• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN BENGKAYANG

7.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Status dan Skenario Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

7.3.1. Status Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Dalam penelitian pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, penentuan indeks keberlanjutan kawasan ditetapkan pada lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, infrastruktur dan teknologi, dan hukum dan kelembagaan dengan atribut dan nilai skoring hasil pendapat pakar seperti pada Lampiran 10.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Rap-BENGKAWAN (MDS) diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 40,37 % dengan status kurang berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 66,54 % dengan status cukup berkelanjutan, dimensi sosial-budaya sebesar 67,06 % dengan status cukup berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 24,49 % dengan status tidak berkelanjutan, dan dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 60,10 % dengan status cukup berkelanjutan. Agar nilai indeks ini dimasa yang akan datang dapat terus meningkat sampai mencapai status berkelanjutan, perlu perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi ekologi. Atribut-atribut yang dinilai oleh para pakar didasarkan pada kondisi existing wilayah. Adapun nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-BENGKAWAN seperti pada gambar 42 dan Lampiran 11.

0 20 40 60 80 100 Ekologi (40,37 %) Ekonomi (66,54 %) Sosial-Budaya (67,06 %) Infrastruktur-Teknologi (24,49 %) Hukum-Kelembagaan (60,10 %)

Gambar 42. Diagram Layang (Kite Diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

a. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri dari sepuluh atribut, yaitu (1) status kepemilikan lahan usaha tani, (2) frekuensi kejadian kekeringan, (3) frekuensi kejadian banjir, (4) pencetakan sawah baru oleh pemerintah, (5) intensitas konversi lahan pertanian, (6) kondisi sarana jalan usahatani, (7) kondisi sarana jalan desa, (8) produktivitas usahatani, (9) penggunaan pupuk, dan (10) kegiatan perlandangan berpindah.

Untuk melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indek keberlanjutan dimensi ekologi, dilakukan analisis Laverage.

Berdasarkan hasil analisis Laverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi yaitu (1) intensitas konversi lahan pertanian, (2) pencetakan sawah baru, dan (3) produktivitas usahatani. Hasil analisis Laverage dapat dilihat seperti Gambar 43.

0.15 2.14 2.36 5.40 6.19 0.17 0.46 3.69 1.76 0.14 0 1 2 3 4 5 6 7

Status Kepemilikan Lahan Kejadian Kekeringan Frekuensi Kejadian Banjir Pencetakan Sawah Baru Intensitas Konversi Lahan Pertanian Kondisi Jalan Usahatani Kondisi Jalan Desa Produktivitas Usahatani Penggunaan Pupuk Kegiatan Perladangan Berpindah

At

ri

b

u

t

Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage

Gambar 43. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekologi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square)

Intensitas konversi lahan pertanian ke non pertanian masih tergolong sangat rendah. Kondisi ini perlu dipertahankan atau ditekan sekecil mungkin terutama pada lahan-lahan yang cukup potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Untuk menekan konversi lahan pertanian ini dibutuhkan dukungan yang kuat berupa kebijakan dari pemerintah seperti membuat lahan abadi pertanian sebagaimana disarankan oleh Menteri Pertanian. Hal ini bertujuan

untuk mengantisipasi fenomena terus meningkatnya pengalihan fungsi lahan produktif untuk pembangunan sarana dan fasilitas fisik, seperti jalan, perumahan, dan perkantoran.

Rendahnya intensitas konversi lahan pertanian di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang disebabkan oleh masih kurangnya penduduk yang bermukim di wilayah ini sehingga kebutuhan penggunaan lahan untuk kegiatan pembangunan sarana perumahan maupun pembangunan sarana lainnya masih sangat minim. Namun demikian, dalam rangka pengembangan wilayah kedepan, termasuk pengembangan kawasan agropolitan yang sudah pasti membutuhkan lahan untuk pengembangan sarana perumahan penduduk dan pembangunan sarana dan parsarana lainnya seperti pembanguann sarana dan prasarana umumn dan agribisnis, perlu diarahkan pada lahan-lahan yang kurang produktif untuk pengembangan komoditas unggulan.

