• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISIS DATA

DAFTAR PRESTASI SISWA SMP ISLAM AL-AZHAR 18 SALATIGA

2. Implementasi Pendidikan Karakter Siswa di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga Tahun

Implementasi pendidikan karakter siswa di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga, diperoleh dari keterangan beberapa narasumber sebagai berikut.

Selaku Kepala Sekolah di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga, AW menegaskan implementasi pensisikan karakter di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga melalui kegiatan rutin atau pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan kepada siswa mulai datang di sekolah sampai siswa pulang, AW menjelaskan:

“Pelaksanaan pendidikan karakter di Al-Azhar diwujudkan dalam pembiasaan sehari-hari siswa dan semua warga sekolah mulai dari pagi sampai pulang sekolah dan juga ada jam tambahan untuk kegiatan ekstrakurikuler. Yang terkait dengan nilai-nilai karakter dilaksanakan secara integratif oleh semua lini sekolah,

71

tidak hanya guru PAI atau PKN saja. Kalau pelaksanaan program harian kan otomatis penanaman karakter itu melekat kepada tata tertib sekolah, mulai dari kehadiran siswa tepat waktu, ikrar, tadarus, pelaksanaan KBM, sopan santun, senyum salam sapa, tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas di rumah, sholat dhuha, serta sholat dzuhur berjamaah. Banyak sekali pembiasaan- pembiasaan yang dapat menanamkan nilai-nilai karakter. Misalnya nilai karakter kesopanan bisa terlihat setiap kali bertemu siswa dan guru kami selalu menekankan dan mewajibkan untuk senyum, salam, dan sapa. Dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan yang dapat menanamkan pembiasaan karakter baik sehingga melahirkan siswa-siswa yang berakhlaqul karimah”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan AW, pukul 08.10 WIB di Ruang Kepala Sekolah).

YA sebagai kabid kurikulum juga menjelaskan hal yang hampir sama, bahwa ada banyak sekali strategi atau cara yang dilakukan sekolah dan guru dalam implementasi pendidikan karakter siswa di SMP Islam Al- Azhar 18 Kota Salatiga, diantaranya melalui program harian yang memang sudah menjadi program wajib di sekolah seperti bersalaman, membaca ikrar, tadarus, sholat dhuha,sholat dzuhur berjamaah, dan masih banyak lagi. YA menjelaskan implementasi pendidikan karakter di SMP Islam Al- Azhar 18 Kota Slatiga sebagai berikut:

“Yang jelas kalau ranahnya kurikulum pendidikan karakter ,yang dimunculkan itu pertama dilewatkan dengan program harian, pembiasaan. Njenengan juga tahu sendiri to program pembiasaan mulai dari pagi sudah terlihat pendidikan karakter yang kita implementasikan dalam pembiasaan, mulai dari bersalaman, ikrar, tadarus, sholat dhuha, sholat dzuhur berjamaah, itu. Banyak pokoknya mbak. Belum lagi kalau yang mingguan itu ada upacara bendera hari senin, sholat dhuha berjamaah, membaca asmaul husna, membaca yasin, tahlil, kultum dan infaq pada hari jum‟at. Yang satu bulan sekali ya insidental sesuai penjadwalannya. Misal penanaman nilai karakter nasionalisme ada peringatan hari besar nasional seperti 17 Agustus, Hardiknas, dan lain sebagainya. Terus

72

kalau untuk PHBI ada peringatan 1 muharram, isro‟ miraj, maulid nabi. Biasanya diisi dengan pengajian dan kadangkala diselipkan lomba-lomba. Kalau kaitannya dengan pendidikan karakter jenis lombanya juga menumbuhkan karakter anak, disiplin itu. Seperti adzan, kaligrafi, kultum, hafalan Al-Qur‟an dan lain-lain” (Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan YA, pukul 13.15 WIB di Ruang Kabid Kurikulum).

Observasi yang dilakukan peneliti selama kurang lebih satu minggu juga menemukan beberapa kegiatan siswa yang dilakukan mulai datang sampai siswa pulang, bahwa seluruh siswa dan guru selalu menerapkan senyum, salam dan sapa setiap kali bertemu, pembiasaan-pembiasaan kesehaian yang sangat mendukung proses pembentukan karakter siswa mulai dari datang tepat waktu kemudian bersalaman dengan bapak/ibu guru di depan gerbang sekolah, ikrar, tadarus, dan lain sebagainya.

