MEMBANGUN KERUKUNAN DI SURAKARTA
D. MTA MEMBANGUN KERUKUNAN
Indonesia merupakan negara yang paling majemuk dalam hal kehidupan bermasyarakatnya karena negara ini terdiri atas berbagai etnis, budaya, agama, bahasa serta adat istiadat.
Perihal agama, Indonesia mengakui keberadaan beragam agama, seperti Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik dan Khonghucu, juga mengakui keberagaman kepercayaan lokal yang dianut penduduknya. Dalam keragaman beragama, kehidupan keagamaan di sebuah internal agama memiliki berbagai aliran dan mazhab sebagai sebuah patron keyakinan dalam mereka menjalankan ajaran agama mereka. Keragaman ini memperkaya khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat Indonesia. Menurut Geertz dalam Nasikun, keragaman masyarakat atau masyarakat majemuk yang terbagi-bagi kedalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri, dimana masing-masing sub sistem terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial (Nasikun 1992:33).14 Akan tetapi, jika keragaman tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan berpotensi menimbulkan konfl ik soscial. Oleh karena itu, agar tidak terjadi konfl ik sosial dan terjalin intergrasi sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat perlu dijaga, terutama kerukunan antara dan intern umat beragama.
MTA menjaga kerukunan internal mereka dengan melakukan penguatan-penguatan dalam kelompok, seperti
14 Nasikun, 1992. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press
membuat kelompok-kelompok pengikat berupa grup whatsapp yang masing-masing berjumlah 10 orang. Kelompok ini dalam rangka untuk saling berkomunikasi dan saling bersapa guna mengetahui keberadaan satu sama lain agar jika ada salah satu dari anggota MTA yang tidak datang dalam kegiatan, terutama pengajian rutin MTA , dapat dipantau. Juga sebagai bentuk support ketika anggota grop mengalami kesulitan, sehingga mereka dapat saling membantu. Jika salah satu anggota tidak dapat hadir dalam kegiatan MTA tanpa katerangan berturut-turut selama 3 kali pertemuan, maka yang bersangkutan dianggap keluar dari MTA , namun jika ada keterangan dan diketahui alasan ketidak hadirannya, maka anggota tersebut dapat meneruskan aktifi tas nya di MTA . Dengan demikian, keberadaan kelompok-kelompok dalam MTA ini membuat jamaah saling peduli satu sama lainnya.
Secara eksternal, MTA membangun kerukuan melalui berbagai aktifi tas, seperti memberikan bantuan kurban saat bulan Ramadhan kepada masyarakat di luar MTA dan qurban Idul Adha pada tahun 2019, yang pada saat itu MTA memotong sebanyak 7000 ekor kambing dan 714 ekor sapi. Hasil qurban itu kemudian dibagikan kepada masyarakat dan jamaah MTA , tempat daging menggunakan besek, bekerjasama dengan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat serta bersama masyarakat lainnya. Selain itu, MTA juga mengajak masyarakat untuk berbuat kebaikan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan yang mereka adakan sehingga yang tadinya banyak orang minum minuman keras di pos-pos, sekarang sudah tidak ada lagi, dan ini berkat kerjasama dengan berbagai pihak dan ormas-ormas yang ada. MTA dalam berdakwah tidak melakukan dan
tidak ikut melakukan sweeping seperti ormas lainnya, meskipun mereka juga bersyukur atas tindakan sweeping tersebut karena dapat membantu mengamankan keadaan, walaupun caranya itu kurang membuat banyak orang menghargai ormas tersebut.
Hewan qurban yang dibagikan tidak hanya untuk warga MTA , namun juga untuk masyarakat, dilakukan pula di Surakarta. MTA di daerah ini juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan eksternal jika diundang, baik oleh ormas-ormas keagamaan yang ada di Surakarta, maupun oleh pemerintah setempat. Dalam teori menjaga kerukunan dalam masyarakat, yang sudah dilakukan oleh MTA dalam membangun dan menjaga kerukunan umat beragama baik intern maupun ekstern, tanpa memandang etnis dan agama, merupakan bentuk interaksi sosial yang positif atau assosiatif dalam masyarakat majemuk.