Atribut lain yang perlu mendapat perhatian selain produktivitas usahatani dan konversi lahan pertanian adalah pencetakan sawah baru. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa kegiatan pencetakan sawah baru yang dilakukan oleh pemerintah setempat masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya nilai skoring yang diberikan oleh responden terhadap kegiatan pencetakan sawah baru. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan, maka usaha pencetakan lahan sawah baru ini perlu terus ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian masyarakat di daerah ini. Pencetakan sawah baru ini dapat dilakukan pada lahan-lahan potensial yang belum terbuka maupun pada lahan-lahan yang sudah terbuka sebagai akibat dari kegiatan perladangan berpindah ataupun kebakaran hutan. Tentunya disertai dengan teknik konservasi tanah dan air yang baik sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan.

Dilihat dari produktivitas usahatani, hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas usahatani pada beberapa komoditas pertanian di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang tergolong cukup tinggi seperti komoditas tanaman pangan (padi sawah, padi ladang, jagung, dan ubi kayu); komoditas perkebunan (karet dan kelapa sawit); dan komoditas peternakan (ternak sapi, kambing, dan ayam); namun pada komoditas-komoditas lainnya terlihat masih rendah seperti komoditas sayuran dan komoditas perikanan. Tingginya produktivitas usahatani beberapa komoditas pertanian ini disebabkan oleh kondisi wilayah seperti kondisi iklim dan tanah yang cukup mendukung. Selain itu

kebutuhan terhadap produksi komoditas tersebut juga cukup tinggi baik di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Bengkayang sehingga upaya-upaya peningkatan produktivitas usahatani perlu dilakukan.

Keadaan produktivitas usahatani beberapa komoditas pertanian di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang pada tahun 2005 seperti dalam Tabel 25, 26, dan 27 di bawah ini.

Tabel 25. Produktivitas Tanaman Pangan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang tahun 2005.

Rata-Rata Produktivitas (ton/ha)

No. Kecamatan Padi

Sawah

Padi Ladang

Jagung Ubi Kayu Kacang

Tanah

1. Sanggau Ledo 4,146 2,890 4,595 45,679 1,250

2. Seluas 3,562 1,972 3,838 8,640 0,750

3. Jagoi Babang 3,217 1,604 2,183 8,804 0,909

4. Siding 3,040 1,740 2,173 8,788 0,824

Sumber : BPS Kabupaten Bengkayang, 2005

Tabel 26. Produktivitas Tanaman Perkebunan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang tahun 2005.

Rata-Rata Produktivitas (ton/ha) No. Kecamatan Karet Kelapa

Hybrida

Kopi Lada Kakao Kelapa

Sawit

11. Sanggau Ledo 2,121 0,421 2,109 0,939 0,315 7,306

12. Seluas 2,428 0,406 5,600 0,918 0,460 5,333

13. Jagoi Babang 1,645 0,000 0,000 0,380 0,630 10,780

14. Siding 2,209 0,000 0,000 0,000 0,964 0,000

Sumber : BPS Kabupaten Bengkayang, 2005

Tabel 27. Produktivitas Peternakan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang tahun 2005.

Rata-Rata Produktivitas (Ekor) No. Kecamatan

Sapi Kambing Babi Ayam Itik

1. Sanggau Ledo 4.788 3.095 520 71.591 829

2. Seluas 69 1.821 953 49.875 294

3. Jagoi Babang 32 222 468 6.945 556

4. Siding 36 176 324 3.468 461

Sumber : BPS Kabupaten Bengkayang, 2005

Untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, maka upaya perbaikan tidak hanya dilakukan terhadap atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan

dimensi ekologi, namun atribut-atribut lain yang tidak sensitif berdasarkan analisis Laverage juga perlu mendapatkan perhatian yang serius untuk ditangani. Upaya yang pelu dilakukan adalah dengan mempertahankan atau meningkatkan atribut-atribut yang berdampak positif terhadap peningkatan keberlanjutan dimensi ekologi kawasan. Di sisi lain juga berupaya menekan sekecil mungkin atribut-atribut yang dapat memberikan dampak negatif terhadap penurunan tingkat keberlanjutan dimensi ekologi kawasan. Adapun atribut-atribut yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan antara lain (1) status kepemilikan lahan sedapat mungkin dipertahankan menjadi lahan milik sendiri masyarakat, (2) frekuensi kejadian kekeringan diupayakan dihindari dengan menyediakan sarana irigasi sehingga lahan usahatani masyarakat tidak mengalami kekeringan, dan (3) kondisi sarana dan prasarana jalan desa dan jalan usahatani, serta (4) peningkatan penggunaan pupuk sesuai dengan kebutuahan optimal. Sementara atribut-atribut yang perlu ditekan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap penurunan status keberlanjutan kawasan adalah (1) frekuensi kejadian banjir dengan menyediakan sarana pembuangan air seperti saluran drainase yang memadai dan (2) menghindari kegiatan perladangan berpindah melalui peningkatan kesadaran masyarakat tentang perlunya menjaga kelestariuan lingkungan.

b. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri dari sepuluh atribut, antara lain (1) jumlah pasar, (2) pemasaran produk pertanian, (3) persentase penduduk miskin, (4) harga komoditas unggulan, (5) jumlah tenaga kerja pertanian, (6) kelayakan usahatani, (7) jenis komoditas unggulan, (8) kontribusi sektor pertanian terhadap Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDRB), (9) tingkat ketergantungan konsumen, dan (10) keuntungan usahatani. Besarnya nilai indeks keberlanjutan ekonomi dipengaruhi oleh atribut-atribut keberlanjutan seperti telah disebutkan di atas. Namun demikian atribut-atribut tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap besarnya nilai indeks keberlanjutan. Hasil analisis

Laverage diperoleh empat atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu (1) harga komoditas unggulan, (2) kelayakan usahatani, (3) jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian,

dan (4) jenis komoditas unggulan. Hasil analisis Laverage dapat dilihat seperti Gambar 44.

Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage

2.27 1.48 1.72 5.46 4.26 4.31 3.77 2.99 2.70 1.53 0 1 2 3 4 5 6 Jumlah Pasar Pasar Produk Pertanian Persentase Penduduk Miskin

Gambar 44. Peran Masing-masing Atribut Aspek Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square)

Berkaitan dengan harga komoditas unggulan, pada dasarnya harga beberapa komoditas unggulan sudah tergolong cukup tinggi, terutama komoditas yang dipasarkan diluar wilayah kecamatan seperti di ibukota kabupaten dan propinsi bahkan ke negara tetangga Malaysia. Saat ini pemasaran hasil pertanian mempunyai peluang yang besar akibat tingkat kebutuhan hasil pertanian yang cukup besar, baik kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan luar negeri. Banyak masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang yang memasarkan hasil pertanianannya di Malaysia dengan harga yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga jual di dalam negeri. Terdapat perbedaan harga yang berkisar antara Rp 5.000,- sampai dengan Rp 30.000,- apabilah hasil pertanian tersebut dijual di Malaysia. Masyarakat Indonesia juga dapat dengan mudah memasarkan hasil pertaniannya di Malaysia yaitu dengan dibukanya pasar rakyat di Kota Serikin. Pasar ini khusus diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia. Pasar dibuka selama tiga hari yaitu mulai hari Jumat dan ditutup pada hari Minggu. Selain itu, banyak masyarakat Indonesia yang menjual yang pertaniannya ke negara Malaysia melalui jalan setapak seperti di Kecamatan Siding. Mereka menjual pada pasar-pasar yang telah tersedia di Malaysia atau mengantarkan langsung ke rumah-rumah penduduk. Kegiatan ini dilakukan setiap hari tergantung ketersediaan hasil pertanian yang akan dijual. Melihat besarnya kebutuhan konsumen akan hasil pertanian di wilayah

Harga Komoditas Unggulan ml Tenaga Kerja Pertanian Kelayakan Usahatani Jenis Komoditas Unggulan Kontribusi Pertanian thd PDRB Ketergantungan Konsumen Keuntungan Usahatani At ri b u t J

perbatasan Kabupaten Bengkayang, memberikan gambaran produk pertanian di wilayah ini memiliki prospek pemasaran yang cerah baik untuk pemasaran di dalam maupun di luar negeri khususnya di Malaysia dengan harga jual yang cukup tinggi.

