• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Pendidikan Seni Rupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Seni Rupa

1. Pengertian Pendidikan Seni Rupa

Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu proses untuk mempersiapkan peserta didik menuju ke kedewasaan, dengan segala watak, pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk dapat hidup di tengah- tengah masyarakat dan kemudian dapat memberikan manfaat bagi lingkungan. Ditinjau dari tujuannya, pendidikan adalah membentuk manusia yang memiliki kepribadian yang kuat dan beradab sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan zaman.

Pendidikan seni rupa berfungsi mengembangkan kepekaan rasa, kreativitas, dan cita rasa estetik peserta didik, mengembangkan etika, kesadaran sosial, dan kesadaran kultural dalam kehidupan bermasyarakat (Rohidi, 2000: 55). Dalam proses pembelajarannya, pendidikan seni rupa selain melatih keterampilan peserta didik agar lancar berkarya seni rupa, juga dimaksudkan sebagai sarana atau alat pendidikan. Dengan demikian pendidikan seni rupa merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Secara visual Soedarso (2006: 97) membagi seni rupa menjadi dua bagian besar, yaitu (1) seni rupa dua dimensi seperti gambar, lukisan, seni grafis, fotografi, mosaik, intarsia, tenun, sulam, dan kolase dan (2) seni rupa tiga dimensi seperti patung, bangunan, monumen, keramik dan sebagian besar seni kriya lainnya. Keduanya bisa dipecah berdasar atas medium, teknik atau proses pembuatan, dan benda produknya.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, ditinjau dari proses pembuatan dan bentuk karya yang dihasilkan, Rohidi dan Hartiti (2002: 8-9) mengemukakan: seni rupa dapat dibedakan menjadi seni rupa murni, seni kria, dan desain. Seni rupa murni menekankan pada ungkapan pikiran dan perasaan, meliputi seni lukis, seni patung, dan seni grafis. Seni kria menekankan pada keterampilan teknik pembuatan karya dengan hasil karya yang bersifat fungsional dan non fungsional, serta menggunakan media tertentu, misalnya kayu, logam, tekstil, tanah liat, dan lain-lain. Dalam hal ini penciptaan benda hias yang mengutamakan nilai artistik dikenal dengan sebutan craft (seni kria). Desain merujuk pada proses pembuatan karya yang maksud dan tujuannya telah ditentukan lebih dahulu, dalam hal ini menyatukan proses penciptaan karya yaitu antara sistematis, kreatif, dan inovatif. Karya desain berupa rancangan gambar, benda, atau lingkungan yang didasarkan pada persyaratan-persyaratan tertentu.

Istilah seni rupa secara etimologi merupakan padanan kata dari visual art (seni rupa yang dapat dilihat/diraba), fine art (seni indah), ada pula yang menyebut sebagai pure art (seni murni). Namun istilah pure art di masa sekarang dipadankan dengan karya seni murni yang tidak memiliki kegunaan praktis, seperti lukisan atau patung. Sedangkan pengertian seni rupa sendiri adalah suatu hasil interpretasi dan tanggapan pengalaman manusia dalam bentuk visual dan rabaan, yang mempunyai peranan memenuhi tujuan-tujuan tertentu dalam kehidupan manusia tidak hanya memenuhi kebutuhan estetik semata.

Secara umum, pembicaraan tentang seni rupa terkait dengan masalah keindahan. Keindahan adalah nilai-nilai estetik yang menyertai sebuah karya seni

rupa. Keindahan juga dipahami sebagai pengalaman estetik yang diperoleh ketika seseorang mencerap objek seni atau dapat dipahami sebagai sebuah objek yang memiliki unsur keindahan. Sesungguhnyalah pengalaman estetik dapat menyebabkan timbulnya reaksi emosional atau respons estetik seseorang. Menurut Pappas (2006: 3), pengalaman estetik adalah perasaan (positif atau negatif) yang merupakan reaksi seseorang, baik secara mental dan/atau pun fisik, ketika mengamati karya seni rupa. Reaksi ini mungkin sesuai atau tidak sesuai dengan pendapat orang tersebut, yang menyebabkan reaksi emosional atau respons estetik.

Dalam dunia kesenirupaan, untuk menentukan kualitas karya harus mempertimbangkan nilai-nilai keindahan yang disebut dengan prinsip-prinsip keindahan. Prinsip-prinsip keindahan tersebut adalah unsur kesatuan (unity), keseimbangan (balance), keselarasan (harmony), dan kontras (contrast) sehingga menimbulkan perasaan nikmat, nyaman, bahagia, haru, dan rasa senang. Disamping itu, karya seni rupa dapat menimbulkan berbagai kesan misalnya indah, unik, menarik, dan sebagainya bagi apresian. Hal ini tentunya didukung oleh kemampuan pengungkapan ekspresi intuitif dan perasaan estetis seseorang melalui teknik, bahan, dan konsep dalam penciptaan karya seni rupa.

