• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Karakteristik Modul Pembelajaran

Dalam mengembangkan modul terdapat lima karakteristik yang harus diperhatikan agar mampu meningkatkan motivasi siswa (Depdiknas, 2008: 3-5).

Berikut ini merupakan uraian dari lima karakteristik tersebut sebagai berikut:

a. Self-Instruction (belajar secara mandiri)

Self-Instruction yaitu dengan modul peserta didik mampu belajar mandiri, tidak tergantung dengan guru atau pihak lain. Oleh karena itu, untuk memenuhi karakter Self-Instruction, maka modul harus:

1) Isi tujuan pembelajaran dengan jelas.

2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas secara spesifik sehingga peserta didik dapat mempelajarinya secara tuntas.

3) Memberikan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan dalam memaparkan materi.

4) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.

5) Memberikan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang dapat digunakan untuk mengukur penguasaan materi.

6) Memberikan rangkungan materi pembelajaran.

7) Terdapat instrumen penilaian, sehingga peserta didik dapat mengukur tingkat penguasaan materinya sendiri.

8) Terdapat umpan balik terhadap penilaian peserta didik untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik dalam modul.

9) Terdapat informasi tentang referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

b. Self-Contained (materi lengkap)

Modul harus berisikan seluruh materi pelajaran dari satu kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh. Tujuannya adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi belajar dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh.

c. Stand Alone (berdiri sendiri)

Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar atau tidak menggunakan media pembelajaran lainnya. Peserta didik tidak perlu menggunakan bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan mengerjakan tugas pada bahan ajar tersebut. Jika peserta didik masih bergantung menggunakan bahan ajar yang lain, maka modul tersebut tidak dikategorikan sebagai bahan ajar yang berdiri sendiri.

d. Adaptive (adaptif)

Modul hendaknya dapat menyesuaikan terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, fleksibel jika digunakan. Dengan cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi hendaknya tetap update serta isi materi pembelajaran dan perangkat lunak dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

e. User Friendly (bersahabat/akrab)

Modul yang dikembangkan hendaknya bersahabat dengan pemakaiannya.

Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa modul memiliki karakteristik, meliputi: (a) Self-Instruction (belajar secara mandiri), (b) Self-Contained (materi lengkap), (c) Stand Alone (berdiri sendiri), (d) Adaptive (adaptif), dan (e) User Friendly (bersahabat/akrab).

3. Tujuan Penyusunan Modul

Modul memiliki beberapa tujuan penyusunan yaitu sebagai berikut (Prastowo, 2011: 108-109).

a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri atau tanpa dengan bimbingan guru

b. Agar peran guru tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran.

c. Melatih kejujuran peserta didik.

d. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik.

Bagi peserta didik yang belajarnya cepat, maka mereka dapat lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan cepat juga. Bagi peserta didik yang lambat belajarnya, mereka dipersilahkan untuk mengulanginya kembali.

e. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan penyusunan modul yaitu dengan melalui modul peserta didik mampu belajar secara mandiri dan meminimalisir tanpa bantuan dari guru dan peserta didik juga mampu mengukur tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari melalui hasil dari soal-soal latihan evaluasi.

4. Komponen-komponen Modul Pembelajaran

Modul yang dikembangkan di Indonesia saat ini mengandung komponen sebagai berikut (Vembriarto, 1985: 49-53).

a. Petunjuk Guru

Petunjuk guru memuat penjelasan tentang bagaimana pembelajaran itu dapat dilakukan oleh guru secara efisien, yang menyangkut macam-macam kegiatan yang harus dikerjakan di kelas. Selain itu, juga memuat waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul, alat-alat pembelajaran, sumber yang digunakan, prosedur evaluasi, dan jenis evaluasi yang digunakan.

b. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik. Materi pelajaran disusun langkah demi langkah secara teratur dan sistematis sehingga siswa dapat mengikutinya dengan mudah dan cepat.

