• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Hewan Ternak

sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK.

3.2.1. Sumber Tekanan

3.4.1.5. Jumlah Hewan Ternak

Hewan ternak yang ada di Sumatera Barat dapat dibagi atas 7 (tujuh) jenis yaitu sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, dan babi. Total ternak dari ketujuh jenis tersebut pada tahun 2014 berjumlah 789.238 ekor. Ternak terbesar jumlahnya dari ketujuh jenis tersebut adalah sapi potong yakni dengan jumlah 378.789 ekor, diikuti oleh ternak kambing dengan jumlah 256.704 ekor dan ternak kerbau dengan jumlah 114.013 ekor. Untuk jenis sapi potong jumlah terbesar terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan yakni berjumlah 79.266 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan

jumlah 39.903 ekor dan Kabupaten Solok dengan jumlah 37.332 ekor. Untuk jenis ternak kambing jumlah terbesar terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah 44.355 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah 32.750 ekor, dan Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah 30.824 ekor. Sedangkan untuk ternak kerbau paling tinggi terdapat di Kabupaten Agam dengan jumlah 19.193 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah 15.950 ekor, dan Kabupaten Sijunjung dengan jumlah 15.828 ekor. Jumlah hewan ternak berdasarkan jenis dapat dilihat pada Gambar 3.52 di bawah ini.

Gambar 3.52 Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, total jumlah ternak secara umum mengalami penurunan. Pada tahun 2014 total jumlah ternak adalah sebesar 789.238 ekor, turun 28.894 ekor dibandingkan dengan jumlah total ternak pada tahun 2013. Jenis ternak yang mengalami peningkatan jumlah dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya jenis sapi potong. Pada tahun 2014 jumlah sapi potong berjumlah 378.789 ekor mengalami peningkatan dari tahun 2013 yang berjumlah 373.603 ekor atau mengalami kenaikan jumlah sebesar 5.186 ekor.

Sedangkan jenis ternak yang mengalami penurunan jumlah paling besar adalah ternak jenis babi. Pada tahun 2013 ternak babi berjumlah 49.822 ekor turun menjadi 31.621 ekor pada tahun 2014. Untuk ternak jenis kambing, pada tahun 2013 berjumlah 267.655 ekor turun menjadi 256.704 ekor pada tahun 2014. Untuk ternak jenis kerbau juga mengalami penurunan jumlah, pada tahun 2013 jumlah kerbau adalah sebesar 117.905 ekor turun menjadi 114.013 ekor pada tahun 2014. Untuk lebih jelasnya perbandingan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-35

jumlah ternak 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.53 di bawah ini.

Gambar 3.53 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.54 Jumlah Kotoran Ternak Yang Dihasilkan Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dari jumlah kotoran ternak yang ada, kita dapat memperkirakan jumlah emisi gas methan yang dihasilkan. Gas methan merupakan salah satu gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap terjadinya pemanasan global. Total emisi gas methan yang dihasilkan dari kotoran ternak pada tahun 2014 berjumlah 175.867.809 ton/tahun. Jumlah ini terbesar berasal dari sapi potong yang berjumlah 136.527.985 ton/tahun, diikuti oleh kerbau dengan jumlah 33.291.796 ton/tahun, dan kambing dengan jumlah

5.095.617 ton/tahun. Jika dilihat berdasarkan daerah dengan jumlah gas methan tertinggi, Kabupaten Pesisir Selatan merupakan daerah yang berada pada urutan teratas dengan jumlah gas methan sebesar 32.316.494 ton/tahun, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah 19.235.698 ton/tahun, dan Kabupaten Agam dengan jumlah 18.348.979 ton/tahun. Jumlah gas methan yang dihasilkan berdasarkan jenis dan wilayah dapat dilihat pada Gambar 3.55 di bawah ini.

Gambar 3.55 Emisi Gas Metan (CH4) Berdasarkan Jenis Ternak

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah hewan ternak dan emisi gas methan yang dihasilkan, maka dapat terlihat bahwa jumlah ternak yang ada berbanding lurus dengan besarnya emisi gas methan yang dihasilkan. Pada Gambar 3.56 Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman merupakan

daerah urutan teratas yang memiliki jumlah ternak dan emisi gas methan tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya, sedangkan daerah dengan ternak dan emisi gas methan terendah terdapat di Kota Bukittinggi dan Kota Padang Panjang.