Lebih lanjut dijelaskan YA mengenai strategi implementasi pendidikan karakter siswa di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga, YA mejelaskan:

“Strateginya ya upaya yang bisa kita lakukan adalah dengan pembiasaan itulah, anak itukan sebetulnya butuh pengulangan, pendidikan karakter itu butuh sebuah pengulangan dan terus menerus. Makanya Al-Azhar kemudian kegiatan pembiasaan berkenaan dengan karakter itu porsinya banyak, dengan harapan, ketika pembiasaan itu lama-lama akan tertanam, jika sudah tertanam maka akan keluar. Anak-anak jika sudah terbiasa, tertanam dan akan keluar lewat aplikasi perilaku mereka sesuai dengan pembiasaan yang diajarkan di sekolah. Kita itukan sekolah swasta, dimana sekolah swasta yang terpenting adalah pelayanan. Karena sekolah itu adl tempat utk mengubah sikap, dari belum bisa menjadi bisa, dari belum disiplin menjadi disiplin. Dan mengajar itu yang terpenting memahami dulu karakter anak. Jika guru sudah memahami karakter anak mau melangkah seperti apa itu mudah. Anak-anak sekolah di sini tujuan utamanya bukan nilai, tapi kan orang tua menitipkan di sini anaknya disini agar anaknya bisa ngaji, karakternya baik dsb. Jadi sebagai guru utamanya adalah

73

pelayanan, jika mau mengasuh anaknya orang harus faham dulu karakter anaknya. Beda karakter beda penangannya” (Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan YA, pukul 13.15 WIB di Ruang Kabid Kurikulum).

Sedangkan KS selaku wali kelas VIII A mengungkapkan bahwa tugas wali kelas, selain menjadi guru mapel tetapi juga berperan sebagai pendidik yang bertugas pembimbing kepada siswa-siswinya menuju gerbang kesuksesan, bukan hanya mentransfer ilmu pengatahuan saja namun juga sebagai faktor penting dalam pembentukan karakter siswa. KS mengungkapkan:

“Kalau tugas mengajar itu pasti, tapi untuk menanamkan pendidikan karakter ya biasanya membuat aturan dulu membuat kesepakatan awal, kalo anak begini sanksinya begini. Misalnya jika anak-anak mengeluarkan kata-kata tidak sepantasnya, maksudnya tidak sopan atau mengejek temannya, maka saya pakai penghapus diusapkan sebagai pertanda bahwa oo kalo begini itu tidak boleh, paling seperti itu. Terus membuat kesepakatan lagi kalau nanti misalnya anak mau izin ke kamar mandi harus bagaimana, paling seperti itu untuk menanamkan karakter anak. Kalau sebagai wali kelas ya ini yang kadang-kadang berat juga. Karena setiap kali masuk pelajaran di kelas saya sendiri langsung peran ganda, selain menjadi guru mapel saya juga sebagai wali kelas. Biasanya mengambil beberapa menit dulu untuk memotivasi dan pembinaan. Ya sebisa mungkin terus mengingatkan, mengarahkan anak, dan yang penting itu tidak jueh. Meskipun ada waktu khusus, setiap hari sabtu tapi biasanya terbentur dengan jadwal lain. Akhirnya sebagai inisiatif wali kelas selalu mengambil jam mengajar itu sendiri”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan KS, pukul 09.20 WIB di ruang tamu).

