• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Profil Berpikir Kritis, Field Independent , Field Dependent.

Dalam dokumen PROSIDING PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIRA (Halaman 173-179)

Pendahuluan

Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Kemampuan berfikir akan mempengaruhi keberhasilan hidup karena menyangkut apa yang akan dikerjakan dan apa yang akan dihasilkan individu. Berpikir kritis merupakan suatu kompetensi yang harus dilatihkan pada peserta didik, karena kemampuan ini sangat diperlukan dalam kehidupan. Guru perlu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui strategi, dan metode pembelajaran yang mendukung siswa untuk belajar secara aktif.Keterampilan berfikir kritis dapat dikembangkan baik secara langsung maupun tak langsung dalam pembelajaran matematika.

Setiap siswa memiliki cara tersendiri dalam menyusun apa yang dilihat, diingat dan dipikirkan. Setiap siswa berbeda dalam cara pendekatan terhadap belajar, dalam cara menerima, mengorganisasikan dan menghubungkan pengalaman–pengalaman mereka, serta dalam cara merespon metode pengajaran tertentu. Perbedaan–perbedaan yang dimiliki siswa tersebut dikenal sebagai

gaya kognitif. Nasution (2000 : 94) berpendapat gaya kognitif adalah cara konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan acuan gaya kognitif Field

Dependent dan Field Independent karena

pada kedua gaya ini mencerminkan dua sikap yang sangat berbeda yang dapat mempengaruhi pola pikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal atau suatu permasalahan. Karena karakteristik yang berbeda tersebut, maka memiliki kemungkinan pola berpikir kritis tiap individu juga akan berbeda. Meskipun terdapat dua jenis gaya kognitif individu yang berbeda tetapi tidak dapat dikatakan bahwa siswa field independent lebih baik dari siswa field independentdan sebaliknya.Dengan dua gaya kognitif tersebut akan diteliti bagaimana siakap/respon mereka dalam menyelsaikan soal atau permasalahan yang sama. Baik itu sikap mereka ketika mengerjakan soal, proses saat mengerjakan soal, kekritisan mereka dalam menjawab soal serta benar atau tidak jawaban yang mereka peroleh ketika menyelesaikan soal.

161 Sistem persamaan linear ditemukan

hampir disemua cabang ilmu pengetahuan.Di bidang ilmu ukur diperlukan untuk mencari titik potong dua garis dalam satu bidang. Dibidang ekonomi atau model regresi statistik sering ditemukan sistem persamaan dengan banyaknya persamaan sama dengan banyaknya variabel dalam hal memperoleh jawaban tunggal bagi variabel. Dalam penelitian ini, akan diteliti tentang proses berpikir siswa pada pengerjaan soal sistem persamaan linear.

Terdapat beberapa pengertian proses berpikir kritis yang dikemukakan oleh beberapa Ahli. Dewey dalam Fisher (2008), menamakan “berpikir kritis” sebagai “berpikir reflektif” dan mendefinisikan sebagai perkembangan yang aktif, persistent (terus–menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan–alasan yang mendukungnya dan kesimpulan–kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya. Dewey berpendapat berpikir kritis adalah sebuah proses aktif yang memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam untuk diri sendiri, mengajukan berbagai pertanyaan untuk diri sendiri, menemukan informasi yang relevan untuk diri sendiri daripada menerima berbagai hal dari orang lain.

Ennis dan Norris (dalam Nitko, 1996) menjelaskan bahwa komponen kemampuan penguasaan pengetahuan dalam berpikir kritis sering disebut sebagai keterampilan berpikir kritis. Menurut Ennis, orang yang berpikir kritis juga idealnya memiliki beberapa kriteria atau elemen dasar yang disingkat dengan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, and Overview) yaitu : (1) F (Focus): Ini merupakan hal pertama yang dilakukan dalam memahami masalah yakni dengan mengetahui fokus permasalahan dengan bertanya pada diri sendiri (2) R (Reason): Mengetahui alasan–alasan yang mendukung atau melawan putusan–putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan. Alasan–alasan itu dapat berbentuk atau berasal dari informasi yang diketahui, atau sifat dan teorema yang relevan dengan masalah yang dihadapi; (3) I (Inference):Membuat kesimpulan yang beralasan atau menyungguhkan. Bagian