Kegiatan yang harus dilakukan peserta didik, seperti observasi dan percobaan, serta modul yang harus dipelajari sebagai pelengkap materi dicantumkan pula dalam lembar ini.

c. Lembar Kerja Siswa

Lembar ini terdiri dari pertanyaan atau masalah yang harus dijawab oleh peserta didik. Pada lembar kerja siswa tidak boleh membuat coretan, karena modul akan digunakan oleh peserta didik yang berbeda di lain waktu. Semua pekerjaan yang dilakukan peserta didik ditulis pada lembar kerja siswa.

d. Kunci Lembar Kerja Siswa

Adanya kunci lembar kerja memungkinkan peserta didik untuk mengoreksi ketepatan dari hasil pekerjaannya. Dengan kunci lembar kerja ini akan mendapatkan konfirmasi dengan segera terhadap jawaban yang benar dan koreksi terhadap jawaban yang salah.

e. Lembar Evaluasi

Penilaian guru terhadap tercapai tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul oleh peserta didik, ditentukan oleh hasil ujian akhir yang terdapat pada lembar evaluasi. Lembar evaluasi dan kuncinya harus disimpan oleh guru.

f. Kunci Lembar Evaluasi

Kunci lembar evaluasi juga ditulis oleh penyusun modul untuk mencocokkan dengan jawaban peserta didik. Jawaban peserta didik dapat digunakan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan (kompetensi dasar) yang dirumuskan pada modul.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa modul memiliki komponen-komponen, meliputi: (a) Petunjuk Guru, (b) Lembar Kegiatan Siswa, (c) Lembar Kerja Siswa, (d) Kunci Lembar Kerja Siswa, (e) Lembar Evaluasi, dan (f) Kunci Lembar Evaluasi.

5. Manfaat Modul Pembelajaran

Modul pembelajaran memiliki tujuan sebagai berikut (Depdiknas, 2008:

5-6).

a. Modul pembelajaran memperjelas dan mempermudah penyajian materi yang disampaikan agar tidak terlalu bersifat verbal.

b. Menggunakan modul pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan waktu, ruang, daya indera baik peserta didik maupun guru.

c. Modul pembelajaran digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti: (1) meningkatkan motivasi dan gairah belajar, (2) mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan media pembelajaran, (3) meningkatkan peserta didik belajar mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

d. Modul pembelajaran diterapkan untuk mengukur atau mengevaluasi hasil belajar peserta didik itu sendiri.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa manfaatnya adalah dengan adanya modul pembelajaran mempermudah siswa dalam belajar secara bervariasi serta berinteraksi langsung dengan lingkungan, meningkatkan motivasi dan mengembangkan kemampuan belajar peserta didik dalam materi tertentu secara lebih mendalam.

6. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Modul

Menurut Hidayat (2017) sebagai bahan ajar dalam penggunaan modul memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Berikut ini adalah kelebihan dari penggunaan modul pembelajaran.

a. Meningkatkan motivasi peserta didik.

b. Setelah dilakukan evaluasi, guru dengan peserta didik untuk mengetahui modul mana yang peserta didik sudah berhasil dan belum berhasil.

c. Peserta didik mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya.

d. Bahan pelajaran disusun lebih merata dalam satu semester

Selain memiliki kelebihan penggunaan modul, memiliki kekurangan sebagai berikut:

a. Biaya pengembangan bahan pelajaran tinggi dan membutuhkan waktu yang lama.

b. Membutuhkan ketekunan yang tinggi dari guru untuk terus menerus memantau proses belajar peserta didik, dengan memberi motivasi dan konsultasi secara individu ketika peserta didik membutuhkan.

c. Modul disusun agar peserta didik dapat belajar mandiri, sehingga menyebabkan kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik.