Guru BK selain sebagai guru mata pelajaran juga sbagai guru yang bertugas membimbing dan membina siswa baik yang bermasalah maupun yang tidak. RS sebagai guru BK di SMP Islam Al-Azhar juga mengungkapkan bahwa menjadi guru BK itu susah-susah gampang, karena tugas guru BK di sini lumayan berat. RS menuturkan:

74

“Ya, jadi BK itu kan bukan pembelajaran tapi pembimbingan, pembinaan. Pembimbingan kepada murid yang bermasalah, bermasalah pribadi, sosial, maupun sekolah. Di sekolah ketika saya masuk ke kelas selain menyampaikan materi, diawal pasti sudah saya sampaikan. Banyak hal yang saya sampaikan mengenai pendidikan karakter, baik yang di sekolah maupun di rumah, di lingkungan masyarakat sekitar. Apalagi sekolah ini yang notabennya anak-anak menengah ke atas yang pergaulannya sangat luas, jadi pendidikan karakter sangat penting disampaikan. Dari awal saya masuk di kelas ketika melihat karakter yang tidak diharapkan, langsung kita tegur baiknya seperti ini. Anak yang berkarakter kurang baik itu, biasanya ada riwayat yang melatar belakanginya, jadi saya sebagai guru BK selalu mengcrosscek riwayat anak tersebut seperti apa. Mencari riwayat entah di rumah dan di sekolah lama. Karena tugas seorang guru tidak hanya tanggung jawab terhadap akademisnya saja, tapi justru ke karakternya itu. Kalau akademis itu anak bisa mempelajarinya di rumah, sedangkan karakter itu harus diterapkan di manapun (Sumber: Wawancara, Jum‟at, 24 Februari 2017 dengan RS, pukul 09.45 WIB di Ruang Tamu).

Keterangan hampir sama diutarakan SN dan IW selaku guru PAI sekaligus wali kelas, yang menjelaskan bahwa implementasi pendidikan karakter khususnya dalam mata pelajaran PAI itu sangat banyak muatan keagamaannya, apalagi PAI di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga yang kurikulum PAI nya lebih banyak dibandingkan dengan sekolah- sekolah lain membuat mata pelajaran PAI berperan sangat besar dalam pembentukan karakter siswa-siswinya. Selain itu, sebagai wali kelas dalam pelaksanaan implementasi, tidak hanya dilakukan oleh guru itu sendiri tetapi membutuhkan bantuan dari guru yang lain. Mereka menjelaskan:

“Ya kalau dalam pembelajaran PAI itu adalah pembelajarn yang banyak menekankan kepada religius dan menyangkut pendidikan moral atau karakter, pembiasaan kepada sikap-sikap yang baik sesuai dengan ajaran keagamaan. Jadi konsep pendidikan karakter yang diimplementasikan di sini ya sesuai dengan ajaran

75

islam yang menyangkut norma dan moralitas. Yang merupakan norma tertinggi, kalau siswa dan guru bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma agama insyaa allah kita terhindar dari pelanggaran hukum”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan SN, pukul 14.20 WIB di Ruang Guru).

“Salah satunya kalau dalam pembelajaran itu berdoa sebelum KBM, disiplin. Pendidikan karakter di RPP pun sudah tertuang di situ, ada beberapa sikap ada religius, tanggung jawab, disiplin kemudian pembiasaan-pembiasaan yang terus dilakukan agar anak menjadi lebih baik. Kita realisasikan dalam pembelajaran, jadi include. Misalnya tugas-tugas, kita mengambil karakter disiplin, berarti dia mengumpulkan tugas tepat waktu apa tidak. Kalau dalam praktek-praktek di PAI seperti sholat, wudhu anak tanggung jawab tidak dalam pelaksanaannya. Kalau sebagai wali kelas, untuk pembinaan, pengarahan kita ada waktu khusus paling beberapa menit sekali, paling melihat presensi, disiplin tidak. Yang kedua piket, anak-anak sudah melaksanakan tugasnya apa belum. Memotivasi agar anak selalu berkarakter baik. Sebagai wali kelas saya juga tidak bisa bekerja sendiri, saya selalu menenyakan kepada temannya si anak yang bermasalah dan selalu koordinasi dengan guru mapel lain dan guru BK, bahkan orang tua”(Sumber: Wawancara, Jum‟at, 24 Februari 2017 dengan IW, pukul 10.30 WIB di koridor sekolah).