Interkasi sosial dalam masyarakat tersebut, baik etnis, agama kelompok berdasarkan tempat tinggal sangat diperlukan dalam rangka menghindari terjadinya konfl ik sosial. Menurut Varshney (2000), konfl ik sosial antar etnik/agama lebih disebabkan oleh kuatnya kohesivitas internal dalam kelompok-kelompok etnik/
agama (internal engagement). Sementara itu, perdamaian sosial lebih didorong oleh menguatnya jaringan pertalian antarwarga lintas etnik/agama. Masyarakat sipil memiliki jaringan antaretnik yang baik dengan keterlibatan bersama dalam suatu kegiatan akan mencegah terjadinya konfl ik dan kekerasan. Ikatan warga meliputi ikatan formal seperti assosiasi bisnis, organisasi dan sebagainya; dan ikatan informal berupa interkasi rutin yang terjadi setiap sehari dalam bentuk saling mengunjungi, memberi ucapan selamat, makan bersama, perayaan di lingkungan,
hubungan pertetanggaan dan mengizinkan anak-anak mereka bermain bersama.15
Sikap MTA yang membangun komunikasi dan relasi sosial dengan berbagai tokoh-tokoh dan pemerintah merupakan sikap positif sehingga secara tidak langsung dapat memperkuat bentuk dukungan terhadap MTA itu sehingga menjadi alat dan tolok ukur masyarakat dan masyarakat menjadi semakin yakin dan percaya untuk bergabung dengan MTA . Dalam teori pertukaran sosial, pendekatan ini sesuak dengan adanya hubungan individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Blau dalam Goodman (2011:369) menjelaskan bahwa proses pertukaran sosial berupa adanya pengaturan kebanyakan perilaku individu manusia dan melandasi hubungan antarindividu maupun antarkelompok. Menurut Blau pula, ada empat langkah yang mendasari teori tersebut, yaitu pertukaran atau transaksi antarindividu, perbedaan status, legitimasi dan pengoraganisasian serta oposisi dan perubahan. Keempat hal tersebut terdapat pada MTA .
Dalam membangun kerukunan lainnya, MTA bekerjasama dengan pihak aparat keamaan, baik kepolisan, TNI dan penanggulangan bencana. MTA mempunyai Tim SAR dan punya peralatan-peralatan bantuan senidiri punya dokter, sehingga apapun yang dibutuhkan masyarakat MTA selalu siap membantu. Tiap hari MTA menyiapkan anggota 10 orang untuk kerjasama dengan TNI, mereka terjun 1 bulan di Lombok, 3 bulan di aceh tsunami, dll. MTA juga bersama yang lain ikut
15 Varshney, Ashutosh. 2002. KKonfl ik Etnik dan Civil Society. Jurnal Harmoni Vol. 1. No. 2 Tahun 2002.
tim menolak radikalisme. Turut serta dalam berbagai kegiatan Kemenag, pemda dan instansi lain jika diundang, seperti saat pergantian kapolres, MTA ikut menghadiri. Melakukan kegiatan Sosial pembagian sembako, kirim air bersih ke daerah kekurangan air di Sragen. melihat upaya yang dilakukan MTA untuk membangun kerukunan dimasayarakat dengan banyak tterlibat dan bekerja sama dengan berbagai pihak, mengembangakn sikap kesetaraan dan bertoleransi pada orang yang berberbeda merupakan modal sosial yang harus dipertahankan oleh MTA agar dapat menjaga kerukunan di masyarakat. Memperbanyak hubungan-hubungan sosial atau assosiasi akan lebih baik lagi.
Menurut Ashutosh Varrshney, berdasarkan hasil penelitiannya merujuk pengalaman di India agar tidak terjadi kerusuhan di kota-kota besar seperti Kerala diakibatkan adanya hubungan asosiasi lintas agma, lintas keyakinan, dan lintas etnik itu berjalan, dia membandingkan dengan Kota Uttar Pradesh yang terjadi kerusuhan dikarenakan hubungan asosiasi tidak berjalan secara maksimal. Varshney mencontohkan asosiasi pencinta burung aktif menyelenggarakan kegiatan pertemuan yang anggotannya agama dan etnis daling berkomunikasi, saling percaya dan saling melindungi, dan mereka mampu meredam rumor yang beredar (2001,381).
