• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penilaian dalam Pendidikan Sen

BAB II KAJIAN PUSTAKA

D. Penilaian dalam Pembelajaran Seni Lukis di Sekolah Dasar

2. Karakteristik Penilaian dalam Pendidikan Sen

Pada uraian terdahulu telah disebutkan bahwa penilaian seni lukis anak meliputi penilaian proses dan penilaian hasil atau produk. Dengan demikian untuk memecahkan permasalahan penilaian proses dan hasil karya peserta didik tersebut perlu digunakan pendekatan penilaian yaitu performance assessment. Pada dasarnya assessmen adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang kualitas dan kuantitas perubahan pada anak didik, grup, tenaga pendidik, atau administrator. Untuk mengetahui keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Dengan melakukan kegiatan asesmen dapat diketahui perubahan yang terjadi pada anak didik.

Sedangkan penilaian kinerja (performance assessment) menurut Berk sebagai berikut: performance assessment is the process of gathering data by systematic observation for making decisions about an individual (Berk, 1986: ix). Ada lima unsur-unsur kunci dalam definisi yang dikemukakan oleh Berk, yaitu:

1. Performance assessment is a process, not a test or any single measurement device. 2. The focus of this process is data gathering, using a variety of instruments and strategies. 3. The data are collected by means of systematic observation. 4. The data are integrated for the purpose of making specific decisions. 5. The subject of the decision making is the individual, usually an employee or a student, not a program or product reflecting a group’s activity. (Berk, 1986: ix).

Selanjutnya Berk mengatakan bahwa dalam Performance assessment selalu terkait dengan adanya rubrik penilaian yang merupakan bagian dari Performance assessment: Subsumed under the rubric Performance assessment are a host of other related terms that are often used synonymously with it.

Melengkapi pendapat tersebut, Zainul (2005: 4) menyatakan bahwa asesmen kinerja secara sederhana didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan, penerapan, pengetahuan dan ketrampilan, melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam proses dan produk.

Berdasarkan pendapat Berk di atas, bila dihubungan dengan karakter mata pelajaran seni rupa khususnya seni lukis performance assessment sesuai untuk menilai karya seni lukis peserta didik. Dimulai pada proses pembuatan karya seni lukis, sampai dengan hasil akhir atau produk seni lukis peserta didik.

a. Pengertian Performance Assessment

Berbagai pengertian yang disampaikan para ahli evaluasi tentang Performance assessment, namun pengertian yang dapat disampaikan antara lain dari Berk (1986: ix) yang mengatakan bahwa “Performance assessment is the process of gathering data by systematic observation for making decisions about an individual”. Menurut Maertel yang dikutip oleh Zainul (2005: 3) bahwa pada prinsipnya performance assessment mempunyai dua karakteristik dasar yaitu: (a) peserta didik diminta mendemonstrasikan kemampuannya dalam membuat kreasi suatu produk atau terlibat dalam aktivitas perbuatan, (b) hasil karya atau produk lebih penting dari pada perbuatan (performance)nya. Melengkapi pendapat tersebut, Zainul (2005: 4) menyatakan bahwa asesmen kinerja secara sederhana didefinisikan sebagai penilaian terhadap proses perolehan, penerapan, pengetahuan dan ketrampilan, melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan peserta didik dalam proses dan produk. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa asesmen kinerja diwujudkan berdasarkan empat asumsi pokok, yaitu: (1) asesmen kinerja yang didasarkan pada partisipasi aktif peserta didik, (2) tugas- ugas yang diberikan atau dikerjakan oleh peserta didik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, (3) asesmen tidak hanya untuk mengetahui posisi peserta didik pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu, asesmen juga untuk memperbaiki proses pembelajaran, (4) dengan mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, peserta didik akan secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Selanjutnya Messick (1995: 33) mengatakan bahwa dalam hal memilih, apakah yang akan dinilai itu produk atau perbuatan (performance) tergantung pada karakteristik domain yang diukur. Dalam menentukan domain ini perlu ada judgment dari pendidik, apakah perbuatan dan produk sama penting atau dominan yang mana tergantung juga pada karakteristik bidang yang dinilai.

Untuk melihat apakah Performance assessment yang dilakukan telah memenuhi standar kualitas, Popham (1995: 147) mengemukakan kriteria- kriteria tersebut sebagai berikut:

1) Generalizability, artinya apakah tugas-tugas yang diberikan pada anak didik telah memadai untuk digeneralisasikan pada tugas-tugas lain yang sejenis. 2) Authenticity, artinya apakah tugas yang diberikan peserta didik sepadan

dengan apa yang sering dialami dalam kehidupan sehari-hari.

3) Multiple foci, artinya apakah tugas yang diberikan kepada peserta didik telah mengukur lebih dari satu kemampuan-kemampuan yang diinginkan.

4) Teachability, artinya tugas yang diberikan sudah relevan dengan yang diajarkan pendidik di kelas.

5) Fairness, artinya tugas yang diberikan sudah adil untuk peserta didik tidak bias gender, suku bangsa, agama, atau social ekonomi.

