• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

6.7. Iuran Irigasi Berbasis Komoditas

Dengan pendekatan pengelolaan permintaan, komponen pokok biaya irigasi untuk setiap pengusahaan komoditas dihitung dengan menggandakan volume penggunaan air dalam usahatani tersebut dengan harga bayangannya. Volume penggunaan air irigasi untuk setiap (kelompok) komoditas berbeda dan bervariasi tergantung pada: (1) fase kegiatan dalam usahatani, (2) fase pertumbuhan tanaman, (3) faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi evapotranspirasi, (4) perkolasi, (5) pasokan air diluar air irigasi terutama curah hujan, dan (6) teknik pembarian air ke tanaman yang diterapkan. Di sisi lain harga bayangan air irigasi juga berubah, tergantung pada tingkat kelangkaan

sumberdaya tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani (harga keluaran, harga masukan usahatani, dan produktivitas usahatani).

Untuk usahatani padi, biaya irigasi yang tertinggi terjadi pada periode pengusahaan Juli – Oktober. Hal ini disebabkan puncak-puncak kebutuhan air irigasi dalam periode pengusahaan tersebut terjadi pada Bulan Juli (pengolahan tanah) dan September (masa pembungaan – pengisian malai), sedangkan harga bayangan air irigasi terus meningkat dan mencapai puncaknya pada Bulan September. Pada cakupan agregat (DAS Brantas), nilai air irigasi untuk usahatani padi periode pengusahaan tersebut mencapai Rp. 450 ribu/hektar (Tabel 29).

Tabel 29. Nilai air irigasi yang dibutuhkan untuk usahatani dirinci menurut kelompok komoditas dan periode pengusahaannya

Ribu Rupiah/Ha Kelompok komoditas Musim Tanam Periode

usahatani Hulu Tengah Hilir Agregat Padi MH: Okt-Jan 99.2 129.8 170.2 140.5 Nov-Feb 31.3 39.3 50.6 42.4 Des-Mar - - - - Jan-Apr - - - - MK-1: Feb-Mei - - - - Mar-Jun 16.7 21.1 26.9 22.6 Apr-Jul 72.9 92.3 117.8 99.0 Mei-Ags 154.6 197.5 256.1 213.2 MK-2: Jun-Sep 264.1 339.5 443.6 367.5 Jul-Okt 319.2 414.6 544.9 449.4 Ags-Nov 291.6 380.1 501.5 412.6 Sep-Des 207.4 272.0 359.0 295.1 MH: Okt-Jan 39.1 51.3 67.3 55.5 Palawija/ hortikultura-1 Nov-Feb 8.4 10.6 13.6 11.4 Des-Mar - - - - Jan-Apr - - - - MK-1: Feb-Mei - - - - Mar-Jun 3.6 4.5 5.8 4.9 Apr-Jul 18.6 23.5 30.0 25.2 Mei-Ags 55.4 70.7 91.6 76.3 MK-2: Jun-Sep 117.0 150.8 197.1 163.2 Jul-Okt 149.7 194.6 255.7 210.9 Ags-Nov 158.7 207.4 273.9 225.2 Sep-Des 107.2 140.6 185.4 152.5 MH: Okt-Des 36.1 47.4 62.2 51.3 Palawija/ hortikultura_2 Nov-Jan 7.6 9.6 12.3 10.3 Des-Feb - - - - Jan-Mar - - - - MK-1: Feb-Apr - - - - Mar-Mei - - - - Apr-Jun 8.6 10.9 13.8 11.7 Mei-Jul 37.2 47.0 60.0 50.4 MK-2: Jun-Ags 86.4 110.7 143.9 119.6 Jul-Sep 140.0 181.3 238.3 196.6 Ags-Okt 149.3 195.2 258.0 212.0 Sep-Nov 105.2 138.0 182.1 149.7 Tebu Setahun Okt-Sep 175.9 229.3 301.7 248.6

0 100 200 300 400 500 600

Hulu Tengah Hilir DAS Brantas

0 100 200 300 400 500 600

Hulu Tengah Hilir DAS Brantas

0 100 200 300 400 500 600

Hulu Tengah Hilir DAS Brantas

Berbeda dengan usahatani padi, pada usahatani palawija/hortikultur nilai air irigasi yang tertinggi terjadi pada masa pengusahaan Agustus-November. Nilai air irigasi untuk usahatani palawija/hortikultur-1 adalah sekitar Rp. 225000/hektar, sedangkan untuk palawija/hortikultur-2 adalah sekitar Rp. 212000/hektar.

