• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular

POTRET KESEHATAN

3.8. Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular

Daftar sepuluh penyakit terbanyak Rawat Jalan di Kabupaten Buru Tahun 2012 disajikan pada tabel 3.1. Namun berbeda dengan data yang diperoleh dari Puskesmas Waelo, 10 penyakit terbanyak secara detail di tahun 2013 terpapar seperti pada Tabel 3.2.

131 Tabel 3. 1. Sepuluh Penyakit Terbanyak Rawat Jalan di Kabupaten

Buru, 2012

No Nama Penyakit Penderita

Jumlah %

1 Infeksi akut lain pada saluran nafas bagian atas

11,270 38.92 2 Penyakit pada sistem otot dan jaringan

pengikat

2,854 9.86 3 Infeksi penyakit usus yang lain 23,854 82.37

4 Diare 2,202 7.60

5 Penyakit Tekanan darah tinggi (hypertensi)

1,706 5.89 6 Penyakit kulit infeksi 1,042 3.60

7 Penyakit kulut alergi 993 3.43

8 Malaria tanpa pemeriksaan laboratorium 798 2.76

9 ASMA 610 2.11

10 Kecelakaan pada ruda paksa 432.00 1.49

Jumlah Kunjungan 28.959

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2012

Tabel 3. 2. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Waelo, tahun 2013

No Nama Penyakit Jumlah

1. Malaria Klinis 1.425 2. ISPA 1.016 3. RA 318 4. Gastritis 265 5. Diare 230 6. DKA 178 7. Malaria Positif 149 8. Hipertensi 133 9. Pulpa 88 10. Disentri 80 Jumlah Kunjungan 3.882

132

Upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Buru dalam menanggulangi penyakit menular dan penyakit tidak menular sebagai berikut:

3.8.1. Program Penanggulangan Penyakit Malaria

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang hingga saat ini belum dapat ditanggulangi. Penyakit malaria sangat mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Malaria juga dapat menurunkan produktivitas penduduk, karena penderita malaria tidak dapat beraktivitas dengan baik sehingga mengakibatkan pendapatannya menurun dan berdampak pada kemiskinan. Oleh karena itu malaria merupakan salah satu prioritas Dinas Kesehatan dalam upaya pengendalian penyakit menular.

Grafik 3. 1.

Angka Kesakitan Malaria Kabupaten Buru 2012 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2012

133

Angka kesakitan malaria (Annualy Parasite Incidence) di Kabupaten Buru menunjukan penurunan dalam 3 tahun terakhir, yaitu 3,2 per 1000 penduduk pada tahun 2010, menjadi 2,1 per 1000 penduduk di tahun 2011, dan turun menjadi 1,7 per 1000 penduduk di tahun 2012.

Data ini menunjukan bahwa Kabupaten Buru tergolong wilayah dengan endemisitas malaria sedang (API 1-5‰). Berdasarkan grafik diatas, sebagian besar Puskesmas tergolong dalam wilayah endemisitas malaria sedang, kecuali Puskesmas Namlea (API 0,1‰), Puskesmas Sawa (API 0,3‰), dan Puskesmas Waelo (API 0,9‰) tergolong wilayah dengan endemisitas malaria rendah.

Kabupaten Buru merupakan wilayah kepulauan,sebagian besar wilayahnya terdiri dari pesisir pantai dan banyak terdapat rawa, sawah, pegunungan maupun perkebunan. Tempat ini merupakan media yang potensial bagi vektor penular malaria untuk hidup dan berkembang biak serta menularkan malaria kepada masyarakat disekitarnya.

Upaya penemuan dan pengobatan penyakit malaria bagi masyarakat di wilayah ini belum maksimal, banyaknya wilayah terpencil dan transportasi serta komunikasi yang masih relatif sulit menyebabkan banyak penderita malaria tidak mendapatkan pelayanan maupun pengobatan secara maksimal.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Daerah telah berupaya menempatkan tenaga kesehatan dan melengkapi sarana prasarana kesehatan sampai ke desa terpencil agar seluruh masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.

134

3.8.2. Program Penanggulangan Penyakit TB Paru

Penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan menduduki urutan ke-3 dunia setelah India & Cina. Tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian sekitar 140.000 orang. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA (+). Gambaran situasi TB Paru di Kabupaten Buru dapat dilihat dalam Grafik 3.2.