6) Feasibility, artinya apakah tugas-tugas yang diberikan relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor beaya, tempat, waktu , dan peralatan yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas tersebut.

7) Scorability, artinya apakah tugas yang diberikan dapat diskor dengan akurat dan reliabel.

b. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengukuran

Validitas dan reliabilitas merupakan hal utama yang harus dipenuhi untuk menentukan kualitas suatu instrumen penilaian.

1) Validitas

Validitas instrumen dapat dimaknai sebagai ketepatan dalam memberikan interpretasi terhadap hasil pengukurannya. Sesungguhnyalah persoalan validitas instrumen berhubungan dengan pertanyaan, apakah suatu instrumen mampu menggambarkan ciri-ciri, sifat-sifat, atau aspek apa saja yang akan diukur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Relevans dan accuracy, adalah dua makna yang terkandung dalam konsep validitas. Relevans menunjuk pada kemampuan instrumen untuk memerankan fungsi untuk apa instrumen dimaksudkan. Sedangkan accuracy menunjuk pada ketepatan instrumen mengidentifikasi aspek-aspek yang akan diukur secara tepat, menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Dengan demikian menjadi masalah pokok yang berkaitan dengan validitas instrumen adalah apakah instrumen tersebut menghasilkan informasi yang diinginkan secara tepat sesuai tujuan yang diperlukan. Suatu instrumen dikatakan valid untuk tujuan tertentu, tidak berlaku untuk tujuan yang lain juga untuk kondisi yang berbeda.

Secara umum terdapat tiga macam validitas, yaitu validitas konstruk (construct validity), validitas isi (content validity), dan validitas criteria (criterion-related validity). (Kerlinger, 2000: 686; Babbie, 2004: 144-145). Validitas konstruk menunjuk pada sejauh mana instrumen yang disusun

mampu menghasilkan butir-butir pertanyaan yang dilandasi oleh konsep teoritik tertentu. Validitas konstruk disusun berdasarkan pada konsep teori yang sudah mapan dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. Untuk memantapkan validitas konstruk dibutuhkan expert judgment yaitu masukan, pertimbangan, dan kritik dari para ahli terkait. Prosedur yang ditempuh untuk memperoleh validitas konstruk yang diharapkan, diperlukan pendekatan logis dan empirik. Menurut Kerlinger (2000: 687) analisis faktor merupakan metode yang tidak terelakkan untuk meneliti validitas konstruk. Dengan demikian analisis faktor digunakan untuk mencari bentuk validitas konstruk. Validitas konstruk sendiri digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menjelaskan varians pada hasil pengukuran.

Validitas isi berhubungan dengan kemampuan instrumen untuk menggambarkan secara tepat domain prilaku yang diukur. Ada dua makna dalam validitas isi yaitu, validitas butir dan validitas sampling. Validitas isi berhubungan dengan pertanyaan seberapa jauh butir-butir instrumen mencerminkan keseluruhan isi dari aspek yang hendak diukur. Validitas sampling berhubungan dengan pertanyaan seberapa jauh butir-butir instrumen merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan aspek yang diukur. Dimulai dengan dengan menyusun daftar keseluruhan isi materi atau domain yang dimaksud. Langkah selanjutnya pada validitas isi adalah menjabarkan dalam aspek yang terperinci selanjutnya didiskripsikan indikator- indilkatornya. Selanjutnya dimintakan pertimbangan kolega atau ahli yang berkompeten melalui forum diskusi antar ahli (focus group discussion), untuk

memperoleh masukan, saran, kritik, dan evaluasi guna menyempurnakan instrumen yang disusun.

Pada validitas kriteria diteliti dengan membandingkan suatu kriterium eksternal, dimana kriterium yang ditetapkan harus sudah teruji secara empiris di lapangan dan mempunyai konsistensi yang cukup tinggi. Dua kriteria yang digunakan pada validitas kriteria adalah kriteria konkuren dan kriteria prediktif. Validitas kriteria menjawab pertanyaan sejauh mana suatu tes dapat memprediksi penampilan kemampuan pada waktu yang akan datang (validitas prediktif) dan mengestimasi kemampuan saat sekarang berdasarkan suatu pengukuran selain tes itu sendiri (Fernandes, 1984: 44).

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa untuk pengembangan afektif dapat digunakan semua jenis validitas atau salah satu jenis validitas. Pada penelitian ini digunakan validitas isi dan validitaas konstruk.

2) Reliabilitas

Reliabilitas instrumen menunjukkan tingkat kestabilan, konsestensi, keajegan, dan atau kehandalan instrumen untuk menggambarkan gejala seperti apa adanya. Secara konsep instrumen yang reliabel adalah apabila digunakan terhadap subjek yang sama akan menunjukkan hasil yang sama, walaupun dalam waktu dan kondisi yang berbeda.

Salah satu pendekatan dasar untuk mengukur reliabilitas adalah stabilitas. Stabilitas diperoleh dengan mengkorelasikan skor siswa dari dua kali pelaksanaan tes, menggunakan korelasi intraklas (interclass correlation).

