• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTRET KESEHATAN

CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1 DAN K4 DI KABUPATEN BURU TAHUN 2012

3.10. Health Seeking Behaviour

Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya need atau kebutuhan dalam diri seseorang maka akan muncul motivasi atau penggerak. Definisi perilaku menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang memegang peranan didalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi 2 faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan

158

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.

Dalam hal pencarian pengobatan, sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa ketika ada keluhan penyakit, mereka mencoba mengobati sendiri dengan obat tradisonal, yakni ramuan dari jenis daun-daunan dan akar-akaran atau membeli obat di warung. Jika penyakitnya belum sembuh, biasanya mereka akan melakukan babeto atau smake, dan terakhir barulah ke fasilitas kesehatan atau ke Puskesmas.

Pemerintah telah membangun sarana kesehatan, antara lain Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Namun pada kenyataannya, masih banyak warga masyarakat yang tidak memanfaatkan Puskesmas. Berbagai faktor menjadi alasan kurangnya pemanfaatan Puskesmas. Faktor penghambat pencarian upaya pengobatan ke Puskesmas berkaitan dengan lokasi tempat tinggal mereka yang relatif sulit/jauh untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Faktor lain yang menyebabkan hal ini adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah, masih rendahnya kemampuan ekonomi keluarga sehingga tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan baik untuk biaya transportasi maupun untuk biaya pengobatan, di samping kesadaran masyarakat terhadap kesehatan juga masih kurang. Hal ini seperti yang disampaikan oleh salah satu informan yang bernama P sebagai berikut ini,

“...tetapi kalau memang orang asli di sini itu punya kesehatan pak itu kalau dia sakit pertama itu dia bicara, minta roh-roh arwah-arwah itu dari orang mati orang tuanya, dari bapak ibu, teteh atau nenek, oyang-oyang gitu nah itu dia punya pandangan bahwa roh-roh itu bisa menolong dia dalam kesakitan itu. Lalu yang kedua untuk sembuh ada peninggalan dari orang tua disebut

159 seperti mantra fufu gitu, tiup-tiup lah itu yang bisa nolong dia untuk sembuh. Yang ketiga dia bantu ada orang tuanya tunjuk obat daun-daun akar-akar seperti kita dokter itu. Nah sekarang dengan kemajuan sekarang, itu orang sakit itu ke dokter. Tetapi kalau orang buru yang asli dia takut juga ke dokter, tetapi bagi yang sudah punya pengalaman sedikit dia bisa, dia tahu ada rumah sakit ada Puskesmas dia pergi ke sana. Tetapi orang asli itu dia takut ke dokter, sebagian orang asli ini sampai sekarang ini sebagian besar orang buru ini belum terdidik. Jadi sebagian besar juga belum ada pndidikan, kalau sebagian kecil mungkin sudah, tetapi mengenai kepercayaan masih animisme, kalau mengenai kepercayaan masih terbelakang. Memang sudah ada yang pintar-pintar juga dari tiap-tiap Etnik itu ada. Pengobatan dengan roh-roh”.

Faktor-faktor tersebut selain mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan secara umum, juga berpengaruh terhadap pemeliharaan kesehatan. Meskipun pengobatan di Puskesmas sudah tidak dipungut bayaran (gratis).

Puskesmas Waelo merupakan Puskesmas yang

mempunyai cakupan bayi lahir yang ditimbang sangat rendah dan tidak ada data tentang bayi berat lahir rendah. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang tidak melahirkan pada fasilitas kesehatan dan menimbangkan bayinya pada saat lahir. Puskesmas Waelo memiliki jangkauan wilayah kerja yang cukup luas. Ada 14 Desa di wilayah kecamatan Lolong Guba dan Waelata dan Desa Nafrua merupakan salah satu yang masuk wilayah kerja Puskesmas Waelo. Puskesmas Waelo ini baru pemekaran dari Puskesmas Mako semenjak 4 tahun yang lalu. Kebanyakan bidan dan tenaga kesehatan di jabat oleh orang-orang dari Etnik Jawa, Batak dan Ambon. Hanya sedikit orang-orang Buru yang bekerja di Puskesmas Waelo seperti Bu bidan Paulina,