Gambar 3.56 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak dengan Emisi Gas Methan (CH4)

dari Kegiatan Peternakan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.4.1.6. Jumlah Hewan Unggas dari Jenis Unggas

Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat total jumlah hewan unggas yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat adalah 32.187.428 ekor. Jumlah unggas ini terbagi atas 4

jenis yakni ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, dan itik. Jumlah unggas tertinggi terdapat pada jenis ayam pedaging dengan jumlah 17.761.996 ekor, diikuti dengan ayam petelur dengan jumlah 8.348.676 ekor, dan ayam kampung dengan jumlah

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-37

4.942.749 ekor, sedangkan itik dengan jumlah 1.134.007 ekor. Jumlah ayam pedaging tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah 5.543.388 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah 4.335.029 ekor dan Kota Padang dengan jumlah 2.219.612 ekor. Untuk ayam petelur jumlah tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah 4.853.297 ekor, diikuti oleh Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah 906.515 ekor, dan Kota Payakumbuh dengan jumlah 700.625 ekor. Sedangkan untuk jenis ayam kampung jumlah tertinggi terdapat di Kabupaten Padang Pariaman dengan

jumlah 1.148.140 ekor, diikuti Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah 778.167 ekor, dan Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah 525.930 ekor.

Jika dilihat dari jumlah unggas berdasarkan kabupaten/kota, maka jumlah unggas tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah 11.061.363 ekor, diikuti oleh Kabupaten Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah 6.235.197 ekor, dan Kota Padang dengan jumlah 3.163.908 ekor. Untuk lebih jelasnya jumlah unggas menurut jenis dan daerah dapat dilihat pada Gambar 3.57 di bawah ini.

Gambar 3.57 Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah hewan unggas dalam tiga tahun terakhir, antara tahun 2013 dan 2014 tidak terjadi perubahan jumlah unggas yang cukup signifikan, jumlah unggas tahun 2014 sebesar 32.187.428 ekor mengalami penurunan sekitar 2,19 persen atau turun sebesar 721.982 ekor dibandingkan dengan tahun 2013. Sedangkan peningkatan jumlah yang cukup signifikan justru terjadi antara tahun 2012 ke tahun 2013, pada tahun 2013 jumlah unggas adalah 32.909.410 ekor mengalami kenaikan dari

tahun sebelumnya yang berjumlah 13.212.961 ekor atau naik sebesar 149 persen atau naik sebesar 19.696.449 ekor dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah hewan unggas dalam 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.58 di bawah ini.

Gambar 3.58 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan jumlah kotoran ternak yang dihasilkan secara keseluruhan berjumlah 31.963.916 ekor/ton/tahun. Jumlah terbesar adalah kotoran ternak yang berasal dari ayam pedaging yakni berjumlah 17.712.513 ekor/ton/tahun, diikuti oleh ayam petelur dengan jumlah 8.164.536 ekor/ton/tahun, ayam kampung dengan jumlah 4.919.247 ekor/ton/tahun dan itik dengan jumlah 1.167.620 ekor/ton/tahun. Dilihat berdasarkan daerah di Sumatera Barat dengan jumlah

kotoran ternak tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota yakni berjumlah 11.061.363 ekor/ton/tahun, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah 6.235.197 ekor/ton/tahun, dan Kota Padang dengan jumlah 3.163.908 ekor/ton/tahun. Pada Gambar 3.59 di bawah ini dapat dilihat jumlah kotoran ternak segar yang dihasilkan tahun 2014.

Gambar 3.59 Jumlah Kotoran Ternak segar Yang Dihasilkan ternak Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah ternak dan jumlah emisi gas methan yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa jumlah ternak yang ada berbanding lurus dengan jumlah emisi gas methan yang dihasilkan. Pada Gambar 3.60 dapat dilihat bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten

Padang Pariaman yang memiliki jumlah ternak tertinggi juga memiliki emisi gas methan tertinggi di Sumatera Barat, sedangkan Kota Bukittinggi dan Padang Panjang yang memiliki jumlah ternak paling sedikit juga memiliki kotoran ternak terendah di Sumatera Barat. Secara keseluruhan jumlah emisi gas

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-39

methan yang dihasilkan tahun 2014 di Sumatera Barat adalah sebesar 1.162.863.819,19 ton/tahun dan penyumbang emisi terbesar adalah Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah emisi sebesar

450.471.666,55 ton/tahun dan Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah emisi sebesar 223.246.651,45 ton/tahun.

