• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Jumlah Keramba Jaring Apung dan Kematian Ikan

Maninjau, Meningkatnya jumlah timbulan sampah serta belum terkelolanya limbah B3 dan limbah cair sebagian rumah sakit

2.2. KEANEKARAGAMAN HAYAT

2.3.1. Kondisi Air

2.3.1.4. Kualitas Air Danau/Situ/ Embung

2.3.1.4.3. Perkembangan Jumlah Keramba Jaring Apung dan Kematian Ikan

di Danau Maninjau

Danau Maninjau masih dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kebutuhan seperti sumber air baku air minum, mandi, dan mencuci (MCK). Kegiatan pembudidayaan ikan dengan teknik Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan sumber limbah yang potensial mencemari danau. Pemanfaatan lainnya yang sangat penting adalah fungsi ekonomi sebagai pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan energi rata-rata tahunan sebesar 205 GWH dengan nilai Rp 71,8 milyar per tahun dan fungsi wisata dengan pemandangan alam yang indah, potensi hayati dengan ikan rinuk dan pensi. Dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan di Danau Maninjau, dapat meningkatkan beban pencemaran yang masuk ke perairan danau.

Gambar 2.56Keramba jaring apung (KJA) yang berkembang di Danau Maninjau

Semenjak tahun 1997, jumlah Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau meningkat pesat yaitu dari 2.854 petak menjadi sekitar 18.000 petak di tahun 2014. Peningkatan jumlah KJA ini telah meningkatkan beban pencemaran bagi perairan Danau Maninjau. Banyaknya jumlah pakan ikan yang diberikan oleh petani KJA setiap harinya telah menyumbangkan sejumlah bahan organik yang dapat

menurunkan kualitas air Danau Maninjau. Menurut kajian LIPI, dengan memperhatikan daya dukung dan tampungnya, jumlah keramba yang dipersyaratkan di Danau Maninjau hanya berjumlah 6.000 petak keramba dengan ukuran 5 x 5 m. Perkembangan jumlah KJA di Danau Maninjau dari tahun 1997 hingga 2014 lebih lanjut dapat dilihat padaGambar 2.57.

Gambar 2.57 Perkembangan Jumlah KJA di Danau Maninjau

Sumber : OlahanTabel SD-15D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Setiap tahunnya di Danau Maninjau telah terjadi kematian ikan di KJA. Kematian ikan ini di samping akibat kejadian alam yang biasa dikenal oleh penduduk setempat dengan istilah tubo balerang (racun belerang), juga disebabkan oleh semakin memburuknya kualitas air Danau Maninjau.

Banyaknya ikan mati di Danau Maninjau telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi para petani KJA. Di tahun 2014 kejadian kematian ikan yang terjadi di bulan Februari, Maret dan Agustus mencapai 659 ton dengan total kerugian sebesar 11,2 milyar rupiah. Jumlah kematian ikan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-41

terbanyak terjadi di bulan Agustus tepatnya tanggal 10 Agustus 2014 dengan jumlah ikan

mati mencapai 400 ton dan kerugian mencapai 7,2 milyar rupiah (Gambar 2. 58).

Gambar 2.58 Kematian Ikan dan KJA di Danau Maninjau

Gambar 2.59Kematian ikan di Danau Maninjau Tahun 2014

Sumber : OlahanTabel SD-15E, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada tahun 2014, kematian ikan di Danau Maninjau semakin sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kualitas lingkungan seperti penurunan permukaan air danau, pencemaran air, endapan residu pakan ikan, banjir, longsor,

enceng gondok dan degradasi kawasan daerah tangkapan air serta kegiatan budidaya perikanan yang berkembang (±20.179 unit keramba pada tahun 2012) sudah melebihi daya dukung lingkungan.

Sumber : www.emost.limnologi.org 2014

Pada tanggal 27 Desember 2014 ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) wilayah Danau Maninjau mengalami kematian dengan DO pada kedalaman 10 m turun 3 mg/l ke 2 mg/l. Pada tanggal 29 Desember 2014, di KJA wilayah Bayur dan Maninjau terjadi kematian ikan di 200 KJA atau sekitar 100 sampai 200 ton. Pada tanggal 30 Desember 2014 kadar DO di Danau Maninjau mengalami penurunan yang sangat tinggi sehingga mencapai 0 mg/l. Pada saat kondisi DO mengalami penurunan sampai pada posisi 0 mg/l, ikan tidak dapat hidup.

