• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.1

Petunjuk Umum

Tujuan peningkat an kelembagaan daerah t erkait langsung dengan pembangunan prasarana kot a bidang PU/ Cipt a Karya, yait u agar invest asi pembangunan dapat dilaksanakan secara opt imal oleh Pemerint ah Kabupat en/ Kot a sert a t erjamin ket erlanjut annya.

Dalam hal kegiat an pembangunan prasarana kot a, w ilayah kegiat an pembangunan lebih dari sat u w ilayah kabupat en/ kot a, maka aspek kelembagaan perlu dibahas di t ingkat propinsi dan t ingkat nasional melalui pembahasan t ersebut diharapkan dapat diw ujudkan fungsi koordinasi dan kerjasama ant ar pemerint ah daerah.

Aspek kelembagaan dibahas pada masing-masing sekt or pembangunan dengan memperhat ikan fungsi koordinasi dan sinkronisasi kegiat an ant ar sekt or pembangunan prasarana kot a, sesuai dengan kedudukan dan t ugas masing-masing unit organisasi/ inst ansi. Kelembagaan di Kabupat en/ Kot a perlu diopt imalisasi dan dikoordinasikan sert a disinkrosnisasi uraian jabaran dari fungsi-fungsi sesuai dengan kedudukan dan t ugas masing-masing unit organisasi/ inst ansi dan perangkat nya, guna t ercapai t ujuan peningkat an kelembagaan yang mendukung kegiat an pembangunan prasarana kot a t ermasuk didalamnya Bappeda, Dinas-dinas, PDAM dll.

KELEM BAGAAN DAERAH

DAN RENCANA PENINGKATAN

a) Kelayakan Kelembagaan untuk Investasi Pembangunan Daerah

v

Batasan

Kelayakan, adalah hasil t elahan (asessment) t ent ang kapasit as suat u subyek yang mengemban t ugas-t ugas t ert ent u bagi t ercapainya t ujuan-t ujuan yang dit et apkan.

Kelembagaan, merupakan suat u subyek dan sekaligus juga

menunjuk kepada bent uk, sifat -sifat dan at au fungsi-fungsinya (build

in) yang t erkait (involve), berkepent ingan (concern) dan

bert anggung-jaw ab (responsible) unt uk t ercapainya t ujuan-t ujuan yang dit et apkan.

Invest asi, adalah salah sat u masukan dalam proses pembangunan

unt uk mampu melahirkan/ mencipt akan t ujuan-t ujuan yang dit et apkan.

Pembangunan Daerah, dimaksudkan sebagai proses, obyek, dan

sekaligus juga subyek unt uk memenuhi t unt ut an “st akeholder” -nya, bagi t ercipt anya masyarakat yang adil, t ent ram, dan sejaht era di Daerah.

v

Perlunya Kelayakan

Kelayakan yang t inggi bagi suat u inst it usi yang t erkait dan bert anggungjaw ab at as t erselenggaranya visi dan misi-nya, sangat pent ing art inya bagi t ercapai t ujuan yang dikehendaki dengan efekt if dan efisien. M akin layak ia makin t inggi t ingkat efisiensi yang dihasilkan dalam menyelesaikan t ugas-t ugasnya, demikian juga sebaliknya.

John L. Taylor, Ph.D., dalam “Indonesia Urban Infrast ruct ure

Development: A Pract ical Guide for Urban M anagers, hal XII-7 menulis

bahw a berdasarkan paradigma baru t ent ang pemerint ahan desent ralisasi di Indonesia, perubahan-perubahan berikut sedang berlangsung, yakni:

Ada gerakan bagi pelaksanaan “Good Urban Governance” , t ermasuk

demokrasi, negara hukum, dan aspek-aspek lainnya dari masyarakat madani;

Sist em yang dikembangan meliput i ket erlibat an kelompok

st akeholder” at au mit ra dalam pembangunan yang lebih luas,

t ermasuk masyarakat lokal, pemerint ah daerah, w ira-sw ast a, LSM dan lain-lainnya;

Adanya perubahan at as sist em keseimbangan kemit raan (balanced

part nership syst em), melibat kan konsult asi dan arus dua arah dalam

paradigma yang sedang t umbuh, yang mencakup unsur eksekut if dan unsur legislat if Pemerint ah Daerah, w irasw ast a, masyarakat lokal, konsult an dan LSM dan forum kot a, sebagaimana juga berlangsung di t ingkat pemerint ahan yang lebih t inggi.

