Ahsanul Khalikin
A. PENDAHULUAN
Jamaah Tabligh (JT) merupakan gerakan keagamaan transnasional yang pada mulanya lahir dan berkembang di India.
Gerakan ini didirikan pada tahun 1926 di Mewat, India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawy bin Maulana Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh pendirinya.
Ia merupakan keturunan dari keluarga alim dan ahli agama di Mewat. Gerakan ini berkembang pesat tidak hanya di wilayah India dan Bangladesh, namun juga ke berbagai belahan dunia lainnya, termasuk Indonesia (Umdatul Hasanah, 2014: 22).
Di Indonesia, gerakan ini konon mulai muncul pada tahun 1952 di Masjid al-Hidayah Medan. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan prasasti yang terdapat di masjid tersebut. Gerakan ini semakin nyata menunjukan keberadaannya pada tahun 1974 yang berpusat di Masjid Kebon Jeruk Jakarta. Keberadaan markas ini menunjukkan bahwa Jamaah Tabligh di Indonesia telah mendapatkan tempat dan tanggapan positif, terlebih dengan banyaknya pengikut jamaah ini di nusantara. Lebih dari
itu, lembaga kaderisasi dai Jamaah Tabligh juga telah didirikan yang dipusatkan di Pondok Pesantren al-Fatah Magetan, Jawa Timur. (Umdatul, 2014: 22).
Islam yang terlihat pada wajah Jamaah Tabligh adalah santun, rendah hati, dan cenderung menghindar dari khilafi yah (perbedaan pendapat). Para aktivis Jamaah Tabligh (karkun) secara rajin dan berkesinambungan berkhuruj (keluar) untuk menyampaikan dakwah Islam dengan cara yan gmenarik, agar Islam menjadi sistem hidup para pemeluknya di dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar pemeluk agama Islam melaksanakan ajaran Islam secara kaff ah, tidak sepotong-sepotong terutama dalam hal shalat berjamaah di masjid (Khalimi, 2010: 199).
Tujuan utama gerakan ini adalah membangkitkan jiwa spiritual dalam diri dan kehidupan kaum muslim. Jamaah Tabligh adalah pergerakan non-politik terbesar di seluruh dunia. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau Zumindaar (bahasa Urdu) (Adlin, 2011: 137). Jamaah Tabligh juga dikenal memiliki kebiasaan dan tradisi yang unik yang sarat dengan berbagai macam simbol dalam penampilan fi sik, seperti memelihara jenggot serta pakaian khas dengan model jalabiya (celana longgar cingkrang dengan baju atasan panjang hingga lutut). Selain itu, ciri- ciri lain mereka adalah menggunakan parfum beraroma khas, makan bersama dengan tangan dalam satu nampan, kebiasaan menggunakan siwak untuk menjaga kebersihan mulut, dan masih banyak lagi ciri khas lainnya yang sarat dengan makna kebajikan dan mengikuti sunnah. (Umdatul, 2014: 24)
Ajaran pokok JT adalah menghindari kekuasaan dan ranah politik. Begitupun metode dakwah JT yang cenderung memuliakan orang yang dijadikan sasaran dakwahnya menimbulkan kesan bahwa JT jauh dari tindakan-tindakan radikal, memaksakan kehendak, atau mengkafi rkan orang lain (takfi ri), apalagi melakukan tindakan-tindakan teror (Adlin, 2011: 177).
Umumnya, JT menjadikan masjid di setiap yang mereka kunjungi sebagai basis dakwah dan penyebaran manhaj salafi nya.
Karena kegiatannya inilah, gerakan JT sering disebut sebagai gerakan sempalan. Bahkan, JT telah dituduh sebagai gerakan keagamaan yang sering mengambil alih atau menduduki masjid kaum Muslim kebanyakan. Istilah sempalan ini lazim digunakan untuk aliran agama yang oleh lembaga-lembaga agama yang sudah mapan seperti NU , Muhammadiyah dan MUI (lembaga yang dibentuk pemerintah) dianggap sesat dan membahayakan keyakinan umat atau mengancam keberadaan paham aswaja (ortodoksi). Tapi, secara sosiologis, sempalan berarti gerakan yang menyimpang atau memisahkan diri dari aliran induk (mainstream) yang menjadi anutan kebanyakan umat (Adlin, 2011: 189).
