• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU LAPORAN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

TAHUN 2014

PADANG

MENTAWAI

Sipora Sioban Muara Siberut

(2)

Diterbitkan Oleh :

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat Jalan Khatib Sulaiman No. 22 Padang Tel . 0751 7055231

Fax. 0751 70445232

Website. bapedalda.sumbarprov.go.id

Isi dan materi yang ada dalam buku ini boleh diproduksi dan disebarluaskan dengan tidak mengurangi isi dan arti dari dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumbernya.

Pelindung dan Pengarah:

Gubernur Sumatera Barat

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat

Penanggung Jawab :

Kepala Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

Koordinator :

Ir. Nasaruddin

Penulis :

Desi Widia Kusuma, SSi; Dasril,SP; Ir. Vianti Zami; R. Rina Ariani, SE; Desrizal, ST; M. Sidik Pramono, ST; Prisilla Yumeri, SE; Azizah, SE; Luce Dwinanda, SP; Dikarama Kaula, ST; Teguh Ariefianto, ST; Adirla Wirmanita, ST; Novriyanti, ST; Widya Hayati Nufus, SE.

Editor :

Ir. Nasaruddin; Ir. Yantonius; Ir. Novarita ; Ir. Siti Aisyah, MS; Petriawaty, SE, MM.

Design/Lay Out:

(3)

BUKU LAPORAN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

TAHUN 2014

PADANG

MENTAWAI

Sipora Sioban Muara Siberut

(4)

GUBERNUR SUMATERA BARAT

KATA PENGANTAR

Terciptanya lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan hak setiap warga masyarakat. Namun dalam kenyataannya, lingkungan hidup saat ini sudah berada pada kondisi yang memprihatinkan. Kegiatan pembangunan yang sangat pesat lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan, baik daya dukung maupun daya tampung lingkungan, aspek pencadangan serta tata ruang sehingga menimbulkan bencana lingkungan seperti : banjir, longsor, kebakaran hutan, polusi udara, meningkatnya tumpukan sampah serta berkembangnya berbagai wabah penyakit.

Timbulnya bencana-bencana lingkungan seharusnya menyadarkan kita bahwa telah terjadi “kesalahan” dalam pemanfaatan sumber daya alam, sementara upaya pemulihannya tidak sebanding dengan besarnya laju kerusakan lingkungan tersebut. Kalau sudah demikian maka biaya untuk pemulihan lingkungan akan menjadi lebih besar yang seharusnya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, pemerataan pendidikan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tidak akan cukup “energi” pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan yang telah terjadi. Oleh sebab itu dibutuhkan sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat. Buku Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup. Selain itu juga sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup. Data dan informasi yang ada dalam buku SLHD hendaknya jangan hanya dipandang sebagai data dan informasi tanpa makna, namun data dan informasi tersebut sudah dihimpun dan dianalisis dari program/kegiatan berbagai sektor yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata oleh berbagai stakeholder sehingga maksud pembangunan berkelanjutan dapat tercapai demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga buku SLHD ini dapat dimanfaatkan dan akhir kata, kepada semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyusunan buku SLHD tahun 2014 ini, kami ucapkan terima kasih.

Padang, Maret 2015

GUBERNUR SUMATERA BARAT

(5)

Secara geografis, Sumatera Barat terletak pada koordinat antara 0º,54’ Lintang Utara dan 3º,30’ Lintang Selatan serta 98º,36’ dan 101º,53’ Bujur Timur dan dilalui garis khatulistiwa. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Sumatera Barat adalah 5.131.882 jiwa, memiliki luas wilayah administrasi 42.297,30 km² dengan 19 daerah kabupaten/kota. Sumatera Barat memiliki potensi sumber daya air di daratan yang cukup besar, terdapat 606 sungai besar dan kecil, 27 diantaranya merupakan sungai lintas provinsi dan 57 sungai lintas kabupaten/kota serta memiliki 238 danau/embung dan telaga.Luas perairan laut Sumatera Barat ± 52.882,42 km² dengan panjang garis pantai 1.378 km, memiliki 375 buah pulau besar dan kecil.

Isu lingkungan hidup prioritas pada tahun 2014 adalah (1) Menurunnya kualitas air sungai perkotaan dan danau yakni Sungai Batang Agam, Sungai Batang Hari dan Danau Maninjau. (2) Meningkatnya jumlah timbulan sampah serta belum terkelolanya limbah B3 dan limbah cair sebagian sumah sakit pemerintah dan hotel. (3). serta isu terkait kebencanaan yaitu banjir, longsor dan kebakaran hutan.

Analisis status kondisi status lingkungan hidup berdasarkan isu prioritas menunjukkan (1) Isu menurunnya kualitas air sungai perkotaan yakni Sungai Batang Agam, Batang Anai, Batang Ombilin dan Batang Pangian. Hasil perhitungan indeks pencemaran air (IPA) terendah adalah Sungai Batang Anai yaitu 53,83 % selanjutnya Batang Agam 59,81 % dan Batang Hari 65,23 %. Menurunnya kualitas Danau Maninjau disebabkan jumlah KJA sebanyak 16.130 petak yang sudah melebihi daya dukung dan daya tampung Danau Maninjau. (2) Isu peningkatan jumlah timbulan sampah, terbanyak di Kota Padang (472.079,60 m3/hari) dan selanjutnya Kota Solok (186.105 m3/hari). (3) Isu kebencanaan, bencana banjir terdapat kerugian yang cukup besar di Kabupaten Pasaman Barat (Rp. 5.368.650.000) dan Kabupaten Padang Pariaman (4.285.000.000). Adapun bencana kebakaran hutan dan lahan terluas terjadi di Kabupaten Pasaman Barat yakni 70 ha, selanjutnya Kabupaten Agam seluas 40 ha dan Dharmasraya seluas 40 ha.

Analisis tekanan berdasarkan isu prioritas, menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk memberikan tekanan terhadap kualitas lingkungan berupa meningkatnya jumlah timbulan sampah, kurangnya fasilitas Buang Air Besar (BAB) sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK. (1) Tekanan terhadap penurunan kualitas air sungai di perkotaan selain akibat dari limbah domestik baik sampah maupun limbah cair, terdapat eberapa aktifitas masyarakat lainnya di sepanjang sempadan sungai seperti : pertambangan emas tanpa izin (PETI), kegiatan pertanian, dan lain-lain. Selanjutnya tekanan terhadap penurunan kualitas air Danau Maninjau sebagai akibat jumlah KJA yang melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan.(2) Tekanan terhadap Limbah B3 serta limbah cair rumah sakit dan hotel akibat belum adanya TPS pengelolaan limbah B3 medis dan belum berfungsinya IPAL sesuai yang dipersyaratkan.