Perubahan-perubahan dimaksud t ent u menunt ut adanya kapasit as baru at au kapasit as t ambahan yang diperlukan, agar suat u inst it usi menjadi “ layak” (mampu secara efekt if dan efisien) melaksanakan t ugas-t ugasnya. Dan masih banyak alasan-alasan lainnya, seperugas-t i kemajuan t eknologi. Informasi dan komunikasi yang t erus berkembang, menunt ut perlunya selalu kelayakan suat u kelembagaan dit ingkat kan.

Pembahasan t ent ang kelembagaan, t idak cukup dengan memandang “ lembaga” sebagai w adah, dengan st rukt ur organisasinya dll-nya, karena it u baru “ raga” dari lembaga t ersebut . Disamping ada “ raga” , lembaga mempunyai “ spirit ” at au dapat disebut juga sebagai “ roh” . Roh it u berada pada manusia-manusianya, yang menjadi anggot a lembaga t ersebut . Sehingga upaya meningkat kan kelayakan suat u lembaga, t idak cukup dengan hanya menyempurnakan st rukt ur organisasinya dan hal-hal lainnya yang bersifat pisik saja, t et api juga pent ing unt uk meningkat kan kapasit as/ kemampuan (penget ahuan, ket rampilan dan moral-et ika) orang-orang yang bert ugas dalam lembaga t ersebut .

v

Kendala Pelaksanaan Otonomi

Pemerint ah menyadari bahw a penyelenggaraan ot onomi daerah dalam realit asnya masih mengalami kendala yang t idak kecil, yang dapat diident ifikasikan sebagai berikut :

Kendala regulasi. Regulasi unt uk pelaksanaan ot onomi masih

menyisakan persoalan yang berart i, dilihat dari kelengkapan, kejelasan dan kemant apannya, yang berakibat penyelenggaraan ot onomi daerah yang kini berjalan dit anggapi secara beragam, dan bahkan menimbulkan ekses berupa konflik kepent ingan;

Kendala koordinasi. Proses koordinasi pelaksanaan ot onomi daerah

ant ara Inst ansi Pemerint ah Pusat (khususnya yang t erkait dengan penyusunan perat uran dan pedoman baru) belum berjalan dengan baik, sehingga berakibat kurang konsist ennya perat uran yang dikeluarkan;

Kendala persepsi. Proses ket erbukaan yang berkembang t elah

berdampak pada munculnya kecenderungan keragaman persepsi dalam menyikapi ot onomi luas, sehingga menimbulkan friksi

pemerint ahan, t erut ama yang berkait an dengan dist ribusi

kew enangan;

Kendala w akt u. Euphoria ot onomi daerah yang begit u

menggebu-gebu di era reformasi ini menunt ut kecepat an dan ket anggapan yang t inggi unt uk menyusun berbagai perat uran dan kebijakan yang diperlukan. Sement ara Pemerint ah (Pusat dan Daerah) t idak punya cukup w akt u unt uk melakukannya, w alau sadar bahw a yang ada memang belum lengkap;

Kendala ket erbat asan sumberdaya. Rendahnya kualit as/ kapasit as

SDM jelas merupakan fakt or yang dominan dalam ket idakmampuan memberdayakan kapasit asnya. Juga masih t erbat asnya penyedia

jasa/ layanan (service provider) unt uk mendukung percepat an

keuangan unt uk membiayai penyelenggaraan desent ralisasi, yang t ernyat a membut uhkan biaya yang t idak kecil.

b) Peningkatan Kapasitas (Capacity Building)

v

Pengertian dan Tujuan

Semangat desent ralisasi penyelenggaraan pemerint ah daerah, sebagaimana dit uangkan dalam UU 22/ 1999, dan kemudian diubah menjadi UU 32/ 2004, sert a at uran-at uran pelaksanaannya, membut uhkan upaya-upaya t erkoordinasi agar dapat menjamin bahw a t ujuan pelaksanaan kebijakan ot onomi di daerah t ercapai.

