• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4.3. Kebijakan Pembangunan Wilayah Perbatasan di Kabupaten Bengkayang

4.3. Kebijakan Pembangunan Wilayah Perbatasan di Kabupaten Bengkayang

Di dalam Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 telah mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan. Amanat ini telah dijabarkan

dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 yang memuat program-program prioritas selama lima tahun. Komitmen pemerintah melalui kedua produk hukum tersebut pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena berbagai faktor yang saling terkait, baik dari segi politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor-faktor lainnya (Bappenas, 2005a). Terlihat kecenderungan bahwa selama beberapa puluh tahun ke belakang, kebijakan pembangunan wilayah perbatasan masih belum mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang lebih mengarah dan dominan kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk diperkotaan dengan akses yang lebih mudah dibandingkan dengan pembangunan wilayah perbatasan.

Kondisi ini mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan di wilayah perbatasan baik kesenjangan pembangunan di dalam negeri maupun kesenjangan pembanguann dengan negara tetangga sehingga semakin terisolasi dan terisolir; ketersediaan prasarana dan sarana wilayah maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai; dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia; serta tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera. Kondisi tersebut di atas merupakan permasalahan umum yang dialami oleh setiap wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga termasuk wilayah Kabupetan Bengkayang sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan barat yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk memenuhi hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan sosial, serta membuka keterisolasian wilayah, maka diperlukan percepatan pembangunan di kawasan perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Strategi dan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah khususnya pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan pemerintah Kabupaten Bengkayang melalui Program pengembangan wilayah Perbatasan adalah pembentukan Badan Pengelola Wilayah Perbatasan dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kecamatan Jagoi Babang yang diharapkan dapat menjadi Prime Mover pengembangan daerah karena merupakan titik masuk ke Serawak yaitu Serikin. Selain itu, Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan Barat

telah mencanangkan program pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).

Program KUAT diarahkan dalam rangka pengembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura dengan sasaran pendapatan masyarakat mencapai $ 1000/perkapita/tahun. Program KUAT dipusatkan di Kecamatan Sanggau Ledo yang dikenal dengan Sanggau Ledo Komplek yang meliputi Kecamatan Sanggau Ledo, Seluas, Jagoi Babang, dan Siding, sedangkan program KAPET diarahkan untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan lahan yang berwawasan lingkungan. Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat juga menetapkan kawasan perbatasan Kabupaten Bengkayang sebagai sub kawasan barat bersama dengan Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang dengan outlet/inlet Aruk-Biawak-Jagoi Babang-Serikin melalui perjalanan darat dan Sintete-Pantai Temajuk-Singkawang melalui perjalanan laut. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Bengkayang menetapkan Kecamatan Sanggau Ledo sebagai kawasan pengembangan agropolitan pada tahun 2006.

4.4. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya di Wilayah Perbatasan

Kabupaten Bengkayang

Pembangunan wilayah perbatasan di Kabupaten Bengkayang hingga saat ini masih dirasakan sangat tertinggal bila dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain, apalagi bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang berbatasan darat langsung dengan Kabupaten Bengkayang. Kenyataan memperlihatkan bahwa kesenjangan yang terjadi cukup besar dari berbagai aspek baik aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta infrastruktur. Ditinjau dari aspek sosial, memperlihatkan bahwa kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan relatif miskin. Kurangnya infrastruktur, tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera, dan rendahnya mutu sumberdaya manusia serta belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam menyebabkan masyarakat tidak memiliki aksesibilitas yang memadai sehingga mereka merasa terasing dan terisolasi di negaranya sendiri, mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan ekonomi illegal guna pemenuhan kebutuhan hidupnya dan rentan menimbulkan kesenjangan sosial yang tinggi diantara mereka. Kesenjangan sosial yang disertai dengan keheterogenitas etnis yang tidak terpelihara dengan baik sering menimbulkan kecemburuan sosial yang jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan konflik.

Ditinjau dari aspek ekonomi, wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang memiliki potensi yang cukup besar untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, khususnya dari sektor pertanian sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Namun demikian kegiatan perekonomian di wilayah perbatasan ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara nyata, hal ini selain disebabkan produksi pertaniannya yang masih rendah dan tidak memiliki daya saing yang tinggi, juga dukungan sarana dan prasarana yang sangat terbatas yang mengakibatkan sulitnya pemasaran produk-produk yang dihasilkan di wilayah ini. Selain itu karena kuatnya pengaruh ekonomi negara tetangga Malaysia mengakibatkan aspek ekonomi dan perdagangan masyarakat lebih condong ke negara tetangga daripada ke dalam negaranya sendiri. Kecenderungan masyarakat perbatasan yang lebih berorientasi ke Malaysia terlihat dari perdagangan dan mata uang yang digunakan mengingat jarak tempuh dari kecamatan terdekat ke Serawak, Malaysia Timur hanya berjarak 4 km. Selain itu, informasi yang mereka terima sebagian besar melalui televisi Malaysia, karena saluran TVRI apalagi saluran TV Swasta belum cukup mampu menjangkau daerah perbatasan di Kabupaten Bengkayang.