Analisis upaya pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan isu lingkungan prioritas telah dilakukan upaya untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran melalui penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik lainnya, pembinaan dan pengawasan AMDAL, UKL UPL serta tindak lanjut penyelesaian pengaduan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan. Disamping itu, partisipasi masyarakat baik dari dunia pendidikan dengan meningkatnya jumlah Sekolah Adiwiyata maupun dunia usaha melalui program CSR bidang lingkungan serta Gerakan Sumbar Bersih yang melibatkan kelurahan/kecamatan, juga turut andil dalam upaya pengelolaan lingkungan di Sumatera Barat.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Profil Sumatera Barat I-1

1.2 Manfaat Penulisan Buku SLHD I-2

1.3 Isu Prioritas dan Alasan Penetapan Isu Prioritas I-3

1.4 Analisis SPR I-5

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

2.1 Lahan dan Hutan II-1

2.2 Keanekaragaman Hayati II-12

2.3 Air II-17

2.4 Udara II-59

2.5 Laut, Pesisir dan Pantai II-70

2.6 Iklim II-76

2.7 Bencana Alam II-84

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

3.1 Kependudukan III-1

3.2 Pemukiman III-7

3.3 Kesehatan III-22

3.4 Pertanian III-25

3.5 Industri III-40

3.6 Pertambangan III-43

3.7 Energi III-47

3.8 Transportasi III-52

3.9 Pariwisata III-56

(7)

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

4.1 Rehabilitasi Lingkungan IV-1

4.2 Amdal IV-8

4.3 Penegakan Hukum IV-16

4.4 Peran Serta Masyarakat IV-24

4.5 Kelembagaan IV-40

BAB V AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

5.1 Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat V-1

5.2 Agenda Pengelolaan Lingkungan ke Depannya V-2

GALERI FOTO

(8)

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Tabel 2.1 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014

II-7

Tabel 2.2 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012, Tahun 2013 dan Tahun 2014

II-7

Tabel 2.3 Danau di Provinsi Sumatera Barat II-20

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-8

Tabel 3.2 TPA dengan Daerah Pelayanan dan Sistem TPA di Provinsi Sumatera Barat III-18

Tabel 3.3 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Minuman Ringan

III-42

Tabel 3.4 Jumlah Pelanggan dan Daya PLTMH di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-46

Tabel 3.5 Jumlah dan Luas Pelabuhan Air di Kabupaten/Kota III-54

Tabel 3.6 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Lokasi Obyek Wisata III-63

Tabel 3.7 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Kegiatan Hotel III-64

Tabel 3.8 Korelasi Antara Kunjungan Wisata Dengan Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan III-64

Tabel 3.9 Beban Limbah Cair dari Kegiatan Hotel III-65

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Tabel 4.1

Rekapitulasi Penanaman Pohon oleh Masyarakat dan Pemerintah Tahun 2014

IV-4

Tabel 4.2

Kegiatan Fisik Lainnya Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

IV-5

(9)

Tabel 4.4 Rekapitulasi Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan Pengesahan/ Persetujuannya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat Tahun 2014

IV-12

Tabel 4.5 Status Penanganan Pengaduan yang Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat Selama Tahun 2014

IV-21

Tabel 4.6 Perbandingan Jumlah Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup yang masuk dengan yang

diselesaikan pada beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014

IV-23

(10)

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Gambar 2.1 Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan Sumatera Barat Tahun 2014 II-2

Gambar 2.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status II-2

Gambar 2.3 Perubahan Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status II-3

Gambar 2.4 Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan Tahun 2012 dan Tahun 2013

II-4

Gambar 2.5 Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2014 II-5

Gambar 2.6 Luas Lahan Kritis, Potensial Kritis dan Agak Kritis di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Sumatera Barat

II-5

Gambar 2.7 Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 – 2014

II-6

Gambar 2.8 Perkiraan Persentase Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya II-8

Gambar 2.9 Konversi Hutan Tahun 2014 II-9

Gambar 2.10 Konversi Hutan di 7 (Tujuh) Kabupaten/Kota Tahun 2014 II-9

Gambar 2.11 Tujuh Kabupaten/Kota yang Melakukan Konversi Hutan Terluas Tahun 2012 Tahun 2014

II-9

Gambar 2.12 Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat II-10

Gambar 2.13 Peta Perubahan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat II-11

Gambar 2.14 Flora Yang Dilindungi ( Vanda sumatera ) II-13

Gambar 2.15 Jumlah Jenis Spesies yang Dilindungi per Kabupaten/ Kota II-13

Gambar 2.16 Jumlah Spesies Flora dan Fauna Endemik per Kabupaten/Kota II-14

Gambar 2.17 Jumlah Jenis Spesies Terancam per Kabupaten/Kota II-14

Gambar 2.18 Jenis Species Flora dan Fauna yang Berlimpah per Kabupaten/Kota II-15

Gambar 2.19 Maskot Flora Sumatera Barat II-15

(11)

Gambar 2.21 Rasio Debit Sungai Besar di Sumatera Barat yang Lebih dari 50 m3/dtk II-19

Gambar 2.22 Parameter TSS Sungai Batang Arau II-20

Gambar 2.23 Parameter BOD Sungai Batang Arau II-21

Gambar 2.24 Parameter NO2 Sungai Batang Arau, Kota Padang II-21

Gambar 2.25 Parameter Total Phospat Sungai Batang Arau, Kota Padang II-21

Gambar 2.26 Parameter Minyak dan Lemak Sungai Batang Arau, Kota Padang II-22

Gambar 2.27 Parameter TSS Sungai Batang Hari II-22

Gambar 2.28 Parameter COD Sungai Batang Hari II-23

Gambar 2.29 Parameter NO2 Sungai Batang Hari II-23

Gambar 2.30 Parameter Total Posphat Sungai Batang Hari II-23

Gambar 2.31 Parameter Total Coliform Sungai Batang Ulakan II-24

Gambar 2.32 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Agam II-25

Gambar 2.33 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Agam II-25

Gambar 2.34 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Agam II-26

Gambar 2.35 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Phospat Sungai Batang Agam II-26

Gambar 2.36 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Agam II-27

Gambar 2.37 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Agam II-27

Gambar 2.38 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Ombilin II-28

Gambar 2.39 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Ombilin II-28

Gambar 2.40 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Ombilin II-28

Gambar 2.41 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Ombilin II-29

Gambar 2.42 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Ombilin II-29

Gambar 2.43 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS Sungai Batang Ombilin II-29

Gambar 2.44 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Pangian II-30

(12)

Gambar 2.46 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Pangian II-31

Gambar 2.47 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Pangian II-31

Gambar 2.48 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS/Deterjen Sungai Batang Pangian II-31

Gambar 2.49 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Seng (Zn) Sungai Batang Anai II-32

Gambar 2.50 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Fecal Coliform dan Total Coliform Sungai Batang Anai

II-33

Gambar 2.51 Nilai BOD Danau di Sumatera Barat Tahun 2014 II-34

Gambar 2.52 Nilai COD Danau di Sumatera Barat tahun 2014 II-35

Gambar 2.53 Nilai DO Danau di Sumatera Barat Tahun 2014 II-36

Gambar 2.54 Nilai TSS Danau di Sumatera Barat tahun 2014 II-37

Gambar 2.55 Perbandingan Kualitas Air Danau Tahun 2013 - 2014 II-39

Gambar 2.56 Keramba jaring apung (KJA) yang berkembang di Danau Maninjau II-40

Gambar 2.57 Perkembangan Jumlah KJA di Danau Maninjau II-40

Gambar 2.58 Kematian Ikan dan KJA di Danau Maninjau II-41

Gambar 2.59 Kematian ikan di Danau Maninjau tahun 2014 II-41

Gambar 2.60 Kandungan Oksigen (DO) Pada Saat Kematian Ikan Di Danau Maninjau II- 41

Gambar 2.61 IPA (Indeks Pencemaran Air) pada 5 (lima) Sungai Target SPM tahun 2014 II-45

Gambar 2.62 Indeks Pencemaran Air Batang Agam Tahun 2011-2014 II-45

Gambar 2.63 Kandungan Nitrat pada Air Laut di Sumatera Barat II-46

Gambar 2.64 Kandungan posfat pada air laut di Sumatera Barat II-47

Gambar 2.65 Kandungan Coliform pada Air Laut di Sumatera Barat II-47

Gambar 2.66 Kandungan Coliform pada Muara Sungai di Sumatera Barat II-47

Gambar 2.67 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter TSS II-48

Gambar 2.68 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter pH II-49

Gambar 2.69 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter DO II-50

(13)