Gambar 3.60 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas dengan Emisi Gas Methan (CH4)

dari Kegiatan Peternakan Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jumlah total emisi gas methan yang dihasilkan dari hewan ternak dan unggas di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 adalah sebesar 1.333.384.902,18 ton/tahun dan jumlah emisi terbesar berasal dari hewan unggas dengan jumlah 1.162.863.819,19 ton/tahun sedangkan jumlah emisi yang berasal dari ternak berjumlah 170.521.082,99

ton/tahun. Untuk daerah dengan emisi gas methan tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah 466.583.011,10 ton/tahun dan yang paling rendah terdapat di Kota Padang Panjang dengan jumlah emisi 555.791,54 ton/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.61 di bawah ini.

Gambar 3.61 Jumlah Total Emisi Gas Methan (CH4) dari Hewan Ternak dan Hewan Unggas

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

3.5.

INDUSTRI

Pembangunan di sektor Industri merupakan cara yang tepat dalam menanggulangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Proses kegiatan industri merupakan penggerak ekonomi di suatu daerah bahkan masyarakat disekitar industri mendapatkan nilai tambah dan keuntungan dari industri. Disisi lain penurunan kualitas lingkungan akan terjadi karena keberadaan industri. Industri bisa menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan industri yang ada. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi dapat dihindari jika limbah yang dihasilkan dikelola dengan baik dan menerapkan sistem yang ramah lingkungan.

3.5.1. Sumber Tekanan

Limbah yang dihasilkan umumnya berupa bahan organik, sintetik, logam berat, bahan beracun berbahaya yang sulit untuk diurai oleh proses biologi (nondegradable) selain itu limbah industri bersifat menetap dan mudah terakumulasi (biomagnifikasi) bahkan logam berat sebagai sebuah unsur memiliki sifat menetap di alam tidak dapat dihilangkan. Limbah yang dihasilkan industri berwujud padat, cair dan gas akan menyebabkan pencemaran air, udara, tanah dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) jika tidak dikelola dengan baik. Dengan semakin meningkatnya industri–industri di Provinsi Sumatera Barat, sumber tekanan terhadap lingkungan paling utama yang berasal dari sektor industri adalah :

a. Masih terdapatnya industri kecil yang belum mengelola limbah cair dan emisi gas buang.

b. Pencemaran limbah cair, udara dan pada beberapa industri skala besar dan menengah. c. Masih kurangnya pihak ketiga yang berizin yang

mengelola limbah Bahan Berbahaya dan beracun yang dihasilkan oleh industri di Sumatera Barat.

3.5.1.1. Jumlah Jenis Industri/KegiatanUsaha

Industri merupakan salah satu penyumbang utama pencemaran lingkungan, begitu juga industri- industri yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat. Setiap kegiatan industri wajib untuk selalu melakukan pengendalian pencemaran lingkungan. Jika pengelolaan ini tidak dilakukan dengan baik dapat menimbulkan beban pencemaran bagi kualitas sungai di sekitarnya. Beban pencemaran menunjukkan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah yang dibuang ke lingkungan.

Seperti diketahui, sungai seringkali dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah hasil kegiatan manusia dimana keadaan ini dapat menambah beban pencemaran sungai. Setiap jenis industri yang menghasilkan limbah cair diwajibkan untuk mengelola limbah cairnya sehingga terjadi penurunan beban pencemaran dan limbah yang dibuang ke badan air bisa memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.

Beban pencemaran industri sawit pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan beban pencemaran maksimum, masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan, namun jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi kenaikan. Gambaran ini dapat dilihat dari Gambar 3.62 berikut.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-41

Gambar 3.62 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Sawit

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

BOD COD TSS Minyak/lemak

baku mutu 2013 2014

Sumber : Olahan Tabel SP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada Industri karet terjadi perbaikan pengelolaaan kualitas alir limbah hal ini terlihat dari penurunan beban pencemaran air jika dibandingkan dengan tahun 2013. Jika dibandingkan dengan baku

mutu maka beban pencemaran pada tahun 2014 juga berada dibawah baku mutu, seperti terlihat pada Gambar 3.63 berikut.