Beberapa pertanyaan akan menjadi fokus penelitian ini, seperti (1) adakah perubahan isi doktren dan manajemen khuruj Jamaah Tabligh (JT) di Temboro, Magetan? (2) Bagaimana Jamaah Tabligh (JT) di Temboro, Magetan merespon kebutuhan agama komunitas milenial dan kondisi muslim global? (3) Apakah Jamaah Tabligh (JT) di Temboro, Magetan masih merasa dipersekusi muslim lain?
Lebih jauh lagi, tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui model kerukunan dalam kelompok keagamaan di Temboro, Magetan, terutama Gerakan Keagamaan Jamaah Tabligh (JT) sehingga keberadaannya tampak semakin harmoni pada masyarakat sekitarnya.
B. SIGNIFIKANSI
Tulisan ini dapat digunakan oleh para pimpinan di lingkungan Kementerian Agama serta berbagai komunitas lainnya. Sebagai sosialisasi kepada semua pihak yang ingin melakukan penyelesaian permasalahan terkait gerakan keagamaan dengan model penyelesaian permasalahan, baik secara hukum maupun kompromi.
C. METODE
Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari informan melalui wawancara dan observasi.
Adapun data sekunder berupa penelitian pihak lain dan dokumen.
Focus Grouf Descution (FGD) dilakukan dengan para narasumber, disertai juga dengan kunjungan ke markas Pesantren Al Fatah Temboro, Magetan, dan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini. Narasumber dipilih dari unsur pimpinan dan jamaah Jamaah Tabligh Temboro, Magetan, pimpinan ormas Islam; (NU , Muhammadiyah dan Salafi ), cendekiawan dan pemerintah setempat yang memiliki pengetahuan/pengalaman terkait keberadaan JT.
Lingkup data dan informasi yang akan digali selama visitasi adalah sebagai berikut:
a) Jamaah Tabligh masih merasa dipersekusi muslim lain;
b) Isi doktren baru;
c) Pola baru manajemen khuruj;
d) Pola JT merespon kebutuhan agama komunitas milenial;
e) Jamaah Tabligh (JT) merespons kondisi muslim global;
f) Pergeseran fokus isi dakwah JT;
g) JT menilai masyarakat muslim Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir; dan
h) Aktivis-aktivis politik yang menyempatkan waktunya untuk khuruj.
D. PENELITIAN TERDAHULU
Ada beberapa hasil penelitian JT yang dilakukan banyak pihak dengan topik yang berbeda-beda. Di antaranya sebagai berikut:
1. Sejarah Masuk dan Perkembangan Jamaah Tabligh di Temboro Magetan oleh Rowi Dalhari, 2014. Dalam kesimpulannya,
“Saat ini gerakan dakwah Jamaah Tabligh sudah masuk ke Instansi pemerintah seperti POLRES Magetan, LANUD Iswahyudi Magetan, ARMED Ngawi dan lain-lain. Selain itu, Jamaah Tabligh juga banyak mempunyai pengaruh dalam merubah kehidupan masyarakat Temboro dari segi ekonomi, cara berpakaian dan kehidupan sehari-hari.
Ajaran Jamaah Tabligh sebenarnya tidak berbeda dengan ajaran Jamaah Tabligh pada umumnya. Tetapi Jamaah
Tabligh di Temboro menggunakan Madzhab Imam Syafi ’i yang kebanyakan dianut oleh mayoritas masyarakat Islam di Indonesia. Selain itu ajaran Jamaah Tabligh di Temboro menggunakan Tariqat Nahsabandiyah”;
2. Studi atas Strategi Dakwah Jamaah Tabligh di Desa Temboro, Magetan oleh Zahid, Reza Ahmad Lc, 2007. Penulis menemukan delapan strategi Jamaah Tabligh sebagai kunci keberhasilan pergerakan ini, yaitu (1) mewujudkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya fungsi agama untuk kehidupan manusia; (2) Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan. (3) Tidak melakukan diskriminasi sosial; (4) Dakwah yang bersifat ekonomis; (5) Menjauhi masalah politik; (6) Memperluas relasi dengan tokohtokoh masyarakat; (7) Bersifat inklusif terhadap semua aliran;
dan (8) Menjadikan masjid sebagai sarana utama dalam berdakwah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi tersebut memiliki dua fungsi yaitu sebagai strategi penyebaran Jamaah Tabligh dan strategi vitalitas pergerakan Jamaah Tabligh. Strategi tersebut, selain direalisasikan oleh kalangan anggota Jamaah Tabligh di desa Temboro, juga di realisasikan oleh anggota Jamaah Tabligh secara umum.