2.1.2 Blended Learning

1. Pengertian Blended Learning

Blended Learning istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari dua suku kata, Blended dan Learning. Blended merupakan campuran, kombinasi yang baik sedangkan Learning merupakan pembelajaran. Menurut Harding, Kaczynski dan Wood (2005), model pembelajaran Blended Learning merupakan kegiatan pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran tradisional tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh (online). Blended Learning merupakan sebuah konsep yang relatif baru dalam pembelajaran di mana pengajaran yang disampaikan melalui gabungan dari pembelajaran tatap muka dan online yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pengajar atau instruktur (Husamah, 2014: 16). Definisi Blended Learning sebagai campuran dari teknologi e-learning dan multimedia, seperti video streaming, virtual class, animasi teks online yang dikombinasi dengan bentuk pelatihan tradisional di kelas (Thome, 2013). Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh menggunakan sumber belajar online terutama yang berbasis web, tanpa meninggalkan pembelajaran tatap muka (face to face). Metode Blended Learning ini sangat

efektif untuk menambah efisiensi kelas dan memungkinkan peningkatan diskusi atau meninjau informasi di luar kelas.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Blended Learning sebagai proses pembelajaran yang memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi. Melalui Blended Learning dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif untuk terjadinya interaksi antara peserta didik dengan guru tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Blended Learning merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan antara tatap muka (pembelajaran secara konvensional, di mana antara guru dan peserta didik saling berinteraksi secara langsung, masing-masing dapat bertukar informasi mengenai bahan-bahan pembelajaran), belajar mandiri (belajar dengan berbagai google apps yang telah disediakan), dan belajar mandiri via online.

2. Karakteristik Blended Learning

Dalam mengembangkan Blended Learning juga mempunyai karakteristik tertentu, antara lain:

a. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pembelajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media pembelajaran berbasis teknologi dan komunikasi.

b. Sebuah kombinasi pembelajaran langsung (face to face), belajar mandiri, dan belajar mandiri via online.

c. Pembelajaran yang didukung dengan pembelajaran efektif dari cara penyampaian, cara mengajar, dan gaya pembelajaran.

d. Guru dan orang tua peserta didik belajar memiliki peran yang sama penting, guru sebagai fasilitator, dan orang tua sebagai pendukung dalam pembelajaran anaknya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa karakteristik Blended Learning adalah peserta didik dapat bersosialisasi baik dengan sesama, peserta didik mempunyai banyak ruang dan waktu serta dapat melakukan feedback, peserta didik juga dipandu dengan baik secara ideal.

2.1.3 Model Discovery Learning

1. Pengertian Model Discovery Learning

Discovery Learning merupakan strategi dalam pembelajaran yang meminta peserta didik untuk melakukan eksperimen, observasi atau tindakan ilmiah sehingga mendapatkan kesimpulan (Saifuddin, 2014: 108). Model Discovery Learning merupakan suatu model untuk mengembangkan cara belajar peserta didik aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan (Hosnan, 2014: 282).

Discovery Learning merupakan pembelajaran berdasarkan penemuan, konstruktivisme dan teori bagaimana belajar (Widyastuti, 2015: 34). Penemuan adalah terjemahan dari Discovery. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang sedang dihadapinya. Model penemuan Discovery ini, lebih ditekankan pentingnya pemahaman mengenai ide-ide penting atau struktur-struktur terhadap suatu disiplin ilmu, yaitu dengan melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam model ini guru hanya sebagai fasilitator, serta guru membimbing peserta didik dimana ia diperlukan.

Berdasarkan ketiga pendapat dari para ahli di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Discovery Learning merupakan proses pembelajaran yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Dengan belajar penemuan (Discovery Learning), peserta didik juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan masalah sendiri yang dihadapi dalam bimbingan dan pengawasan guru. Dengan demikian, model Discovery Learning dapat menjadi salah satu alternatif bagi para guru/ pendidik terutama di tingkat dasar (SD) untuk dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

2. Tujuan Model Discovery Learning

Menurut Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:

a. Dalam penemuan peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak peserta didik dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.

b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga peserta didik banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.

c. Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab, yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

d. Melalui pembelajaran dengan penemuan, membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Berdasarkan tujuan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Discovery Learning ingin mengarahkan peserta didik agar lebih aktif baik secara individu maupun secara kelompok untuk belajar, serta keterampilan karakter peserta didik lebih diutamakan agar tercipta efektif.