Selanjut nya, pedoman/ acuan pengembangan kapasit as sebagaimana dirumuskan dalam “ Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkat an Kapasit as” (KNP2K) dalam rangka mendukung Desent ralisasi, yang dikeluarkan bersama oleh M ent eri Dalam Negeri dan M ent eri Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Bappenas, 6 November 2002, merujuk pada kebut uhan unt uk menyempurnakan perat uran dan perundangan, melakukan reformasi kelembagaan, memperbaiki t at a-kerja dan mekanisme koordinasi, peningkat an kapasit as SDM : ket erampilan dan kualifikasinya, perubahan pada sist em nilai dan sikap; dan keseluruhan kebut uhan ot onomi daerah bagi

pendekat an baru unt uk pelaksanaan “good governance” , sist em

administ rasi, dan mekanisme part isipasi dalam pembangunan, agar dapat memenuhi t unt ut an unt uk lebih baik dalam melaksanakan demokrasi.

Lebih jauh dirumuskan bahw a t ujuan KNP2K adalah: (i) mengakselerasi pelaksanaan desent ralisasi sesuai dengan ket ent uan yang berlaku; (ii) penat aan secara proporsional t ugas, fungsi, sist em keuangan, mekanisme dan t anggungjaw ab dalam rangka pelaksanaan peningkat an kapasit as daerah; (iii) mobilisasi sumber-sumber dana Pemerint ah,

Daerah, dan lainnya, dan (iv) penggunaan sumber-sumber dana secara efekt if dan efisien.

v

Prinsip Peningkatan Kapasitas

Adapun prinsip dari pelaksanaan pengembangan dan peningkat an kapasit as adalah: (i) pengembangan kapasit as bersifat mult i-dimensional, mencakup beberapa kerangka w akt u; jangka panjang, jangka menengah,

dan jangka pendek, (ii) pengembangan kapasit as menyangkut “mult iple

st akeholders” , (iii) pengembangan kapasit as harus bersifat “demand

driven” , dimana kebut uhannya t idak dit ent ukan dari at as/ luar, t et api

harus dat ang dari st akeholdernya sendiri, dan (iv) pengembangan kapasit as mengacu pada kebijakan nasional, sepert i RPJM N 2004-2009 (Perat uran Presiden No.7 t ahun 2005), dan Rencana Kerja Pemerint ah (Cont oh: PP 20/ 2004).

Fakt or ut ama unt uk t erw ujudnya upaya pengembangan dan peningkat an kapasit as yang berhasil adalah adanya komit men dari Pimpinan Pemerint ah Daerah dan at au Pimpinan Inst ansi/ Unit Kerja yang bersangkut an at as niat nya yang sungguh-sungguh unt uk melakukan program/ proyek peningkat an kapasit as yang dimaksud, sert a siap dengan semua konsekuensinya..

v

Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup peningkat an kapasit as pada umumnya meliput i t iga t ingkat an int ervensi (t hree level of int ervension) agar pencapaian peningkat an kapasit as dapat efekt if dan berkelanjut an

(effect ive and sust ainable), yakni: (i) pada t ingkat an (level) sist em,

sepert i perumusan kembali kerangka kebijakan pengat uran bagi t ercapainya t ujuan-t ujuan kebijakan t ert ent u, (ii) pada t ingkat an (level) kelembagaan, menyangkut st rukt ur organisasi, proses pengambilan keput usan, mekanisme t at kerja, inst rumen manajemen, t at