• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS SISWA MELALUI SCIENTIFIC APPROACH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Dalam dokumen PROSIDING PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIRA (Halaman 35-40)

A. Mujib MT

Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Jember Alamat : Jalan Kalimantan Nomor 37 Jember

Email : [email protected]

Abstrak

Peningkatan kualitas pembelajaran matematika sekolah tidak lepas dari upaya meningkatkan kemampuan berfikir siswa dalam pembelajaran, salah satunya adalah kemampuan berfikir kritis. Untuk membangun sikap kritis siswa salah satunya melalui pendekatan saintifik (Scientific approach) atau pendekatan berbasis keilmuan sebagai landasan dalam menerapkan strategi dan model pembelajaran. Pendekatan saintifik melalui tahapan 5M (Mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan) akan mampu memberikan stimulus bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis terutama kemampuan bertanya. Penerapan pendekatan saintifik mengubah sistem pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa lebih dominan dalam pembelajaran dan guru hanya berperan sebagai fasilitator.

Kata kunci : Berfikir kritis, Pembelajaran matematika, Scientific approach Pendahuluan

Menciptakan pembelajaran yang berkualitas merupakan tujuan utama dalam pendidikan, tak terkecuali pembelajaran matematika. Kesulitan dalam pembelajaran matematika bukan hanya dialami siswa dalam memahami materinya, tetapi juga dialami oleh guru dalam menyampaikan materi matematika yang abstrak sehingga menjadi sesuatu yang mudah diterima oleh siswa. Pembelajaran yang berkualitas hanya akan terwujud jika siswa dan guru sama – sama aktif dan kritis dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran yang kurang menarik akan menambah frustasi siswa dalam memahami dan menerima materi – materi matematika. Herman ( dalam Mulyana, 2008 ) menyatakan bahwa pada umumnya guru – guru matematika melakukan pembelajaran yang memfokuskan pada latihan penyelesaian soal yang bersifat prosedural dan mekanistis. Pembelajaran yang digunakan dan disenangi guru – guru sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional. Pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan konsep atau prinsip, selanjutnya siswa diberi waktu untuk menyelesaikan soal.

Pembelajaran konvensional membatasi kreatifitas siswa dalam

pembelajaran. Siswa cenderung pasif dan menunggu instruksi dari guru. Keadaan semacam ini akan membuat siswa kurang kritis dalam menerima dan menyerap informasi.

Diterapkannya kurikulum 2013 yang diklaim sebagai kurikulum yang menerapkan pembelajaran berbasis studen centre atau pembelajaran terpusat pada siswa, terkadang belum seutuhnya dipahami dan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran. Keterbatasan informasi, rendahnya rasa ingin tahu, dan kurang pahamnya guru terhadap implementasi kurikulum mengembalikan hakikat pembelajaran berpusat pada siswa kepada pembelajaran konvensional dan monoton. Pembelajaran konvensional berbasis teacher centre tidak lagi relevan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran terutama untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Soedijarto ( dalam Mulyana, 2008 ) bahwa kegiatan pembelajaran di negara berkembang ( termasuk Indonesia ) pada saat ini tidak lebih dari mencatat, menghapal, dan mengingat kembali. Fakta yang ditemukan oleh Herman, Mulyana, dan Soedijarto tidak mengakomodasi pengembangan kemapuan berpikir kritis tetapi hanya mengakomodasi

23 pengembangan kemampuan berpikir tingkat rendah.

Berdasarkan fakta di atas dapat dipahami bahwa salah satu penyebab rendahnya kemapuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih kurang memberikan peran yang dominan bagi siswa. Siswa kurang diberi ruang untuk mengamati, menanya, mencoba / mengumpulkan informasi, menalar, serta mengkomunikasian temuannya dalam proses pembelajaran.

Artikel ini berisi kajian pustaka tentang cara menciptakan pembelajaran yang dapat membangun kemapuan berpikir kritis siswa dengan judul “ Membangun Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Scientific Approach Dalam Pembelajaran Matematika “.

Kajian Pustaka

Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika tidak bisa lepas dari hakikat matematika. Beberapa definisi matematika menurut para ahli, diantaranya James dan James ( 1976 ) matematika adalah ilmu logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep – konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri. Johnson dan Rising dalam Russefendi ( 1972 ) menjelaksan matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian, pembuktian yang logis. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada bunyi. Kline ( 1973 ), matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahn sosial, ekonomi dan alam.

