• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.4. Formulasi Iuran Irigasi Berbasis Komoditas

4.5.4. Pemilihan Variabel Penjelas

Sasaran akhir dari serangkaian analisis ini adalah untuk menemukan variabel-variabel kunci yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi penerapan dari sistem pembayaran iuran irigasi berbasis komoditas. Oleh karena itu, pemilihan variabel-variabel penjelas (explanatory variable) yang mempengaruhi probabilitas petani dalam konteks pemilihan pola usahatani (monokultur versus berdiversifikasi) maupun dalam konteks partisipasi pembayaran iuran irigasi harus dikaitkan dengan kebutuhan untuk perumusan strategi tersebut di atas.

Secara teoritis sangat banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan strategi penerapan sistem iuran irigasi berbasis komoditas baik yang mencakup aspek teknis maupun sosial ekonomi. Aspek teknis mencakup variabel-variabel yang menentukan kelayakan teknis penerapan, misalnya: teknik distribusi air, teknik pengukuran luas pengusahaan suatu komoditas tertentu, dan sebagainya. Penelitian ini difokuskan pada aspek sosial ekonomi.

Dalam aspek sosial ekonomi, himpunan variabel penjelas mencakup variabel yang sifatnya eksternal maupun internal. Aspek sosial ekonomi yang sifatnya eksternal misalnya kebijaksanaan pemerintah di bidang harga masukan dan keluaran usahatani, kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pengembangan irigasi, dan lain sebagainya. Aspek yang sifatnya internal (berada dalam kendali petani) seringkali terkait karakteristik intrinsik petani. Secara hipotetis, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani dalam pengambilan keputusan dalam penerapan pola tanam dan partisipasi dalam pembayaran iuran irigasi adalah: 1. kapabilitas managerial usahatani

2. keuntungan usahatani di lahan sawah per unit luas garapan per tahun. 3. kemampuan permodalan untuk usahatani

4. penguasaan lahan untuk usahatani

5. kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga 6. kontribusi pendapatan di luar pertanian terhadap ekonomi tumah tangga 7. karakteristik rumah tangga petani

Selain faktor-faktor tersebut di atas, terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi katersediaan air irigasi di lahan petani (jarak dari pintu terhadap pintu tertier, akses terhadap saluran kwarter, luas persil lahan garapan yang sering kekurangan air, intensitas kekeringan), kualitas lahan, penguasaan peralatan yang dibutuhkan untuk mengatasi kekurangan air, dan kinerja organisasi yang menjadi wadah petani dalam pengelolaan irigasi (Organisasi P3A – di Jawa Timur disebut Himpunan Petani Pemakai Air yang disingkat HIPPA). Faktor-faktor ini tidak sepenuhnya berada dalam kendali petani tetapi mempengaruhi keputusan petani dalam usahatani; dan karenanya diinkorporasikan dalam model.

4.5.4.1. Kapabilitas managerial petani dalam usahatani padi

Kapabilitas managerial adalah suatu konsep yang merefleksikan kemampuan seseorang atau lembaga dalam mengorganisasikan informasi, pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya yang dapat dikendalikannya (internalized) dalam rangka mencapai tujuan. Dengan asumsi petani bertujuan memaksimumkan keuntungan maka pengambilan keputusan petani mencakup aspek-aspek: (1) apa yang akan diusahakan, (2) seberapa banyak, (3) kapan, (4)

dimana (5) dengan cara apa, dan (6) akan dijual kapan dan dalam bentuk apa serta dimana. Aspek (1) sampai dengan (4) lazimnya menentukan pola tanam, aspek (5) berkaitan dengan teknik budidaya (pra panen dan pasca panen), sedangkan aspek (6) berkaitan dengan masalah pemasaran produk yang dihasilkannya.

Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam berproduksi. Proses produksi tidak efisien karena dua hal berikut. Pertama, karena secara teknis tidak efisien. Ini terjadi karena ketidak berhasilan mewujudkan produktivitas maksimal; artinya per unit paket masukan (input bundle) tidak dapat menghasilkan produksi maksimal. Kedua, secara alokatif tidak efisien karena pada tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum. Ini terjadi karena produk penerimaan marginal (marginal revenue product) tidak sama dengan biaya marginal (marginal cost) masukan yang digunakan. Efisiensi ekonomi mencakup efisiensi teknis maupun efisiensi alokatif.

