• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

PETA KONFLIK Fungs

II. KAJIAN PUSTAKA

2.2. Hutan Dunia dan Indonesia

Total luas daratan di bumi adalah 144,8 juta km2 atau sekitar 29% dari luas permukaan bumi. Menurut World Research Institute (WRI) dalam Cunningham dan Saigo (1995), dari luas daratan tersebut, persentase bentuk penggunaan lahan hutan dan perkebunan kayu pada tahun 1990 adalah 40,54 juta km2 (atau sebesar 28%), sisanya terbagi untuk penggunaan lahan irigasi, pastur dan padang penggembalaan, dan penggunaan lainnya (Gambar 2.1). Dari total luas lahan hutan dunia, 10% diantaranya adalah ekosistem hutan tropis. Menurut FAO dalam Cunningham dan Saigo (1995), pada awal abad 20 luas hutan tropis dunia adalah 20 juta km2. Dari luas tersebut, sebesar 16,9 juta hektar per tahunnya telah rusak dan/atau dikonversi ke dalam penggunaan lain. Selama kurun waktu abad 20, laju deforestasi hutan tropis dunia per tahunnya adalah 1%, yang tertinggi terjadi di Amerika Selatan kemudian disusul oleh Asia Tenggara dan Asia Timur kontinental. Diduga, komposisi luas tersebut saat ini telah banyak berubah seiring dengan konversi lahan oleh aktivitas manusia.

Gambar 2.1. Penggunaan Lahan Dunia, 1990 (Sumber: WRI dalam Cunningham dan Saigo, 1995).

Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang memiliki hutan tropik terluas ketiga di dunia dengan ekosistem yang beragam mulai dari hutan tropik dataran rendah dan dataran tinggi sampai dengan hutan rawa gambut, rawa air tawar, dan hutan bakau (mangrove). Studi yang dilakukan RePPProT (1989) mengidentifikasikan 19 tipe hutan di Indonesia. FAO dan Pemerintah RI (1990)

Penggunaan lain (tundra, gurun, lahan basah, perkotaan) 40% Hutan dan perkebunan kayu 28% Pastur dan padang penggembalaan 22% Lahan irigasi 10%

mengelompokkannya menjadi enam tipe berdasarkan potensi pengelolaannya sebagai berikut:

1) Hutan Pegunungan Campuran (Mixed hill Forests).

Jenis hutan tersebut sangat penting berkenaan dengan hasil kayunya. Tipe tersebut meliputi sekitar 65% dari seluruh hutan alam Indonesia. Di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera hutan tersebut didominasi oleh suku

Dipterocarpaceae, jenis kayu terpenting di Indonesia. Di Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya yang bersifat lebih kering, jenis-jenis penting adalah

Pometia spp., Palaquium spp., Instia palembanica dan Octomeles. 2) Hutan Sub-montana, Montana, dan Pegunungan.

Hutan tersebut terdapat di daerah-daerah Indonesia dengan ketinggian antara 1.300 sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut. Suku yang dominan adalah Lauraceae dan Fagaceae.

3) Savana/Hutan Bambu/Hutan Luruh/Hutan Musim Pegunungan.

Jenis hutan tersebut tidak luas wilayahnya. Padang rumput savana alami terdapat di Irian Jaya, berasosiasi dengan Eucalyptus spp., di Maluku berasosiasi dengan Melauleca dan di Nusa Tenggara berasosiasi dengan

Eucalyptus alba. Hutan luruh terdapat di ketinggian sekitar 100 meter, memiliki genera yang tidak ada di hutan hujan seperti Acacia, Albizzia, dan

Eucalyptus. Pembakaran berabad-abad telah menghasilkan spesies dominan tunggal seperti jati (Tectona grandis) di Jawa, Melauleca leucadendron di Maluku dan Irian Jaya, serta Timonius sericeus, Borassus flabellifer dan

Corypha di Nusa Tenggara. Hutan jati di Jawa dibangun hampir 110 tahun yang lalu. Hutan musim pegunungan terdapat pada ketinggian di atas 100 m. 4) Hutan Rawa Gambut.