penting dari langkah penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan mencari pemecahan, pertimbangan dari interpretasi akan situasi dan bukti. (4) S (Situation):Memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir akan membantu memperjelas pertanyaan dan mengetahui arti istilah–istilah kunci, bagian– bagian yang relevan sebagai pendukung. Sebuah keyakinan dan keputusan dalam menyelesaikan masalah dapatterjadi dalam beberapa situasi yang memberinya arti. (5) C (Clarity):Pada kriteria ini menjelaskan arti atau istilah– istilah yang digunakan. Kejelasan mengenai masalah yang dihadapi amatlah diperlukan sebelum seseorang bersikap kritis, misalnya dalam merespons terhadap suatu pernyataan yang orang lain kemukakan secara lisan maupun tulisan, demikian pun dalam menyampaikan pendapat untuk ditanggapai oleh orang lain. (6) O (Overview):Melangkah kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang diambil. Dalam hal ini setiap pemikiran yang muncul perlu memperoleh pemeriksaan kembali (check) tentang kebenaran apa yang ditemukan, apa yang disimpulkan, apa yang diputuskansehingga tidak terdapat keraguan dalam membuat kesimpulan ataupun suatu keputusan. Sehingga pada overview harus dilakukan pemeriksaan untuk kelima hasil yang diperoleh pada proses FRISCO.

Gaya kognitif dibedakan menjadi dua yaitu: gaya Kognitif Field Dependent dan gaya Kognitif Field Independent. Sementara itu Witkin, Moore, Goodenough dan Cox (dalam Andong, 2010) menyatakan bahwa, dalam kegiatan belajar setiap individu dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu yang bersifat global dan bersifat analitik. Individu yang bersifat global adalah individu yang menerima sesuatu lebih secara global dan mengalami kesulitan untuk memisahkan diri dari keadaan sekitarnya atau lebih dipengaruhi oleh lingkungan. Individu yang bersifat seperti ini disebut bergaya kognitif Field

Dependent (FD). Sedangkan individu yang

bersifat analitik adalah individu yang cenderung menyatakan sesuatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut, serta mampu membedakan obyek–obyek dari konteks sekitarnya. Mereka memandang

162 keadaan sekitarnya lebih secara analitis.

Individu yang bersifat seperti ini disebut bergaya kognitif Field Independent (FI).

Pada penelitian ini, tes yang akan digunakan untuk mengenal pasti siswa yang FD dan FI adalah menggunakan GEFT (Group Ebedded Figure Test). Instrument test ini merupakan hasil tes perseptual hasil yang dikembangkan oleh Philiph K. Oltman Eveelyn dan Herman A. Witkin.

Kriteria dan acuan penilaian yang digunakan dalam menentukan tingkat kemampuan (intake) rata–rata peserta didik di sekolah pada KTSP terdapat 3 yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kriteria tinggi berada pada interval 80–100, kriteria sedang berada pada interval 65–79, dan kriteria rendah berada pada interval Skor<65 (Depdiknas, 2008:8)

Dari kajian tersebut, maka penelitian ini menggunakan tiga kriteria kemampuan matematika yaitu tinggi, sedang dan rendah, kriteria kemampuan matematika tinggi apabila skor tes awal ≥ 80, kriteria kemampuan matematika sedang apabila berada pada rentang 60≤ Skor<80 dan kriteria kemampuan matematika rendah apabila skor tes Skor<60.

Metode Penelitian

Pendekatan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Pendekatan kualitatif digunakan karena pada penelitian ini akan diamati tentang proses berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan pemecahan masalah sistem persamaan linear. Data–data yang diperoleh pada penelitian ini berupa kata-kata dan informasi mengenai proses berpikir kritis siswa. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi– informasi mengenai keadaan yang ada. Daerah penelitian adalah tempat yang digunakan dalam proses penelitian. Pada penelitian daerah penelitian ditetapkan di SMA Unggulan BPPT Darus Sholah Jember dan SMA Negeri 2 Jember.

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan awal meliputi persiapan dan penyusunan instrumen penelitian. Kegiatan inti meliputi kegiatan proses pemilihan subjek, pemberian tes pemecahan masalah sistem persamaan linear dan kegiatan wawancara. Sedangkan kegiatan akhir meliputi analisis data dan

penyusunan laporan

penelitian.Untukmemperolehdatayangvalidm

akapenulis melakukan

perpanjangankeikutsertaan, ketekunan/ keajegan pengamatan dan triangulasi.