Sebagai individu, petani adalah price taker pasar masukan maupun keluaran usahatani sehingga cara petani untuk memaksimumkan keuntungan adalah melalui peningkatan efisiensi teknis dalam usahataninya. Dengan demikian tingkat efisiensi teknis dapat digunakan sebagai proksi kapabilitas managerial.

Metode estimasi tingkat efisiensi teknis (TE) yang banyak digunakan adalah pendekatan stochastic production frontier (SPF). Metode ini diperkenalkan oleh Aigner, Lovell and Schmidt (1977) maupun Meeusen dan van den Broek (1977). Pengembangan berikutnya banyak dilakukan antara lain oleh Greene (1993) dan Coelli (1996). Elaborasi pengaruh risiko dalam pemodelan dan estimasinya dapat disimak misalnya pada Kumbhakar (2002). Estimasi TE dengan model SPF yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimak pada Lampiran 10.

Kapabilitas managerial dalam usahatani padi dapat berpengaruh positif maupun berpengaruh negatif terhadap peluang berdiversifikasi. Pengaruh positif terjadi jika kapabilitas managerial dalam usahatani yang dicapainya merupakan landasan untuk mengembangkan kapabilitas managerialnya dalam usahatani secara umum. Sebaliknya, berpengaruh negatif terhadap peluang berdiversifikasi apabila tingkat pencapaian kapabilitas managerial dalam usahatani padi merupakan wujud dari dari upaya spesialisasi dalam usahatani padi.

4.5.4.2. Keuntungan usahatani di lahan sawah per unit luas garapan per tahun

Keuntungan usahatani padi merupakan salah satu tolok ukur dari tingkat keberhasilan petani dalam mengelola usahatani dalam mencapai tujuannya untuk memaksimalkan pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi. Jika petani hanya mengusahakan komoditas padi maka secara teoritis ada korelasi yang kuat antara tingkat efisiensi teknis (TE) tersebut di atas dengan keuntungan usahatani. Akan tetapi secara empiris sangat banyak petani yang tidak hanya berusahatani padi tetapi juga komoditas lainnya.

Dalam satu tahun keuntungan yang diperoleh petani bukan hanya berasal dari usahatani padi tetapi juga usahatani komoditas yang lain; dan merupakan hasil penjumlahan dari 2, 3, atau bahkan 4 siklus usahatani, tergantung pada intensitas tanam yang diterapkan petani. Secara tunai, keuntungan usahatani per unit luas garapan per tahun adalah sama dengan total penerimaan yang diperoleh dari usahatani itu selama satu tahun dikurangi dengan total biaya tunai usahatani yang dikeluarkan untuk usahatani tersebut.

Dalam batas-batas tertentu total keuntungan usahatani per luas garapan per tahun dapat dipandang sebagai produktivitas usahatani (komposit) lahan sawah. Oleh karena itu diduga berpengaruh positif terhadap probabilitas petani untuk berdiversifikasi; dan merupakan berpengaruh positif pula terhadap tingkat partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi.

4.5.4.3. Kemampuan permodalan petani

Modal yang dibutuhkan petani untuk melakukan usahatani berasal dari modal sendiri maupun pinjaman. Secara empiris akses petani terhadap sumber modal dari lembaga perkreditan (terutama lembaga perkreditan formal) sangat rendah sehingga sebagian besar petani mengandalkan modal sendiri (swadana).

Pendapatan rumah tangga petani bukan hanya berasal dari usahatani di lahan sawah tetapi juga dari usahatani di lahan lainnya, dari usaha ternak, dari berburuh tani, kegiatan ekonomi di luar pertanian, bahkan juga dari pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja (kiriman dari anggota keluarganya yang bekerja di di kota, dari pensiun, dan sebagainya).

Sebagian dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan sebagian lainnya dialokasikan untuk usahatani. Dengan asumsi bahwa ketersediaan modal untuk usahatani berbanding lurus dengan surplus pendapatan, maka kemampuan permodalan petani dapat diproksi dari rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran.

Kemampuan permodalan usahatani diduga berpengaruh positif terhadap probabilitas berdiversifikasi pada komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi, tetapi berpengaruh negatif untuk berdiversifikasi pada komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi. Variabel ini diduga juga berpengaruh positif terhadap partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi.

4.5.4.4. Penguasaan lahan usahatani

Terdapat tiga variabel penting yang tercakup dalam konteks penguasaan lahan yang diduga berpengaruh terhadap pola usahatani maupun partisipasi dalam pembayaran iuran irigasi. Ketiga variabel tersebut adalah: (1) luas garapan, (2) status garapan (milik versus bukan milik), dan (3) jumlah persil lahan garapan.