Penggunaan korelasi intraklas dimaksudkan untuk memberikan indeks mengukur kesamaan pasangan skor dalam hubungannya dengan variabilitas total dari seluruh skor (Fernandes, 1984:35). Penggunaan bentuk reliabilitas tes-retes yang menjadi masalah adalah selang waktu pelaksanaan pengukuran. Apabila selang waktu terlalu pendek subjek akan mengingat jawaban yang diberikan pada waktu pengkuran pertama, hal ini mengakibatkan meningkatnya koefisien reliabilitasnya. Sebaliknya jika selang waktu terlalu lama, subjek akan memberikan jawaban yang lain karena hasil belajar selama waktu selang tersebut.

Cara lain untuk menilai reliabilitas adalah dengan menggunakan teknik intereter yaitu, dua peneliti menggunakan alat ukur yang sama untuk mengukur kemampuan seseorang kemudian hasil pengukuran tersebut dikorelasikan.

c. Penilaian “Performance Assessment” Karya Seni Lukis Anak

Pendekatan yang digunakan dalam performance assessment adalah metode holistic dan metode analytic . Metode holistic adalah cara penilaian apabila para penskor (rater) memberikan penilaian secara keseluruhan dari hasil kinerja tes. Sedangkan metode analytic adalah apabila para penskor memberikan penilaian dari setiap aspek yang berhubungan dengan hasil kinerja yang dinilai. Pada cara penilaian metode analytic apabila digunakan untuk menilai kemampuan ketrampilan yaitu dengan menggunakan checklist, dan rating scales (Depdiknas, 2003: 66).

Pelaksanaan kedua metode pendekatan tersebut dalam performance assessment karya seni lukis sebagai berikut:

1) Metode holistic

Metode holistic dikenal juga dengan metode global yang bersumber dari ilmu jiwa global (Gestalt, totalitet) yang memandang bahwa suatu karya seni secara utuh yaitu keseluruhan bentuk, pola, struktur atau suatu konvigurasi terpadu yang memiliki sifat-sifat khusus tidak dapat diperoleh dari penjumlahan bagian-bagiannya secara terpisah. Menurut Garha (1980: 115) karya seni sendiri merupakan suatu Gestalt, seluruh unsur-unsur pembentukannya harus mendukung ide atau ungkapan perasaan yang akan disampaikan penciptanya. Dengan demikian kesan keseluruhan dari karya tersebut menjadi salah satu pertimbangan memberikan penilaian suatu karya. Suatu hasil karya seni rupa keberhasilannya tidak hanya ditentukan oleh bentuk yang dicapai saja tetapi oleh keberhasilan penyusunan unsur-unsur pembentukannya menjadi suatu kesatuan ungkapan.

Gestalt merupakan suatu aliran dalam psikologi dengan pokok pikiran utamanya bahwa suatu keseluruhan adalah lebih besar dari pada penjumlahan bagiannya (Dali, 1982: 8). Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsur-unsurnya, dan Gestalt timbul terlebih dahulu dari bagian-bagiannya. Sudarmaji (1979: 23) mengemukakan bahwa Gestalt bersumber pada ilmu jiwa global (gestalt, totalitet), disebut metode ganzheit. Metode ini menganjurkan untuk menilai karya seni dari perwujudannya secara utuh. Tidak dari unsur-unsurnya yang dipandang tersendiri, lepas dari perwutuhan

Dengan demikian apabila dihubungkan dengan kualitas karya seni lukis, kualitas karya secara keseluruhan tidak akan sama dengan kualitas unsur- unsur yang membentuk karya tersebut.

2) Metode analytic

Penilaian dengan pendekatan penilaian analisis yaitu, menilai karya seni lukis anak dengan memerinci unsur-unsurnya, hubungan antar unsur, dan organisasi unsur. Pendekatan ini, memandang bahwa karya seni lukis anak dilihat sebagai suatu komposisi bentuk yang dapat dipahami melalui peranan elemen- elemen bentuk seperti garis, bentuk/shape. Gelap terang, warna, dan volume. Hal ini berdasarkan pendapat Sudarmaji (1979: 23) yang mengatakan bahwa: pendekatan analitik menilai dengan secara terpisah bagian-bagiannya misal dilihat dari isi atau tema. Kemudian wujud dipisah-pisahkan lagi atas komposisi, proporsi, perspekif, anatomi, gelap terang, pewarnaan, garis, dan sebagainya.

Untuk menilai suatu karya seni secara objektif, Soedarso (1987: 85) berpendapat bahwa pada saat seseorang ingin mengadakan penilaian, Ganzheit tidak mencukupi. Masih diperlukan suatu analisa yang mendalam berdasar suatu prinsipPrinsip yang dimaksud dalam karya disini adalah penerapan prinsip seni. Hal ini mendukung yang dikemukakan oleh Duane dan Prebel (1967: 115) bahwa untuk mengukur kualitas artistik suatu karya seni dapat dilakukan dengan mengunakan prinsip seni.

Dengan demikian dalam proses penilaian untuk mendekati objektivitas, kedua metode tersebut sebaiknya digunakan secara bersamaan. Sesungguhnyalah

penilaian karya seni lukis anak yang didasarkan pada objek secara keseluruhan (global), namun perlu pula dilihat bagian-perbagian.