Terdapat hanya di daerah-daerah yang iklimnya selalu basah khususnya Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya yang mencakup 13 juta hektar atau 10% dari luas dari seluruh hutan. Spesies yang terpenting adalah Gonystylus bancanus di Kalimantan dan Camnosperma macrophylum di Sumatera. 5) Hutan Rawa Air Tawar.

Luasnya sekitar 5,6 juta hektar, terdapat di Pesisir Timur Sumatera, Pesisir Barat Kalimantan, dan Irian Jaya. Generanya sama dengan hutan hujan bukan rawa. Di Irian Jaya rumpun pada hutan jenis tersebut didominasi oleh sagu.

6) Hutan Pasang Surut.

Hutan bakau (mangrove) adalah bagian yang penting dari hutan pasang surut, luasnya sekitar 4,25 juta hektar. Hutan bakau terutama terdapat di Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, dan Kepulauan Aru, dan sedikit di Sulawesi bagian Selatan serta Jawa bagian Utara. Rhizopora, Avicennia,

Sonneratia dan Ceriops adalah genera utamanya.

Walaupun ada kesepakatan umum mengenai kekayaan kanekaragaman hayati hutan Indonesia, luas wilayah hutan yang sebenarnya masih menjadi perdebatan. Ini disebabkan oleh berbagai alasan. Pertama, kawasan hutan berarti lahan yang berada di bawah wewenang Departemen Kehutanan dan Perkebunan, bukan hanya daerah berhutan. Berdasarkan pengertian tersebut dan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1980, luas hutan di Indonesia diperkirakan 143,8 juta hektar. Kedua, pelaksanaan inventarisasi hutan relatif terlambat dan hal tersebut masih berlanjut. Keadaan tersebut turut menyulitkan penentuan berapa luas hutan yang sebenarnya. Sebagai contoh, hasil penelitian RePPProT selama tahun 1985-1989 atas dasar foto udara tahun 1982, memperkirakan bahwa wilayah hutan mencakup 63% dari seluruh luas lahan Indonesia (Djajadiningrat (1992) dalam Agenda 21 Indonesia).

Banyak sumber data tentang statistik luas dan kondisi kawasan hutan di Indonesia baik dari lembaga penelitian maupun dari lembaga teknis departemen namun satu sama lain seringkali menunjukkan perbedaan informasi yang dapat menyulut konflik interpretasi dan persepsi antar pihak yang peduli dengan kondisi hutan di Indonesia. Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Planologi Departemen Kehutanan (2001), luas kawasan hutan di Indonesia menurut dokumen Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Tahun 1983 adalah 140,4 juta hektar, berarti ada perbedaan lebih kecil sebesar 3,4 juta hektar dibandingkan dengan data yang disajikan dalam dokumen Agenda 21 Indonesia yang dikeluarkan oleh Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1995).

Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan Indonesia Status Kawasan

TGHK 1983 TGHK 1999

(Padu Serasi Dengan RTRWP) (Juta ha) % Luas Kawasan Hutan Rusak

(Juta ha) % (Juta ha) % Hutan Konservasi 18,8 13,39 20,5 17,03 3,65 17,80

Hutan Lindung 30,7 21,87 33,52 27,85 2,16 6,44

Hutan Produksi 64,3 45,80 58,26 48,40 14,25 24,46

Hutan Konversi 26,6 18,95 8,08 6,71

Jumlah 140,4 100,00 120,36 100,00

Sumber: Badan Planologi Kehutanan dan Perkebunan - Departemen Kehutanan, 2001.

