• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seni Lukis bagi Anak Usia Sekolah Dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Pembelajaran Seni Lukis di Sekolah Dasar

2. Seni Lukis bagi Anak Usia Sekolah Dasar

a. Seni Lukis sebagai Cerminan Isi Jiwa

Mencermati lukisan anak dan cara mereka menggambarkan lingkungannya, dapat memberikan suatu pandangan tingkah laku dan apresiasi pertumbuhan dan perkembangan bervariasi yang dialami anak. Dengan lukisan anak dapat dibaca jiwa dan kehidupan anak-anak yang bersifat polos. Goresannya spontan dan bebas: miring kesana kemari. Penggunaan warna sesuai dengan suasana hatinya, sangat berani: merah kuning, biru, hitam dan seterusnya. Apa yang dituangkan dalam tema lukisannya adalah apa yang dilihatnya sesuai dengan lingkungan hidup yang nyata dan khayalnya, sesuai dengan “kacamata” anak.

Dalam proses melukis, anak tidak ada rasa takut. Kegiatan seni di samping penting bagi perkembangan kognitif juga memberikan rangsangan bagi pertumbuhan persepsi, emosional, social, dam krativitas anak. Dengan kegiatan ini perlu diketahui apa yang dapat dikembangkan pada diri anak secara maksimal, karena lukisan anak itu sendiri mencerminkan segi kejiwaan anak.

Peran pendidikan seni yang multi dimensional pada dasarnya dapat mengembangkan kemampuan dasar manusia, seprti fisik, perceptual, intelektual, emosional, social, kreativitas, dan estetik (Lowenfeld, 1982). Demikian juga pada multiple intelegences gardner yang membagi karakteristik kecerdasan menjadi sembilan jalur yaitu: verbal/linguistic, interpersonal, visual/spasial, logical/mathematical, naturalist, kecerdasan spiritual, yang dapat diterapkan pada

lukisan anak-anak. Dalam kegiatan melukis, akan terlihat keterlibatan segi kejiwaan anak sehingga mencerminkan kondisi kejiwaan anak.

Emosi, dengan melukis anak mendapat kesempatan untuk menumbuhkan emosinya. Hal ini dapat dilihat bagaimana anak menggambarkan sesuatu yang menurutnya penting dan melibatkan emosinya. Apabila ia dekat dengan ibunya atau dengan temannya, sering ia tuangkan ke dalam gambarnya. Setiap perubahan situasi membutuhkan fleksibilitas berpikir, bersikap, dan berimajinasi. Dalam membimbing anak, perlu diciptakan kondisi yang melatih anak mampu menyesuaikan dirinya. Anak yang sulit menyesuaikan diri, akan senang menggambar apa yang telah dibuatnya sehingga terjadi pengulangan-pengulangan yang kurang melibatkan emosi.

Intelektual, perkembangan intelektual dapat dilihat pada gambar anak. Sejauh mana ia menyadari lingkungannya. Dapat dilihat dari beberapa banyak pengetahuan tentang objek yang digambarkan dan hubungannya dengan lingkungannya. Semua ini merupakan indikator dari perkembangan intelektualnya. Seiring dengan kecerdasan visual/spasial yang merupakan salah satu karakteristik jalur kecerdasan, cirinya adalah anak dapat memvisualisasikan imajinasi ke dalam kenyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan (Jamaris, 2001). Perkembangan intelektual seiring dengan perkembangan usianya. Anak yang terlambat berkembang konsepsinya sesuai kemampuan usianya, dimungkinkan terlambat pula perkembangan intelektualnya.

Persepsi, penanaman dan pertumbuhan indrawi merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan seni. Kehidupan dan kemampuan untuk terus

belajar tergantung dari kualitas indrawi manusia. Perkembangan persepsi dapat didentifikasi melalui gambar yang dibuat anak. Observasi secara visual adalah kegiatan utama dalam seni rupa. Tujuannya untuk mengasah kepekaan rasa terhadap warna, bentuk, tekstur, dan ruang. Kepekaan tersebut dapat tercermin dari bagaimana anak menggunakan, menikmati, dan memberikan reaksi terhadap unsur visual tersebut. Anak yang jarang mendapat pengalaman persepsi akan memperlihatkan kemampuan yang rendah dalam melakukan observasi dan kesadaran akan suatu perbedaan kualitas visual benda. Oleh sebab itu penting memberikan kesempatan pada anak untuk mengasah kepekaan persepsinya.

Sosial, pertumbuhan sosial anak dapat diketahui melalui gambar yang dibuatnya. Anak memiliki pengalaman dengan dirinya dan orang lain. Biasanya anak menggambarkan wujud yang paling dikenalnya yaitu bentuk orang. Mungkin orang tuanya, kakaknya, adiknya, temannya, atau situasi sosial lainnya. Hal ini menandakan usia dini telah memiliki kesadaran sosial.

Estetik, sebagai dasar kegiatan seni dapat diartikan sebagai cara mengorganisasikan pikiran dan perasaan yang dijadikan suatu ekpresi dan komunikasi dengan orang lain. Organisasi garis, warna, bentuk, ruang, dan tekstur disebut seni rupa termasuk di dalamnya seni lukis. Dalam kegiatan seni, rasa estetik anak tumbuh secara alami. Hal itu dapat dilihat dari sensitivitas anak dalam mengorganisasikan unsur-unsur rupa menjadi suatu susunan yang terpadu secara spontan dan intuitif.