160

Paulina Wael, Pak mantri Bobi Solisa dan Erna Nurlatu sebagai tenaga sukarela. Jangkauan yang cukup luas ini menyulitkan bagi management Puskesmas Waelo untuk dapat memberikan pelayanan kepada semua desa yang ada di wilayah kerjanya. Faktor geografis dan kondisi jalan, ketersediaan tenaga kesehatan yang hampir 80 persen perempuan menghambat keterjangkauan kerja. Dari 14 desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Waelo hanya Desa Nafrua saja yang belum terjamah oleh Pusling.

Di sisi kebijakan, menurut kepala Puskesmas Waelo, belum ada kebijakan secara khusus dari Dinas Kesehatan untuk memperhatikan status kesehatan di wilayah pegunungan. Selama ini hanya bersifat himbaun dalam rapat atau koordinasi saat di kabupaten agar memperhatikan lokasi pegunungan jika kondisi jalan sudah bisa ditempuh. Tahun 2010 ada Rakesda, kepala Puskesmas sudah mengusulkan untuk pengadaan mobil ambulan

double gardan kepada Bupati untuk menjangkau wilayah

pegunungan. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan dari pengajuan tersebut.

Dari sisi anggaran menurut beliau menyebut pas-pasan. Dana BOK 16,5 juta dan uang BPJS 65 juta perbulan digunakan untuk menjalankan kegiatan di Puskesmas. Dana itu dinilai cukup untuk menjalankan kegiatan Puskesmas sesuai dengan aturan dan tuntunan dari Dinas dan Kementerian. Diharapkan dari dana yang ada bisa memaksimalkan kegiatan Puskesmas Waelo untuk menjangkau wilayah dan warga yang tersebar di 14 wilayah desa. Beberapa strategi yang sudah dan akan ditempuh Puskesmas Waelo untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke tenaga kesehatan dan perluasan cakupan warga yang memanfaatkan sarana kesehatan antara lain:

161

1. Pembagian zonasi kerja:

a. Daerah yang bisa dijangkau dengan menempatkan bidan di pustu yang ada di desa

b. Menyelenggarakan Pusling untuk ke dusun/desa satu kali dalam satu bulan untuk lokasi yang terjangkau. c. Melaksanakan Pusling 3 bulan sekali di desa/dusun

dengan akses jalan sulit.

d. Kondisional pusling ketika ada KLB ataupun supervisi program

2. Rapat lintas sektor dengan Bapak Camat, Kepala desa, kepala Soa dan kepala adat satu kali dalam 6 bulan

3. Memanfaatkan sumber keuangan yang didapatkan kecamatan

a. Dana BOK setiap bulan mendapatkan 16,5 juta untuk dana operasional kegiatan Puskesmas, dengan perincian 60% untuk KIA, 40% untuk Gizi dan imunisasi. b. Dana dari BPJS sebesar 65 juta/bulan untuk kegiatan Puskesmas dan jasa bagi tenaga kesehatan. Jasa ini akan digunakan untuk biaya perjalanan pusling dan mengintensifkan kegiatan pusling.

4. Menggunakan Posyandu untuk kerjasama kader-kader yang ada di desa/dusun. Ketika Posyandu terbentuk maka kegiatan diawal akan didampingi oleh Puskesmas sekaligus untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. 5. Kerjasama dengan aktor-aktor kesehatan di desa seperti

dukun, guru/penyebar agama yang ada di dusun untuk

menyelenggarakan layanan kesehatan. Puskesmas

berusaha menjadi support sistem obat dan fasilitas kesehatan yang lain.

162

Gambar 3. 37. Kantor Kecamatan Lolong Guba Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014

Gambar 3.38. Puskesmas Waelo

163

BAB IV