Pendidikan seni rupa berperan tidak hanya dalam pembentukan pribadi yang harmonis dalam logika, kinestetika, rasa estetik dan artristiknya, serta etika, tetapi juga berperan dalam perkembangan anak untuk mencapai kecerdaan emosional (EQ), intelektual (IQ), moral (MQ), adversitas (AQ) dan spiritual (SQ). Jalan yang ditempuh sesuai yang tercantum pada pedoman khusus mata

pelajaran adalah dengan cara mempelajari elemen, prinsip, proses dan teknik berkarya sesuai dengan nilai budaya dan keindahan dengan tidak mengesampingkan aspek fungsi serta sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat sebagai sarana untuk menumbuhkan sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati (BSNP, 2006: 186).

Pengalaman estetik dalam pendidikan seni rupa di sekolah, diimplementasikan dalam dua kegiatan yaitu apresiasi (appreciation) dan kreasi (creation). Kegiatan apresiasi bertujuan mengembangkan kesadaran, pemahaman, dan penghargaan terhadap karya seni, yang dilakukan melalui pengamatan dan pembahasan karya seni rupa. Kegiatan pengamatan dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman estetik, melalui pencerapan nilai intrinsik dari karya seni rupa tersebut. Kegiatan pembahasan untuk memperoleh kesadaran dan pemahaman tentang penciptaan karya seni rupa berdasarkan telaah tentang seniman dan zamannya, tujuan penciptaan, pengaruh seniman besar terhadap karya tersebut, sehingga dapat memberikan penghargaan. Sedangkan pada kegiatan kreasi (creation), peserta didik diberi peluang untuk mengekspresikan pengalaman estetiknya dalam wujud karya seni rupa. Aktivitas yang dilakukan melalui kegitan eksplorasi dan eksperimen dalam mengolah gagasan (konsep), bentuk, media (teknik), dengan mengambil unsur-unsur titik, garis, warna, bidang, tekstur, volume, dan ruang untuk mewujudkan karya seni rupa, baik tradisi maupun modern, secara individual maupun kelompok.

Pendidikan seni di sekolah diimplementasikan dalam bentuk mata pelajaran Seni Budaya untuk tingkat SMA dan SMP, sedangkan untuk tingkat SD

adalah Seni Budaya dan Ketrampilan. Mata pelajaran Seni Budaya tersebut mencakup seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni drama. Pembelajaran seni rupa di sekolah memiliki sasaran sebagai berikut.

a. Mengembangkan Ekspresi

Ekspresi pada dasarnya merupakan kebutuhan dalam hidup manusia untuk mencari kepuasan. Ekspresi dalam pendidikan seni adalah curahan jiwa/isi hati yang menekankan pada proses pengungkapkan pengalaman estetik peserta didik yang berkaitan dengan emosi, daya pikir, imajinasi dan keinginan peserta didik. Menurut Soehardjo (2005: 120) ekspresi merupakan ungkapan penyampaian sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Sesuatu yang disampaikan berupa buah pemikiran dan perasaan yang diwujud inderakan dengan menggunakan sarana yang dapat diamati lewat panca indera. Mengungkapkan sesuatu dengan kata, tindakan atau lukisan adalah hal yang menyenangkan dan meringankan, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan berekspresi dapat meringankan ketegangan seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, Lim Chin Choy (2005: 293) mengatakan bahwa ekspresi bertujuan untuk mempertunjukkan kepada orang lain (to exhibit). Namun demikian, dapat juga sebagai ekspresi diri yaitu ekspresi keindividuan seseorang. Berekspresi dapat pula berfungsi sebagai katarsis, dan menjadi terapeutik atau menumbuhkan kreativitas.

Dengan demikian kemampuan ekspresi perlu dikembangkan pada peserta didik sejak dini karena peserta didik dimungkinkan dapat mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang menggejala dalam dirinya untuk dikomunikasikan kepada orang lain melalui senirupa khususnya sebagai sesuatu

yang ada maknanya. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik terlatih dan mampu mengemukakan isi hati, ide dan gagasan-gagasannya. Di samping itu , juga melatih keberanian mengungkapkan pengalaman estetik. Dampak selanjutnya diharapkan peserta didik memiliki daya cipta, daya menyesuaikan diri dalam segala situasi, kemampuan menanggapi suatu masalah, kemampuan membuat analisis yang tepat. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Soedarso (1973: 5) bahwa pendidikan seni rupa adalah pendidikan ekspresi. Ia memberi kesempatan kepada anak untuk melahirkan pengalaman batinnya dengan leluasa, tanpa paksaan. Dengan demikian pengalaman berekspresi menunjang dasar-dasar kebebasan, melatih anak berpikir merdeka, membiasakan anak untuk mengeluarkan isi hatinya dengan bebas. Walaupun demikian, kualifikasi perlu di buat hubungan antara pengalaman estetik dengan pengalaman merasakan. Jika semua pengalaman dirasakan sebagai pengalaman estetik, maka pengalaman estetik kehilangan sifatnya yang khas. Padahal, sesungguhnya pengalaman estetik merupakan suatu pengalaman yang khas dan unik yang ditandai dengan terpuaskannya “hasrat akan sesuatu yang harmoni dan lengkap.” Kepuasan ini lahir dari proses keterlibatan batin, baik dalam proses kreasi maupun dalam kegiatan persepsi (Salam, 2001: 1).