Gambar 2.71 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter BOD II-51

Gambar 2.72 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter pH II-52

Gambar 2.73 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter DO II-52

Gambar 2.74 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter BOD II-53

Gambar 2.75 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS II-54

Gambar 2.76 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter pH II-54

Gambar 2.77 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter DO II-55

Gambar 2.78 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD II-56

Gambar 2.79 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS II-56

Gambar 2.80 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter pH II-57

Gambar 2.81 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter DO II-58

Gambar 2.82 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD II-58

Gambar 2.83 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter TSP

II-60

Gambar 2.84 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter PM10

II-61

Gambar 2.85 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter CO

II-62

Gambar 2.86 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter O3

II-63

Gambar 2.87 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter SO2

II-63

Gambar 2.88 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter PM10Tahun

2012 – 2014

II-64

Gambar 2.89 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter TSP Tahun 2012 – 2014

II-65

Gambar 2.90 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter COTahun 2012 – 2014

II-65

Gambar 2.91 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat –

(14)

Gambar 2.92 Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-67

Gambar 2.93 Perbandingan Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014

II-67

Gambar 2.94 Kualitas Udara Ambien Kondisi Kabut Asap Menurut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

II-69

Gambar 2.95 Kualitas Udara Ambien Perkotaan Tahun 2013 – 2014 II-70

Gambar 2.96 Luas Tutupan Terumbu Karang Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat II-71

Gambar 2.97 Kondisi Tutupan Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat II-71

Gambar 2.98 Perbandingan Lokasi Terluas Kerusakan Terumbu Karang II-72

Gambar 2.99 Ekosistem Padang Lamun di Perairan Laut II-72

Gambar 2.100 Luas Area Padang Lamun II-73

Gambar 2.101 Perbandingan Lokasi Terluas Kerusakan Padang Lamun II-73

Gambar 2.102 Perbandingan Kerusakan Padang Lamun II-74

Gambar 2.103 Luas Area Mangrove Di Sumatera Barat II-74

Gambar 2.104 Luas Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat II-75

Gambar 2.105 Tingkat Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat II-75

Gambar 2.106 Perbandingan Tingkat Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat II-76

Gambar 2.107 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Sumatera Barat tahun 2014 II-77

Gambar 2.108 Pos Hujan Sumbar II-78

Gambar 2.109 Jumlah Hari Hujan Sumatera Barat Tahun 2014 II-79

Gambar 2.110 Suhu Rata-rata Bulanan Sumatera Barat Tahun 2014 II-79

Gambar 2.111 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Sumatera Barat Tahun 2014 II-80

Gambar 2.112 Tekanan Udara Rata-Rata Sumatera Barat Tahun 2014 II-80

Gambar 2.113 Tekanan udara rata-rata Sumatera Barat tahun 2014 II-81

Gambar 2.114 Suhu Udara Rata-rata Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014 II-81

Gambar 2.115 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2014 II-82

Gambar 2.116 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014 II-82

(15)

Gambar 2.118 Perkiraan Kerugian (Rp) dan Total Area Terendam (Ha) Kabupaten / Kota Yang Mengalami Bencana Banjir Tahun 2014

II-85

Gambar 2.119 Jumlah Korban Mengungsi Akibat Banjir di 7 ( tujuh ) Kabupaten / Kota Tahun 2014 II-86

Gambar 2.120 Jumlah Korban Meninggal Akibat Banjir Tahun 2014 II-86

Gambar 2.121 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir diSumatera Barat Tahun 2012 - 2014

II-87

Gambar 2.122 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir 19 ( Sembilan Belas ) Kabupaten/Kota

II-88

Gambar 2.123 Perbandingan Jumlah Korban Mengungsi dan Korban Meninggal Akibat Bencana Banjir Tahun 2013 - 2014

II-89

Gambar 2.124 Kejadian Bencana Alam Di Kawasan Pantai Sumatera Barat II-89

Gambar 2.125 Frekuensi Bencana Banjir dan Longsor II-90

Gambar 2.126 Perkiraan Kerugian dan Luas Hutan / Lahan Terbakar Tahun 2014 II-91

Gambar 2.127 Perbandingan Perkiraan Luas Hutan / Lahan terbakar ( Ha ) Tahun 2011 - 2014 II-92

Gambar 2.128 Jumlah Hotspot Kebakaran Hutan di Sumatera Barat Tahun 2011 - 2014 II-93

Gambar 2.129 Frekuensi Bencana Kebakaran Hutan Pada Tahun 2011 - 2014 II-94

Gambar 2.130 Jumlah Korban Meninggal Serta Perkiraan Kerugian Akibat Bencana Tanah Longsor dan Gempa Bumi Tahun 2014

II-95

Gambar 2.131 Jumlah Korban Kejadian Bencana Tahun 2014 II-96

Gambar 2.132 Jumlah Kerusakan Rumah dan Total Kerusakan Bencana Alam Tahun 2014 II-96

Gambar 2.133 Jumlah Kejadian Bencana di Sumatera Barat II-97

Gambar 2.134 Peta Rawan Bencana Alam Wilayah Sumatera Barat II-98

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Gambar 3.1

Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-2

Gambar 3.2

Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010

2014

III-2

Gambar 3.3 Kepadatan Penduduk dan Sebaran Penduduk Sumatera Barat Tahun 2014 III-3

Gambar 3.4

Pertumbuhan Penduduk 2 (dua) Tahun Terakhir Tahun 2013 - 2014

III-3

Gambar 3.5

Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-4

Gambar 3.6

Rasio Jenis Kelamin Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014

III-5

Gambar 3.7

Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

(16)

Gambar 3.8

Perbandingan Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012

2014

III-6

Gambar 3.9

Jumlah Kecamatan di Wilayah Pesisir

III-6

Gambar 3.10

Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan

III-7

Gambar 3.11

Tingkat Pendidikan Penduduk Wilayah Pesisir

III-7

Gambar 3.12

Jumlah Rumah Tangga dan Rumah Tangga Miskin

III-8

Gambar 3.13

Jumlah dan Persentase Penurunan Rumah Tangga Miskin Terbesar di 7

Kabupaten/Kota

III-9

Gambar 3.14

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin di Perkotaan dan Pedesaan Pada

Tahun 2011-2014

III-9

Gambar 3.15

Jumlah Penduduk dengan Sumber Air Minum di Kabupaten/Kota Tahun 2014

III-10

Gambar 3.16

Persentase Sumber Air Minum di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-10

Gambar 3.17

Jumlah Penduduk dan Persentase Yang Memiliki Akses Air Minum

III-11

Gambar 3.18

Jumlah Penduduk Yang Memiliki Akses Air Minum Memenuhi Syarat

III-11

Gambar 3.19

Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum di Kota Tahun

2013-2014

III-12

Gambar 3.20

Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar

III-12

Gambar 3.21

Perbandingan Penduduk Mempunyai Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun

2013 - 2014

III-13

Gambar 3.22

Perbandingan Penduduk Yang Memiliki Akses Pembuangan Akhir Tinja Tahun

2013 - 2014

III-13

Gambar 3.23

Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Memliki Akses Jamban Tertinggi di 5

Kabupaten/Kota

III-14

Gambar 3.24

Perbandingan Jumlah Penduduk dengan Akses Jamban di 5 Kabupaten /Kota

Tahun 2013-2014

III-14

Gambar 3.25

Jumlah Penduduk dan Perkiraan Timbulan Sampah Tahun 2014

III-15

Gambar 3.26

Kabupaten/Kota dengan Volume Sampah Terbesar Tahun 2014

III-15

Gambar 3.27

Perbandingan Timbulan Sampah Tahun 2012-2014

III-16

Gambar 3.28

Volume Sampah TPA Regional Payakumbuh Tahun 2013-2014 Berdasarkan

Sumbernya

III-16

(17)