KF selaku Kabid Kemuridan sekaligus pengampu ekstrakurikuler mengungkapkan peran dan tugas utama sebagai Kabid Kemuridan dan Pengampu Ekstrakurikuler. KF menjelaskan:

“Kalau bidang saya yang pertama tugas intinya adalah mengurusi ekstrakurikuler itu, di situ berarti mengembangkan karakter percaya diri, ketika di ekstrakurikuler ECC (bahasa inggris) kan harus ada penampilan yang komunikatif. Kemudian selain di ekstrakurikuler itu yang kentel banget dengan kemuridan adalah kedisiplinan. Disiplin itu kan banyak sekali, di situ ada tidak menganggu temannya itu toleransi, tidak berbicara lewat jendela itu berarti sopan santun. Sebenarnya di dalam peraturan itu sudah komplit semua karakter sudah ada di situ, pelanggaran dan kredit poinnya. Nanti bisa minta tata tertibnya mbak. Jadi kalau di kemuridan yang mencolok adalah penegakan aturan, dan anak-anak itu harus dipaksa dulu agar terbiasa, dipaksa santun dulu agar menjadi terbiasa santun, dipaksa jujur dulu agar menjadi terbisa jujur, dipaksa disiplin dulu baru bisa terbiasa disiplin. Selain itu, anak juga harus membutuhkan teladan dari guru, misal guru saling

76

bersalaman, anak bisa melihat bahwa sopan santun itu penting”(Sumber: Wawancara, Jum‟at, 24 Februari 2017 dengan KF, pukul 07.30 WIB di ruang tamu).

Kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan kegiatan di luar jam sekolah menurut KF dalam pendapatnya, sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter siswa. Hal ini karena dalam kegiatan ekstrakurikuler, siswa memang benar-benar memilih sendiri jenis ekstrakurikuler sehingga mereka dapat mengeksplor kegemaran mereka sesuai bakat. KF mengungkapkan:

“Kemudian dalam kegiatan ekstrakurikuler sebenarnya sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter anak, menurut saya kalau mereka jujur dari hati mereka yang paling dalam. Itu karena mungkin di ekstra mereka memilih sendiri, interestnya kan di situ. Misalnya ada anak yang suka vocal grup karena memang suka nyanyi, di situ anak sangat senang. Suka tampil, seneng karena terbiasa latihan bareng, kemudian dia menjadi baik di situ, akhirnya dia berani tampil jadi dia lebih percaya diri dibandingkan sebelumnya. Lebih suka di ekstrakurikuler, tanpa paksaan”(Sumber: Wawancara, Jum‟at, 24 Februari 2017 dengan KF, pukul 07.30 WIB di ruang tamu).

Sebagai wali kelas, yang ditempatkan di kelas yang istimewa, di mana siswa-siswinya kebanyakan adalah siswa-siswi yang bermasalah, AA mennuturkan tentang implementasi pendidikan karakter yang dilakukan kepada siswanya di kelas:

“Ya tentunya itu tadi, dengan cara mengajar yang disisipi muatan imtaq. Misalnya saya mengajar tentang uang, bank mungkin ada kaitanya dengan hadis riba itu selalu saya smpaikan. Sebisa mungkin saya memberi motivasi kepada anak-anak, sbagai guru yang baik setidaknya harus bisa memberi contoh agar anak- anak tidak menyepelekan. Sebagai wali kelas 9A kebetulan cowoknya itu, selalu tersandung masalah, sering bolos, melanggar peraturan. Penanganannya tentunya selain saya memberitahu harus berkolaborasi dengan wali murid, ketika apa yang sampaikan di

77

sekolah harus berkesinambungan. Saya juga selalu mencari cara agar anak-anak ketika keluar dari sini mempunyai karakter yang baik. Selain itu strategi saya dalam pembentukan karakter anak saya juga menerapkan sistem reward dan punishment. Itu saya anggap penting, ketika anak melakukan hal positif selalu saya puji agar termotivasi untuk menjadi lebih baik. Kemudian utuk punishment, misalnya membolos saya menghukum yang ada hikmahnya seperti nulis istighfar 100 kali, nulis doa setelah sholat berapa kali”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan AA, pukul 09.15 WIB di ruang guru).

