• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kualitas Air Antar Waktu

Maninjau, Meningkatnya jumlah timbulan sampah serta belum terkelolanya limbah B3 dan limbah cair sebagian rumah sakit

2. Muara Sunga

2.3.2.2. Perbandingan Kualitas Air Antar Waktu

1. Pantai Wisata

a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Secara umum nilai rata-rata TSS untuk objek pantai wisata di tahun 2014 mengalami perbaikan yaitu dari rata-rata 83,4 mg/L di tahun 2013 menjadi rata-rata 19,3 mg/L di tahun 2014. Penurunan nilai TSS tertinggi terdapat di Pantai Gandoriah Pariaman pada jarak pengambilan sampel 50 m dari pantai, dengan besar penurunan 508 mg/L. Selain itu penurunan nilai TSS

yang cukup signifikan juga terjadi di Pantai Sasak baik pada jarak 50 m maupun 100 m dengan besar penurunan masing-masing 67 mg/L dan 60 mg/L.

Sementara itu, juga terjadi kenaikan nilai TSS pada 2 (dua) lokasi yaitu di Pantai Muaro Kota Padang dan Pantai Tiram Kabupaten Padang Pariaman. Kenaikan nilai TSS tertinggi terdapat di Pantai Tiram pada jarak 100 m dengan besar kenaikan 9 mg/L. Namun kenaikan nilai ini tidak menyebabkan nilai TSS pada lokasi berada diatas baku mutu ( baku mutu: 20 mg/L).

Gambar 2.75Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

b. Derajat Keasaman (pH)

Dibandingkan dengan data tahun 2013, nilai rata-rata pH pada air laut yang di pantau di tahun 2014 tidak mengalami perbedaan yang signifikan, yaitu rata-rata 6,8 di tahun 2013 menjadi 7,2 ditahun 2014. Namun nilai rata-rata yang diperoleh di tahun 2013 lebih rendah jika dibandingkan dengan baku mutu.

Dari 5 (lima) pantai yang dipantau 3 (tiga) diantaranya mengalami kenaikan

nilai pH yaitu di Pantai Muaro Padang, Pantai Cerocok dan Pantai Tiram. Namun demikian kenaikan nilai tersebut masih berada pada range baku mutu air laut untuk wisata bahari yaitu 7 – 8,5.

Di tahun 2014, terdapat 2 (dua) pantai yang memiliki nilai pH dibawah baku mutu yaitu Pantai Gandoriah dengan jarak pengambilan sampel 100 m dan Pantai Sasak, baik dengan pengambilan sampel pada jarak 50 m maupun 100 m dari pantai.

Gambar 2.76Perbandingan Parameter pH Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-55

c. Oksigen Terlarut (DO)

Penurunan kualitas air akibat pencemaran dapat dilihat dengan mengamati beberapa parameter kimia, seperti oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan diperlukan oleh organisme untuk pernafasan dan oksidasi

bahan-bahan organik. Jika dibandingkan dengan hasil pemantauan tahun sebelumnya (2013), rata-rata nilai DO pada sampel air laut yang dipantau mengalami penurunan di tahun 2014 yaitu dari rata-rata 7,1 mg/L menjadi 6, 7 mg/L.

Gambar 2.77Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter DO

Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Penurunan nilai DO terjadi pada 3 (tiga) pantai yaitu Pantai Muaro Padang, Pantai Cerocok Painan dan Pantai Sasak Pasaman Barat. Penurunan nilai DO tertinggi terjadi di Pantai Cerocok Painan pada jarak pengambilan sampel 50 m dari pantai, dengan besar penurunan 3,4 mg/L. Nilai DO pada masing-masing lokasi tergolong baik, karena memenuhi baku mutu. Sementara itu untuk Pantai Tiram dan Pantai Gandoriah nilai DO di tahun 2014 meningkat dari tahun 2013 yang lalu, dimana kenaikan nilai DO tertinggi ditemui pada Pantai Gandoriah dengan jarak pengambilan sampel 50 m dari pantai yaitu 2,87 mg/L.

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Dibandingkan dengan tahun 2013, rata-rata nilai BOD air laut yang dipantau di tahun 2014 tidak jauh berbeda yaitu rata-rata 3,25 mg/L di tahun 2013 turun menjadi 3,12 mg/L di tahun 2014. Nilai ini masih berada di bawah baku mutu air laut untuk wisata bahari, namun menurut derajat pencemaran berdasarkan nilai BOD5, nilai tersebut termasuk tercemar ringan.

Penurunan nilai BOD terbesar diperoleh pada Pantai Sasak dengan jarak pengambilan sampel 100 m dari pantai yaitu 3,2 mg/L. Disamping itu di Pantai Sasak juga terjadi kenaikan nilai BOD dengan jarak pengambilan sampel 50 m dari pantai yaitu sebesar 4,3 mg/L.

Gambar 2.78Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2. Muara Sungai

a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Rata-rata nilai TSS pada 4 (empat) muara sungai yang dipantau tahun 2014 lebih rendah jika dibandingkan dengan rata- rata TSS tahun 2013. Nilai rata-rata TSS di tahun 2014 adalah 15 mg/L, sedangkan di tahun 2013 sebesar 56,5 mg/L.