Gambar 3.30

Persentase Sampah Total dan Terpilah di TPA Regional

III-17

Gambar 3.31

Persentasi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA di 13 Kabupaten/Kota

III-18

Gambar 3.32

Volume Sampah di Masing-masing TPA Tahun 2014

III-18

Gambar 3.33

Nilai pH Lindi pada TPA Regional Payakumbuh

III-19

Gambar 3.34

Pengukuran TSS Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh

III-19

Gambar 3.35

Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh

III-20

Gambar 3.36

Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh

III-20

Gambar 3.37

Persentase Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk

III-23

Gambar 3.38

Perbandingan Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk Tahun 2013-2014

III-24

Gambar 3.39

Jumlah Kasus Penyakit Berbasis Lingkungan Di Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-25

Gambar 3.40

Rumah Sakit Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat Yang Melakukan

Pengelolaan Limbah

III-25

Gambar 3.41

Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-28

Gambar 3.42

Penggunaan Pupuk per Kabupaten/Kota Tahun 2014

III-28

Gambar 3.43

Proyeksi Pertambahan Luas Tanam Beberapa Komoditi Primadona Provinsi

Sumatera BaratTahun 2014-2015

III-28

Gambar 3.44

Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-29

Gambar 3.45

Perbandingan Pemakaian Berbagai Jenis Pupuk Provinsi Sumatera Barat Tahun

2013 - 2014

III-30

Gambar 3.46

Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-30

Gambar 3.47

Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian per Kabupaten/Kota Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014

III-31

Gambar 3.48

Perbandingan Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Jenis Penggunaan Baru

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2014

III-31

Gambar 3.49

Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Produksi Per Hektar

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-32

Gambar 3.50

Perbandingan Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2011

2014

(18)

Gambar 3.51

Luas Cetak Sawah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010

2014

III-33 Gambar 3.52

Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-34

Gambar 3.53

Perbandingan Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012

2014

III-35

Gambar 3.54

Jumlah Kotoran Ternak Yang Dihasilkan Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2014

III-35

Gambar 3.55

Emisi Gas Metan (CH

4

) Berdasarkan Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014

III-36

Gambar 3.56

Perbandingan Jumlah Hewan Ternak dengan Emisi Gas Methan (CH

4

)

dari Kegiatan Peternakan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-36

Gambar 3.57

Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-37

Gambar 3.58

Perbandingan Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012-2014

III-38

Gambar 3.59

Jumlah Kotoran Ternak segar Yang Dihasilkan ternak Unggas Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2014

III-38

Gambar 3.60

Perbandingan Jumlah Hewan Unggas dengan Emisi Gas Methan (CH

4

) dari

Kegiatan Peternakan Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-39

Gambar 3.61

Jumlah Total Emisi Gas Methan (CH

4

) dari Hewan Ternak dan Hewan Unggas

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-39

Gambar 3.62 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Sawit III-41

Gambar 3.63 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Karet III-41

Gambar 3.64 Sebaran Lokasi Industri di Wilayah DAS III-42

Gambar 3.65 Jenis dan Jumlah Industri Peserta PROPER Pengawasan Di Provinsi Sumatera Barat. III-43

Gambar 3.66 Sebaran Industri Peserta PROPER Pengawasan Provinsi Sumatera Barat III-43

Gambar 3.67

Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian

III-45

Gambar 3.68

Persentase Potensi Lapangan Energi Panas Bumi Sumatera Barat

III-46

Gambar 3.69

Potensi Energi Hidro di Provinsi Sumatera Barat

III-47

Gambar 3.70

Jumlah Kendaraan Roda 4 dan roda 6 Tahun 2013 dan 2014

III-48

(19)

Gambar 3.72

Perkembangan Jumlah Kendaraan Berdasarkan Jenis 2012-2014

III-49

Gambar 3.73

Konsumsi 3 jenis BBM Terbesar Pada Sektor Industri

III-49

Gambar 3.74

Konsumsi LPG Rumah Tangga Pada 5 Kabupaten/Kota

III-50

Gambar 3.75

Konsumsi Minyak Tanah dan Kayu bakar Rumah Tangga Pada 4

Kabupaten/Kota

III-50

Gambar 3.76

Pemakaian Bahan Bakar Rumah Tangga antar Waktu 2013-2014

III-51

Gambar 3.77

Jumlah Kendaraan dengan Bahan Bakar Bensin dan Solar

III-51

Gambar 3.78

Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan Dari Sarana Transportasi di 8

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-53

Gambar 3.79

Terminal Angkutan Darat di Sumatera Barat

III-53

Gambar 3.80

Pelabuhan Laut dan Udara di Provinsi Sumatera Barat

III-55

Gambar 3.81

Persentase Penumpang Berdasarkan Sarana Transportasi Tahun 2014

III-55

Gambar 3.82

Perkembangan Jumlah Penumpang Antar Waktu 2012-2014

III-55

Gambar 3.83

Jenis Kendaraan Yang Banyak Disukai Masyarakat antar 2012-2014

III-56

Gambar 3.84

Jenis Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat

III-57

Gambar 3.85

Lokasi Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat

III-57

Gambar 3.86

Jumlah Pengunjung Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-58

Gambar 3.87

Kunjungan Wisata Pada 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Dalam

Kurun Waktu 4 tahun

III-59

Gambar 3.88

Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-59

Gambar 3.89

Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara

Dalam Kurun

Waktu 4 Tahun di Provinsi Sumatera Barat

III-60

Gambar 3.90

Jumlah Hotel dan Restoran di Provinsi Sumatera Barat

III-60

Gambar 3.91

Tingkat Penghunian Kamar Akomodasi Lainnya di Sumatera Barat

III-61

Gambar 3.92

Rata-Rata Tingkat Hunian Hotel Dalam Kurun Waktu 4 Tahun

III-61

Gambar 3.93

Perbandingan Tingkat Hunian Hotel Berbintang Tahun 2013 dan Tahun 2014

III-62

Gambar 3.94

Jenis Kegiatan/Usaha yang memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3

III-66

Gambar 3.95

Perbandingan Timbulan Limbah Medis RS Pemerintah dan RS Swasta di Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014

(20)

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Gambar 4.1

Realisasi Kegiatan Penghijauan di Sumatera Barat Tahun 2014

IV-2

Gambar 4.2

Realisasi Kegiatan Reboisasi di Sumatera Barat Tahun 2014

IV-3

Gambar 4.3

Perbandingan Luas Areal Penghijauan Tahun 2013

2014

IV-3

Gambar 4.4

Perbandingan Luas Areal Reboisasi Tahun 2013

2014

IV-3

Gambar 4.5

Penyebaran Bantuan Bibit Perkebunan

IV-6

Gambar 4.6

Jumlah Bank Sampah di Sumatera Barat Tahun 2014

IV-7

Gambar 4.7

Jumlah Dokumen Lingkungan yang Dinilai Pada Komisi Penilai Amdal Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2012

2014

IV-10

Gambar 4.8

Persentase Perbandingan Jumlah Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan

Persetujuan/ Pengesahannya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada

Tahun 2014 per Sektor/Bidang Usaha dan/atau Kegiatan

IV-11

Gambar 4.9

Perbandingan Jumlah/Jenis Dokumen Lingkungan Usaha dan/atau Kegiatan

yang Menjadi Objek PROPER/PROPELIKE Tahun 2014

IV-13

Gambar 4.10

Jumlah Usaha dan/atau Kegiatan yang Menjadi Objek PROPER/ PROPELIKE

Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi Usaha dan/atau Kegiatan

IV-14

Gambar 4.11

Perbandingan Jumlah dan Jenis Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan

Pengesahan/Persetujuannya di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

IV-15

Gambar 4.12 Pengawasan Yang dilakukan Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera Barat IV-16

Gambar 4.13

Persentase Penanganan Pengaduan Tahun 2014 yang difasilitasi oleh Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat berdasarkan kewenangan

