Feriyanto
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Islam Majapahit, Mojokerto Alamat : Jl. Raya Jabon Km 07 Mojokerto
Email: [email protected] Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses dan hasil scaffolding dalam membantu komunikasi matematis siswa impulsif menyelesaikan masalah sistem pertidaksamaan linear dua variabel. Subjek penelitian adalah satu siswa kelas XI MIA SMA Ulul Alb@b Sidoarjo yang bergaya kognitif impulsif dan paling banyak melakukan kesalahan komunikasi matematis. Subjek diberikan tes dan hasil pekerjaannya dianalisis. Kemudian subjek diberikan
scaffolding sesuai dengan kesalahan komunikasi matematisnya. Akhirnya, subjek diberikan tes kedua dan hasil pekerjaannya dianalisis. Berdasarkan hasil tes pertama dapat disimpulkan bahwa subjek tidak dapat mengubah informasi ke model matematis. Proses scaffoldingnya adalahmeminta subjek membaca kembali masalah, menyebutkan informasi yang diketahui dan ditanyakan, menuliskan variabel dan model matematis serta menggambar grafiknya. Ternyata, subjek tidak bisa menggambar grafik. Proses scaffoldingnya adalah meminta subjek memilih dua titik yang memenuhi persamaan garis, menggambar titik pada sistem koordinat dan menghubungkannya, dan meminta subjek menentukan titik potong dan daerah penyelesaiannya. Kemudian, meminta subjek menentukan titik pojok dan mensubtitusikan ke fungsi objektif. Berdasarkan hasil tes keduadapat disimpulkan bahwa scaffolding yang diberikan belum optimal, karena subjek masih mengalami beberapa kesalahan komunikasi matematis. Subjek kurang teliti mendeskripsikan variabel dan menuliskan tanda pertidaksamaannya.
Kata Kunci : Scaffolding, Komunikasi Matematis, Impulsif, Sistem Pertidaksamaan Linear
Dua Variabel. Pendahuluan
Kemendikbud (2013) menyebutkan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific pada kurikulum 2013 terdiri dari 5 (lima) tahapan, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Kegiatan mengomunikasikan menuntut siswa menyampaikan hasil pengamatan, dan kesimpulannya berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya (Permendikbud, 2013). Berdasarkan hal di atas, kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah menjadi hal penting dalam pembelajaran matematika.
Selain itu, para ahli juga berpendapat bahwa komunikasi matematis merupakan hal penting bagi siswa dalam membantu seseorang memecahkan masalah (Greenes & Schulman, 1996; Huggins & Maiste, 1999; Hulukati, 2005). Hulukati (2005) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan syarat untuk memecahkan masalah. Jika siswa tidak dapat
berkomunikasi dengan baik dalam memaknai permasalahan, memaknai konsep matematika maka siswa tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Pernyataan tersebut didukung oleh MES (2009) yang mengungkapkan bahwa salah satu komponen pemecahan masalah matematis adalah komunikasi matematis.
Salah satu riset terkait kemampuan matematis siswa yaitu studi PISA (Programme for International Student Assessment). Salah satu kompetensi yang diukur dalam ranah kognitif pada PISA adalah komunikasi (communication). Hasil studi PISA terbaru yang telah dipublikasikan oleh OECD pada tahun 2014 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada level 1. Berarti, kemampuan komunikasi siswa Indonesia belum begitu terlihat. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia masih tergolong rendah dalam pemecahan masalah. Secara umum, beberapa hasil penelitian juga menyatakan bahwa komunikasi matematis
174 siswa masih rendah (Osterholm, 2006; Ahmad, Siti dan Roziati, 2008; Kaselin, Sukestiyarno dan Waluyo, 2013).
Penggunaan berbagai macam strategi pemecahan masalah dipengaruhi oleh gaya kognitif, karena gaya kognitif berhubungan dengan cara penerimaan, pengorganisasian, pemrosesan, dan menggambarkan informasi seseorang (Dornyei, 2005:125; Riding & Al- Sanabani, 1998; Rozencwajg, Paulette and Denis, 2005:451). Ketika siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda, maka cara mereka menyelesaikan/ memecahkan masalah juga berbeda.
Kagan (1978) mengelompokkan gaya kognitif menjadi dua berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah dan frekuensi kesalahan jawaban, yaitu reflektif dan impulsif. Siswa bergaya kognitif impulsif adalah siswa yang cepat dalam menyelesaikan masalah, tetapi jawaban yang diperoleh cenderung banyak salah. Oleh karena itu, guru perlu mencari cara membantu siswa impulsif dalam mengatasi hal tersebut.