Sumardyono (2004) menyatakan bahwa Matematika sebagai ilmu merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum (deduktif). Kebenarannya

tidak bergantung pada metode ilmiah yang diawali dengan hipotesis, pengumpulan data, melakukan percobaan dan membuat kesimpulan. Kebenaran matematika bersifat koheren yaitu didasarkan pada kebenaran – kebenaran yang telah diterima sebelumnya.

Matematika merupakan produk. Ia adalah produk pemikiran dari intelektual manusia. Hal ini memungkinkan peran proses berpikir manusia sebagai sesuatu yang penting. Matematika membantu menata proses berpikir manusia sehingga benar – benar bisa dipertanggung jawabkan.

Matematika mengalami evolusi. Evolusi matematika lebih menekankan pada proses perkembangan matematika. Hal ini sama dengan apa yang dinyatakan oleh Moore, “ Mathematical sciences, like all other living things, has its own natural laws of growth” ( pengetahuan mathematika seperti juga perikehidupan manusia lainnya, memiliki hukum – hukum pertumbuhan alami sendiri ) (Wilder :1981 ).

Guru yang memahami hakikat matematika, sifat kebenarannya dan evolusi matematika sebagai sebuah ilmu pengetahuan akan lebih mudah dalam membanguan sebuah pembelajaran serta menghindari miskonsepsi dalam pembelajaran.

Pembelajaran matematika tidak bisa lepas dari karakteristik matematika secara umum. Matematika dalam kegiatan pembelajaran / sekolah berbeda dengan matematika sebagai ilmu. Sumardyono menyebutkan bahwa ada empat hal yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu penyajian, pola pikir, keterbatasan semesta, dan tingkat keabstrakan.

Penyajian matematika sekolah tidak harus diawali dengan teorema maupun definisi, tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Siswa ditingkat sekolah dasar tentunya memiliki tingkat intelektual yang berbeda jika dibanding dengan siswa sekolah menengah atas.

Pola pikir matematika yang deduktif tidak harus selalu diterapkan dalam pembelajaran matematika. Pola pikir induktif

24 terkadang lebih mudah mengantarkan pemahaman siswa untuk meraih konsep matematika. Berpikir induktif dengan pemberian contoh – contoh kemudian mengarah pada generalisasi juga dapat digunakan pada pembelajaran matematika. Hal ini tentunya harus memperhatikan topik bahasan.

Semesta pembicaraan yang digunakan dalam pembelajaran matematika juga berbeda – beda. Perbedaaan tentunya dipengaruhi oleh perbedaan level koginitif siswa. Semakin tinggi levelnya tentu saja semesta pembicaraannya semakin komplek.

Secara umum, matematika merupakan ilmu yang abstrak. Keabstrakan inilah yang menjadi permasalah dalam pembelajaran. Semakin tinggi tingkat kognitif siswa maka tingkat keabstrakan materi yang diterima dalam pembelajaran semakin abtrak.

Didi Suryadi menambahkan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa harus terlibat secara aktif, memperhatikan pengetahuan awal siswa, mengembangkan kemampuan komunikasi siswa, mengembangkan kemampuan metakognisi siswa, dan mengembangkan lingkungan belajar yang sesuai.

Berfikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis siswa terutama dalam pembelajaran matematika sangatlah diperlukan. Terdapat beberapa pendapat para ahli tentang berpikir kritis diantranya: Ennis ( dalam Kurniasih, 2012 ) menyatakan “ Critical thinking is reasonable, reflective thingking that is focused on deciding what to belive or do“. Berpikir kritis terutama berdasarkan keterampilan khusus seperti mengamati, menduga, menggeneralisasi, penalaran, mengevaluasi penalaran. Paul ( dalam Kurniasih, 2012 ) “ Critical thingking is that mode of thingking – about any subject, content, or problem – in which the thinker improve the quality of his or her thingking by skillfully taking charge of the structures inherent in thingking and imposing intellectual standards upon them”. Berpikir kritis adalah tindakan yang langsung dilakukan sendiri, disiplin sendiri, monitor

sendiri, dan berpikir yang dikoreksi sendiri. M. Neil Bowne dan Stuart M. Keeley ( 2012 ) menyatakan bahwa berpikir kritis mengisaratkan adanya tiga hal, yaitu pengetahuan akan serangkaian pertanyaan kritis yang saling terkait; kemampuan melontarkan dan menjawab pertanyaan kritis pada saat yang tepat; dan kemauan untuk menggunakan pertanyaan kritis tersebut secara aktif.