Anak biasanya lebih bebas dalam berekspresi untuk mewujudkan suatu karya seni rupa, seni lukis misalnya karena anak relatif belum banyak pengetahuan tentang aturan-aturan/norma-norma yang mengikatnya. Karena ketidaktahuan inilah anak cenderung lebih bebas dan merasa leluasa, tidak takut salah, sehingga hasil karyanya terkesan jujur dan spontan. Karya seni yang

dihasilkan menunjukkan kemurnian pengungkapan perasaan mereka. Garis, warna, dan tekstur bukan lagi sebagai elemen fisik, tetapi mencerminkan ekspresi kejiwaan yang kuat.

b. Mengembangkan Sensitivitas

Sensitif artinya peka/perasa terhadap rangsangan, mudah menerima, mudah mencerap suatu rangsangan, dan cepat dapat menghayati sesuatu. Peran pendidik diharapkan dapat mengembangkan kepekaan atau sensitivitas yang dimiliki peserta didik. Terutama peka terhadap lingkungan yang banyak mengandung permasalahan.

Peserta didik diberi kesempatan untuk menggunakan panca indera seperti mata, telinga, hidung, dan indera peraba menjadi dasar cerapan dalam berkarya. Dengan demikian sebelum berkarya peserta didik dimotivasi mengamati objek dengan berbagai masalahnya sebelum dituangkan dalam karyanya. Melalui aktivitas seni rupa, kemampuan anak dalam mengolah kesadarannya terhadap orang lain di lingkungan sekitar dalam berkomunikasi, bekerjasama, menghargai dan dihargai dapat dipupuk. Demikian juga kepekaan sosial terhadap lingkungan sekitar serta kemampuan bekerjasama dalam membuat karya kelompok dapat mengolah sikap dan perasaan sosial anak. Peserta didik menjadi peka terhadap lingkungan, kepekaan menjadi terlatih sehingga apabila ada permasalahan peserta didik bisa merasakan dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Dengan melatih kepekaan rasa diharapkan kelak anak dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat menjaga lingkungannya dan ikut melestarikan peninggalan seni dan budaya.

c. Mengembangkan Kreativitas

Kreativitas adalah suatu kondisi, suatu sikap, keadaan mental yang sangat khusus sifatnya. Kreativitas bukan hanya muncul dari suatu hasil pemikiran dan dorongan perasaan, namun juga melibatkan kepekaan intuitf. Padahal sesuatu yang intuitif itu bersifat bawah sadar. Berbicara mengenai sifat bawah sadar berarti memasuki wilayah proses kreatif yang menurut Susanto (2003: 8) yaitu wilayah proses perubahan, pertumbuhan, proses evolusi, proses perenungan, maupun proses mencipta dalam organisasi dari kehidupan subjektif pikiran dan praktis manusia.

Ada tiga tahap proses kreatif yang dikemukakan Chapman (1978: 45), yaitu: (1) Inception of an idea, merupakan tahap awal yaitu usaha menemukan gagasan, mencari sumber gagasan, inspirasi, (2) Elaboration and refinement, yaitu proses penyempurnaan, pengembangan dan pemantapan gagasan menjadi suatu gambaran pravisual untuk diwujudkan menjadi ujud yang konkrit, (3) Execution in a medium, merupakan tahap terakhir yaitu proses visualisasi dengan medium yang merupakan sarana untuk memvisualisaikan gagasan menjadi suatu karya seni.

Dengan demikian proses kreatif merupakan pengejawantahan emosi dan representasi posisi pemikiran pembuat karya terhadap berbagai masalah yang dihadapi, sekaligus merupakan proses aktualisasi diri atau kapabilitas yang dihadirkan dalam karya seni. Adapun unsur pendorong dalam laku kreatif seperti yang diungkapkan Dix dan Ernst dalam Susanto (2003: 9) adalah adanya sarana, keterampilan, orisinalitas karya, apresiasi, lingkungan, dan identitas. Unsur-unsur

tersebut saling berpadu dan saling mempengaruhi dan saling bergantung untuk menjalankan tahapan-tahapan dalam membentuk karya seni. Hal ini didukung oleh Munandar (1999: 50) yang mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. Tampilan karya yang kreatif selalu tampil tunggal (unicness), karena tidak terdapat kembarannya; asli (original), karena dihasilkan oleh diri sendiri pelaku seni, dan ber-kebaruan (novelty), karena belum pernah ada sebelumnya.

Dengan demikian melalui seni rupa kreativitas anak dapat berkembang, karena dengan membuat karya seni rupa membentuk anak untuk berani mengambil resiko, sikap yang untuk tidak selalu puas dengan apa yang sudah ada dan sudah didapat, sikap untuk selalu mencari sesuatu yang orang lain belum mengetahuinya. Hal ini sangat berguna dalam pembentukan pribadi anak.