• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kunjungan Wisata

sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK.

3.2.1. Sumber Tekanan

3.9.1.2. Tingkat Kunjungan Wisata

Tingkat kunjungan wisata pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 1,20 % dari kunjungan wisata tahun 2013, dimana kunjungan wisata tahun 2014 sebanyak 15.797.389 orang dan kunjungan wisata tahun 2013 sebanyak 13.182.076 orang. Kabupaten yang paling tinggi dikunjungi wisatawan adalah Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 12.549.484 orang dengan obyek wisata yang diminati pengunjung adalah wisata bahari hal ini sesuai dengan kondisi wilayah administrasi yang berada di pesisir pantai. Sedangkan jumlah kunjungan

wisata terendah adalah Kabupaten Pasaman sebanyak 11.126 orang. Kota Sawahlunto merupakan tingkat kunjungan wisata yang tertinggi setelah Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 450.200 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.86 berikut.

Gambar 3.86Jumlah Pengunjung Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dalam kurun waktu empat tahun, kunjungan wisata di 3 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2014 kecuali Kota Padang yang mengalami penurunan pada tahun 2011 sebanyak 120.018 orang, tahun 2012 sebanyak 93.721 orang dan tahun 2013 sebanyak 80.994 orang sedangkan pada tahun 2014

Kota Padang mengalami peningkatan kunjungan wisata sebanyak 103.629 orang. Kabupaten Agam dan Kota Payakumbuh merupakan kabupaten/kota yang tingkat kunjungan wisatanya terus meningkat tiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.87 berikut.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-59

Gambar 3.87Kunjungan Wisata Pada 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Dalam Kurun Waktu 4 tahun

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Disisi lain kunjungan wisata mancanegara yang berkunjung ke Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 sebanyak 49.116 orang yang berasal dari 10 negara yaitu Malaysia, Australia, Singapura, Perancis, Jerman, Tiongkok, Inggris, Jepang, Hongkong dan Amerika. Jumlah wisata mancanegara yang paling

banyak mengunjungi Provinsi Sumatera Barat berasal dari Malaysia sebanyak 37.369 orang sedangkan Hongkong merupakan wisata mancanegara yang paling sedikit mengunjungi Provinsi Sumatera Barat untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.88 berikut.

Gambar 3.88Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dalam kurun waktu empat tahun kunjungan wisata ke Provinsi Sumatera Barat baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun 2014 dimana pada tahun 2011 kunjungan wisatawan nusantara sebanyak 5.106.321 orang dan kunjungan

wisatawan mancanegara sebanyak 29.638 orang dan pada tahun 2014 kunjungan wisatawan nusantara sebanyak 17.786.379 orang dan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 49.116 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.89 berikut.

Gambar 3.89 Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara Dalam Kurun Waktu 4 Tahun di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP-6E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.1.3. Jumlah Hotel dan Restoran/Rumah Makan

di Provinsi Sumatera Barat

Kegiatan yang mendukung pertumbuhan sektor pariwisata salah satunya adalah kegiatan perhotelan dan restoran/rumah makan. Kota Bukittinggi merupakan daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki jumlah hotel

terbanyak yaitu 70 hotel hal ini disebabkan Kota Bukittinggi merupakan kota tujuan wisata. Sedangkan restoran paling banyak terdapat di Kabupaten Dharmasraya dengan jumlah 146 restoran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.90 berikut.

Gambar 3.90 Jumlah Hotel dan Restoran di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP-6D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.1.4. Tingkat Hunian Hotel di Provinsi Sumatera

Barat

Tingkat hunian hotel di Provinsi Sumatera Barat sebesar 36,39 % dengan Kabupaten Dharmasraya merupakan tingkat hunian hotel yang tertinggi sebesar 56,15% sedangkan Kabupaten Lima

Puluh Kota merupakan tingkat hunian yang paling rendah yaitu sebesar 6,98 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.91 berikut.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-61

Gambar 3.91Tingkat Penghunian Kamar Akomodasi Lainnya di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP-7D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Rata-rata tingkat hunian hotel yang berada di enam kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 mengalami peningkatan seperti Kabupaten Agam dengan tingkat hunian 35,44 %, Kota Padang Panjang dengan tingkat hunian 24,35 % dan Kota Payakumbuh dengan tingkat hunian sebesar 51,50 %.

Sedangkan kabupaten/kota yang mengalami penurunan tingkat hunian adalah Kabupaten Padang Pariaman dengan tingkat hunian 28 %, Kota Padang dengan tingkat hunian 5 % dan Kota Sawahlunto dengan tingkat hunian 43,65 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.92 berikut.

Gambar 3.92Rata-Rata Tingkat Hunian Hotel Dalam Kurun Waktu 4 Tahun

Sumber : Olahan Data SP-7A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Tingkat hunian hotel berbintang di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 mengalami penurunan kecuali hotel berbintang 4 yang mengalami

peningkatan pada tahun 2013 sebesar 60,38% dan tahun 2014 sebesar 64,53%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.93 berikut.