Terdapat empat nilai yang terkandung dalam diri seorang pemikir kritis yaitu kemandirian, keingintahuan, kerendahan hati, dan penghargaan untuk nalar yang baik dimanapun anda menemukannya. Alec Fisher menambahkan bahwa berpikir kritis adalah interprestasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.

Berpikir kritis dalam matematika merupakan aktifitas mental yang melibatkan abstraksi dan generalisasi ide – ide matematis ( Wood, Williams, & Mc Neal, 2006 ). Berpikir kritis tidak dapat diajarkan secara bebas. Untuk menjadi pemikir kritis pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap suatu disiplin ilmu merupakan faktor penting dan bukan pada apakah seseorang memiliki keterampilan dan karakteristik berpikir kritis.

Scientific Approach

Pendekatan saintifik sering menjadi pembahasan dalam dunia pendidikan, utama sejak diberlakukannya kurikulum 2013. Dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia nomor 103 pasal 2 salah satunya menyebutkan pembelajaran dilaksanakan berbasis aktivitas dan karakteristik menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik.

Pendekatan pembelajaran merupakan cara pandang pendidik yang digunakan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan tercapainya kompetensi

25 yang ditentukan. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang berbasis keilmuan adalah pengalaman belajar dengan urutan logis meliputi proses mengamati, menanya, mencoba / mengumpulkan informasi, menalar / mengasosiasi dan mengkomunikasikan.

Dalam lampiran permendikbud 103 dijelaskan bahwa pendekatan saintifik dengan modus pembelajaran langsung peserta didik meningkatkan kemapuan

berpikir dan keterampilan melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP. Peserta didik melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi / mencoba, menalar / mengasosiasi dan mengkomunikasikan (5M). Penjabaran kegiatan 5M dalam pendekatan saintifik seperti pada tabel berikut.

Tabel deskripsi langkah pembelajaran dalam scintific approach Langkah

pembelajaran

Deskripsi kegiatan Mengamati

(Observing)

Mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat. Menanya

(Questioning)

Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi.

Mengumpulkan informasi /

mencoba (experimenting)

Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk / gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket, wawancara dan memodifikasi / menambahi / mengembangkan Menalar /

mengasosiasi (associating)

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena / informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan

Mengkomunikasi kan

(communicating)

Menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.

Kegiatan 5M dalam pendekatan saintik dilaksanakan dalam kegiatan inti pembelajaran. Diharapkan dengan kegiatan 5M siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran sedang guru sebagai fasilitator.

Pembahasan

Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang diwujudkan melalui proses pembelajaran, salah satunya pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika konvensional cenderung membatasi kemapuan berpikir kritis siswa karena siswa sebagai pembelajar yang pasif. Peran guru lebih dominan dalam aktifitas pembelajaran.

Matematika sebagai ilmu penalaran yang merupakan produk berfikir manusia mengalami evolusi dari masa ke masa. Perkembangan matematika mengisaratkan akan pentingnya berpikir kritis dalam menerima konsep – konsep matematika yang terus – menerus berkembang. Hal ini harus disadari oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga pembelajaran yang terjadi di dalam kelas mampu menumbuhkan sikap dan mental kritis.

Definis berpikir kritis menurut Ennis yaitu “Critical thinking is reasonable, reflective thingking that is focused on deciding what to belive or do“. Berpikir kritis terutama berdasarkan keterampilan khusus seperti mengamati,

26 menduga, menggeneralisasi, penalaran,

mengevaluasi penalaran. Berdasarkan definisi di atas, siswa dikatakan kritis termasuk dalam pembelajaran matematika jika siswa terampil dalam mengamati, menduga, menggeneralisasi menalar dan mengevaluasi penalaran. Konsep berpikir kritistersebut sesuai dengan konsep pembelajaran matematika yang diajukan oleh Didi Suryadi yaitu siswa harus aktif, mengembangkan kemampuan komunikasi siswa, mengembangkan metakognisi siswa dan mengembangkan lingkungan belajar siswa.

