KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGG
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS SISWA MELALUIPENDEKATAN CONSTRUCTIVE CONTROVERSY
Alfia Nur Filah
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Jember Alamat : Jalan Kalimantan 37 Tegalboto Jember, 68121
Email : [email protected] Abstrak
Pentingnya mengembangkan kemampuan berfikir kritis karena merupakan salah satu penyempurnaan pola pikir dikembangkannya kurikulum 2013 dengan harapan siswa dapat memecahkan masalah secara sederhana meskipun masalah yang dihadapi sangat rumit. Constructive Controversy merupakan salah satu model pembelajaran kolaboratif yang bertujuan untuk mengeksplorasi suatu argumen yang berbeda sehingga mencapai suatu kesepakatan. Keunggulan model pembelajaran constructive controversy adalah siswa belajar bermusyawarah, siswa belajar menghargai pendapat orang lain, dapat memupuk rasa kerjasama, siswa dapat mengembangkan cara berfikir kritis dan rasional. kelemahannya adalah pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan, membutuhkan waktu yang cukup banyak, kesimpulan yang diharapkan kadang sukar dicapai. Taksonomi Bloom mengkategorikan kemampuan berfikir kritis ke dalam aspek kognitif yang lebih mengutamakan kegiatan berfikir atau pengetahuan, sehingga dalam hal ini membutuhkan pembelajaran dan metode pengajaran yang berbeda. pada kajian ini akan disajikan bagaimana siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis ketika mereka belajar melaluipendekatan constructive controversy.
Keywords : Berfikir Kritis, Construktive Controversy, Siswa.
Pendahuluan
Kemampuan berfikir kritis merupakan salah satu isu terpenting dikembangkannya kurikulum 2013. Menurut (Frijters et al., 2008) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa siswa yang lulus dari masing-masing sekolah diberbagai negara tidak memiliki kemampuan dalam bersaing pada skala global, hal ini terjadi karena siswa tidak memiliki kemampuan untuk berfikir kritis.
Mengembangkan kemampuan berfikir kritis perlu dilatih sejak dini karena dengan berpikir kritis seseorang mampu menyaring segala informasi yang mereka dapat, menanyakan apa yang tidak diketahui oleh mereka, menganalisis dan mencari tahu apa yang mereka pelajari.
Mengingat begitu pentingnya mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswadi dalam kehidupannya maka penting diajarkan kepada mereka dalam setiap jenjang pendidikan. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa tiap jenjang yang dapat membekalimereka untuk berfikir kritis.Hal ini sesuai dengan Syaban (dalam haryani 2012) sikap dan cara berpikir kritis dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika
karenamatematika memiliki struktur dan keterkaitan yang jelas dan kuat antar konsepnya sehingga memungkinkan yang mempelajarinya terampil berpikir rasional, logis, dan kritis.Dengan demikian pembelajaran matematika juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dianggap mampu untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis adalah model pembelajaran Constructive Controversyatau pendekatan Constructive Controversy, yang mana model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran kolaboratif yang memfasilitasi siswa untuk berada dalam situasi konflik intelektual dan konflik tersebut bisa dipecahkan oleh setiap individu pada masing-masing kelompok yang nantinya akan menghasilkan suatu kesepakatan, selain itu pembelajaran ini lebih mengutamakan salah satunya pada pencapaian dan pengembangan kemampuan berfikir kritis (Hosnan, 2014).
Dalam Pembelajaran matematika, selayaknya kemampuan berfikir kritis dapat dikembangkan. Guru juga perlu menggunakan pendekatan atau model pembelajaran yang tepat. Lantas bagaimana siswa dilatih untuk
63 mengembangkan kemampuan berfikir kritis ketika mereka belajar melalui pendekatan constructive controversy?
Pembahasan
(Tilaar.,etal,2011) Manusia adalah makhluk yang berfikir. Dia bukan hanya memiliki kesadaran, dia mempunyai kesadaran untuk berfikir. Binatang mempunyai kesadaran tetapi tingkat berfikirnya terbatas hanya pada tataran instingtif untuk mempertahankan hidupnya. Menurut Reason (dalam Saifullah, 2015) “berfikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dipahami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan perolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori”.Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa berfikir merupakan suatu tindakan yang disadari untuk menelaah apa yang diketahui ataupun belum diketahui oleh pemikir itu sendiri.
Ennis (dalam Tilaar., et al, 2011) mendefinisikan berfikir kritis adalah suatu proses berfikir reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang diyakini untuk diperbuat. Menurut Moore and Parker, 1988(dalam Rini, 2015) Berpikir kritis adalah penentuan secara hati-hati dan disengaja apakah menerima, menolak, atau menunda keputusantentang suatu klaim atau pernyataan. Sedangkan menurut Glaser (dalam Alec Fisher, 2009) berfikir kritis adalah suatu sikap mau berfikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal- hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa berfikir kritis merupakan suatu sikap usaha sadar yang dilakukan secara aktif, dengan diimbangi kemampuan intelektual mereka masing-masing untuk memilih suatu keputusan yang tepat.