Dilihat dari hasil analisis usahatani beberapa komoditas unggulan dan andalan seperti disebutkan di atas memperlihatkan bahwa beberapa komoditas unggulan, secara ekonomi layak untuk dikembangkan karena memberikan keuntungan yang cukup memadai bagi petani. Ini terlihat dari hasil analisis R/C ratio terhadap beberapa komoditas unggulan memberikan nilai > 1. Namun jika keuntungan usahatani ini dikaitkan dengan penggunaan biaya dalam kegiatan usahatani yang seharusnya dikeluarkan untuk mendukung peningkatan produksi, dapat dikatakan keuntungan ekonomi ini masih tergolong cukup renda. Ini disebabkan masih banyaknya biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan tetapi belum diperhitungkan dalam analisis usahatani. Banyak diantara mereka yang belum memanfaatkan sarana produksi dan alat dan mesin pertanian yang memadai dalam kegiatan usahatani. Demikian pula dalam hal biaya pemeliharaan dan biaya tenaga kerja penanganan panen dan pasca panen, termasuk biaya pengangkutan hasil panen ke tempat penyimpanan dan konsumen belum banyak diperhitungkan. Apabila biaya-biaya produksi tersebut di atas diperhitungkan tentunya akan berpengaruh terhadap keuntungan usahatani yang diperolehnya. Namun demikian, penggunaan biaya yang lebih besar dalam kegiatan usahatani diharapkan produksi usahatani yang diperoleh juga lebih tinggi.

Dari segi tenaga kerja pertanian, hampir seluruh tenaga kerja tersedia di wilayah ini bekerja di sektor pertanian dengan kegiatan yang beragam mulai dari kegiatan berladang, menanam padi sawah, berkebun dan beternak. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bengkayang (2005), distribusi tenaga kerja pertanian menempati sekitar 72,93 % yang disusul oleh sektor perdagangan sebesar 7,86 %, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 5,38 %, serta lainnya sebesar 0,8 %. Hal ini didukung kondisi wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Permasalahan yang dialami tenaga kerja pertanian di daerah ini adalah masih rendahnya pengetahuan dan penguasaan teknologi mereka dalam kegiatan bertani. Hal ini juga yang menyebabkan rendahnya produktivitas usahatani yang mereka peroleh. Melihat potensi tenaga kerja pertanian yang cukup besar di wilayah ini, maka upaya peningkatan

kualitas sumberdaya manusia wilayah ini perlu segera dilakukan. Tentunya didukung oleh penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung yang diperlukan dalam kegiatan bertani sehingga mereka dapat betah bertani di daerahnya sendiri dengan keuntungan yang lebih besar.

Salah satu ciri khas kawasan agropolitan adalah adanya komoditas unggulan yang dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis komoditas unggulan dan andalan, memperlihatkan beberapa komoditas unggulan yang dikembangkan petani di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Komoditas unggulan unggulan tersebut meliputi tanaman pangan diantaranya jagung dan padi ladang, sedangkan komoditas unggulan perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan lada. Untuk komoditas peternakan terdiri dari ternak sapi potong, kambing, dan ayam. Adapun komoditas pertanian lainnya termasuk komoditas andalan dan komoditas penunjang seperti komoditas sayuran dan perikanan. Dengan beragamnya komoditas unggulan ini, akan sangat mendukung untuk pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Namun demikian, produktivitas komoditas unggulan ini masih tergolong agak rendah. Ini disebabkan masih rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam kegiatan usahataninya. Selain itu, penggunaan sarana produksi (saprodi), alat dan mesin pertanian (alsintan) dan sentuhan teknologi yang memadai juga masih tergolong minim. Komoditas unggulan yang tergolong produktivitasnya lebih tinggi adalah komoditas jagung. Hal ini terkait dengan adanya program unggulan pemerintah khususnya di Kecamatan Sanggau Ledo yang menetapkan wilayah ini sebagai kawasan KUAT (Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu) yang berbasis tanaman jagung, sehingga perhatian pemerintah terhadap komoditas tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya.