Berdasarkan gambar diatas, angka penemuan kasus baru TB Paru BTA (+) di Kabupaten Buru tertinggi di Puskesmas Namlea yaitu sebesar 60 %, di ikuti oleh Puskesmas Mako sebesar 59 %, Sedangkan Puskesmas yang lain masih jauh dibawah target nasional penemuan penderita BTA (+) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI, yaitu sebesar 70 %. Dengan demikian secara umum angka penemuan penderita baru TB Paru di Kabupaten Buru belum maksimal.

Grafik 3. 2.

Angka Penemuan Kasus Baru TB Paru Kab. Buru 2012 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2012

135 3.8.3. Program Penanggulangan Penyakit Pneumoni

Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru, ditandai dengan batuk disertai sulit bernapas dan napas cepat serta mungkin juga ditemukan adanya tarikan dinding dada kedalam.

Di Kabupaten Buru diperkirakan ada sekitar 1.202 orang anak balita yang menderita pneumoni dan membutuhkan pengobatan dengan segera. Gambaran angka kesakitan pneumoni balita di Kabupaten Buru dapat dilihat pada Grafik 3.3.

Grafik 3.3.

Angka Kesakitan Penyakit Pneumoni Balita Kab. Buru 2012 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru 2012

Berdasarkan Grafik 3.3 target penemuan kasus pneumoni balita di Kabupaten Buru tahun 2012 sebanyak 1.202 anak, namun jumlah kasus yang berhasil ditemukan dan diobati sebanyak 66 kasus. Beberapa Puskesmas berhasil menemukan kasus pneumoni balita walaupun tidak mencapai target, yaitu Puskesmas Airbuaya (28 kasus), Puskesmas Namlea (23 kasus), Puskesmas Sawa (6 kasus), Puskesmas Wamlana (5 kasus), dan

136

Puskesmas Waelo serta Puskesmas Ilath masing-masing 2 kasus. Sedangkan Puskesmas Savanajaya, Puskesmas Mako, dan Puskesmas Kayeli tidak menemukan kasus pneumoni balita selama tahan 2012.

3.8.4.Program Penanggulangan Penyakit Kusta

Indonesia sampai kini belum mencapai eliminasi kusta, karena masih ada beberapa provinsi dan kabupaten yang belum dapat mencapai eliminasi, dan Kabupaten Buru adalah salah satu di antaranya. Kompleksnya epidemiologi penyakit kusta dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini menyebabkan banyak penderita yang terlambat mendapat pengobatan dan penularan yang terus berlanjut sehingga penderita baru banyak bermunculan.

Angka kesakitan penyakit kusta (Prevalensi Rate) di Kabupaten Buru dalam tiga tahun terakhir menunjukkan penurunan yang signifikan. Tahun 2010 angka kesakitan kusta sebesar 10,2 per 10.000 penduduk turun menjadi 6,6 per 10.000 penduduk pada tahun 2011, dan tahun 2012 turun menjadi 4,4 per 10.000 penduduk. Puskesmas dengan kasus kusta tertinggi ada di Puskesmas Mako, Puskesmas Wamlana, Puskesmas Waelo, Puskesmas Airbuaya dan Puskesmas Namlea. Sedangkan Puskesmas Ilath, Kayeli dan Savanajaya tidak ada kasus kusta dalam 3 tahun terakhir.

Jumlah kusta PB tahun 2010 sebanyk 28 orang, tahun 2011 sebanyak 8 orang, dan tahun 2012 sebanyak 5 orang. Sedangkan jumlah kusta MB tahun 2010 sebanyak 66 orang, tahun 2011 sebanyak 62 orang, dan tahun 2012 sebanyak 36 orang. Angka kesembuhan (RFT Rate) PB tahun 2010 sebesar 46%, tahun 2011 sebesar 32%, dan tahun 2012 sebesar 77%.

137

Sedangkan angka kesembuhan kusta MB tahun 2010 sebesar 67%, tahun 2011 88%, dan tahun 2012 sebesar 86%.

.

Grafik 3.4.

Angka Kesakitan Kusta di Kab. Buru 2012

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2012

3.8.5. Program Penanggulangan Penyakit Diare

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak berumur

138

kurang dari 5 tahun (balita). Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003). Di Indonesia, dilaporkan bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1,3 episode per tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002 – 2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah: laki-laki 10,8 % dan perempuan 11,2 %. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6 – 11 bulan (19,4%), 12 – 23 bulan (14,8%), dan 24 – 35 bulan (12,0%) (Biro Pusat Statistik, 2003). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%). Kesakitan balita karena diare makin meningkat sehingga dikhawatirkan terjadi peningkatan kasus gizi buruk.