Gambar 3.63 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Karet

0 0,05 0,1 BOD COD TSS Amoniak bakumutu 2013 2014

Sumber : Olahan Tabel SP-1B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada industri minuman ringan di Provinsi Sumatera Barat terdapat PT. Coca Cola Botling Indonesia. Perusahaan ini memiliki proses pembuatan sirup dan pencucian botol. Air limbah yang dihasilkan jauh berada dibawah baku mutu dengan baku mutu

parameter COD=600, TSS=540 minyak & lemak=72. Perbandingan lebih detail dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Minuman Ringan

No Parameter

Baku mutu Beban Pencemaran Air Limbah Industri Minuman

Ringan (g/liter)

Beban Pencemaran limbah cair Industri Minuman Ringan (g/liter)

2013 2014

1 BOD 600 0,000017194 0,004012703

2 TSS 540 0,000020438 0,051591897

3 Minyak/lemak 72 0,000004217 0,002292973

Sumber : Olahan Tabel SP-1C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Air sebagai bahan baku maupun bahan pendukung dalam proses produksi di industri menyebabkan pelaku usaha mendirikan industri pada daerah yang mempunyai kecukupan air. Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi pilihan yang paling tepat untuk

dijadikan lokasi pendirian industri. Jika dilihat dari Gambar 3.64 berikut terlihat bahwa 94% industri yang ada berada di wilayah DAS dan hanya 6% yang tidak berada di wilayah DAS.

Gambar 3.64 Sebaran Lokasi Industri di Wilayah DAS

Sumber : Olahan Tabel SP-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.5.1.2. Sebaran Industri Peserta PROPER

Pengawasan Provinsi Sumatera Barat

Dilihat dari jenis industri yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat, Agro Industri merupakan jenis industri terbanyak yang ada di Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah industri sawit 12 industri, karet 4 perkebunan dan pabrik teh 1 serta industri minuman 1. Sedangkan Manufaktur Prasarana Jasa (MPJ) dengan

peringkat kedua terdiri rumah sakit 2, hotel 1 dan industri farmasi 1. Sedangkan Pertambangan Energi Migas (PEM) dengan jumlah pertambangan 3 industri serta 1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-43

Gambar 3.65 Jenis dan Jumlah Industri Peserta PROPER Pengawasan Di Provinsi Sumatera Barat.

0 5 10 15 20 Agro MPJ PEM Sawit 12 RS, 2 Tambang, 3 Karet, 4 Farmasi, 1 PLTG, 1 Teh, 1 Hotel, 1 Minuman, 1

Sumber : Olahan Tabel SP-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dilihat dari sebaran industri peserta PROPER tiap kabupaten/kota terlihat bahwa industri ini tersebar di beberapa kabupaten/kota diantaranya Kabupaten Pasaman Barat 5 perusahaan, Kabupaten Solok Selatan 2 perusahaan, Kabupaten Dharmasraya 3 perusahaan, Kabupaten Padang Pariaman 1 perusahaan dan Kabupaten Agam 3 perusahaan. Selanjutnya industri karet menjadi perusahaan

terbanyak kedua yang terdapat di Kota Padang dan Kabupaten Dharmasraya. Industri semen hanya terdapat di Kota Padang, industri teh di Kabupaten Solok dan sisanya terdapat industri minuman, industri farmasi, dan industri pakan ternak di Kabupaten Padang Pariaman. Sebaran industri tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.66.

Gambar 3.66 Sebaran Industri Peserta PROPER Pengawasan Provinsi Sumatera Barat

Kabupaten Pasaman Barat; 5

Kota Padang; 5 Kab. Padang

Pariaman; 4 Kab. Solok Selatan; 2

Kab. Agam; 3 Kab. Dharmasraya; 3

Kota Bukittinggi; 2

Kab. Sijunjung; 1Kota Sawahlunto; 1

Kab. Solok; 1 ; 0

Sumber : Olahan Tabel SP-1D, Buku Data SLHD Sumatera Barat, Tahun 2014

3.6.

PERTAMBANGAN

Pertambangan merupakan salah satu sumber daya alam yang potensinya cukup besar di Indonesia. Kegiatan pertambangan di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda seperti PT. Semen Padang yang merupakan pabrik semen

pertama di Indonesia. Contoh lainnya adalah tambang batu bara Ombilin Sawahlunto yang merupakan lokasi pertambangan batu bara pertama yang ditemukan oleh Belanda. Batu bara dari Ombilin ini digunakan oleh Pabrik Semen Padang untuk proses produksi pertamanya sampai sekarang.