TM selaku wali kelas VII C menerangkan tentang bagaimana implementasi pendidikan karakter yang dilakukan kepada siswa, baik saat di kelas maupun di luar kelas, TM menjelaskan:

“Pendidikan karakter saya dimulai dari pembiasaan ketika awal pembelajaran saya membiasakan anak untuk berdoa, membaca basmalah tujuannya adalah mengingat Allah. Jadi ketika belajar Allah selalu bersama mereka insyaa allah semua akan diberi kelancaran dan ilmu yang saya sampaikan bisa bermanfaat, yang kedua adalah mengecek kerapian kelas berarti mengecek kedisiplinan anak terlebih dahulu. Sebelum pembelajaran kelas harus bersih dan nyaman. Ketiga, pada saat KBM sya membiasakan anak utk jujur dan bertanggung jawab. Biasanya saya melihat di agenda pelajaran saya, dan saya bertanya apakan ada PR? Dan anak menjawab jujur, iya ada. Kemudian saya bertanya lagi apakah sudah dikerjakan?, itu termasuk nilai karakter tanggung jawab. Kemudian ketika pembelajaran saya juga menerapkan keaktifan bertanya dan menghargai pendapat orang lain. Disitu saya tidak membenarkan dan menyalahkan, biarkan anak-anak yang mengkritisi terlebih dahulu. Terus kalau di Al-Azhar RPP nya ada muatan imtaq, apapun pelajaran yang disampaikan. Misalnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca, dalam al qur‟an Allah swt menyuruh umatnya untuk membaca dan belajar. Kemudian yang terakhir ya untuk pembelajaran terakhir anak-anak untuk disiplin, berdoa, dan mencatat targetnya harus dikumpulkan kapan”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan TM, pukul 11.00 WIB di Koridor Sekolah).

Lebih lanjut diutarakan TM mengenai strategi implementasi pendidikan karakter siswa di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga, TM menjelaskan:

78

“Dalam pelaksanaannya saya juga menerapkan sistem reward and punishment, misalnya ketika mereka saya suruh membuat kalimat konjungsi, jika tidak bisa maka saya suruh maju nanti saya minta untuk melisankan lagi dalam bentuk yang banyak. Tapi kalau reward, saya pernah memberikan hadiah. Misalnya puisi atau cerpennya paling bagus, saya berikan nilai plus, kemudian kalau tidak secara murah meriah hanya saya berikan tepuk tangan, biasanya anak-anak sudah seneng dan merasa dihargai”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan TM, pukul 11.00 WIB di Koridor Sekolah).

Kemudian MA selaku wali kelas IX C berpendapat mengenai implementasi pendidikan karakter yang diterapkan saat kegiatan KBM, kegiatan pembinaan di dalam kelas maupun kegiatan pembinaan di luar kelas. MA menegaskan bahwa pendidikan karakter harus dilaksanakan di manapun dan kapanpun kepada siapapun, terlebih mengajarkan kepada siswanya melalui beberapa hal yang diungkapkan MA sebagai berikut:

“Pendidikan karakter di Al-Azhar memang harus diterapkan, terutama nilai keislaman. Dan itu sudah tercantum di RPP. Jadi dalam pendidikan karakter di Al-Azhar harus menanamkan karakter terutama nilai-nilai keislaman. Kalau dalam KBM bahasa arab, biasanya ada kata mutiara di dalam buku paketnya. Dan itu dari makna yang terkandung di sana adalah menanamkan pendidikan karakter yang selalu saya sampaikan setiap pertemuan. Peran saya sebagai wali kelas, setiap seminggu itu ada pembinaan, kalau di sini wali kelas diwajibkan mengawasi siswanya setiap hari. Begitu pula dengan saya, sebisa mungkin kalau ada waktu selo saya selalu mengawasi, dan jika melihat dan mendengarkan bicara anak yang kurang baik, sayang langsung menegur. Tidak hanya di dalam sekolah, di luar sekolahpun saya juga mengawasi lewat medsos, jadi apapun statusnya atau postingan saya tau, kalaupun tidak saya ketahui sendiri, saya selalu wanti-wanti kepada siswa untuk menginformasikan apapun temannya jika kurang baik”(Sumber: Wawancara, Jum‟at, 24 Februari 2017 dengan MA, pukul 11.00 WIB di ruang guru).