Diduga luas garapan merupakan faktor positif terhadap probabilitas petani memilih pola tanam berdiversifikasi maupun maupun probabilitasnya untuk berpartisipasi aktif dalam iuran irigasi. Jumlah persil lahan garapan diduga merupakan faktor negatif terhadap probabilitas terhadap kedua hal tersebut di atas.

Petani dengan status garapan milik diduga cenderung memilih pola tanam berdiversifikasi. Variabel ini diduga merupakan faktor positif pula untuk mendorong partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi.

Konfigurasi lahan garapan berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan tenaga kerja maupun efektivitas kontrol dalam pengelolaan usahatani. Secara teoritis, pengelolaan usahatani pada hamparan lahan garapan yang terkonsolidasi (tidak terpencar-pencar) relatif lebih mudah. Oleh karena itu, diduga semakin banyak jumlah persil sawah garapan semakin rendah probabilitas petani untuk memilih pola tanam berdiversifikasi. Variabel ini diduga juga berpengaruh negatif terhadap partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi.

4.5.4.5. Kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga

Tidak banyak berbeda dengan petani Indonesia pada umumnya, sumber pendapatan rumah tangga petani di daerah pertanian beririgasi juga beragam. Per definisi, usahatani di lahan sawah merupakan salah satu sumber pendapatan yang selalu ada pada setiap rumah tangga petani lahan sawah. Meskipun demikian, kontribusinya beragam, tergantung dari jumlah pendapatan yang diperoleh dari usahatani di lahan sawah maupun pendapatan dari sumber lain. Secara teoritis, semakin luas lahan garapan usahataninya maka semakin besar kontribusi pendapatan yang dapat diperoleh dari lahan sawah.

Diduga kontribusi pendapatan dari usahatani di lahan sawah merupakan faktor positif terhadap probabilitas petani untuk berdiversifikasi, baik diversifikasi dengan mengusahakan komoditas usahatani bernilai ekonomi tinggi maupun lainnya. Variabel ini diduga berpengaruh positif terhadap probabilitas petani untuk berpartisipasi lebih tinggi dalam membayar iuran irigasi.

4.5.4.6. Kontribusi pendapatan dari luar pertanian

Kontribusi sektor luar pertanian dalam ekonomi rumah tangga petani cukup penting. Bahkan bagi sebagian besar rumah tangga yang luas garapan usahataninya sempit merupakan sumber pendapatan utama.

Jika kontribusi pendapatan dari luar pertanian mencerminkan peranannya dalam ekonomi rumah tangga, maka variabel ini diduga merukapan faktor negatif terhadap probabilitas petani memilih pola tanam berdiversifikasi maupun terhadap probabilitas petani untuk berpartisipasi lebih baik dalam pembayaran iuran irigasi.

4.5.4.7. Karaktersitik rumah tangga petani

Karakteristik rumah tangga petani yang diduga berpengaruh terhadap probabilitas petani dalam memilih pola tanam maupun tingkat partisipasi dalam iuran irigasi adalah: (1) jumlah anggota rumah tangga yang bekerja (termasuk yang statusnya hanya membantu) pada kegiatan usahatani di lahan sawah, (2) umur kepala keluarga rumah tangga petani, dan (3) tingkat pendidikan petani.

Jumlah anggota rumah tangga yang bekerja pada kegiatan usahatani diduga merupakan faktor positif. Umur kepala rumah tangga diduga merupakan faktor negatif, sedangkan tingkat pendidikan diduga merupakan faktor positif.

4.5.4.8. Akses lahan garapan terhadap saluran irigasi di blok tertier

Di tingkat usahatani, akses lahan garapan terhadap saluran irigasi dimana pasokan air didistribusikan terutama ditentukan oleh posisi lahan garapan dari pintu tertier dan saluran kwarter. Sebenarnya ada faktor-faktor lain seperti kualitas saluran-saluran irigasi tersebut maupun topografi hamparan. Akan tetapi dalam penelitian ini data yang berhasil digali dengan baik adalah jarak lahan dari pintu tertier dan tingkat aksesibilitas (kualitatif) lahan terhadap saluran kwarter.

Diduga semakin baik aksesibilitas lahan sawah garapan terhadap saluran irigasi semakin tinggi pula probabilitas petani untuk memilih pola tanam yang dianggap paling menguntungkan (berdiversifikasi). Jadi merupakan faktor positif. Kedua variabel tersebut diharapkan juga merupakan faktor positif terhadap tingkat partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi.

