasilitasi nota kesepahaman antara Pemerintah Daerah dengan Bank Pem-bangunan Daerah dalam rangka pengadaan fasilitas alat pencatatan dana pajak daerah yang berasal dari masyarakat dan kemudian bersama-sama mensosilisasikannya kepa-da masyarakat (pengusaha) melalui forum terbuka dengan dihadiri oleh Pejabat Dae-rah terkait dan peran serta aparat penegak hukum. Konsekuensi apabila pengusaha tidak mengindahkan atau memasang alat yang disediakan oleh Pemerintah adalah berupa pencabutan izin usaha. Upaya-upaya tersebut merupakan inovasi dalam rangka pencegahan korupsi pada sektor pajak. Laporan catatan Tim Korsupgah KPK selama periode enam bulan pertama tahun 2019 di wilayah-wilayah daerah se-Indonesia telah berhasil menyelamatkan uang negara sejumlah 28.7 Triliun Rupiah, hasil yang didapat dari aspek penyelamatan pajak daerah (penagihan piutang pajak daerah sebesar Rp 18,8 triliun serta indikator mata pajak lain seperti PBB, BPHTB, dll), selebihnya adalah pen-dapatan sektor lain seperti penyelamatan aset daerah yang dikuasai oleh pihak ketiga, penertiban kendaraan dinas dan fasilitas umum lainnya.

3. Dampak Iklim Bisnis

Demi berlangsungnya pencapaian pencegahan korupsi yang sesuai pada komit-men Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi, KPK komit-mengupayakan pencegahan korupsi yang berdampak luas kepada masyarakat terutama di wilayah-wilayah pen-dampingan 548 Pemerintah Daerah. Dampak sosial dari pola penpen-dampingan ini adalah semakin bergeraknya ASN Pemerintah Daerah untuk serius dalam mengupayakan fasilitas perizinan yang diajukan oleh masyarakat kepada Pemerintah Daerah. Masyarakat yang dahulunya mengalami kesulitan dalam proses-proses perizinan terpadu saat ini dengan pendampingan KPK, setiap daerah diwajibkan untuk memper-mudah layanan perizinan. Ukuran keberhasilan pelayanan pemerintah daerah adalah terbitnya izin dalam hitungan jam. Dalam proses pengeluaran izin usaha, masyarakat dalam hal ini pengusaha dapat langsung menggunakan aplikasi Online Single Submis-sion (OSS). Budaya percepatan kerja ini terpantau langsung di laman https:// korsupgah.kpk.go.id/ terpantau pada indikator Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Mengenai hal ini Mantan Ketua KPK periode IV yaitu Bapak Agus Rahardjo

Dalam dokumen GAGASAN KOMUNIKASI UNTUK NEGERI (Halaman 193-200)