Gambar 3.93Perbandingan Tingkat Hunian Hotel Berbintang Tahun 2013 dan Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SP-7C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap

Lingkungan

3.9.2.1. Perkiraan Jumlah Limbah Padat

Berdasarkan Lokasi Obyek Wisata,

Jumlah Pengunjung dan Luas Kawasan

Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan wisata salah satunya adalah limbah padat yang dihasilkan di objek wisata dan hotel tempat menginap para wisatawan. Kabupaten Pesisir Selatan merupakan kabupaten yang menghasilkan volume limbah padat pada lokasi objek wisata terbesar yaitu

423,1 m3/hari sedangkan Kabupaten Dharmasraya

merupakan kabupaten yang terkecil menyumbang limbah padat pada objek wisata sebesar 0,06 m3/hari.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel 3.6 berikut.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-63

Tabel 3.6Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Lokasi Obyek Wisata

No Kabupaten/Kota Volume Limbah Padat (m3/hari)

1 Kota Padang 97,86

2 Kota Bukittinggi 17,77 3 Kota Sawahlunto 2,43 4 Kota Pariaman 8,91 5 Kota Padang Panjang 2,55 6 Kota Payakumbuh 5,04 7 Kabupaten Agam 1,85 8 Kabupaten Solok Selatan 16 9 Kabupaten Lima Puluh Kota 99 10 Kabupaten Dharmasraya 0.06 11 Kabupaten Sijunjung 6,63 12 Kabupaten Pesisir Selatan 423.1

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.2.2. Perkiraan Beban Limbah Padat dan

Limbah Cair Berdasarkan Sarana

Hotel/Penginapan

Disisi lain kegiatan hotel merupakan salah satu kegiatan penunjang pariwisata yang berkontribusi terhadap volume limbah padat yang dihasilkan. Kota Bukittinggi merupakan penyumbang terbesar limbah

padat yaitu sebesar 70,57 m3/hari sedangkan terendah

pada Kabupaten Pasaman sebesar 0,04 m3/hari.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Kegiatan Hotel

No Kabupaten/Kota Volume Limbah Padat (m3/hari)

1 Kota Padang 5

2 Kota Bukittinggi 70,57 3 Kabupaten Agam 0,855 4 Kabupaten Tanah Datar 1,23 5 Kabupaten Padang Pariaman 2 6 Kabupaten Lima Puluh Kota 3,13 7 Kabupaten Sijunjung 0,311 8 Kabupaten Pesisir Selatan 24,2 9 Kabupaten Pasaman 0.04

Sumber : Olahan Tabel SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat dari tingkat kunjungan dan hunian hotel terdapat korelasi yang erat terhadap volume limbah padat yang dihasilkan dapat digambarkan bahwa Kabupaten yang tinggi kunjungan wisata akan

menyumbang volume limbah padat baik pada obyek wisata maupun hotel yaitu Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Korelasi Antara Kunjungan Wisata Dengan Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan

Kabupaten/Kota Limbah Padat Kunjungan Wisata (orang/tahun) Objek Wisata Hotel

Kota Padang 97.86 5 103.629

Kota Bukittinggi 17,77 70,57 439.201 Kabupaten Agam 1,85 0,855 266.506 Kabupaten Lima Puluh Kota 99 3,13 537.637 Kabupaten Sijunjung 6,63 0,311 64.451 Kabupaten Pesisir Selatan 423.1 24,2 12.549.484

Sumber : Olahan Tabel SP 6 dan SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Hotel sebagai sarana penunjang kegiatan pariwisata bukan hanya menyumbang volume limbah padat tetapi limbah cair pun sangat mempengaruhi degradasi lingkungan apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan baik. Kegiatan hotel di Kota Bukittinggi merupakan penyumbang beban pencemaran limbah cair terbesar untuk parameter

BOD yaitu 248,5 ton/tahun dan untuk parameter COD yaitu 778 ton/tahun sedangkan Kabupaten Sijunjung merupakan penyumbang terendah untuk parameter BOD yaitu 0,0134 ton/tahun dan Kabupaten Lima Puluh Kota untuk parameter COD yaitu 0,23 ton/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel 3.9 berikut.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-65

Tabel 3.9Beban Limbah Cair dari Kegiatan Hotel

No Kabupaten/Kota

Beban Limbah Cair (ton/tahun) BOD COD 1 Kota Padang 50,09 60,3 2 Kota Bukittinggi 248,5 778 3 Kabupaten Agam 4,86 205,4 4 Kabupaten Tanah Datar 18,12 3,65 5 Kabupaten Sijunjung 0,0134 20,97 6 Kabupaten Pasaman 21 41,5 7 Kabupaten Lima Puluh Kota 1,12 0,23

Sumber : Olahan Tabel SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.10

LIMBAH B3

Yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3, dimana B3 merupakan singkatan dari bahan berbahaya dan beracun. Bahan berbahaya dan beracun ini berupa zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain (amanat Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).