Pergerakan Jamaah Tabligh dalam misi penyebarannya dapat dikatakan sukses. Adapun kesuksesan Jamaah tabligh di desa Temboro sangat dipengaruhi oleh kharisma seorang kyai sebagai tokoh masyarakat desa setempat.
3. Keberadaan Kelompok Jamaah Tabligh dan Reaksi Masyarakat (Perspektif Teori Penyebaran Informasi dan Pengaruh) oleh
Umdatul Hasanah dalam tulisan Jurnal Indo-Islamika, Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni, 2014.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa kehadiran Jamaah Tabligh mendapat tanggapan positif. Mereka juga merupakan bagian dari kekuatan Islam yang dapat bekerja sama dengan kekuataan Islam lainnya. Melalui semangat dakwah yang tinggi menjadikan Islam semakin tersebar luas bahkan sampai pelosok pedalaman. Semangat dakwah mereka merupakan hal yang terpuji dengan segala kelebihan dan kekurangan metode yang mereka lakukan.
Kajian ini selain melihat beberapa yang sudah ada, penulis juga ingin tahu Gerakan Keagamaan Jamaah Tabligh Temboro, Magetan yang terjadi sekarang ini.
E. LANDASAN TEORI
Stephen W. Little John dan Karen A. Foss dalam bukunya Teori-Teori Komunikasi (TheoriesofHumanCommunication) menyatakan bahwa dalam komunikasi bahasa erat hubungannya dengan budaya dan masyarakat dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Suatu gagasan dapat berkembang atau tidak, berpengaruh atau tidak, bergantung pada proses penyebaran, kemudian baru berdampak terhadap masyarakat.
Setidaknya ada lima tradisi yang membahas tentang budaya dan dalam hubungannya dengan proses komunikasi (Umdatul, 2014:
25). Pertama, tradisi Semiotik, yaitu menghubungkan antara bahasa dengan budaya terlihat dalam teori relatifi tas linguistik dan teori tentang kode-kode bahasa. Kedua, tradisi Sibernetika, yaitu yang menghubungkan masyarakat dengan penyebaran
informasi yang dalam hal ini terdapat dua teori, yaitu dinamika efek sosial dan teori penyebaran informasi dan pengaruh. Ketiga, tradisi Fenomenologi, yaitu teori tafsir budaya. Keempat, tradisi Sosiokultural (Ethnography of Communication dan Performance Ethnography). Kelima, adalah tradisi Kritis(Umdatul, 2014: 25).
Secara aplikatif, teori yang digunakan dalam kajian ini adalah teori penyebaran informasi dan pengaruh dari Everett Rogers.
Teori ini menjelaskan bahwa penyebaran informasi memiliki dampak terhadap perubahan sosial. Teori ini didasarkan pada tiga proses perubahan sosial yaitu penemuan, penyebaran informasi dan dampak, dan akibat atau pengaruh (Umdatul, 2014: 25).
Perubahan terjadi baik secara internal dari dalam sebuah komunitas atau juga dari luar melalui hubungan dengan agen perubahan dari luar kelompok. Menurut Rogers dibutuhkan waktu yang lama dalam menyebarkan suatu pemikiran.
Keberadaan agen perubahan diharapkan dapat mempersingkat hasil dari sebuah inovasi atau pemikiran. Sebuah inovasi akan memiliki akibat baik fungsional maupun disfungsional, akibat langsung maupun tidak langsung, secara nyata maupun tersembunyi (Umdatul, 2014: 25).