E. PENUTUP
Berdasarkan gambaran diatas dapat digambarkan bahwa Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA ) saat ini telah banyak mengalami perkembangan dakwah cukup signifikan sejak di pimpin oleh Sukino. Namun demikian, secara ajaran tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan, MTA tetap
berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis, tetap melakukan kajian keagamaan dengan materi yang dikaji oleh tim ilmu untuk kemudian disampaikan oleh Sukino pada jamaahnya dalam setiap jadwal rutin pengajian yang mereka adakan. Selain itu, MTA tidak bermazhab kepada salah satu mazhab, namun tetap mengkaji ajarannya menggunakan kitab mazhab yang 4, namun MTA tidak melarang pihak lain untuk melaksanakan hal-hal yang menjadi tradisi dimsayarakat, hanya mereka tidak melaksanakan dan tidak menjarakan pada jamaah mereka.
Perkembangan selanjutnya adalah dakwah yang awalnya hanya terbatas melalui diskusi, Tanya jawab dan radio sederhana saja dan leafl et, sekarang sudah berkembang dakwahnya melalui TV dan Medsos, majalah, buku-buku.
Dalam hal kebertahanan organisasi dan menangkal berbagai tudingan terhadap MTA terkait pengajarannya, MTA melakukan klarifi kasi pada berbagai pertemuan yang jika dipertanyakan pada mereka soal tudingan tersebut. Untuk terus survive, mereka memperkuat internal mereka, mempererat jalinan kelompok-kelompok pengajian mereka, membentuk cabang-cabagn MTA di berbagai daerah dan jaringan kelompok pengajian di berbagai negara serta memperkuat usaha-usaha fi nasial mereka melalui berbagai produk usaha yang mereka bangun.
Dalam rangka menciptakan kerukunan umt beragama di masayarakat dan pemerintah, MTA juga melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dan pemerintah dalam berbagai kegiatan, ikut terlibat dalam berbagai kegiatan lintas agama, serta menyediakan fasilitas dari MTA untuk kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan oleh pihak luar, seperti penggunaan gedung MTA untuk rapat-rapat oleh pihak luar.
F. DAFTAR PUSTAKA
Aijuddin, Anas. 2008. Transformasi Gerakan Islam di Surakarta (Studi Atas Gerakan Muhammadiyah, NU , FPIS dan MTA ).
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Departemen Agama RI. 1989. Pedoman Dasar Kerukunan Umat Beragama. Jakarta. Sekretariat Jenderal Departemen Agama RI.
Departemen Agama RI. 1997. Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.
Geetrz, Cliff ord. 1986. Konfl ik dan Integrasi dalam Agama, Analisa, Intepretasi Sosiologi oleh Roland Robertson. Terj.
A.F. Saifuddin. Jakarta. Penerbit Rajawali Press.
Kemenag RI RI. 2018. “Melampaui Toleransi Menggapai Kerukunan: Tinjauan atas Hubungan Anatarumat Beragama di Kota Padang, Sumatera Barat”. Monografi Toleransi Umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang Kemenag RI.
Lubis, Ridwan. 2005. Cetak Biru Peran Agama. Jakarta: Puslitbang Mu’allim, Amir. 2012. “Ajaran-ajaran Purifi kasi Islam menurut
Majelis Tafsir Al-Qur`an (MTA ) Berpotensi Menimbulkan Konfl ik.”
Mubtadin. 2010. Gerakan Keagamaan Kontemporer: Studi atas Potensi Konfl ik Sosial Keagamaan dari Perkembangan Majelis Tafsir alQur`an Surakarta. Semarang: Balai Litbang Agama Kemenag RI.
Mustolehudin. 2013. Dinamika Hubungan Umat Beragama (Relasi Gerakan Purifi kasi Islam Muhammadiyah dan Majelis Tafsir Al-Qur`an Surakarta). Semarang: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang.
Nasikun. 1992. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Sugiyarto, Wakhid. 2012. “Dinamika Sosial Keagamaan Majelis Tafsir al Quran Pusat di Kota Surakarta Jawa Tengah”. Jurnal Harmoni, Vol XI N0. 1 Tahun 2012.
Varshney, Ashutosh. 2002. Konfl ik Etnik dan Civil Society. Jurnal Harmoni, Vol. 1. No. 2 Tahun 2002.