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Kegiatan pertambangan yang ada di Indonesia yaitu pertambangan batu bara dan pertambangan mineral yang terdiri dari mineral logam, mineral bukan logam dan batuan. Pertambangan mineral logam misalnya emas, perak, tembaga, timah, nikel, timbal, dan lain- lain. Sedangkan mineral bukan logam diantranya pasir kuarsa, belerang, mika, zeolit, kaolin, dolomit, dan sebagainya. Sementara mineral batuan diantaranya terdiri dari obsidian, marmer, tanah urug, batu kali, pasir, kerikil, batu gamping dan lain-lain.

3.6.1 Sumber Tekanan

3.6.1.1 Luas Areal dan Produksi Pertambangan

Menurut Jenis Bahan Galian

Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang golongan A yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat berupa batu bara yang sebagian besar terdapat di Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan. Sedangkan bahan tambang golongan B berupa logam dasar, emas, bijih besi, tembaga, mangan, batu silika dan timah hitam yang menyebar di wilayah Kabupaten

Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang golongan C menyebar hampir di seluruh kabupaten dan kota yang sebagian besar terdiri dari pasir, batu, kerikil, batu kapur, clay dan tanah urug.

Jenis bahan galian yang dominan di Kota Padang adalah batu kapur yang sebagian besar di eksplorasi dan di produksi oleh PT. Semen Padang. Luas areal tambang sekitar 206,96 Ha dengan jumlah produksi hampir delapan juta ton per tahun. Selain Kota Padang, Kabupaten Agam juga menghasilkan batu kapur dengan jumlah produksi sebesar 473.040 ton per tahun. Kabupaten Padang Pariaman lebih didominasi bahan galian C dengan jumlah produksi mencapai satu juta ton per tahun. Tambang batu bara di Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas areal 15.878,53 Ha, merupakan salah satu daerah penghasil batu bara terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Bijih besi dihasilkan di Kabupaten Solok dengan produksi 34.000 ton per tahun. Kabupaten Pasaman merupakan salah satu penghasil emas di Provinsi Sumatera Barat dengan luas areal mencapai 31.308,61 Ha. Perbandingan luas areal dan jumlah produksi bahan galian di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.67.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-45

Gambar 3.67 Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian

Sumber : Olahan Tabel SE-6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.6.1.2 Potensi Energi Panas Bumi

Energi panas bumi atau geothermal energy

adalah energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam bumi. Proses terbentuknya energi panas bumi (geothermal) dipicu oleh aktivitas tektonik di dalam perut bumi. Inti bumi memiliki magma yang temperaturnya mencapai 5.400 derajat celcius. Magma ini membuat lapisan bumi di sebelah atasnya mengalami peningkatan temperatur. Ketika lapisan ini bersentuhan dengan air maka akan menjadi uap panas bertekanan tinggi. Inilah energi potensial yang kemudian dikenal sebagai energi panas bumi atau

geothermal energy.

Pemanfaatan energi panas bumi diyakini menjadi salah satu sumber energi alternatif. Kelebihan energi yang dihasilkannya adalah:

1. Panas bumi merupakan salah satu sumber energi terbersih.

2. Merupakan jenis energi terbarukan yang relatif tidak akan habis.

3. Ramah lingkungan karena tidak menyebabkan pencemaran (baik pencemaran udara, pencemaran suara, serta tidak menghasilkan emisi karbon dan tidak menghasilkan gas, cairan, maupun meterial beracun lainnya)

4. Dibandingkan dengan energi alternatif lainnya seperti tenaga surya dan angin, sumber energi ini bersifat konstan sepanjang musim.

Selain memiliki potensi bahan tambang, Provinsi Sumatera Barat juga memiliki potensi energi geothermal (panas bumi). Energi geothermal di Provinsi Sumatera Barat sebagian besar berada di Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman. Kabupaten Solok Selatan memiliki cadangan energi geothermal sebesar 606 MWe atau sekitar 80% dari total energi geothermal di Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Kabupaten Solok memiliki potensi energi geothermal sebesar 389 MWe atau sekitar 44% dari total energi geothermal di Provinsi Sumatera Barat. Perbandingan potensi energi

geothermal di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.68.

Gambar 3.68 Persentase Potensi Lapangan Energi Panas Bumi Sumatera Barat

Sumber: Olahan Tabel SE-6C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.6.1.3 Inventarisasi Pembangkit Listrik Tenaga

Mikro Hidro (PLTMH) / Picohidro

Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil dengan batasan kapasitas antara 5 kW- 1 MW per Unit. Pembangkit tenaga listrik mikrohidro pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan energi listrik.

Provinsi Sumatera Barat telah memanfaatkan