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2000:134).Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan dan akurat yang dapat digunakan dengan tepat sesuai dengan tujuan pendidikan.Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi, tes dan wawancara.

Sebelum melakukan penelitian hal yang harus dilakukan terhadap instrumen adalah melakukan uji coba untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen sehingga ketika instrumen itu diberikan pada subjek penelitian, instrumen tersebut sahih (benar) dan akan menghasilkan ukuran yang konstan bila dilakukan beulang–ulang. Untuk soal instrumen GEFT tidak diujicobakan karena sudah merupakan tes standart/tes baku.Validitas internal dilakukan dengan meminta saran, komentar dan penilaian dari 3 validator.Validator yang dipercaya peneliti untuk memvalidasi instrumen penelitian ini terdiri dari 3 orang dosen matematika. Validator (dosen) memiliki tingkat pendidikan minimal S2 yaitu 2 orang dari program pendidikan S1 Matematika dan 1 orang dari program pendidikan S2 Matematika. Kriteria yang ditetapkan adalah jika kedua pembimbing menyetujui tes profil berpikir kritis siswa yang diajukan peneliti dan sekurang–kurangnya 2 dari 3 validator menyetujui bahwa instrumen tersebut dapat mengukur dan mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa, maka instrumen dikatakan valid.

163 Hasil dan Pembahasan

Hasil pengembangan instrumen pendukung yaitu tes pemecahan masalah matematika, divalidasi terlebih dahulu yaitu oleh tiga orang validator yang terdiri dari tiga orang dosen pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember. Ketiga validator menyatakan bahwa instrumen tes pemecahan masalah matematika dapat digunakan dengan beberapa revisi yang masih harus diubah oleh peneliti. Untuk tes GEFT tidak divalidasi karena tes tersebut merupakan tes yang sudah baku sedangkan tes awal adalah tes yang berisi rangkuman soal–soal UN SMA materi kelas X yang mana tes ini juga sudah valid, dimana tes dibuat oleh pemerintah yang sebelumnya pastinya sudah dilakukan validasi ataupun realibilitas.

Pada proses pemilihan subjek, siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa yang berjenis kelamin perempuan. Seperti yang dikemukakan oleh Agus Subaidi dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat perbedaan proses berpikir kritis siswa laki-laki dan siswa perempuan SMA. Sehingga agar tidak menimbulkan bias, maka peneliti berinisiatif untuk meneliti proses bepikir kritis siswa perempuan dengan asumsi siswa perempuan lebih mudah untuk diajak berkomunikasi secara santai jika dilakukan sesi wawancara nantinya. Siswa diberi tes awal terlebih dahulu (rangkuman soal UN kelas X), kemudian hasil tes tersebut dikelompokkan kedalam tiga kategori hasil tes, yaitu sedang, rendah dan tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan sama (tinggi), selanjutnya diberikan tes GEFT untuk menentukan siswa yang termasuk FI atau FD. Siswa FI diambil dari siswa yang skor tes GEFT nya paling tinggi dan siswa FD diambil dari siswa yang skor tes GEFT nya paling rendah. Kemudian dari 2 orang siswa yang sudah terpilih, siswa tersebut diberikan tes pemecahan masalah matematika (TPM) yang akan diamati tentang bagaimana proses berpikir kritis siswa FI atau siswa FD dalam menyelesaikan soal-soal tersebut. Data yang dikumpulkan melalui tes, wawancara, dan dokumentasi. Berikut kesimpulan dari hasil pengamatan proses berpikir kritis dari masing-masing siswa.

Dari pengerjaan soal TPM 1 dan TPM 2 dapat disajikan berpikir kritis siswa

FI dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear berdasarkan kriteria FRISCO (Focus, Reasons, Inference,

Situation, Clarity, Overview) sebagai

berikut. 1. F (Focus)

Siswa FI menyebutkan informasi tentang apa yang diketahui pada soal TPM dan apa yang ditanyakan pada soal pemecahan masalah sistem persamaan linear dua variabel cenderung menggunakan kata–kata sendiri meskipun terdapat beberapa kata yang masih mengadopsi kata–kata pada soal TPM. 2. R (Reasons)

Siswa FI menyebutkan pernyataan– pernyataan yang didasarkan atas alasan– alasan relevan untuk mendukung kesimpulan atau jawaban dari pertanyaan yang berhubungan dengan sistem persamaan linear dua variabel. Apabila diberikan informasi yang berbeda dengan sebelumnya, siswa FI mampu memberikan pernyataan–pernyataan baru yang didasarkan atas alasan–alasan relevan untuk mendukung kesimpulan baru yang dibuat.