Limbah B3 wajib dikelola agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan kesehatan. Pengelolaan limbah B3 ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Melalui pengelolaan limbah B3 rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi.

Ketentuan pengelolaan limbah B3 ini diatur dalam peraturan perundang-undangan lingkungan hidup dan setiap pengelolaan limbah B3 yang dilakukan wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

3.10.1 Sumber Tekanan

3.10.1.1Perusahaan Yang Mendapat Izin

Mengelola Limbah B3

Umumnya pengelolaan limbah B3 di Provinsi Sumatera Barat berupa penyimpanan sementara oleh penghasil, sedangkan rangkaian pengelolaan (pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan) lainnya dilakukan oleh pihak ketiga di luar Provinsi Sumatera Barat. Penghasil limbah B3 di Provinsi Sumatera Barat berasal dari rumah tangga, perkantoran, pasar, rumah sakit, industri, perhotelan, dan dari kegiatan lainnya. Namun limbah B3 yang dihasilkan dominan berasal dari industri dan rumah sakit. Penghasil limbah B3 yang berupa badan usaha (seperti industri, rumah sakit dan perhotelan) wajib memiliki izin penyimpanan sementara limbah B3 yang di keluarkan oleh kebupaten/kota terkait.

Pada izin penyimpanan sementara dicantumkan kewajiban-kewajiban penghasil dalam pengelolaan limbah B3. Diantaranya adalah melakukan pencatatan keluar masuknya limbah B3 ke

TPS limbah B3, memenuhi ketentuan teknis TPS limbah B3 dan melakukan pelaporan pengelolaan limbah B3 secara rutin ke instansi terkait.

Gambar 3.94 Jenis Kegiatan/Usaha yang memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3

Sumber : Olahan Tabel SP-11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Kegiatan/usaha dibidang agroindustri merupakan kegiatan/usaha yang paling banyak memiliki Izin penyimpanan sementara limbah B3 yaitu sebanyak 29 kegiatan. Selanjutnya diikuti oleh kegiatan pertambangan sebanyak 6 kegiatan. Izin penyimpanan sementara limbah B3 untuk kegiatan pertambangan didominasi oleh industri semen sebanyak 5 izin. Kegiatan yang paling sedikit memiliki izin penyimpanan sementara adalah kegiatan dibidang energi dan migas sebanyak 2 kegiatan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.94.

3.10.1.2Jumlah Limbah B3 Medis Rumah Sakit

Industri yang ada di Provinsi Sumatera Barat sebagian besar dibidang agroindustri yaitu industri pengolahan minyak sawit dan industri pengolahan karet (crumb rubber). Limbah B3 yang dihasilkan berupa aki bekas, oli bekas, filter oli bekas, kain majun

dan lampu TL bekas. Institusi lainnya yang banyak menghasilkan limbah B3 adalah rumah sakit. Limbah B3 yang dihasilkan berupa limbah medis infeksius, produk farmasi kadaluarsa, limbah laboratorium, dan residu insinerator. Limbah B3 rumah sakit ini dikelola dengan menggunakan insinerator.

Provinsi Sumatera Barat tidak hanya memiliki rumah sakit pemerintah namun juga memiliki rumah sakit swasta yang jumlahnya cukup banyak. Rumah sakit swasta ini juga menghasilkan limbah medis yang harus segera dikelola agar tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan maupun lingkungan. Jumlah limbah medis yang berasal dari rumah sakit pemerintah diperkirakan sebanyak 5.815 kg, sedangkan yang berasal dari rumah sakit swasta sebanyak 1.810 kg. Perbandingan timbulan limbah B3 medis rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit swasta dapat dilihat pada Gambar 3.95.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-67

Gambar 3.95 Perbandingan Timbulan Limbah Medis RS Pemerintah dan RS Swasta di

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel SP-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.10.2 Bentuk Tekanan Dampak Terhadap

Lingkungan

Setiap limbah B3 yang dihasilkan baik dari kegiatan industri ataupun rumah sakit, jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif ini dapat mengganggu keseimbangan lingkungan yang nantinya akan berdampak terhadap kesehatan manusia.

Untuk mencegah terjadinya dampak negatif limbah B3 terhadap lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan mulai dari penghasil limbah B3 sampai

penimbun limbah B3. Pengelolaan limbah B3 yang berasal dari rumah sakit perlu penanganan khusus karena limbah B3 yang dihasilkan merupakan limbah B3 medis yang berasal dari jaringan tubuh sisa operasi, darah, jarum suntik dan peralatan medis bekas lainnya yang terindikasi mengandung mikroorganisme patogen. Pengelolaan limbah B3 medis ini dilakukan melalui pembakaran dengan insinerator. Hal ini dilakukan untuk memusnahkan kuman penyakit pada limbah tersebut dan untuk mereduksi volume limbah B3 yang dihasilkan.

U P AYA P E N G E L O L A A N L I N G K U N G A N

U P AYA P E N G E L O L A A N L I N G K U N G A N

Berbagai upaya untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran dilakukan melalui penghijauan,