Hal senada juga diungkapkan AS selaku Guru Mapel dan juga wali kelas. Dalam implementasi pendidikan karakter AS menjelaskan:

79

“Pendidikan karakter itu harus dimasukkan ke dalam pembelajaran setiap kali masuk, di RPP juga kita masukkan pendidikan karakter. Strategi dalam implementasi pendidikan karakter, yang pertama kalau menurut saya, teladan itu penting, jadi sebelum kita memberitahukan yang baik dan yang buruk kita harus memberi contoh hal yang baik. Kemudian yang kedua, selalu mengingatkan mereka dan mengkaitkan pembelajaran itu dengan muatan imtaq. Muatan imtaq itu menjadi ciri khas kita di al azhar, di mana apapun materinya harus merujuk pada satu sumber yang kita akui kebenarannya yaitu Al-Qur‟an. Itu yang harus selalu kita ingatkan, misalkan ada anak yang melakukan pelanggaran kemudian kita ingatkan lagi apa tujuan pembelajaran ini?, muatan imtaqnya apa?, gitu”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan AS, pukul 12.10 WIB di ruang guru).

Lebih lanjut diungkapkan AS mengenai perannya sebagai wali kelas dalam mewujudkan pendidikan karakter. AS menuturkan bahwa:

“Terus peran saya selaku wali kelas, setiap saya masuk kelas setiap itu pula saya melakukan pembinaan meskipun durasinya hanya 5 sampai 10 menit. Nanti kalau sekiranya ada hal yang penting saya akan masuk kelas untuk melakukan pembinaan. Dan juga pembinaan di luar kelas itu juga saya lakukan untuk anak-anak tertentu. Sebagai contoh pembinaan di luar kelas, misalkan ada laporan anak, baik dari anak yang bermasalah itu sendiri maupun dari teman-temannya nanti akan saya panggil, akan saya ajak sharing. Jadi saya terbiasa menekankan kepada anak-anak bahwa wali kelas memanggil anak itu bukan karena ada masalah atau pelanggaran tetapi butuh komunikasi supaya tidak terjadi misskomunikasi”(Sumber: Wawancara, Kamis, 23 Februari 2017 dengan AS, pukul 12.10 WIB di ruang guru).

Dari hasil pengamatan peneliti hari Jum’at, 24 Februari 2017 pukul 06.30 WIB terlihat bahwa pada pukul 06.30 WIB guru-guru sudah berdiri di gerbang SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga menyambut dan menyalami siswa yang berangkat. Beberapa guru tersebut memeriksa siswa-siswi mulai dari rambut bagi yang laki-laki, kuku dan kerapian seragam. Saat itu ada beberapa siswa yang kukunya panjang, kemudian

80

disuruh untuk memotong kukunya di gerbang sebelum diperbolehkan masuk. Siswa-siswi berangkat ke sekolah ada yang di antar orang tuanya dan ada pula yang naik kendaraan umum kemudian berjalan kaki sampai di sekolah. Siswa-siswi di sini tidak diperbolehkan membawa kendaraan sendiri.

Khusus hari jum’at pukul 06.50 siswa dan guru sudah siap rapi

memakai mukena, membacakan ikrar, melaksanakan sholat dhuha berjamaah yang diimami salah seorang guru, kemudian dilanjutkan membaca asmaul husna, membaca tahlil, membaca surat yasin dan kultum, kemudian ditutup dengan memberikan infaq.

Sedangkan, untuk hari-hari lain kecuali hari Jum’at, pukul 06.50 siswa dan guru sudah harus berbaris rapi di lapangan sekolah untuk melaksanakan ikrar, dalam rangkaian kegiatan ikrar tersebut diselipkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, hafalan Al-Qur’an, pembinaan kepada yang melanggar tata tertib sekolah, seperti datang terlambat, pakaian dan atribut sekolah yang tidak sesuai peraturan, serta yang tidak menegrjakan tugas. Cara guru dalam hal menghukum, guru selalu menerapkan hukuman yang bersifat mendidik dan membina. Terlihat saat guru menyuruh siswa menghafalkan bacaan sholat, menulis surat pernyataan, menjadi dirijen, dan baris berbaris. Disitulah terlihat penanaman karakternya (Sumber: Observasi, Senin 20 Februari 2017 di