3. I (Inference)

Siswa FI mengetahui ada atau tidak informasi, pernyataan–pernyataan dan alasan–alasan yang diragukan atau tidak dari masalah sistem persamaan linear dua variabel. Pernyataan–pernyataan yang dikemukakannya berdasarkan alasan– alasan yang relevan untuk mendukung simpulan.

4. S (Situation)

Siswa FI menyebutkan informasi dan situasi yang tepat untuk menyelesaikan pemecahan masalah sistem persamaan linear dua variabel, tiga variabel atau empat variabel dan informasi untuk membuat kesimpulan yang tepat tentang jawaban akhir yang diinginkan oleh soal. Selain itu siswa mengetahui situasi tentang sistem persamaan linear dua variabel membutuhkan minimal duapersamaan untuk penyelesaiannya begitu juga jika persamaan linear tiga variabel membutuhkan minimal tiga persamaan dan jika persamaan linear empat variabel membutuhkan minimal empatpersamaan.

164 5. C (Clarity)

Siswa FI dapat memberikan kejelasan tentang penggunan istilah dalam penjelasan dan argumen yang disampaikannya. Kejelasan disini yang dimaksud adalah siswa dapat menjelaskan istilah–istilah yang digunakannya dengan tepat. Siswa juga dapat membuat soal yang hampir sama dengan soal TPM dan mampu menyelesaikan soal tersebut.

6. O (Overview)

Siswa FI mengecek ulang langkah– langkah penyelesaian dan jawaban yang sudah dikerjakan. Pengecekan hasil akhir juga dilakukan dengan mensubtitusi hasil yang diperoleh kedalam persamaan. Yang terakhir adalah mengecek ulang antara yang ditanyakan soal dengan jawaban akhi/kesimpulan jawaban yang diperolehnya.

Dari pengerjaan soal TPM 1 dan TPM 2 dapat disajikan berpikir kritis siswa FD dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear berdasarkan kriteria FRISCO (Focus, Reasons, Inference, Situation, Clarity, Overview) sebagai berikut.

1. F (Focus)

Siswa FD menyebutkan informasi tentang apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal TPM cenderung menggunakan kata–kata yang mengadopsi pada soal TPM.

2. R (Reasons)

Siswa FD menyebutkan pernyataan– pernyataan yang didasarkan atas alasan– alasan relevan untuk mendukung kesimpulan atau jawaban dari pertanyaan. Siswa lebih memilih menggunakan metode eliminasi pada langkah awal untuk mencari nilai dari salah satu variabel karena jika menggunakan metode substitusi, siswa tidak mengetahui langkah apa yang harus dikerjakan dengan metode substitusi ini agar dapat menemukan nilai dari salah satu variabel yang apabila diberikan informasi yang berbeda dengan sebelumnya, siswa FD mampu memberikan pernyataan– pernyataan baru yang didasarkan atas alasan–alasan relevan untuk mendukung kesimpulan yang dibuat.

3. I (Inference)

Siswa FD mengenali ada atau tidak informasi, pernyataan–pernyataan dan alasan–alasan yang diragukan atau tidak dari masalah sistem persamaan linear. Pernyataan–pernyataan yang dikemukakannya berdasarkan alasan– alasan yang cukup relevan untuk mendukung simpulan.

4. S (Situation)

Siswa FD menyebutkan informasi dan situasi yang tepat untuk menyelesaikan pemecahan masalah sistem persamaan linear dua variabel dan informasi untuk membuat kesimpulan yang tepat tentang jawaban akhir yang diinginkan oleh soal. Tetapi siswa tidak memahami situasi mengapa sistem persamaan linear dua variabel atau lebih tidak bisa diselesaikan jika hanya terdiri dari satu persamaan saja atau kurang dari banyaknya vaiabel dan siswa FD tidak dapat menjelaskan alasannya secara detail.