Untuk lebih meningkatkan keuntungan usahatani di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, sangat dibutuhkan keterlibatan pemerintah terutama pemerintah setempat baik dalam hal penyediaan sarana produksi pertanian, peningkatan keterampilan petani dalam kegiatan bercocok tanam sampai penanganan panen dan pasca panen. Selain itu peran sektor agribisnis dan agroindustri perlu didorong agar dapat memberikan nilai tambah (added value) kepada petani yang didukung oleh pemasaran hasil dan produk olahan yang memadai. Dengan adanya dukungan yang kuat dari pemerintah, diharapkan keuntungan uasahatani yang diperoleh masyarakat juga meningkat.

c. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya

Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi sosial-budaya terdiri dari sembilan atribut, antara lain (1) tingkat pendidikan formal masyarakat, (2) tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, (3) jarak permukiman ke kawasan usahatani, (4) pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pertanian, (5) jumlah desa dengan penduduk yang bekerja di sektor pertanian, (6) peran masyarakat adat dalam kegiatan pertanian, (7) pola hubungan masyarakat dalam kegiatan pertanian, (8) akses masyarakat dalam kegiatan pertanian, dan (9) persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung. Berdasarkan hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang

sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya yaitu : (1) pemberdayaan masyarakat, (2) jumlah desa dengan penduduk bekerja disektor pertanian, (3) peran masyarakat adat dalam kegiatan pertanian, (4), pola hubungan masyarakat dalam kegiatan pertanian dan (5) jarak permukiman ke kawasan usahatani. Atribut-atribut tersebut perlu dikelola dengan baik agar nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya ini meningkat di masa yang akan datang. Pengelolaan atribut dilakukan dengan cara meningkatkan peran setiap atribut yang memberikan dampak positif dan menekan setiap atribut yang dapat berdampak negatif terhadap indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Hasil analisis Laverage dapat dilihat seperti Gambar 45.

Nilai RMS (%) Hasil Analisis 0.62 2.83 3.99 6.54 4.65 4.65 4.10 1.17 1.34 0 1 2 3 4 5 6 7

Pendidikan Formal Masyarakat Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian Jarak Permukiman ke Kws Usahatani Pemberdayaan Masyarakat Desa dgn Penduduk Kerja di Pertanian Peran Masyarakat Adat dlm Bertani Pola Hub Masyarakat dlm Bertani Akses Masyarakat dlm Bertani Desa yg tdk ada Akses Penghubung

At

ri

b

u

t

Gambar 45. Peran Masing-masing Atribut Aspek Sosial-Budaya yang Dinyatakan Dalam Bentuk Nilai RMS (Root Mean Square)

Banyak program-program dari pemerintah daerah telah digulirkan dalam rangka lebih memberdayakan masyarakat dalam kegiatan bertani, seperti

peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui penyuluhan, pelatihan, dan kursus-kursus pertanian informal; pemberian bantuan berupa sarana produksi (Saprodi) pertanian, bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), maupun bantuan permodalan dalam kegiatan usahatani. Namun demikian, program-program pemberdayaan masyarakat dari pemerintah ini masih berorientasi pada pelaksanaan proyek semata tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutannya dan cenderung terlihat lebih dominan pada wilayah-wilayah yang lebih mudah dijangkau seperti desa-desa yang dekat dengan ibukota kecamatan atau pada wilayah yang sudah ditetapkan untuk pengembangan program-program tertentu. Ini terlihat seperti di kecamatan Sanggau Ledo yang sudah dicanangkan sebagai Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) berbasis tanaman jagung, mendapat akses yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Agar seluruh masyarakat dapat memiliki akses yang besar dalam kegiatan bertani di wilayah perbatasan, maka program-program pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan pertanian harus diberikan secara merata pada seluruh masyarakat diperbatasan sesuai dengan kondisi wilayah dan kebutuhan masing-masing. Di dalam pemberdayaan tersebut, beberapa prinsip yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Prinsip kerakyatan yang menekankan bahwa pembangunan yang dilaksanakan mengutamakan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, buka kesejahteraan orang per orang atau kelompok.