Kreatif, pertumbuhan kreativitas segera terlihat begitu anak mulai dapat membuat goresan, dan menyusun sesuatu secara personal. Dalam gambar atau

lukisan anak, pertumbuhan kreatif dapat diidentifikasi melalui bagaimana karya itu dibuat secara imajinatif dan mandiri. Untuk menjadi kreatif, anak tidak harus terampil, tetapi memiliki suatu kebebasan dalam ekplorasi dan ekperimen bahan, serta menentukan tema. Dalam berkarya, jika dipaksa untuk membuat sesuatu yang tidak berhubungan dengan dirinya, anak akan mengalami kemandegan kebebasan kreatifnya. Mereka akan cenderung tergantung dan meniru pekerjaan orang lain.

b. Ciri Seni Lukis Anak

Anak berbuat dan berkarya atas dasar daya nalar anak. Mereka mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam ujud karya seni rupa atau lukisan tanpa terbatas pada apa yang terlihat dengan mata kepala saja, melainkan lebih pada apa yang mereka mengerti, pikirkan atau khayalkan. Perkembangan menggambar anak menurut Ricci (1960: 302-307):

The child starts drawing with an “interlacing network of lines” and then moves on to simple representational foms which become more detailed with age. He recognized in these simple forms that the child draws a description of the subject according to his knowledge of that subject and not according to its visual appearance.

Dengan demikian anak menggambar mulai yang paling sederhana yaitu dengan garis-garis dan berkembang menjadi bentuk-bentuk yang representasional dan detail sesuai dengan perkembangan usia sesuai dengan pengetahuannya sendiri bukan menurut penampakan visual.

Banyak sedikitnya unsur pada lukisan sangat tergantung pada keasyikan pemikiran dan fantasinya, lebih banyak yang akan mereka ceritakan maka lebih banyak pula bentuk yang akan dimunculkannya. Dengan penalaran anak wajar

dan spontan maka hasilnya tampak sungguh naif. Ungkapan pribadinya muncul melalui bentuk-bentuk dengan makna simbolik tertentu, intuitif, dan lebih dekat pada sifat bermain.

c. Perkembangan Gambar Anak

Perhatian terhadap perkembangan gambar anak-anak merupakan hal yang baru. Pada tahun 1885-1886 Ebenezer Cooke melakukan penelitian tentang perkembangan gambar anak-anak yang pertama kalinya. Ia menemukan empat tahap perkembangan simbolik pada anak-anak. Perkembangan pertama berkisar antara umur dua sampai lima tahun, ketika anak sangat aktif mempelajari benda- benda di sekelilingnya. Hasil gambarnya baru merupakan coreng-moreng yang menunjukkan akibat gerakan otot. Pada periode selanjutnya gambar anak menunjukkan bukti adanya unsur imajinasi dan kesadaran yang lebih tinggi terhadap gerakan linier. Gambar anak di sini meniru objek (representasional), tetapi menurut Cooke, anak belum memperhatikan ketepatan penggambarannya. Mata, kaki, bulu, dan ekor digambarkan tanpa pemahaman tentang jumlah dan hubungan antara bagian-bagian objek itu. Cooke menyatakan bahwa pada tahap ketiga gambar anak telah menunjukkan adanya hubungan yang alami antarbagian tersebut. Gambar anak bukan merupakan tiruan objek-objek di alam, melainkan didasarkan pada ingatan atau imajinasi. Cooke tidak memberikan gambaran yang menyeluruh tentang tahap keempat pada gambar anak-anak, tetapi ia menetapkannya antara umur empat sampai sembilan tahun. Pada masa itu anak telah mampu meniru benda-benda di alam dan menghasilkan gambar yang mencerminkan analisis terhadap benda-benda yang dilihatnya.

Ebenezer Cooke adalah guru Bahasa Inggris dan observasinya tidak begitu akurat. Namun, ia selayaknya mendapat penghargaan sebagai orang yang pertama kali menulis tentang gambar anak-anak. Pada tahun-tahun berikutnya, ditemukan tambahan informasi dari hasil observasi dan penelitian oleh Ricci (1887), Perez (1888), Barnes (1893), Herrick (1893), Baldwin (1894), O’Shea (1894), Sully (1896), Maitland (1895), Lukens (1896), Brown (1897), Shinn (1897), Götze (1898), Clark (1902), Levenstein (1905), Kerschenstein (1905), Stern (1910), Luquet (1913), Rouma (1913), Krötzsch (1917), Burt (1921), Wuiff (1927), Eng (1931), Griffiths (1935), Lowenfeld (1947), Kellogg (1955), Lark-Horovitz (1959), dan Eisner (1967). Daftar ini bukan merupakan daftar lengkap para ahli yang telah memberikan sumbangan pengetahuan tentang urutan tahap-tahap dalam simbolisasi visual, namun daftar ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap karya gambar anak-anak telah muncul sejak tahun 1885. Kebanyakan perhatian itu berasal dari tumbuhnya minat terhadap psikologi dan penelitian yang sistematik terhadap anak.