Intinya, teori ini menghubungkan penyebaran informasi dengan perubahan sosial, yang terdiri atas penemuan, penyebaran dan akibat atau dampak. Teori tersebut di atas akan digunakan dalam tulisan ini sebagai alat analisa keberadaan kelompok Jamaah Tabligh yang melakukan inovasi dalam berdakwah yang berbeda dari tradisi dakwah di masyarakat pada umumnya (Umdatul, 2014: 26).
Jamaah Tabligh merupakan gerakan dakwah yang berpijak pada penyampaian (tabligh) secara berjamaah dengan materi tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang ditemuinya. Dalam hal ini, umat Islam menjadi sasaran utama dakwah mereka. Model dakwah semacam ini didasarkan pada alasan bahwa jika umat Islam sudah menjalankan ajaran dan tradisi Islam secara benar dan baik, maka akan menjadikan seluruh dunia baik. Dengan demikian, umat di luar Islam juga akan merasakan kebaikannya sehingga umat Islam akan menjadi teladan bagi umat lainnya. Meskipun, sasaran utama dakwah ini adalah umat Islam, bukan berarti mengabaikan dakwah terhadap non-muslim karena hal itu juga sangat penting setelah terlebih dahulu membenahi diri sendiri dari dalam (Umdatul, 2014: 27).
F. SEKILAS GAMBARAN TEMBORO
Julukan Kampung Madinah terletak di Desa Temboro, kecamatan Karas, kabupaten Magetan, pada posisi geografi 7°35’14.41’’ Lintang Selatan; 111°23’24.09’’ Bujur Timur. Desa Temboro ini dapat dicapai melalui jalan raya dari Madiun menuju Ngawi sesudah terminal Maospati (dekat komplek Angkatan Udara Iswahyudi), sekitar 200 m ke arah Ngawi, kemudian belok ke kiri (barat) memasuki jalan desa sejauh kurang lebih 1.5 km. Kampung Madinah ini berdekatan dengan pondok pesantren (PP Al Fatah), dan kehidupan sehari-hari banyak dipengaruhi oleh pondok yang memiliki santri sekitar puluhan ribuan.
Temboro adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Pola pembangunan di desa ini lebih didominasi oleh pertanian
pangan yaitu palawija dan tebu. Batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Jungke, dan Desa Karas. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Temenggungan, Desa Winong, dan Desa Kembangan. Sebelah selatan berbatasan denag Desa Kedungguwo. Sebelah barat berbatasan dengan desa Taji.
Seluruh penduduk Desa Temboro adalah penganut agama Islam yang sangat religius, ini tak lepas karena di Desa Temboro ada Pondok Pesantren Al Fatah. Pondok Pesantren Al Fatah sangat aktif berdakwah untuk mensiarkan agama Islam, tidak hanya di sekitar desa tapi keseluruh pelosok Indonesia, bahkan ke luar negeri.
G. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Masuknya gerakan dakwah Jamaah Tabligh ke Temboro, Magetan tidak melalui Jamaah yang sudah lebih dahulu eksis di Indonesia, melainkan diperkenalkan secara langsung oleh Jamaah yang datang dari India di bawah pimpinan Amîr Ahmad Shabur, yaitu sekitar tahun 1980an. Ahmad Shabur sendiri adalah salah seorang cendekiawan dan guru besar di Universitas Alighard India. Di Temboro, Ahmad Shabur beserta Jamaah yang lain berdakwah dari pintu ke pintu rumah masyarakat.
Mengajak dan memberi contoh konkrit kepada masyarakat untuk memakmurkan masjid, senantiasa salat berjamaah, membaca al-Qur’ân, menyampaikan hadis-hadis Nabi serta pengajaran adab-adab Islam sesuai petunjuk dari al-Qur’ân dan sunnah Nabi Muhammad. (Moh Yusuf, 2016: 304)
Suatu ketika, Ahmad Shabur beserta Jamaah yang lain bersilaturrahim ke salah seorang tokoh masyarakat Temboro, Magetan, yaitu Kiai Mahmud Khalid Umar atau yang akrab
dikenal dengan Kiai Mahmud. Kiai Mahmud adalah generasi kedua penerus Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro, Magetan.