4.5.4.9. Tingkat kecukupan air irigasi

Tingkat kecukupan air irigasi di suatu lahan garapan dipengaruhi oleh: (1) aksesibilitasnya terhadap saluran irigasi, (2) kondisi pasokan air irigasi di saluran tertier maupun kuarter, (3) posisi vertikal relatif lahan tersebut terhadap hamparan lahan garapan petani lain maupun permukaan air di saluran pemasok air irigasi, dan (3) sistem distribusi air irigasi. Ada dua variabel yang dapat digunakan sebagai proksi tingkat kecukupan air irigasi di lahan garapan yaitu:

1. Luas lahan garapan yang sering mengalami kekurangan air. Ini diproksi dari luas (bagian) hamparan lahan yang pada musim kemarau-1 kebutuhan air irigasinya tidak dapat terpenuhi dari pasokan air irigasi permukaan. Diduga pangsa luas lahan cukup air irigasi merupakan faktor negatif terhadap probabilitas memilih pola tanam berdiversifikasi, tetapi merupakan faktor positif terhadap partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi.

2. Intensitas kekeringan. Ini diproksi dari durasi (berapa hari) lahan garapan tersebut tidak memperoleh pasokan air irigasi yang cukup sehingga petani harus menanggulanginya dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan irigasi pompa. Diduga variabel ini merupakan faktor negatif terhadap probabilitas petani untuk berdiversifikasi, maupun partisipasi petani untuk membayar iuran irigasi yang berkualitas.

4.5.4.10. Kualitas lahan

Kualitas lahan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kecukupan air tetapi juga kesuburannya, aksesibilitasnya terhadap prasarana transportasi dan sebagainya. Di wilayah agraris, untuk tipe lahan yang sejenis maka kualitas lahan berkorelasi positif dengan harga lahan tersebut. Akan tetapi dalam penelitian ini data tentang harga lahan garapan tidak lengkap sebagian besar petani (hampir 50 persen) tidak dapat menaksir dengan baik harga lahan garapannya, sedangkan data harga lahan dari sistem administrasi desa tidak tersedia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kualitas lahan diproksi dari nilai pajak lahan tersebut. Diduga, nilai lahan merupakan faktor positif terhadap probabilitas petani dalam memilih pola tanam berdiversifikasi maupun tingkat partisipasi dalam pembayaran iuran irigasi.

4.6. Lokasi Penelitian dan Prosedur Pengambilan Contoh 4.6.1. Lokasi Penelitian

Valuasi air irigasi membutuhkan data pasokan air irigasi yang terukur dengan baik dan data usahatani yang lengkap. Selain itu, aspek lain yang sangat penting dipertimbangkan adalah tingkat apresiasi petani terhadap peranan air irigasi. Apresiasi petani terhadap peranan air irigasi dapat dilihat dari pola tanam, pendayagunaan sumberdaya air untuk irigasi dan mekanisme alokasinya. Logikanya, pendekatan teori ekonomi untuk memecahkan masalah semakin relevan jika apresiasi petani terhadap sumberdaya tersebut lebih banyak berlandaskan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi.

Berdasarkan pertimbangan itu maka lokasi penelitian adalah di Sistem Irigasi Teknis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Jawa Timur (lokasi Sub DAS contoh dapat disimak pada Lampiran 3). Sistem pemantauan pasokan air

irigasi sampai di pintu air tertier pada sistem irigasi teknis di lokasi ini dilakukan setiap sepuluh ("Dasarian"). Selain data debit, data lain yang dipantau adalah "data tanaman" yaitu luas tanam padi, palawija (jagung, kedele, dan sebagainya, serta tebu). Pencatatan data dilakukan oleh Aparat Seksi Cabang Pengairan dan kemudian dikumpulkan di Kantor Seksi Cabang Pengairan setempat.

Luas DAS ini adalah 11800 Km2. Total lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian (arable land) adalah 636 000 Ha. Sekitar 324 000 Ha diantaranya adalah lahan pertanian beririgasi (pesawahan) dimana 316 000 Ha diantaranya memperoleh pasokan utama air irigasi dari Sungai Brantas dan anak-anak sungainya. Dari segi ekonomi regional, kontribusi GDP wilayah yang tercakup di DAS Brantas terhadap total GDP Jawa Timur mencapai 65 persen (JICA, 1998).