IV-18

Gambar 4.14

Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup Berdasarkan Sektor Kegiatan Yang

Penanganannya Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

IV-18

Gambar 4.15

Jumlah Pengaduan Lingkungan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014

IV-19

Gambar 4.16

Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup

IV-25

Gambar 4.17

Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per

Kabupaten/Kota

IV-26

Gambar 4.18 Perbandingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per

Kabupaten/Kota Tahun 2013 - 2014

IV-26

Gambar 4.19 Perbandingan Jumlah Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tahun 2014 per Kabupaten/Kota Untuk Semua Kategori

(21)

Gambar 4.20 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

IV-30

Gambar 4.21 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional Tahun 2014 IV-31 Gambar 4.22

Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2007 s/d 2014 per

Kategori

IV-32

Gambar 4.23

Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2007 s/d 2014 per

Tingkat Pendidikan per Tahun

IV-33

Gambar 4.24

Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2017-2014

IV-33

Gambar 4.25

Perkembangan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Sejak Tahun

2012-2014

IV-33

Gambar 4.26 Perkembangan peringkat PROPER Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2012 s/d 2014 IV-34 Gambar 4.27 Perkembangan peringkat PROPELIKE Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2011 s/d 2014 IV-35 Gambar 4.28

Perbandingan Kota-Kota Penerima Penghargaan Adipura di Provinsi Sumatera

Barat

IV-36

Gambar 4.29

Perbandingan Perolehan Penghargaan Nasional Lingkungan Tahun 2011-2014

IV-38

Gambar 4.30 Jumlah Kegiatan Sosialisasi Lingkungan di Provinsi Sumatera Barat IV-38

Gambar 4.31

Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi dan

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014

IV-40

Gambar 4.32

Anggaran APBD Instansi Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Barat Tahun

2013 dan 2014

IV-41

Gambar 4.33 Jumlah Personil BapedaldaProvinsi Sumatera Barat Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2014

IV-42

Gambar 4.34 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2013 dan 2014

IV-43

Gambar 4.35 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2014

IV-43

Gambar 4.36

Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup

Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun

2013-2014

IV-44

(22)

Gambar 4.38

Perbandingan Bentuk Kelembagaan Instansi Bidang Lingkungan Hidup

Kabupaten/Kota Tahun 2013-2014

IV-45

Gambar 4.39

Jumlah Staf Fungsional Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Staf yang telah

mengikuti Diklat tahun 2014

IV-45

Gambar 4.40

Jumlah Peserta Diklat Teknis yang diikuti Pegawai Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat sampai Tahun 2014

(23)

Permasalahan Lingkungan Hidup Semakin Lama Semakin Kompleks

Yang Membutuhkan Kerjasama Bersifat Multi Sektor.

Agenda Pengelolaan Lingkungan Provinsi Sumatera Barat Ke Depannya Didasarkan

Pada Prioritas Pembangunan 2010 – 2015 Berbasis Isu Lingkungan Hidup

Terkait Pemulihan Dan Pengendalian Pencemaran Sungai Dan Danau,

Pengendalian Limbah Domestik Dan Limbah B3 Serta

(24)

1.1.

Profil Sumatera Barat

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang terletak dibagian barat pulau Sumatera dengan posisi yang sangat strategis dan merupakan gerbang Indonesia di wilayah bagian barat. Secara geografis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada

koordinat antara 0º,54’ Lintang Utara dan 3º,30’ Lintang Selatan serta 98º,36’ dan 101º,53’ Bujur Timur sehingga daerah ini dilalui garis khatulistiwa. Batas wilayah sebelah barat berbatas langsung dengan Samudra Hindia, sebelah timur berbatas dengan Provinsi Riau dan Provinsi Jambi, sebelah utara berbatas dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah selatan berbatas dengan Provinsi Bengkulu.

Provinsi Sumatera Barat memiliki luas wilayah administrasi 42.297,30 km² dengan jumlah penduduk 4.957.619 jiwa, memiliki 19 daerah kabupaten/kota yakni Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kota Pariaman, Kota Sawahlunto dan Kota Padang Panjang.

Topografi daerah ini cukup bervariasi mulai dari dataran rendah berupa pantai sampai dataran tinggi, yang terdiri dari perbukitan sampai pegunungan, perairan darat yang terdiri dari sungai besar dan kecil serta kawasan laut mulai laut dangkal sampai laut dalam.

Menurut kelas klasifikasi lereng, Provinsi Sumatera Barat hampir separuhnya atau sekitar 44% didominasi oleh lahan agak curam sampai dengan curam. Sementara itu luas daerah yang sangat curam sekitar 10%. Dengan demikian dalam pengelolaan lahan diperlukan analisa kesesuaian lahan serta kehati-hatian agar lahan tidak mengalami kerusakan.

Sumatera Barat memiliki potensi sumber daya air di daratan yang cukup besar, terdapat 606 sungai besar dan kecil, 27 diantaranya merupakan sungai lintas provinsi dan 57 sungai lintas kabupaten/kota.

(25)

sungai di Sumatera Barat merupakan hulu dari sungai-sungai di provinsi tetangga.

Provinsi Sumatera Barat juga memiliki 238 danau/embung dan telaga. Beberapa danau yang besar dan terkenal diantaranya adalah Danau Maninjau dengan luas 99,5 km², Danau Singkarak dengan luas 130,11 km², Danau Diatas dengan luas 31,5 km² dan Danau Dibawah 14,0 km². Dengan demikian Danau Singkarak merupakan Danau terbesar di Sumatera Barat yang terletak di 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar.

Selain ekosistem daratan, potensi ekosistem pesisir dan laut Provinsi Sumatera Barat juga cukup besar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Luas perairan laut Sumatera Barat ± 52.882,42 km² dengan panjang garis pantai 1.378 km, memiliki 375 buah pulau besar dan kecil. Pada wilayah pesisir terdapat potensi hutan mangrove seluas 42.105,91 ha, terumbu karang 36.693,27 ha dan padang lamun 2.350,81 ha (Sumber : Profil MIH Sumatera Barat, 2014)

1.2.

Manfaat

Penulisan

Buku

SLHD

1.2.1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah

Buku SLHD merupakan kumpulan data dan informasi yang dihimpun dan dianalisis dari program/kegiatan berbagai instansi

pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Oleh sebab itu buku SLHD dapat dimanfaatkan untuk menindaklanjuti berbagai program/kegiatan terkait dengan upaya pengelolaan lingkungan pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu, dapat juga dipakai untuk mengevaluasi ketepatan arah kebijakan pembangunan dan program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Sampai saat ini, buku SLHD sudah dimanfaatkan untuk penyusunan beberapa dokumen kebijakan seperti : RAD GRK Provinsi Sumatera Barat, RAD PLH Provinsi Sumatera Barat, REDD+, RPJMD 2015-2019, RKT beberapa instansi dan RENSTRA Bapedalda Provinsi Sumatera Barat.

1.2.2. Manfaat Bagi Lingkungan

(26)

1.2.3. Manfaat Bagi Masyarakat, Dunia Pendidikan dan Dunia Usaha

Sesuai Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi tentang lingkungan hidup. Oleh sebab itu, SLHD merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan amanat UU 32 tersebut. SLHD juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penelitian karena SLHD berisi data dan informasi yang sudah dihimpun dan dianalisis dari program/kegiatan lingkungan berbagai sektor.