Untuk mengatasi permasalahan yang tengah terjadi di Danau Maninjau, Pemerintah Daerah Kabupaten Agam telah membuat Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Kelestarian Kawasan Danau Maninjau, dimana telah ditetapkan peraturan yang mengatur KJA di Danau Maninjau, meliputi:

1. Daya dukung dan daya tampung untuk KJA di kawasan danau mengacu kepada kemampuan perairan Danau Maninjau mencerna limbah organik dari kegiatan perikanan yang setara dengan 1.500

(seribu lima ratus) unit dan/atau 6.000 (enam ribu) petak dengan ukuran 5 x 5 meter persegi per petak keramba. 2. Untuk mencapai angka batasan jumlah

unit KJA sebanyak 1.500 (seribu lima ratus) unit dan/atau 6.000 (enam ribu) petak dilakukan upaya pengurangan secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun, 5 (lima) tahun pertama mencapai angka 11.760 (sebelas ribu tujuh ratus enam puluh) petak dan 5 (lima) tahun kedua 6.000 (enam ribu).

Dengan ditetapkannya peraturan daerah tentang penetapan jumlah keramba jaring apung di kawasan Danau Maninjau, diharapkan dapat mengurangi kejadian kematian ikan yang terjadi tiap tahun di kawasan Danau Maninjau.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-43 2.3.1.5 Kualitas Air Sumur

Berdasarkan pemantauan kualitas air sumur di beberapa lokasi titik sampling di Provinsi Sumatera Barat, yaitu di Kabupaten Agam (pada lokasi pemukiman penduduk dan RSIA Rizki Bunda) dan Kabupaten Dharmasraya (di lokasi Gunung Medan, Sungai Rumbai, Sungai Dareh, Pulau

Punjung) dari hasil analisis laboratorium, diperoleh data bahwa dari semua parameter uji pemantauan, parameter yang terindikasi berada di atas baku mutu adalah arsen (di lokasi Sungai Dareh dan Pulau Punjung); Selenium (di Gunung Medan, Sungai Rumbai, Sungai Dareh, Pulau Punjung); Krom (di Sungai Rumbai dan Gunung

Kondisi Danau Maninjau Tahun 2014

Jumlah Ikan yang Mati di Danau Maninjau Tahun 2014

Bulan Januari – Maret 2014 sebesar 221 Ton Bulan Agustus 2014 sebesar445 Ton

Bulan Desember2014sebesar 350Ton (Lokasi di Bayur, Maninjau dan Linggai)

Pada tahun 2014, kematian ikan di Danau Maninjau semakin sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kualitas lingkungan seperti penurunan permukaan air danau, pencemaran air, endapan residu pakan ikan, banjir, longsor, enceng gondok dan degradasi kawasan perbukitan serta kegiatan budidaya perikanan yang berkembang (±20.179 unit keramba pada tahun 2012) sudah melebihi daya dukung lingkungan.

Pada tanggal 27 Desember2014 ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) wilayah Danau Maninjau mengalami kematian dengan DO pada kedalaman 10 m turun 3 mg/l ke 2 mg/l. Pada tanggal 29 Desember2014, ikan di KJA wilayah Bayur dan Maninjau terdapat kematian ikan lebih kurang 200 KJA atau sekitar 100 sampai dengan 200 Ton yang tersebar di dua areal tersebut, tidak di seluruh KJA. Diduga di dua lokasi tersebut hanya yang memiliki kepadatan tinggi umur ikan > 3 bulan / siap panen.

Medan), Besi, Timbal, dan Air raksa (di Gunung Medan, Sungai Rumbai, Sungai Dareh, Pulau Punjung), Fecal Coli dan Total Coliform (lokasi pemukiman penduduk dan RSIA Rizki Bunda), mengacu Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (sumber: olahan data Tabel SD- 16 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014).

Dari hasil pemantauan terhadap kualitas air sumur yang dilakukan oleh perusahaan antara lain PT. Gersindo Minang Plantation (3 lokasi sampling), PT. Agrowiratama (3 lokasi sampling), PT. Transco Pratama CRF (1 lokasi sampling), PT. Kilang Lima Gunung (2 lokasi sampling), menunjukkan bahwa hasil analisis laboratorium untuk semua parameter yang diuji masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan (berdasarkan Baku Mutu PP No.82 Th 2001 Kualitas Air, Kelas II),

sumber: olahan data Tabel SD-16A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.