Pada hakikatnya kemampuan berfikir kritis sangat erat kaitannya dengan proses berfikir kritis beserta indikatornya. Adapun indikator berfikir kritis menurut Facione (dalam Filsaime, 2008) sebagai berikut :
a. Interpretasi; kemampuan memahami, menjelaskan dan memberi makna data atau informasi.
b. Analisis; kemampuan untuk mengidentifikasi hubungan dari informasi- informasi yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau pendapat.
c. Evaluasi; Kemampuan untuk menguji kebenaran dari informasi yang digunakan dalam mengekspresikan pemikiran atau pendapat.
d. Inferensi; Kemampuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur- unsur yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal. e. Penjelasan; kemampuan untuk
menjelaskan atau menyatakanhasil pemikiran berdasarkan bukti, metodologi, dan konteks.
f. Regulasi diri; kemampuan seseorang untuk mengatur berpikirnya.
Untuk menilai apakah seseorang termasuk pemikir yang kritis atau pemikir yang kurang dapat dilihat dari keterampilan mengintepretasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan, menjelaskan apa yang dipikirkannyadan membuat suatu keputusan, menerapkan kekuatan berpikir kritis pada dirinya sendiri, danmeningkatkan kemampuan berpikir kritis terhadap pendapat-pendapat yang dibuatnya (Facione, 2009).
Konsep taksonomi Bloom mengkategorikan kemampuan berfikir kritis ini kedalam ranah kognitif yang lebih banyak mengutamakan kegiatan berfikir atau pengetahuan. Menurut (Daryanto, 2010) ada enam jenjang befikir mulai dari tingkat yang rendah sampai tingkat yang tinggi, yaitu:
1. Pengetahuan/ingatan (C1), 2. Pengetahuan (C2), 3. Penerapan (C3), 4. Analisis (C4), 5. Sintesis (C5), 6. Evaluasi (C6).
Menurut (Paul dan Elder, 2008) ada 3 macam komponen model berpikir kritis yaitu :
(1) Elemen bernalar,
(2) Standar intelektual bernalar. (3) Ciri-ciri intelektual.
Komponen model berpikir kritis menurut Elder-Paul dapat digambarkan seperti gambar berikut:
64 Dari ketiga komponen berpikir kritis menurut Paul dan Elder, dapat kita pelajari bahwasanya melatih berpikir kritis kepada siswa tidaklah mudah, karena berpikir kritis seseorang tidak serta merta dapat langsung diketahui.
Menurut (Paul dan Elder, 2008) ada 6 tingkatan kemampuan berpikir kritis yaitu:
1. Berpikir yang tidak direfleksikan (unreflective thinking) Pemikir tidak menyadari peran berpikir dalam kehidupan, kurang mampu menilai pemikirannya, dan mengembangkan beragam kemampuan berpikir tanpa menyadarinya. Akibatnya gagal menghargai berpikir sebagai aktivitas yang melibatkan elemen bernalar. Mereka tidak menyadari standar yang tepat untuk penilaian berpikir yaitu kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, kelogisan.
2. Berpikir yang menantang (challenged thinking) Pemikir sadar peran berpikir dalam kehidupan, menyadari berpikir berkualitas membutuhkan berpikir reflektif yang disengaja, dan menyadari berpikir yang dilakukan sering kekurangan tetapi tidak dapat mengidentifikasikan dimana kekurangannya. Pemikir pada tingkat ini
memiliki kemampuan berpikir yang terbatas.
3. Berpikir permulaan (beginning thinking) Pemikir mulai memodifikasi beberapa kemampuan berpikirnya, tetapi memiliki wawasan terbatas. Mereka kurang memiliki perencanaan yang sistematis untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya.
4. Berpikir latihan (practicing thinking) Pemikir menganalisis pemikirannya secara aktif dalam sejumlah bidang. Namun mereka masih mempunyai wawasan terbatas dalam tingkatan berpikir yang mendalam.
5. Berpikir lanjut (advanced thinking) Pemikir aktif menganalisis pikirannya, memiliki pengetahuan yang penting tentang masalah pada tingkat berpikir yang mendalam. Namun mereka belum mampu berpikir pada tingkat yang lebih tinggi secara konsisten pada semua dimensi kehidupannya.
6. Berpikir yang unggul (master thinking) Pemikir menginternalisasi kemampuan dasar berpikir secara mendalam, berpikir kritis dilakukan secara sadar dan menggunakan intuisi yang tinggi. Mereka menilai pikiran tentang kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi dan kelogisan secara intuitif.
Tabel 1. Perbandingan Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis
(TKBK) Elder dan Paul (2008)
TKBK