5. C (Clarity)

Siswa FD memberikan beberapa kejelasan tentang penggunan istilah dalam penjelasan dan argumen yang disampaikannya. Kejelasan disini yang dimaksud adalah siswa dapat menjelaskan beberapa istilah yang

digunakannya sedangkan

definisi/pengertian tentang persamaan linear dan koefisien, siswa FD menjelaskannya kurang tepat tetapi siswa mengetahui yang mana yang merupakan koefisien dalam persamaan linear. Siswa juga dapat membuat soal yang hampir sama dengan soal TPM dan mampu menyelesaikan soal tersebut.

6. O (Overview)

Siswa FD mengecek ulang langkah– langkah penyelesaian dan jawaban yang sudah dikerjakan. Peninjauan ulang hasil akhir juga dilakukan dengan mensubtitusi hasil ke salah satu persamaan tetapi cara peninjauan ulang yang dilakukan siswa FD kurang tepat, karena hanya disubstitusi ke salah satu persamaan saja. Yang terakhir adalah meninjau ulang antara yang ditanyakan soal dengan jawabannya.

165 Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Dari paparan tentang proses berpikir kritis siswa di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kriteria focus, siswa FI menyebutkan yang diketahui pada soal dengan kata-kata sendiri sedangkan siswa FD menggunakan kata-kata yang mengadopsi pada soal TPM. Pada kriteria reasons, siswa FI mampu menjelaskan alasan-alasan yang lebih tepat tentang penggunaan cara pada penyelesaian masalah dibandingkan siswa FD. Pada kriteria inference,siswa FI dan siswa FD mengenali ada atau tidak informasi, pernyataan–pernyataan dan alasan–alasan yang diragukan atau tidak dari masalah sistem persamaan linear tetapi siswa FD menyebutkan alasa yag dikemukakannya kurang relevan dibandingkan apa yang dikemukakan oleh siswa FI. Untuk kriteria situation, siswa FI mampu memahami tentang situasi dikerjakannya daripada siswa FD. Situasi yang dimaksud jenis persamaan linear pada

pemecahan masalah, perubahan- perubahan nilai dari suatu variabel. Kriteria clarity, siswa FI mampu menjelaskan semua istilah atau definisi yang digunakannya dalam menyelesaikan TPM sedangkan siswa FD hanya sebagian saja. Kriteria terakhir yaitu overview, pada kriteria ini siswa FI melakukan pengecekan langkah-langkah penyelesaian dan hitungan dari awal dengan tepat sedangkan siswa FD proses pengecekan hanya dilakukan dengan mensubstitusi variabel yang diketahui haya pada salah satu variabel saja, dan hal ini jika dilakukan dapat menyebabkan kesalahan pada hasil yang diperoleh.

2. Saran

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh peneliti selanjutnya atau oleh pihak lain yang berkompeten dalam bidang pendidikan untuk memperbaiki proses belajar siswa dikelas sehingga siswa terbiasa untuk mengembangkan dirinya dalam proses berpikir kitis

Daftar Rujukan

Andong, Andi. 2010. Proses Berpikir Siswa yang Memiliki Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent

dalam Memecahkan Masalah

Matematika Divergen. Disertasi : Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bineka Karya. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Moedjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Ennis, R. H (1996). Critical Thinking. USA :

Prentice Hall, Inc.

Fisher, A. 2008. Berpikir Kritis Sebuah

Pengantar. Terjemahan Benyamin

Hadinata. Jakarta: Erlangga.

Fisher, A. And Scriven, M. 1997. Critical

Thinking : Its Definition and

Assessment. Edgepress and Center for

Research in Critical Thinking,

University of East Anglia.

Subaidi, Agus. 2015. Profil Berpikir Kritis

Siswa SMA dalam Memecahkan

Masaah Trigonometi Ditinjau dati

Perbedaan Gender. Tesis :

Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan :Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Jakarta : Alfabeta.

Witkin, H.A, Moore, C.A, Goodnough D.R, dan Cox, P.W. 1977. Field Dependent and Field Independent Cognitive Style and Their Educational Implication. Review of Educational Research Winter. Volume 47 Nomor 1.

166

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM AKTIVITAS KONEKSI MATEMATIKA

Dalam dokumen PROSIDING PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIRA (Halaman 173-179)