Dalam pemecahan masalah sistem pertidaksamaan linear dua variabel, siswa sering melakukan kesalahan komunikasi matematis termasuk siswa impulsif di kelas XI MIA SMA Ulul Alb@b Taman Sidoarjo. Salah satu kesalahan komunikasi matematis yang dilakukannya adalah kesalahan dalam menentukan nilai minimum dari fungsi objektif. Pernyataan tersebut didukung oleh bukti berikut.
Soal: Tentukan nilai minimum fungsi objektif 𝑓 𝑥,𝑦 = 2𝑥+ 10𝑦 yang memenuhi 𝑥+ 2𝑦 ≥10, 3𝑥+𝑦 ≥15,𝑥 ≥0 dan 𝑦 ≥0
Gambar 1 Hasil Pekerjaan Siswa Impulsif A
Dalam menentukan nilai minimum dari soal, siswa impulsif A langsung menggunakan cara subtitusi dan eliminasi, padahal niai minimum dari soal ini tidak
terletak pada titik perpotongan dua garis, akan tetapi terletak pada titik pojok lainnya.
Upaya membantu siswa impulsif dalam menyelesaikan masalah sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam penelitian ini, dilakukan dengan pemberian scaffolding, dikarenakan proses scaffolding mengikutsertakan siswa, menghasilkan petunjuk secara individu, dan memotivasi siswa untuk belajar (Lipscomb, 2004). Beberapa penelitian terdahulu tentang scaffolding telah berhasil dalam memperbaiki kesalahan siswa menyelesaikan masalah matematika (Mustaqim, 2013; Hidayati, 2013; Istiqomah, 2014). Namun penelitian- penelitian tersebut tidak mengaitkan proses
scaffolding dengan gaya kognitif dan
komunikasi matematis secara langsung. Dengan demikian, judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Scaffolding untuk Membantu Komunikasi Matematis Siswa Impulsif dalam Menyelesaikan Masalah Sistem Pertidaksamaan Linear Dua Variabel” Metode Penelitian
Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan proses dan hasil scaffolding dalam membantu komunikasi matematis siswa impulsif menyelesaikan masalah sistem pertidaksamaan linear dua variabel. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. Subjek dalam penelitian ini adalahsatu siswa yang bergaya kognitif impulsif dan paling banyak melakukan kesalahan komunikasi matematis. Adapun cara pemilihan subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI MIA SMA Ulul Alb@b Taman Sidoarjo diberikan tesMatching Familiar Figure Test (MFFT) untuk mengetahui tipe gaya kognitif siswa. Kemudian dipilih kelompok siswa yang bergaya kognitif impulsif, dan diberikan tes komunikasi matematis. Dari hasil tes tersebut, dipilih satu siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang paling rendah, yaitu FF. Selanjutnya, siswa FF diberikan tes komunikasi matematis tulis I dan hasil pekerjaan siswa dianalisis. Setelah itu, siswa FF diberikan scaffolding sesuai dengan kesalahan komunikasi matematis yang dilakukan siswa. Kemudian, siswa FF diberikantes komunikasi matematis tulis II dan hasilnya dideskripsikan.
175 Hasil dan Pembahasan
Deskripsi Komunikasi Matematis Siswa dan Proses Scaffolding
Berdasarkan hasil tes komunikasi matematis tulis I, siswa FF tidak dapat menuliskan model matematis dari masalah beserta grafiknya. Sehingga peneliti memulai scaffolding tahap contingency, yaitu dukungan yang diatur dan disesuaikan pada tingkat kinerja siswa (Pol, Volman & Beushuzen, 2010). Kemudian peneliti mengurangi bantuan ketika siswa mulai paham mengenai langkah penyelesaian masalah (fading). Sedangkan pada masalah nomor 2, pada awalnya peneliti menerapkan tahap transfer of responsibility, yaitu siswa FF diminta untuk mengerjakan secara mandiri, akan tetapi karena siswa FF masih mengalami kesulitan dalam langkah penyelesaian terutama dalam mengubah informasi ke dalam model matematis, sehingga peneliti melakukan tahap
contingency terlebih dahulu. Proses
scaffolding yang dilakukan peneliti juga
mempertimbangkan Anghileri (2006: 39) pada level 2, yaitu explaining, reviewing dan restructuring.
Bagian pertama: menyajikan informasi ke dalam bentuk model matematis
Untuk membantu siswa FF dalam menyajikan informasi-informasi yang diketahui peneliti memberikan scaffolding sebagai berikut.