Setelah dilakukan pemaduserasian dengan seluruh Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) secara nasional, luas kawasan hutan yang tersisa pada TGHK tahun 1999 adalah 120,36 juta hektar. Secara statistik, hal tersebut dikarenakan adanya penurunan luas kawasan Hutan Produksi sebanyak 6,04 juta hektar dan penurunan luas kawasan Hutan Konversi 18,52 juta hektar seperti ditayangkan pada Gambar 2.2 yang disebabkan oleh konversi hutan untuk transmigrasi, pembangunan infrastruktur strategis seperti irigasi, jalan, dam, dan bentuk-bentuk penggunaan lainnya.

18,8 30,7 64,3 26,6 20,5 33,52 58,26 8,08 13,39 21,87 45,8 18,95 17,03 27,85 48,4 6,71 0 10 20 30 40 50 60 70 Hutan Konservasi

Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Konversi

Status Kawasan Hutan

Luas (Juta ha) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (Persen) TGHK 83 (Juta ha) TGHK 99 (Juta ha) TGHK 83 (%) TGHK 99 (%)

Gambar 2.2 Luas Kawasan Hutan Di Indonesia Pada Tahun 1999 (Sumber: Badan Planologi Departemen Kehutanan, 2001; Grafis diolah)

Masih berdasarkan data pada Tabel 2.1, dari total kawasan hutan Indonesia berdasarkan TGHK tahun 1999, seluas 3,56 juta hektar (17,80%)

hutan konservasi, 2,16 juta hektar (6,44%) hutan lindung, dan 14,25 juta hektar (24,46%) hutan produksi telah mengalami degradasi.

Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya maupun ekologi. Namun demikian sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan sumberdaya hutan semakin meningkat. Hal ini terlihat dengan tingginya tingkat deforestasi. Menurut Bappenas dalam Agenda 21 Indonesia, faktor-faktor yang menekan hutan Indonesia yaitu:

1) Pertumbuhan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata, 2) Konversi hutan untuk pertambangan dan pengembangan perkebunan,

3) Pengabaian atau ketidaktahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam memanfaatkan sumberdaya,

4) Program transmigrasi,

5) Pencemaran industri dan pertanian pada hutan lahan basah, 6) Degradasi hutan bakau karena dikonversi menjadi tambak 7) Pemungutan spesies hutan secara berlebihan, dan 8) Introduksi spesies eksotik.

Laju deforestasi hutan Indonesia pada tahun 1970-an diperkirakan sebesar 300.000 hektar per tahun dan pada tahun 1980-an sebesar 600.000 hektar pertahun (FAO dalam LATIN, 2000). Pada tahun 1990-an, laju deforestasi di Indonesia sebesar 1 juta hektar per tahun (Retnowati dalam LATIN, 2000). Data laju deforestasi yang sering digunakan oleh berbagai pihak adalah laju deforestasi antara tahun 1984-1998 yaitu 1,6 juta hektar per tahun (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2001a; Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2001b; WALHI, 2001; Muhshi, 2001). Bahkan pada periode 1999-2001, laju deforestasi diperkirakan mencapai 2–2,4 juta hektar per tahun (Hamimah, 2001). Angka laju deforestasi yang sering dipergunakan pada awal tahun 2002 adalah 2 juta hektar per tahun baik oleh Departemen Kehutanan, Forest Watch Indonesia

(FWI), dan World Research Institute (WRI). Pada dekade terakhir, Kementrian Kehutanan mencatat laju kerusakan hutan hingga 2009 mencapai lebih dari 1,08 juta hektar per tahun, angka tersebut diakui Menteri Kehutanan bahwa kondisi hutan Indonesia sudah demikian kritis (BBC, 2010). Walapun laju deforestasi kemudian menurun menjadi 0,7 juta per hektar per tahun di tahun 2011, dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan masih terus menghawatirkan karena

kemampuan pemulihan (baik program pemerintah, swadaya masyarakat, maupun alami) hanya sebesar 0,5 juta hektar per tahun (KOMPAS, 2011).