Di Kabupaten Buru jumlah penderita diare berfluktuasi dalam 3 tahun terakhir. Pada tahun 2010 jumlah penderita diare sebanyak 1.933 kasus, 1.069 diantaranya adalah usia balita. Tahun 2011 jumlah penderita diare turun menjadi 1.888 kasus namun pada usia balita meningkat menjadi 1.206 kasus, sedangkan di tahun 2012 jumlah diare meningkat lagi menjadi 2.861 kasus dan 1.384 kasus diantaranya adalah balita. Gambaran penyebaran kasus diare berdasarkan wilayah di Kabupaten Buru dapat dilihat dalam Grafik 3.5.

139 Grafik 3. 5.

Jumlah Penderita Diare di Kab. Buru 2012

Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2012

3.8.6. Program Penanggulanaan HIV-AIDS

Dewasa ini HIV/AIDS telah menjadi pandemi, menyerang jutaan penduduk didunia, baik pria, wanita bahkan anak-anak. WHO memperkirakan sekitar 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV, 1 juta bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi. Setiap hari sebanyak 5000 orang ketularan virus HIV.

Berbicara tentang kasus HIV/AIDS, Indonesia tidak lagi sebagai negara dengan prevalensi rendah, tetapi sudah masuk ke epidemi terkonsentrasi dengan 5 % dari populasi tertentu yang mengidap HIV. Ini artinya Indonesia telah masuk dalam bahaya HIV/AIDS. Bahkan, UNAIDS pada Hari AIDS Sedunia 2003 menyoroti Indonesia sebagai salah satu dari empat negara di

140

dunia (Cina, India dan Rusia) yang menghadapi ledakan HIV/AIDS yang dahsyat.

Meskipun upaya penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia sudah dilakukan, namun data mengenai seberapa luas penyebarannya di masyarakat, siapa saja yang terlibat, faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap masalah tersebut, dan dampak yang ditimbulkan, belum tersedia baik di instansi-instansi resmi maupun yang bergerak di bidang penanggulangan narkoba. Penggunaan narkoba dengan jarum suntik yang tidak steril berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan mencapai 124.000-169.000 orang. Paling tidak 50% dari mereka telah terinfeksi HIV. Meningkatnya industri seks yang luas dengan minimnya penggunaan kondom oleh pelanggan, merupakan salah satu penyebab terjadinya ledakan epidemi AIDS di Indonesia.

Grafik 3. 6.

Kasus HIV-AIDS di Kab. Buru 2012

141

Kabupaten Buru secara geografis merupakan daerah strategis dansering digunakan sebagai tempat persinggahan kapal yang berasal dari dalam provinsi Maluku maupun antar provinsi. Akhir-akhir ini mobilitas penduduk di Kabupaten Buru cukup tinggi karena adanya tambang emas di beberapa lokasi.Kondisi ini dikhawatirkan akan menjadi faktor potensial dalam penularan penyakit-penyakit menular termasuk HIV-AIDS.

Dilaporkan kasus HIV/AIDS yang ditemukan di RSU Namlea tahun 2006-2007 sebanyak 5 kasus, 2 kasus diantaranya ditemukan dari hasil skrining (mobile VCT) pada kelompok risiko tinggi. Pada bulan Oktober 2012 dilakukan skrining di beberapa penginapan dan karaoke oleh Tim Mobile VCT RSU Alfatah dan Puskesmas Rijal Ambon yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, ditemukan 4 orang pengidap HIV dari 83 orang yang diperiksa. Selama tahun 2012 telah ditemukan 8 orang penginap HIV-AIDS baik dari kegiatan mobile VCT maupun dari skrining pendonor di RSU Namlea. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Provinsi Maluku, tercatat 16 orang pengidap HIV-AIDS yang berasal dari Kabupaten Buru selama tahun 2006-2011.

Walaupun belum diketahui jumlah pasti kasus HIV/AIDS di Kabupaten Buru, namum masalah HIV/AIDS perlu menjadi program prioritas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Penderita HIV positif yang ditemukan adalah kasus yang terdeteksi di masyarakat, dan kemungkinan masih ada kasus lain yang tidak terdeteksi (Profil Dinkes Kab. Buru, 2012).