Berdasarkan definisi berpikir kritis dan konsep pembelajaran matematika, Pendekatan saintifik ( Scientific Approach ) merupakan pendakatan yang cocok dalam membangun kemapuan berpikir kritis siswa, karena dalam pendekatan saintifik harus melalui tahapan – tahapan 5M, yaitu mengamati, menanya,

mencoba, menalar dan

mengkomunikasikan.

Dalam pendekatan saintifik siswa secara aktif diharuskan mampu mengamati objek, membaca suatu tulisan, dan mendengarkan suatu penjelasan. Selanjutnya siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya. Pada pembelajaran konvensional, kemapuan siswa dalam bertanya menjadi sebuah masalah, karena siswa tidak dilatih untuk bertanya. Pada pendekatan saintifik, Untuk melatih kemampuan bertanya, guru meminta siswa untuk menuliskan pertanyaan terkait hasil pengamatan, kemudian membacakan pertanyaan untuk selanjutnya didiskusikan bersama dengan peserta didik lain. Dalam forum diskusi tersebut, guru harus mampu bertindak sabagai moderator, mengatur jalannya diskusi dan sebagai penengah jika terdapat perbedaan pendapat antar siswa. Langkah berikutnya adalah mencoba / mengumpulkan informasi. Kegiatan ini bisa berupa mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk / gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber dsb.

Dalam tahap ini ketersediaan sarana prasaran dalam kegiatan pembelajaran juga menjadi penting. Semakin lengkap media atau sumber belajar siswa, maka informasi yang dikumpulkan akan semakin lengkap dan mendalam. Setelah kegiatan mencoba, kegiatan berikutnya adalah menalar / mengasosiasi. Bentuk kegiatan ini bisa berupa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk kategori, menghubungkan fenomena yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan. Dalam tahap ini siswa sudah menemukan suatu kesimpulan terkait permasalahan yang ditemukan dari proses sebelumnya. Siswa menemukan pola penyelesaian yang sesuai, sehingga apa yang diamati, ditanya, dan dicoba sebelumnya sudah menjadi suatu konsep yang benar dalam kognitif siswa. langkah terakhir dalam pendekatan saintifik adalah mengkomunikasikan. Langkah ini bisa berupa kegiatan menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, laporan tertulis, dan mempresentasikan hasil temuan dalam

pembelajaran. Kegiatan

mengkomunikasikan, dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri siswa. mengkomunikasikan berarti menyampaikan sesuatu kepada orang lain sehingga apa yang ada dalam pemahaman siswa juga dipahami oleh siswa yang lain. Langkah ini melatih aspek psikomotorik / keterampilan siswa dalam bersosialisasi.

Pendekatan saintifik (saintific

approach) adalah bentuk upaya

peningkatan kualitas pembelajaran. Diharapkan dengan pendekatan ini siswa lebih aktif, kreatif dan kritis dalam sebuah pembelajaran. Namun dalam implementasinya pastilah akan mengalami berbagai kendala. Sebagai contoh siswa dengan level kognitif rendah akan kesulitan dalam kegiatan mengamati, siswa pemalu akan sulit bertanya jika guru tidak aktif dalam membantu merangsang atau memberikan stimulus untuk bertanya, ketersediaan sarana dalam belajar juga penting dalam langkah mencoba dan menalar, kesiapan guru dalam mendesain rencana pembelajaran yang mengakomodasi kegiatan 5M, dan

27 kesiapan guru dalam melaksanakan

pembelajaran akan menjadi kunci keberhasilan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil kajian teori dan pembahasan pada makalah ini dapat disimpulkan bahwa kemapuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran

matematika yang meliputi lima pengalaman belajar, yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomuniksikan.

Pendekatan saintifik harus betul – betul dipertimbangkan dan dipersiapkan secara matang oleh guru. Guru harus mempertimbangkan faktor siswa dan non siswa sehingga pelaksanaan 5M betul – betul dapat meningkatkan kemampuan berpikit kritis siswa dalam pembelajaran matematika.

Dalam dokumen PROSIDING PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIRA (Halaman 35-40)