Dunia usaha juga dapat memanfaatkan buku SLHD karena memuat data dan informasi potensi sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang sangat dibutuhkan dalam menginvestasikan modalnya di Sumatera Barat. pada tahun 2014 antara lain :

a. Isu terkait penurunan kualitas air : - Menurunnya kualitas air sungai

segmen perkotaan terutama Sungai Batang Agam, Batang Anai, Batang

Ombilin dan Batang Pangian. Untuk Sungai Batang Agam, parameter yang sangat mempengaruhi kualitas sungai adalah parameter fecal coliform, total coliform dengan kategori cemar berat terutama yang berada pada segmen Kota Bukittinggi dan beberapa titik di Kabupaten Agam. Total coliform dan fecal coliform yang cukup besar terutama pada lokasi yang menerima limbah Rumah Potong Hewan (RPH) secara langsung. Pada lokasi ini, air sungai tidak layak digunakan untuk minum dan mencuci karena mengandung bakteri yang tinggi. - Menurunnya kualitas Sungai Batang

Hari disebabkan adanya limbah kegiatan PETI skala besar dan kegiatan domestik.

- Kecenderungan penurunan kualitas air Danau Maninjau (danau Strategis dan tujuan Wisata) yang ditandai dengan kematian ikan pada waktu-waktu tertentu. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah melebihi daya tampung dan daya dukung Danau Maninjau.

b. Isu terkait limbah :

(27)

prasarana pengolahan sampah. Pada umumnya layanan tidak sampai menjangkau pemukiman yang berada pada sempadan sungai, danau dan wilayah pesisir walaupun pemukiman tersebut cukup padat.

- Belum terkelolanya Limbah B3 dan limbah cair Rumah Sakit serta Hotel. c. Isu terkait kebencanaan yaitu banjir,

longsor dan kebakaran hutan. Untuk bencana banjir, walaupun tidak separah tahun 2012, kejadian banjir pada lokasi tertentu menimbulkan kerugian yang cukup besar. Sedangkan bencana longsor yang terjadi dengan intensitas kecil. Adapun bencana kebakaran hutan dan lahan terluas terjadi di Kabupaten Pasaman Barat yakni seluas 70 ha, selanjutnya Kabupaten Agam dan Dharmasraya masing-masing seluas 40 ha.

1.3.2. Alasan Penetapan Isu Prioritas

Isu prioritas pada tahun 2014 ini ditetapkan dan dianalisis melalui 2 (dua) pendekatan yakni :

a. Ketersediaan data, baik data dari hasil pemantauan dan pengawasan Bapedalda maupun dari data kegiatan/program instansi lain terkait.

b. Terjadinya kasus pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.

Adapun alasan penetapan isu lingkungan pada tahun 2014 dapat dijelaskan sebagaimana uraian berikut :

a. Isu lahan dan hutan tidak terlalu dibahas karena data penetapan kawasan hutan terakhir ditetapkan pada tahun 2013 sementara data laju kerusakan hutan dan lahan tidak begitu cukup tersedia untuk menganalisis isu ini. Walaupun pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi alih fungsi hutan dan lahan untuk berbagai kegiatan pembangunan seperti : pemukiman, pertambangan, pertanian, dll

a. Isu mengenai pencemaran air sungai di segmen perkotaan sampai tahun ini masih tetap menjadi isu lingkungan prioritas karena berdasarkan data hasil pemantauan menunjukkan Indek Pencemaran Air (IPA) sungai di Sumatera Barat cendrung menurun dari tahun ke tahunnya. Sungai Batang Agam dan Sungai Batang Anai menurun sampai kategori wsapada pada segmen tertentu. Disamping itu, Sungai Batang Hari yang merupakan sungai lintas provinsi, juga menunjukkan penurunan nilai IPA.

(28)

b. Isu bencana lingkungan pada tahun ini tetap menjadi isu prioritas karena geomorfologi Sumatera Barat yang rawan terhadap bencana geologi menuntut kewaspadaan guna menghindari kerugian yang tidak diinginkan.

c. Penetapan isu lingkungan hidup terkait limbah, didasarkan pada :

- Keterbatasan Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam memberikan jangkauan pelayanan dan kurangnya sarana serta prasarana pengolahan sampah seperti TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) menyebabkan masalah persampahan belum tertangani secara baik. Isu ini menjadi prioritas agar Pemerintah Kabupaten/Kota dapat merumuskan strategi dan upaya untuk mengatasi keterbatasan yang ada dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah.

Disisi lain sampah juga merupakan sumber pencemaran utama sungai-sungai di perkotaan dan sumber dari emisi Gas Rumah Kaca (GRK) - Belum terkelolanya secara baik

limbah cair dan limbah B3 sebagian Rumah Sakit Pemerintah dan hotel. Limbah kedua jenis kegiatan ini memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pencemaran di Sumatera Barat, sehingga isu limbah

cair dan limbah B3 rumah sakit dan hotel patut menjadi isu prioritas.

1

.4. Analisis S-P-R

Isu prioritas dianalisis menggunakan analisis S-P-R (Statue/Status, Pressure/

Tekanan dan Response/Upaya Pengelolaan Lingkungan). Pendekatan analisis menggunakan analisis statistik sederhana, analisis perbandingan antar lokasi, analisis perbandingan antar waktu dan analisis perbandingan dengan baku mutu pencemaran/kriteria kerusakan. Dalam mengambil sampel/parameter/lokasi untuk dianalisis lebih detail maka dilakukan dengan kriteria :

a. Keterwakilan masalah baik terkait dengan status, tekanan dan upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan.

b. Keterwakilan lokasi terutama lokasi yang dapat menggambarkan kondisi kritis yang patut menjadi perhatian.

c. Keterwakilan parameter terutama parameter yang menunjukkan kualitas lingkungan yang cenderung memburuk.

1.4.1. Analisis SPR pada Status

(29)

a. Air

- Sungai perkotaan yang kualitas airnya cenderung menurun yaitu Sungai Batang Agam, Batang Anai, Batang Ombilin dan Batang Pangian. Untuk Sungai Batang Agam sudah hampir tercemar pada segmen Kota Bukittinggi, dimana pada lokasi ini terdapat RPH yang limbahnya langsung dibuang tanpa melalui pengolahan, disamping itu di Sungai Batang Anai (segmenTanah Datar) juga terdapat aktifitas domestik dan tumpukan sampah. Hasil Perhitungan indeks pencemaran air (IPA) terendah adalah Sungai Batang Anai yaitu 53,83 % selanjutnya Batang Agam 59,81 %. - Sungai lintas kabupaten/kota dan

lintas provinsi yang sudah mengalami pencemaran yakni Sungai Batang Hari karena terdapat kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) dan galian C. Berdasarkan data kualitas airnya, untuk parameter fecal coliform dan total coli, Sungai Batang Hari sudah hampir tercemar berat hampir pada setiap segmen. Disamping itu, data IPA jug menurun setiap tahunnya. - Banyaknya jumlah KJA di Danau

Maninjau yakni 16.130 petak, sementara yang dipersyaratkan

sejumlah 6.000 petak sehingga telah melebihi daya dukung dan daya tampung Danau Maninjau. Kondisi ini menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar setiap tahunnya akibat pakan ikan yang mengandung pospat dan nitrat serta kotoran ikan yang mengandung amoniak yang menyebabkan terjadinya eutrofikasi.

1.4.2. Analisis SPR pada Tekanan

Adanya tekanan terhadap lingkungan memberikan dampak berupa penurunan kualitas lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun ditengarai sebagai penyebab utama tekanan terhadap lingkungan yang memberikan efek turunan pada tekanan lainnya. Berikut gambaran analisis SPR terhadap tekanan :

a. Kependudukan

Tekanan utama dari kependudukan adalah meningkatnya jumlah timbulan sampah yang memerlukan penanganan serius. Jumlah timbulan sampah tertinggi terdapat di Kota Padang dan Kota Solok. b. Pemukiman

(30)

dengan pencemaran air, maka bentuk tekanan dari pemukiman adalah masih tingginya jumlah rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas Buang Air Besar (BAB) sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK. Jumlah rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Padang Panjang. c. Meningkatnya aktifitas/kegiatan di sektor

pembangunan seperti : industri, rumah sakit, hotel, transpotasi, pertambangan, pemakaian energi telah menyebabkan pula tekanan terhadap lingkungan.