Secara umum nilai air irigasi yang digunakan untuk usahatani tanaman semusim (padi, palawija, hortikultur) adalah nol atau sangat kecil jika siklus produksinya terjadi pada periode November/Desember – Mei/Juni. Hal ini disebabkan: (1) harga bayangan air irigasi pada periode Desember – Mei adalah nol, (2) harga bayangan air irigasi pada Bulan November dan Juni sangat rendah, (3) kebutuhan air untuk usahatani lebih rendah karena evapotranspirasi dan laju perkolasi lebih rendah daripada bulan-bulan lainnya, dan (4) sebagian besar kebutuhan air terpenuhi dari curah hujan.

Siklus usahatani tebu adalah sekitar setahun, dan tidak perlu melakukan penanaman tiap tahun karena hampir semua petani menerapkan sistem keprasan. Sebagian besar petani mengusahakan keprasan sampai 7 kali. Dengan kata lain, pertanaman tebu akan dibongkar dan diganti dengan tanaman tebu yang baru atau komoditas lainnya setelah 7 kali dikepras yang berarti setelah tahun ke delapan.

Jadwal tanam tebu yang ideal adalah Oktober – Desember agar panen dapat dilakukan pada Bulan Juli – September. Secara empiris sebagian besar petani mengawali periode tanam pertama pada Bulan Oktober sehingga puncak kebutuhan air untuk tanaman tebu terjadi pada Bulan-bulan Oktober/November, dan Mei – Juli. Pada saat itu sebagian besar kebutuhan air irigasi dapat dipenuhi dari curah hujan. Akibatnya nilai air irigasi untuk tanaman tebu hanya sekitar separuh dari nilai air irigasi yang dibutuhkan untuk usahatani padi pada musim kemarau-2, meskipun waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus produksi tebu hampir 3 kali lipat dari usahatani padi.

Walaupun angka-angka yang tertera pada Tabel 29 di atas menimbulkan kesan bahwa biaya irigasi sangat tinggi, tetapi dengan memilih waktu tanam yang tepat maka biaya irigasi yang harus dikeluarkan dapat ditekan sehingga lebih murah. Sebagai contoh, dapat dilihat dari biaya irigasi per hektar luas garapan pada solusi optimal. Untuk agregat DAS Brantas, rata-rata nilai air irigasi pada

solusi optimal adalah sekitar Rp. 77 500/hektar per musim. Jika diperhitungkan terhadap total luas baku sawah, nilainya adalah sekitar Rp. 203000/hektar/tahun. Rata-rata per luas garapan di di Sub DAS Hulu, Tengah, dan Hilir masing-masing adalah Rp. 59000, Rp. 72000, dan Rp. 94000/hektar, sedangkan per luas baku adalah sekitar Rp. 155000, Rp. 190000 dan Rp. 245000/hektar/tahun (Tabel 30).

Tabel 30. Nilai air irigasi yang digunakan pada usahatani solusi optimal

Luas sawah (Hektar) Nilai air irigasi (Ribu Rupiah) Cakupan wilayah

Baku Garapan per Th Total Per Ha Garapan Per Ha Baku

Sub DAS Hulu 12 321 32 357.1 1 897 305 58.6 154.0

Sub DAS Tengah 28 904 76 242.3 5 413 891 71.0 187.3

Sub DAS Hilir 27 362 71 416.3 6 640 083 93.0 242.7

DAS Brantas 68 587 180 015.7 13 951 280 77.5 203.4

Pola sebaran temporal nilai air irigasi cenderung mengikuti pola sebaran harga bayangan. Untuk cakupan agregat DAS Brantas, rata-rata nilai air irigasi yang tergunakan pada Bulan Agustus, September, Oktober dan November masing-masing adalah sekitar 46, 48, 38, 30 ribu rupiah per hektar (Gambar 25).

Gambar 25. Sebaran bulanan nilai air irigasi yang digunakan dalam usahatani pada solusi optimal

Analisis data empiris menunjukkan bahwa biaya irigasi yang dikeluarkan oleh petani sangat bervariasi. Untuk cakupan DAS Brantas, rata-rata adalah sekitar Rp. 48 000/hektar yang berarti sekitar 2 persen dari rata-rata biaya tunai.