3. Karakteristik Model Discovery Learning

Adapun ciri utama belajar menemukan, yaitu (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu sebagai berikut.

a. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.

b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.

c. Melihat peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.

d. Memiliki pandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil.

e. Mendorong peserta didik untuk mampu melakukan penyelidikan.

f. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami peserta didik.

h. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman peserta didik.

i. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.

j. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti prediksi, inferensi, kreasi, dan analisis.

k. Menekankan pentingnya “bagaimana” peserta didik belajar.

l. Peserta didik untuk terlibat aktif dalam dialog atau diskusi dengan peserta didik lain dan guru.

m. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.

n. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.

o. Memperhatikan keyakinan dan sikap peserta didik dalam belajar.

p. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut, penerapannya di dalam kelas sebagai berikut.

a. Mendorong kemandirian dan inisiatif peserta didik dalam belajar.

b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada peserta didik untuk merespons.

c. Mendorong peserta didik berpikir tingkat tinggi.

d. Mendorong peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau peserta didik lainnya.

e. Peserta didik terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya diskusi.

f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.

Berdasarkan uraian teori belajar kognitif serta ciri dan penerapan teori konstruktivisme di atas dapat melahirkan model Discovery Learning.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Sani (2014: 98) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran Discovery Learning adalah sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

b. Guru membagi petunjuk praktikum/eksperimen.

c. Peserta didik melaksanakan eksperimen di bawah pengawasan guru.

d. Guru menunjukkan gejala yang diamati.

e. Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen.

5. Langkah-langkah Model Discovery Learning

Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut.

1) Pemberian Rangsangan (Stimulation)

Pertama-tama pada tahap ini, yaitu pemberian rangsangan sehingga peserta didik menimbulkan kebingungan dengan masalah yang dikemukakan oleh guru. Kemudian untuk tidak memberi generalisasi/

kesimpulan agar timbul rasa ingin tahu untuk menyelidiki sendiri.

Stimulasi dapat dilakukan dengan meminta peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, membaca buku, berita di koran dan mencari sumber lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2) Identifikasi Masalah (Problem Statement)

Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dari masalah yang sedang dihadapi. Peserta didik dapat memilih beberapa pertanyaan yang menurut mereka sangat penting untuk diketahui jawabannya.

3) Pengumpulan Data (Data Collection)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis pembelajaran atau menjawab pertanyaan yang diajukan. Kegiatan dapat berupa

wawancara dengan narasumber, mengamati objek, melakukan uji coba, membaca literatur, menginterpretasi peta, dan lainnya.

4) Pengolahan Data (Data Processing)

Setelah dilakukan Data Collection, maka tahap selanjutnya yaitu mengolah data menjadi suatu deskripsi yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. Kegiatan mengolah data misalnya membuat grafik, membuat tabulasi, mengkorelasikan dua rangkai data atau lebih dan informasi yang diperoleh oleh peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Selanjutnya, ditafsirkan dan semuanya diolah, diacak untuk memperoleh jawaban yang akurat.

5) Pembuktian (Verification)

Pada tahap ini, peserta didik untuk memastikan bahwa data yang ditemukan membuktikan benar atau tidaknya hipotesis untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Verification bertujuan agar proses belajar berjalan dengan aktif dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya, menyampaikan persetujuan, atau menemukan suatu konsep baru atau pemahaman baru dengan cara memberi ilustrasi melalui contoh-contoh yang dapat jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

6) Kesimpulan (Generalization)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan dari apa yang telah ditelitinya.

Proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan untuk memberikan penguatan terhadap teori, konsep, kaidah, dan prinsip-prinsip yang dipelajarinya sesuai dengan harapan kompetensi yang harus dikuasainya selama pembelajaran dan berlaku untuk kejadian atau masalah yang sama dengan melihat hasil verifikasi.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Discovery Learning memiliki karakteristik, meliputi: (1) Pemberian Rangsangan (Stimulation), (2) Identifikasi Masalah (Problem Statement), (3) Pengumpulan Data (Data Collection), (4) Pengolahan Data (Data Processing), (5) Pembuktian (Verification), dan (6) Kesimpulan (Generalization).

2.1.4 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang mempelajari tentang fenomena alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi didalamnya yang dikembangkan oleh para ahli berdasarkan proses ilmiah (Sudjana, 2013). IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam yang didasarkan pada hasil observasi, percobaan dan eksperimen yang dilakukan oleh manusia (Powler, 2010). IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) yang artinya pengetahuan itu disusun dalam suatu sistem berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh (Usman, 2010: 3).

Berdasarkan uraian pengertian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang membahas mengenai gejala-gejala atau fenomena yang terjadi di alam semesta yang berupa kumpulan dari hasil observasi, percobaan dan eksperimen untuk memecahkan suatu masalah yang telah diberikan sehingga peserta didik mengetahui masalah yang dihadapinya atau memerlukan metode khusus dalam uji kebenarannya.

2. Fungsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Fungsi mata pelajaran IPA menurut (Kementrian Pendidikan Nasional, 2004) mengatakan bahwa: (1) menanamkan keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa, (2) mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah, (3) peserta didik menjadi warga negara yang memahami IPA dan Teknologi, dan (4) menguasai konsep IPA untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi.

3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Menurut BSNP (2009) pembelajaran IPA di sekolah dasar memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam.

b. Mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, serta masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk melakukan penyelidikan terhadap alam sekitar, memecahkan masalah, serta membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, serta melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan dari pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, mampu menggunakan metode ilmiah, serta mengetahui peristiwa-peristiwa alam yang terjadi dan mengetahui berbagai macam makhluk hidup lainnya melalui materi-materi pembelajaran IPA.

2.1.5 Materi Gaya dan Gerak

Pada pembelajaran Kelas IV semester II terdapat tema 8 : Daerah Tempat Tinggalku dan Subtema 3 : Bangga Terhadap Daerah Tempat Tinggalku yang memuat mata pelajaran IPA. Materi yang dipelajari yaitu gaya dan gerak.

Berikut pemaparan mengenai materi gaya dan gerak:

1. Pengertian Gaya

Gaya sering diartikan sebagai dorongan atau tarikan yang dapat mengubah gerak benda dan bentuk benda (Wahyono dan Nurachmandani, 2008: 89).

Dengan mendorong atau menarik suatu benda, artinya memberikan gaya pada

benda tersebut. Gaya merupakan gerakan mendorong dan menarik yang menyebabkan suatu benda bergerak. Gaya adalah suatu kekuatan yang mengakibatkan benda yang dikenainya dapat mengalami perubahan kedudukan atau perubahan bentuk. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan gaya dorong maupun gaya tarik. Misalnya, membuka dan menutup pintu, mendorong gerobak, bermain tarik tambang, dan mengayuh pedal sepeda. Gaya tidak dapat dilihat. Akan tetapi, pengaruh gaya terhadap suatu benda dapat diamati. Salah satu pengaruh gaya terhadap benda yaitu bergeraknya suatu benda. Gaya ada

benda tersebut. Gaya merupakan gerakan mendorong dan menarik yang menyebabkan suatu benda bergerak. Gaya adalah suatu kekuatan yang mengakibatkan benda yang dikenainya dapat mengalami perubahan kedudukan atau perubahan bentuk. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan gaya dorong maupun gaya tarik. Misalnya, membuka dan menutup pintu, mendorong gerobak, bermain tarik tambang, dan mengayuh pedal sepeda. Gaya tidak dapat dilihat. Akan tetapi, pengaruh gaya terhadap suatu benda dapat diamati. Salah satu pengaruh gaya terhadap benda yaitu bergeraknya suatu benda. Gaya ada