1.4.3. Analisis SPR pada Respon

Berbagai upaya pengelolaan lingkungan telah dilakukan untuk mengurangi berbagai permasalahan lingkungan di Sumatera Barat. Upaya tersebut meliputi rehabilitasi lingkungan, pengawasan AMDAL/UKL-UPL, penegakan hukum, peningkatan peran serta masyarakat dan peningkatan kapasitas kelembagaan. Beberapa upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan tahun ini antara lain :

a. Kegiatan penghijauan dan reboisasi yang dilakukan kerjasama antar instansi pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

b. Turut berpartisipasinya masyarakat, dunia pendidikan dan dunia usaha dalam

pengelolaan lingkungan. Meningkatnya jumlah sekolah berwawasan lingkungan (Adiwiyata) serta adanya kegiatan

Coorporate Social Responsibility (CSR) perusahaan juga turut andil dalam perbaikan kualitas lingkungan. Masyarakat juga membantu dengan berbagai kegiatan aksi bersama pemerintah daerah/swasta seperti pembersihan lingkungan, pembersihan pantai, penanaman pohon (go green), dll. c. Kegiatan Adipura dan Gerakan Sumbar

Bersih yang melibatkan kecamatan/ kelurahan di kabupaten/kota untuk mengurangi jumlah timbulan sampah. d. Kegiatan pengendalian pencemaran

terhadap industri melalui program Penilaian Kenerja Perusahaan dan Kegiatan (PROPER dan PROPERLIKE) e. Kegiatan pengawasan izin dokumen

lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan SPPL) serta menindaklanjuti pengaduan kasus-kasus lingkungan.

(31)

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANYA

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANYA

Isu lingkungan hidup prioritas pada tahun 2014 adalah

menurunnya kualitas air sungai perkotaan dan danau yakni

Sungai Batang Agam, Sungai Batang Hari dan Danau

(32)

2.1.

LAHAN DAN HUTAN

Luas kawasan hutan di Sumatera Barat berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 lebih kurang 55,39 % sedangkan 44,61 % digunakan untuk kegiatan lainnya dalam bentuk Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 1.886.837 Ha dari total luas Provinsi Sumatera Barat yaitu seluas 4.229.730 Ha. Isu utama terkait dengan lahan dan hutan di Provinsi Sumatera Barat dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir tidak mengalami perubahan, yaitu :

1. Alih fungsi lahan (okupasi)/ pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan serta kaitannya dengan penurunan Gas Rumah Kaca (GRK).

2. Lahan kritis yang cukup luas di beberapa kabupaten yang belum diikuti upaya rehabilitasi yang signifikan yaitu di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat.

3. Kerusakan hutan di kabupaten/kota. Analisis terhadap isu lingkungan terkait hutan dan lahan akan dilakukan melalui pendekatan–pendekatan sebagai berikut:

1. Analisis terhadap obyek dan lokasi dilakukan dengan melihat keterwakilan masalah, bukan keseluruhan daerah kabupaten/kota.

2. Analisis dilakukan untuk melihat kecendrungan dengan membandingkan

antar lokasi, antar waktu dan trend kerusakan yang terjadi.

3. Analisis perbandingan dengan baku mutu hanya diterapkan terhadap bahasan kerusakan tanah. Baku mutu mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. 4. Pendekatan analisis juga didasarkan

pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) untuk parameter tutupan lahan.

2.1.1. Kondisi Lahan dan Hutan

2.1.1.1. Luas Wilayah Menurut

Penggunaan Lahan Utama

Setelah terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013 Tanggal 15 Januari 2013, topografi daerah Sumatera Barat yang didominasi oleh perbukitan mengakibatkan sebagian besar kawasan hutan di Sumatera Barat berstatus kawasan lindung, baik berupa hutan lindung maupun hutan konservasi. Luas lahan hutan terluas berada di Kabupaten Pesisir Selatan seluas 429.765 Ha, sedangkan kota yang memiliki hutan terkecil luasnya adalah Kota Payakumbuh seluas 1,58 Ha sebagai hutan kota.

(33)

Provinsi Sumatera Barat, 2014). Untuk kawasan perkebunan terluas berada di Kabupaten Pasaman Barat yaitu 188.955 Ha dan lahan perkebunan terkecil berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai seluas 20,57 Ha. Sedangkan daerah yang tidak memiliki lahan perkebunan adalah Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang dan Kota Payakumbuh.

Penggunaan lahan terluas di Sumatera Barat adalah hutan yang berjumlah ± 59,49 %, sedangkan sisanya adalah penggunaan untuk non pertanian ± 2,17 %, sawah 8,51 %, lahan kering 13,86 %, perkebunan ± 15,28 %, dan badan air 0,68 %. Distribusi penggunaan lahan di Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Fungsi/Status

Luas kawasan hutan di Sumatera Barat berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut–II/2013 Tanggal 15 Januari 2013 seluas +2.380.057,32 Ha yang meliputi Kawasan Konservasi yang terdiri dari Cagar Alam/ Suaka Margasatwa/Taman Wisata/Kawasan

Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) seluas 806.938,74Ha, Hutan Lindung (HL) seluas 791.671 Ha, Hutan Produksi (HP) seluas 360.608 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 233.210 Ha, dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas 187.629 Ha. Luas kawasan hutan menurut fungsi/status dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status

(34)

Pada tahun 2011 terjadi perubahan luas kawasan hutan lindung yang berkurang sebesar 200.000 Ha. Sedangkan pada tahun 2012 tidak ada perubahan luas kawasan lindung. Perubahan terjadi lagi pada tahun 2013, dimana berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013 Tanggal 15 Januari 2013 mengalami

perubahan hutan lindung seluas 443 ha. Untuk lebih jelasnya perbandingan perubahan luas kawasan hutan menurut fungsinya dari tahun 2012–2014 dapat dilihat pada Gambar 2.3. Perubahan fungsi hutan yang paling besar adalah Kabupaten Solok Selatan yaitu 198.001 Ha

Gambar 2.3 Perubahan Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status

Sumber : OlahanTabel SD-2D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.3. Luas Kawasan Lindung

Berdasarkan RTRW dan Tutupan

Lahannya

Luas kawasan lindung berdasarkan RTRW seluas 3.162.299,98 Ha dan kawasan budidaya seluas 74.365,68. (sumber: Tabel SD-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera

Barat, 2014). Dari total kawasan lindung terdapat hutan lindung dengan luasan 23,68%, hutan suaka alam dan pelestarian alam 57,56 %, dan 16,39% kawasan lindung berada di hutan produksi, hutan produksi Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu 290.392,9

Ha, diikuti Kabupaten Pesisir Selatan seluas 271.523,4 Ha berupa Taman Nasional (Taman Nasional Kerinci Seblat) dan Suaka Alam. Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan taman nasional lintas provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan. Untuk segmen Sumatera Barat meliputi Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung.

(35)

Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa penggunaan lahan sawah ke depannya akan dikonversi secara terencana melalui RTRW kabupaten/kota untuk kebutuhan pemukiman, pusat usaha/perdagangan, perkantoran, infrastruktur jalan dan keperluan lainnya.