Jamaah Tabligh sampai di Pesantren Al-Fatah ketika sudah masuk waktu salat zuhur. Setelah rombongan Ahmad Shabur memperkenalkan diri secara singkat kepada Kiai Mahmud, mereka kemudian bersama-sama melaksanakan salat berjamaah di belakang Kiai Mahmud. Selesai salat, Jamaah Tabligh memohon waktu menyempatkan silaturrahim secara khusus kepada Kiai Mahmud. Kiai Mahmud menyambutnya dengan hati terbuka (Yusuf, 2016: 304).
Rombongan tersebut menyampaikan apapun yang perlu disampaikan kepada Kiai Mahmud berkenaan dengan program dakwah yang mereka lakukan, khususnya tujuan mereka sampai di Temboro. Kiai Mahmud menyambut baik dengan konsep dan cara-cara berdakwah rombongan Jamaah Tabligh, bahkan ia secara pribadi berminat mengaplikasikannya. Secara khusus Kiai Mahmud menaruh simpati atas sikap dan kesederhanaan Ahmad Shabur beserta rombongan Jamaahnya. Hal ini ditunjang dengan pengalaman ibadahnya yang tidak biasa, khususnya dalam salat-salat berjamaah fardhu dimana baru kali ini Kiai Mahmud merasakan situasi pikiran dan hati yang jauh berbeda dari sebelumnya. Salat berjamaah bersama rombongan Jamaah Tabligh membawanya pada ketenangan jiwa, kedamaian hati serta sejuknya pikiran yang tidak dapat ia gambarkan (Yusuf, 2016: 305).
Pengalaman mistis tersebut tidak hanya berhenti pada pengalaman Kiai Mahmud, kedatangan rombongan dakwah Jamaah Tabligh ke tempat Kiai Mahmud juga bersifat mistis.
Ahmad Shabur mengatakan bahwa kedatangan Jamaah Tabligh
ke tanah Temboro memang ditugaskan oleh Maulana In’amul Hasan, pemimpin tertinggi gerakan dakwah Jamaah Tabligh di India, padahal antara Maulana In’amul Hasan dan Kiai Mahmud tidak saling mengenal serta tidak pula pernah bertemu (Yusuf, 2016: 305).
Kiai Mahmud sendiri, sebelum kedatangan Jamaah Tabligh ke Temboro, beberapa kali pernah bermimpi di mana di dalam mimpinya ia melihat bumi berubah menjadi hamparan lautan.
Di tengah-tengah lautan terdapat perahu yang tengah berlayar dari Negeri India, yang ia ibaratkan sebagai perahu Nabi Nuh as.
Dalam pandangan Kiai Mahmud, ketika menafsiri mimpinya, bahwa dunia ini sudah begitu banyak dipenuhi oleh kemaksiatan dan kerusakan, maka barang siapa yang berkenan berlayar bersama perahu tersebut ia akan selamat dari kerusakan dan kemaksiatan. (Yusuf, 2016: 305).
Selain cerita mistis di atas, minat Kiai Mahmud kepada gerakan dakwah Jamaah Tabligh juga dikarenakan aliran tarekatnya. Jamaah Tabligh beraliran tarekat Naqshâbandîyah-Khâlidîyah sementara Kiai Mahmud sendiri adalah salah seorang murshid dalam tarekat tersebut (Yusuf, 2016: 305).
Alasan kemantapan Kiai Mahmud menerima model gerakan dakwah yang diusung oleh Jamaah Tabligh juga karena model dakwah Jamaah Tabligh memiliki kesamaan dengan model dakwah Walisongo, terutama Sunan Kalijaga, yaitu model dakwah khurûj empat bulan. Yen kali ilang kedunge, yen pasar ilang kemandange, yen wong wadon ilang wirange, enggal-enggal topo lelono njajah deso milangkori ojo bali sak durunge patang sasi, entuk wisik soko hyang widi (Allah). (Apabila sungai sudah