Dari 4 (empat) muara sungai, dua diantaranya mengalami kenaikan nilai TSS jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang lalu, yaitu Muara Batang Arau dengan kenaikan sebesar 7 mg/L dan Muara Batang Mandeh sebesar 2 mg/L. Sementara itu

pada Muara Batang Pampan dan Muara Sungai di Pantai Sasak terjadi penurunan nilai TSS yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang lalu yaitu sebesar 20 mg/L dan 155 mg/L.

Baik di tahun 2013 maupun di tahun 2014, nilai TSS pada 3 (tiga) lokasi yaitu Muara Batang Arau, Muara Batang Mandeh dan Muara Batang Pampan masih berada dibawah baku mutu. Sementara untuk Muara Sungai di Pantai Sasak pada tahun 2013 nilai TSSnya telah melewati batas baku mutu yaitu 171 mg/L, namun di tahun 2014 menurun menjadi 16 mg/L.

Gambar 2.79Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-57

b. Derajat Keasaman (pH)

Hasil pemantauan terhadap 4 (empat) muara sungai di tahun 2014 rata- rata nilai pH mengalami peningkatan dari

6,37 di tahun 2013 menjadi 7,11 di tahun 2014. Perbandingan nilai pH tahun 2013 dan 2014 pada masing-masing lokasi, dapat dilihat pada Gambar 2.80.

Gambar 2.80Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter pH

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Nilai pH baik di tahun 2013 maupun di tahun 2014 pada masing-masing lokasi masih berada pada range baku mutu. Kenaikan nilai pH terjadi pada keempat muara sungai yang dipantau, dimana kenaikan nilai tertinggi ditemui pada muara Batang Arau yaitu sebesar 1,37. Sementara itu kenaikan terendah ditemui pada muara Batang Pampan yaitu sebesar 0,17.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Secara umum, dari hasil pemantauan kualitas air pada 4 (empat) muara sungai terjadi penurunan nilai rata- rata DO dari 7,38 mg/L di tahun 2013 menjadi 5,69 mg/L di tahun 2014. Nilai rata- rata ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran pada titik sampel tergolong rendah.

Penurunan nilai DO terjadi pada 3 (tiga) muara sungai yaitu muara Batang Arau, muara Batang Mandeh dan muara sungai di Pantai Sasak. Penurunan nilai DO tertinggi ditemui pada sampel muara Batang Mandeh sebesar 3,9 mg/L. Sementara itu pada muara Batang Pampan terjadi kenaikan nilai DO sebesar 2,8 mg/L jika dibandingkan dengan nilai DO pada tahun 2013. Nilai DO pada masing-masing sampel baik tahun 2013 maupun 2014 telah memenuhi baku mutu.

Gambar 2.81Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter DO

Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Jika dilihat dari nilai BOD, kualitas air muara sungai yang dipantau pada tahun 2014 mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun 2013. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata BOD yang mengalami

penurunan dari 5,85 mg/L di tahun 2013 menjadi 3,62 mg/L di tahun 2014. Namun demikian kondisi ini patut diwaspadai mengingat nilai ini telah melewati batas baku mutu.

Gambar 2.82Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD

Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Perbandingan hasil pengukuran BOD pada muara sungai tahun 2013 – 2014. Penurunan nilai BOD tertinggi ditemui pada muara Batang Pampan dengan penurunan sebesar 6,06 mg/L. Sementara itu pada muara Batang Arau nilai BODnya tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada

tahun 2013 yaitu 2,9 mg/L menjadi 2,14 mg/L di tahun 2014.

Nilai BOD tahun 2013 pada keempat sampel telah melewati batas baku mutu, sedangkan di tahun 2014 nilai BOD muara Batang Mandeh dan muara sungai di Pantai Sasak masih berada di atas baku mutu.

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-59

2.4.

UDARA

Untuk mengetahui terjadinya pencemaran udara yang mengakibatkan turunnya kualitas udara perlu dilakukan upaya pemantauan kualitas udara secara berkala dan terus menerus sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Pemantauan kualitas udara ambien tahun 2014 telah dilaksanakan oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat pada 18 kabupaten/kota, dengan lokasi mewakili kawasan padat lalu lintas sebanyak 17 (tujuh belas) titik, mewakili kawasan pemukiman sebanyak 1 (satu) titik dan mewakili kawasan industri 1 (satu) titik. Disamping itu juga dilakukan pemantauan pada kondisi kabut asap pada 8 (delapan) kabupaten/kota. Pemantauan dilakukan terhadap 5 (lima) parameter pada masing-masing titik pantau yaitu SOЇ, NOЇ, CO, OЈ dan TSP (untuk kawasan padat lalu lintas) atau PMІЅ (untuk kawasan industri, pemukiman dan kondisi kabut asap).

Berdasarkan hasil analisa laboratorium, kondisi udara di Provinsi Sumatera Barat terutama untuk parameter SO΍, CO, NO΍ dan OΎ masih tergolong baik karena hasil analisa laboratorium untuk masing-masing parameter masih berada di

bawah baku mutu. Namun untuk parameter TSP dan PM10 pada beberapa lokasi nilainya

telah diatas baku mutu.

Untuk menganalisis isu kualitas udara ambien di Provinsi Sumatera Barat, maka digunakan pendekatan analisis statistik yang menunjukkan kondisi rata-rata dan kondisi ekstrim (maksimum atau minimum) serta analisis perbandingan antar lokasi dan baku mutu. Sementara kecenderungan perubahan menggunakan pendekatan analisis perbandingan antar waktu pada lokasi tertentu.

2.4.1 Kualitas Udara Ambien Menurut