0 10 20 30 40 50 60

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep

Sub DAS Hulu Sub DAS Tengah Sub DAS Hilir DAS Brantas

Sub DAS Hulu 28.1 22.2 - - - - - - 11.2 21.7 35.3 35.5

Sub DAS Tengah 33.9 27.6 - - - - - - 13.6 25.4 42.2 44.6

Sub DAS Hilir 46.3 36.2 - - - - - - 17.7 31.8 53.8 56.8

DAS Brantas 37.8 30.1 - - - - - - 14.8 27.3 45.6 47.9

Meskipun rata-rata biaya irigasi tersebut relatif rendah tetapi variasinya sangat tinggi yakni berkisar antara nol sampai dengan Rp. 868 000/hektar/tahun (Tabel 31). Hal ini disebabkan cukup banyak yang tidak membayar iuran irigasi, tetapi di sisi lain beberapa petani harus mengeluarkan biaya irigasi yang sangat banyak terutama untuk membeli air dari irigasi pompa.

Tabel 31. Biaya irigasi di pesawahan irigasi teknis DAS Brantas, 1999/2000

(Rp. 103/hektar/tahun)

Wilayah Variable

Rata-rata Galat baku Minimum Maksimum

Biaya irigasi permukaan 45.3 29.8 0.0 129.1

Biaya irigasi pompa 3.9 26.4 0.0 238.1

Total biaya irigasi 49.2 40.7 0.0 309.5

Pangsa (%)*) 2.5 2.2 0.0 16.6

Sub DAS Hulu

Total biaya usahatani 2 237.8 813.3 1 190.5 6 124.3

Biaya irigasi permukaan 33.2 30.8 0.0 157.1

Biaya irigasi pompa 32.8 84.5 0.0 857.1

Total biaya irigasi 66.0 90.1 0.0 868.1

Pangsa (%)*) 2.3 2.5 0.0 14.5

Sub DAS Tengah

Total biaya usahatani 2 830.9 895.1 1 265.1 7 737.1

Biaya irigasi permukaan 23.0 17.6 0.0 95.5

Biaya irigasi pompa 0.0 0.0 0.0 0.0

Total biaya irigasi 23.0 17.6 0.0 95.5

Pangsa (%)*) 0.9 0.7 0.0 3.8

Sub DAS Hilir

Total biaya usahatani 2 510.7 578.3 1 089.8 4 003.2

Biaya irigasi permukaan 32.8 28.1 0.0 157.1

Biaya irigasi pompa 14.6 58.1 0.0 857.1

Total biaya irigasi 47.5 65.0 0.0 868.1

Pangsa (%)*) 1.9 2.1 0.0 16.6

DAS Brantas

Total biaya usahatani 2 575.9 815.7 1 089.8 7 737.1

Faktor-faktor yang menyebabkan petani tidak membayar iuran irigasi antara lain adalah: (1) HIPPA tidak berfungsi dengan baik, (2) lahan sawahnya selama ini selalu cukup air dan ketergantungannya terhadap HIPPA sangat rendah, (3) di beberapa blok tertier pungutan iuran irigasi hanya diberlakukan untuk usahatani padi, (4) status petani adalah penyewa dan atau penyakap, sedangkan lahan garapannya ditanami komoditas non padi. Di sisi lain beberapa petani bukan hanya membayar iuran irigasi (IPAIR dan Iuran HIPPA), tetapi juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk irigasi pompa.

Di lapangan, biaya irigasi terutama diberlakukan untuk usahatani padi. Hanya di beberapa blok tertier diberlakukan untuk usahatani non padi, itupun hanya mencakup tebu dan beberapa jenis komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti tembakau. Rata-rata biaya irigasi yang dikeluarkan untuk usahatani padi pada musim hujan, musim kemarau-1, dan musim kemarau-2 masing-masing adalah Rp. 38 000, Rp. 49 000, dan Rp. 123 000/hektar/musim (Tabel 32).