Ditinjau dari aspek budaya, Kabupaten Bengkayang memiliki heterogentas etnis yang diikuti oleh keanegaraman budaya masing-masing yang saling berinteraksi dengan baik sejak dahulu kala sampai saat ini. Etnis dayak yang merupakan etnis yang dominan di Kabupaten Bengkayang pada dasarnya memiliki sifat sosial dan kegotong royongan yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya baik terhadap sesama etnis maupun dengan etnis lainnya. Secara umum, suku dayak yang tinggal di kawasan ini memiliki kaitan historis/kekerabatan dengan suku dayak di Serawak. Bahkan pada beberapa sub suku, batas negara ternyata tidak memisahkan sistem kekerabatan/adat. Panglima yang tinggal di wilayah Serawak memiliki daerah kekuasaan sampai negara Indonesia, demikian juga sebaliknya. Penyebaran suku-suku di Kabupaten Bengkayang seperti pada Gambar 10.

51 Sumber : Peta PSSE Kabupaten Bengkayang, 2007.

4.4.1. Kependudukan

Berdasarkan hasil proyeksi BPS Kabupaten Bengkayang, jumlah penduduk Kabupaten Bengkayang sampai pada tahun 2005 berjumlah 205.877 jiwa. Dari empat kecamatan yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian masing-masing Kecamatan Sanggau Ledo, Seluas, Jagoi Babang, dan Siding menempati 24,35 % atau sekitar 50.124 jiwa dari seluruh jumlah penduduk Kabupaten Bengkayang dengan kepadatan penduduk sebesar 36 jiwa/km2, 28 jiwa/km2, 13 jiwa/km2, dan 10 jiwa/km2. Jumlah penduduk terbesar adalah di Kecamatan Sanggau Ledo sebesar 22.091 jiwa, dan Kecamatan dengan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Siding sebesar 5.490 jiwa. Jumlah rumah tangga di empat kecamatan tersebut di atas adalah sebanyak 10.629 rumah tangga. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka rata-rata jumlah anggota rumah tangga adalah sebanyak 4 sampai 5 jiwa perumah tangga.

Keadaan jumlah penduduk ini mengalami perkembangan yang meningkat dari tahun ke tahun masing-masing 42.952 jiwa (2002), 47.125 jiwa (2003), 48.596 jiwa (2004), dan 50.124 jiwa (2005). Perkembangan jumlah penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten bengkayang sejak tahun 2002 sampai 2005 seperti pada Gambar 11.

0 5000 10000 15000 20000 25000 J um la h P e nduduk ( J iw a ) 2002 2003 2004 2005 Tahun Sanggau Ledo Seluas Jagoi Babang Siding

Sumber : BPS Kabupaten Bengkayang, 2005

Gambar 11. Perkembangan Jumlah Penduduk di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang tahun 2002 - 2005

4.4.2. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian merupakan hal yang paling utama dari setiap penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Berdasarkan hasil

analisis data Badan Pusat Statistik (BPS) Kebupaten Bengkayang untuk tahun 2005, menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian yang dominan dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya. Hal ini sesuai dengan potensi wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang yang cukup potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Mata pencaharian di sektor pertanian menempati sekitar 72,93 % yang disusul oleh sektor perdagangan sebesar 7,86 %, sektor pertambangan, penggalian sebesar 5,38 %, dan lainnya sebesar 0,8 %, serta sisanya belum bekerja.

4.4.3. Tingkat Pendidikan Penduduk

Pendidikan masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu indikator yang menunjukkan kualitas sumberdaya manusia yang ada di suatu wilayah atau daerah. Artinya bahwa jika tingkat pendidikan masyarakat tinggi, berarti kualitas sumberdaya manusia juga akan menjadi baik. Dalam kaitannya dengan wilayah perbatasan yang potensial untuk pengembangan sektor pertanian, maka tingkat pendidikan sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan untuk berusaha dan mengelolan lahan pertanian.

Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih tergolong rendah, didominasi yang tidak lulus SD, dan tidak bersekolah, tetapi sebagian ada dapat melanjutkan pendidikan sampai pada tingkat SLTA dan perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan ini disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan yang ada, kondisi ekonomi yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya, dan adanya keengangan dari pada orang tua untuk menyekolahkan anaknya yang lebih cenderung mengeksploitasi tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan mereka untuk bertani dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan. Selain itu, dipicu oleh peluang pekerjaan di Malaysia sebagai buruh tani, buruh bangunan, atau sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji yang lebih besar yang menjadi daya tarik bagi anak usia sekolah untuk memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.