2. Prinsip swadaya dimana bimbingan dan dukungan kemudahan yang diberikan harus mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan ketergantungan

3. Prinsip kemitraan yaitu memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang berperanserta aktif dalam pengambilan keputusan

4. Prinsip bertahap dan berkelanjutan dimana pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian lingkungan.

Dilihat dari atribut jumlah desa dengan penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan tingkat penyerapan tenaga kerja pertanian, hampir seluruh desa di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Ini mengindikasikan bahwa tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian juga sangat besar yang merupakan matapencaharian utama masyarakat di wilayah perbatasan. Berdasarkan data BPS Kabupaten

Bengkayang tahun 2005 terlihat bahwa sekitar 72,93 % penduduk Kabupaten Bengkayang bekerja di sektor pertanian dan sisanya bekerja pada sektor perdagangan, pertambangan dan penggalian dan matapencaharian lainnya. Banyaknya desa dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang tentunya sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya. Namun demikian, budaya pertani masyarakat perbatasan ini perlu ditingkatkan dengan membekali pengetahuan dan keterampilan penguasaan teknologi pertanian moderen, sehingga budaya-budaya lama dalam bertani dengan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh dari nenek moyangnya secara turun temurun dan penggunaan teknologi tradisional dapat segera ditinggalkan. Disisi lain perlu keseimbangan pembangunan wilayah antar perkotaan dan perdesaan di perbatasan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung wilayah sesuai dengan potensi wilayah perbatasan yang dimiliki yaitu pertanian, sehingga tenaga kerja pertanian yang besar ini tidak terserap lagi ke wilayah perkotaan.

Peran masyarakat adat di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih sangat kental mempengaruhi tata kehidupan mereka sehari-hari. Banyak persoalan-persoalan yang terjadi diantara kelompok masyarakat diselesaikan dengan hukum adat yang masih memiliki kekuatan dan diakui oleh lapisan masyarakat di daerah ini, seperti ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tata kehidupan mereka. Keputusan-keputusan yang diambil terhadap terjadinya pelanggaran oleh anggota masyarakat ditentukan dalam rapat adat yang khusus dilaksanakan untuk itu. Rapat adat dipimpin oleh ketua adat yang sudah diangkat dan dijadikan panutan selama ini. Hukuman yang biasa diberikan umumnya dalam bentuk denda. Dalam kegiatan bertani juga masih banyak dipengaruhi oleh adat seperti penentuan kawasan yang dapat dibuka atau dimanfaatkan untuk kegiatan bertani, saat memulai menanam dan menjelang masa panen, termasuk kerusakan-kerusakan terhadap tanaman mereka masih banyak dihubungkan dengan mitos hingga mereka harus melakukan seajian terhadap para leluhur mereka.

Kuatnya pengaruh adat dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam, maka kerusakan lingkungan sedapat mungkin dapat dihindari. Namun demikian, mempertahankan pengaruh adat dalam pengelolaan sumberdaya alam khususnya dalam kegiatan bertani harus diimbangi dengan introduksi teknologi pertanian yang memadai sehingga pola

pikir yang selalu dikungkung dengan pengaruh adat dapat diubah menjadi pola pikir yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dengan memanfatkan teknologi yang ada tanpa meninggalkan nilai-nilai adat yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Disini peran pendidikan masyarakat dalam mengadopsi teknologi pertanian sangat penting baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal.

Tingkat pendidikan masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih tergolong rendah. Umumnya mereka tamat sampai pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) bahkan banyak yang tidak bersekolah atau bersekolah tetapi tidak tamat. Hanya sebagian kecil yang dapat melanjutkan pendidikan sampai pada tingkat SLTP, dan SLTA, serta perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan ini disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan yang ada terutama sarana pendidikan menengah atas, kondisi ekonomi yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Di sisi lain adanya keenganan dari pada orang tua untuk menyekolahkan anaknya dan lebih cenderung mengeksploitasi tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan mereka untuk bertani dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan. Disisi lain, pendidikan informal masyarakat juga perlu digiatkan untuk lebih memperluas wawasan dengan membekali pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar mereka mampu menciptakan inovasi-inovasi baru didalam mengerjakan kegiatan usahataninya sehari-hari. Pendidikan informal dapat diadakan dalam bentuk pemberian penyuluhan, kursus, atau pelatihan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang telah ada misalnya kelompok tani, kelompok yasinan/kebaktian, ataupun kelompok sosial masyarakat lainnya.

Pola hubungan masyarakat di wilayah perbatasan Kabupaten