Tabel 32. Biaya irigasi pada usahatani padi di Daerah Irigasi Brantas, 1999/2000

Musim Tanam I Musim Tanam II Musim Tanam III Komponen biaya irigasi

(Rp.1000/Ha) (%) (Rp.1000/Ha) (%) (Rp.1000/Ha) (%)

IPAIR 11.7 0.42 12.6 0.44 5 0.16

Iuran P3A 22.3 0.81 24.1 0.84 46 1.52

Irigasi Pompa 3.4 0.12 11.7 0.41 60.5 2.00

Biaya irigasi "informal" 1.0 0.04 0.9 0.03 1.4 0.04

Total biaya irigasi 38.3 1.39 49.3 1.72 112.8 3.73

Total biaya usahatani 2756.6 100.00 2860.7 100.00 3025.4 100.00

6.7.1. Penyederhanaan Sistem Iuran Berbasis Komoditas

Secara teoritis sistem iuran irigasi berbasis pengusahaan komoditas yang ideal adalah yang sangat rinci, baik dalam konteks rincian komoditas maupun periode pengusahaan. Sistem iuran irigasi seperti itu mendekati volumetric pricing (Rodgers, 2002). Akan tetapi sistem iuran irigasi berbasis komoditas yang sangat rinci hanya dapat diterapkan jika kondisi derajat pertama dan kedua berikut ini dipenuhi. Kondisi derajat pertama adalah terbentuknya persepsi yang kuat di kalangan petani bahwa air irigasi adalah merupakan sumberdaya ekonomi yang langka sehingga untuk mendapatkannya perlu biaya. Kondisi derajat kedua adalah bahwa kelembagaan yang diterapkan dalam sistem distribusi sumberdaya tersebut menggunakan mekanisme pasar meskipun dalam bentuk yang masih sangat sederhana; atau sekurang-kurangnya prinsip pertukaran dapat diterapkan. Kondisi yang kondusif untuk penerapan sistem iuran irigasi yang sangat rinci adalah skala usahatani yang dikelola oleh petani memadai. Dengan kata lain, sistem iuran irigasi berbasis komoditas yang sangat rinci sulit diterapkan jika struktur penguasaan garapan di wilayah itu terdiri atas unit-unit usahatani skala mikro, sangat beragam dan terpencar.

Rata-rata luas garapan usahatani yang dikelola petani di wilayah pesawahan di DAS Brantas (maupun Indonesia pada umumnya) adalah sekitar 0.34 hektar/musim; bahkan tak kurang dari 40 persen diantaranya kurang dari 0,25 hektar. Komoditas yang diusahakannyapun sangat beragam dan sebagian diantaranya menerapkan sistem tumpangsari. Selain itu, cukup banyak petani yang sebenarnya gantungan nafkah utamanya bukan usahatani tersebut karena lebih dari 50 persen pendapatan rumah tangga justru berasal dari aktivitas luar pertanian. Kesemuanya itu merupakan faktor-faktor yang tidak kondusif untuk penerapan sistem iuran irigasi berbasis komoditas yang rinci. Oleh karena itu yang dapat diterapkan adalah sistem iuran irigasi berbasis komoditas yang telah disederhanakan. Sudah barang tentu penyederhanaan itu menyebabkan: (a) sejumlah petani terpaksa membayar lebih mahal dari yang seharusnya, sedangkan petani yang lain membayar lebih murah dari yang semestinya, (b) turunnya efektivitas sistem iuran irigasi berbasis komoditas dalam mendorong peningkatan efisiensi irigasi.

Sasaran dari penyederhanaan sistem iuran irigasi berbasis komoditas adalah agar mudah diterapkan. Penyederhanaan dapat ditempuh dengan melakukan agregasi menurut jenis komoditas, periode pengusahaan, maupun kombinasi dari keduanya. Selain agregasi, dimensi lain yang perlu dipertimbangkan dalam menyederhanakan sistem iuran berbasis komoditas adalah sistem pembayarannya. Dalam konteks ini, ada dua aspek yang tercakup: (1) modifikasi unit waktu pembayaran (per musim, per tahun), dan (2) modifikasi cara pembayaran (tunai, bagi hasil).

Penyederhanaan melalui metode agregasi yang paling penting adalah dalam aspek periode pengusahaan. Agregasi yang paling lazim adalah berdasarkan musim tanam. Jadi periode pengusahaan tanaman semusim dipilah menjadi tiga Musim Tanam (MT) yaitu: MT I (MH), MT II (MK-1), dan MT III (MK-2).

Secara empiris diketahui bahwa jadwal tanam padi MT I merupakan determinan pola tanam dalam satu tahun. Sebagai contoh, jika tanam padi MT I dapat dilakukan lebih awal maka jadwal tanam MT II dan MT III juga dapat dilakukan lebih awal. Bukan hanya itu, alternatif yang tersedia dalam memilih