2.1.1.4. Luas Penutupan Lahan Dalam

Kawasan Hutan dan Luar

Kawasan Hutan

Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan non kawasan hutan dinyatakan dengan luas kawasan Hutan Tetap (HT) dan kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) serta Areal Penggunaan Lain (APL). Hutan Tetap merupakan jumlah

luasan dari Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi. Gambar 2.5 menggambarkan dari 12 kabupaten/kota yang memiliki luas penutupan lahan berupa Hutan Tetap terluas adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 420.834Ha. Hutan Produksi Konservasi terluas di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu 374.449,69 Ha, dan Areal Penggunaan Lain terluas juga berada di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu seluas 17.919,31 Ha.

Perbandingan luas penutupan lahan pada tahun 2012 dan 2013 menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah penutupan lahan baik dalam dan luar kawasan hutan.

Gambar 2.4 Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan Tahun 2012 dan Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-4A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.5. Luas Lahan Kritis

Luas lahan kritis pada tahun 2014 adalah 339.173,31 Ha. Lahan kritis terluas terdapat di Kabupaten Dharmasraya yaitu sebesar 584.139,72 Ha, diikuti Kabupaten Pesisir Selatan seluas 319.437 Ha dan

(36)

memiliki luas lahan kritis terkecil yaitu seluas 2.197,26 Ha.

Total luas lahan kritis Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 Bila dilihat dari kategori lahan kritis yang dibagi

berdasarkan potensial kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis, maka pada tahun 2014 di 7 ( tujuh ) kabupaten/kota menunjukan bahwa lahan berpotensial kritis seluas 1.425.157 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.

Gambar 2.5 Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.6 Luas Lahan Kritis, Potensial Kritis dan Agak Kritis di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.6. Evaluasi Kerusakan Tanah di

Lahan Kering Akibat Erosi Air

Kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air tahun 2014 dapat digambarkan di 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kota Padang dengan besaran erosi 33,52 mm/10 tahun (melebihi ambang batas

(37)

mengakibatkan kerusakan tanah di lahan kering di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Dharmasraya pada semua ketebalan tanah tidak melebihi ambang batas kritis erosi.

Secara umum kerusakan tanah akibat erosi terjadi pada ketebalan tanah kurang dari 20 cm, tebal tanah antara 20 s/d <50 cm dan 50 s/d < 100 cm. Kerusakan tanah di

lahan kering akibat erosi air mengalami kecenderungan tetap di tahun 2013 ini. Di Kabupaten Pesisir Selatan, erosi yang mengakibatkan kerusakan tanah di lahan kering masih memenuhi ambang kritis erosi (PP 150 Tahun 2000). Gambar 2.7 memperlihatkan perbandingan kerusakan tanah dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun di Kabupaten Pesisir Selatan.

Gambar 2.7 Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.7. Evaluasi Kerusakan Tanah di

Lahan Kering

Hasil evaluasi kerusakan tanah pada lahan kering di 8 (delapan) kabupaten/kota yaitu Kota Padang, Kota Payakumbuh, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Dhamasraya. Secara umum menunjukkan bahwa pengujian tanah bukan dilakukan pada lahan kering melainkan di lahan pertanian/ perkebunan dengan kualitas tanah yang cukup baik. Hasil pemantauan dapat

disampaikan bahwa solum tanah di Sumatera Barat umumnya memiliki solum tanah lebih besar dari 20 cm dan derajat kelolosan air antara 0,7 s/d 8 cm/jam serta kebatuan permukaan lebih kecil dari 40%.

(38)

Tabel 2.1 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014

No. Parameter Ambang Kritis Hasil Pengamatan

2012 2013 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-7A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.8. Evaluasi Kerusakan Tanah di

Lahan Basah

Hasil pemantauan kualitas tanah di lahan basah di Sumatera Barat secara umum belum terjadi kerusakan tanah di lahan basah (masih memenuhi baku mutu

PP 150 Tahun 2000). Kerusakan tanah di lahan basah dapat digambarkan bahwa tidak terjadi perbedaan antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012, Tahun 2013 dan Tahun 2014

No Parameter Ambang Kritis Hasil Pengamatan

(PP 150/2000) 2012 2013 2014

1 pH (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 4,63 4,77 12,44

2 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 mS/cm 6,00 105,00 98,00 3 Redoks < 200 mV 321,00 321,00 159,00 4 Jumlah Mikroba < 102cfu/g tanah 15,00 27,8 34,00 Sumber : Olahan Tabel SD-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan

Menurut Penyebabnya

Pada tahun 2013 kerusakan hutan di Sumatera Barat seluas 62.535,12 Ha. Penyebab kerusakan hutan terbesar adalah perambahan hutan seluas 39.393,31 Ha

(39)

terbesar terdapat di Kabupaten Pasaman Barat 66.700 Ha dan Kabupaten Dharmasraya 5.551,55 Ha yang disebabkan oleh perambahan hutan, termasuk

dimanfaatkannya kawasan hutan untuk perkampungan dan pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Perkiraan Persentase Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya

Sumber : Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada tahun 2014 dapat digambarkan bahwa terjadi penurunan kerusakan hutan secara total dibandingkan tahun 2013 karena kerusakan hutan di Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Dharmasraya mengalami penurunan yang signifikan dari 1.994,00 Ha tahun 2013 menjadi 10,30 Ha pada tahun 2014 untuk Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Dharmasraya dari 5.551,55 Ha menjadi 567 Ha.

2.1.1.10. Pelepasan Kawasan Hutan

Yang Dapat Dikonversi Menurut

Peruntukan

Permasalahan mendasar pada hutan dan lahan salah satunya adalah konversi kawasan hutan ke areal penggunaan lain. Konversi hutan yang paling banyak pada tahun 2014 adalah kegiatan pertanian sebesar 82,60 % dan perkebunan

sebesar 12,33 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.9 konversi hutan terbesar pada tahun 2014 terjadi di Kabupaten Dharmasraya seluas 24.365 Ha yang dikonversi untuk perkebunan, selanjutnya Kabupaten Pasaman seluas 22.267 Ha yang dikonversi untuk areal perkebunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.10.

(40)

Gambar 2.9 Konversi Hutan Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-10 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.10 Konversi Hutan di 7 (Tujuh) Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-10A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.11 Tujuh Kabupaten/Kota yang Melakukan Konversi Hutan Terluas Tahun 2012 - Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel SD-10B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Tutupan Hutan dan Lahan

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) tutupan hutan merupakan salah satu cara lain untuk menilai kondisi hutan dan lahan secara cepat. Berdasarkan data luas

(41)

hutan dan lahan di Sumatera Barat masih berkategori baik kecuali Kota Padang Panjang, Kota Payakumbuh dan Kabupaten

Sijunjung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12. Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat

(42)

Gambar

Tabel 2.2. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012, Tahun 2013 dan Tahun 2014
Gambar 2.12. Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.13. Peta Perubahan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat
Gambar 2.26 Parameter Minyak dan Lemak Sungai Batang Arau, Kota Padang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bab II Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecendrungan II- 18 Gambar II.5 Luas lahan kritis Seluruh Kabupaten/kota Dalam Provinsi Aceh Tahun

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 644.240 dikelola oleh rumah

Berdasarkan pada hal-hal yang dikemukan di atas, maka perlu dilakukan Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun 2011 tentang Retribusi

Provinsi Sumatera Barat mempunyai komoditi unggulan di sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Komoditi sektor pertanian yang diunggulkan adalah subsektor tanaman perkebunan

Dari table tersebut dapat dijelaskan bahwa Program dan kegiatan yang ada pada Renja Tahun 2019 Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Barat mengalami beberapa

BUPATI PASAMAN BARAT PROVINSI SUMATERA BARAT..

Berdasarkan data Jumlah Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 kabupaten Polewali Mandar menjadi kabupaten dengan Penyumbang terbesar Kematian

Berdasarkan data Jumlah Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 kabupaten Polewali Mandar menjadi kabupaten dengan Penyumbang terbesar Kematian Ibu dengan