• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN BENGKAYANG

6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Perbatasan Kabupaten Bengkayang

6.3.1. Tipologi Wilayah Perbatasan

Berdasarkan hasil analisis tipologi wilayah, kawasan agropolitan di kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang termasuk dalam strata pra Kawasan Agropolitan II, baik untuk Kecamatan Sanggau Ledo, Kecamatan Seluas, Kecamatan Jagoi Babang, dan Kecamatan Siding dengan nilai skor masing-masing 13, 9, 9, dan 8, seperti terlihat pada Lampiran 6. Status pra kawasan agropolitan II pada empat kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang memberikan gambaran bahwa secara umum masih banyak variabel-variabel sebagai indikator penilaian untuk meningkatkan strata kawasan menuju strata kawasan agropolitan belum terpenuhi secara lengkap.

Khusus yang berkaitan variabel komoditas unggulan, jika dikaitkan dengan hasil analisis komoditas unggulan dan andalan, terlihat bahwa terdapat lebih dari satu komoditas unggulan yang telah dikembangkan oleh masyarakat, baik di Kecamatan Sanggau Ledo, kecamatan Seluas, Kecamatan Jagoi Babang, dan Kecamatan Siding, namun demikian tidak satupun komoditas unggulan tersebut yang mengalami proses pengolahan di wilayah tersebut. Petani langsung menjual hasil panenanya kepada Pedagang Pengumpul Desa (PPD) untuk selanjutnya dijual kepada Pedagang Pengumpul Kabupaten (PPK) atau langsung dipasarkan ke wilayah sekitarnya seperti Kota Singkawang, Pontianak, bahkan dijual ke negara tetangga Malaysia. Demikian pula dengan kelembagaan serta sarana dan prasarana yang ada, baik sarana dan prasarana jalan maupun

sarana dan prasarana umum seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan dan sarana dan prasarana sosial lainnya serta sarana dan prasarana agribisnis masih terlihat sangat minim.

Khusus berkaitan dengan sarana dan prasarana jalan, beberapa desa di kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang belum memiliki aksesibilitas penghubung dengan desa lainnya. Di Kecamatan Siding sendiri, aksesibilitas penghubung berupa jalan darat yang menghubungkan dengan kecamatan lain disekitarnya belum tersedia secara lengkap dan belum memadai sehingga semua aktivitas barang dan jasa serta hasil pertanian yang akan keluar masuk ke Kecamatan Siding membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan terhambat. Masyarakat di Kecamatan Siding lebih cenderung menjual hasil pertaniannya ke negara tetangga Malaysia dibandingakn di dalam wilayah Indonesia sendiri karena aksesnya lebih mudah Serawak walaupun hanya melalui jalan setapak. Kecamatan terdekat yang dapat dilalui untuk masuk ke Kecamatan Siding adalah Kecamatan Seluas tetapi itupun hanya dapat ditempuh dengan memanfaatkan sarana transportasi air. Di Kecamatan Jagoi Babang, banyak warga Indonesia yang berdagang ke negara Malaysia melalui pintu perlintasan darat Jagoi Babang, bahkan secara khusus mereka dibuatkan pasar di Serikin untuk menjual produk pertaniannya. Demikian pula dengan warga Malaysia, banyak yang datang berbelanja ke Indonesia terutama hasil-hasil pertanian. Ini menunjukkan bahwa interaksi warga antar ke dua negara tersebut telah terjalin dengan baik yang dapat berdampak pada peningkatan perekonomian kedua belah pihak. Dilihat dari kelengkapan Lembaga Penyuluh Pertanian (BPP), hampir semua kecamatan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang telah memiki BPP kecuali Kecamatan Siding, yang BPP-nya masih bergabung dengan Kecamatan Seluas.

Tipologi kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang berupa pra kawasan agropolitan II yang menggambarkan tingkat perkembangan wilayah perbatasan untuk pengembangan kawasan agropolitan, masih didasarkan pada variabel-variabel yang bersifat umum sebagaimana yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2002. Sementara itu, untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah untuk pengembangan kawasan agropolitan masih banyak faktor-faktor pendukung lain yang bersifat spesifik yang menggambarkan variabilitas kawasan yang dapat dijadikan sebagai indikator penilaian. Analisis tipologi kawasan yang didasarkan pada

variabel-variabel yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Principal Component Analysis (PCA) atau lebih dikenal dengan Analisis Komponen Utama (AKU).

Dalam penelitian ini, variabel-variabel terpilih yang dianalisis dengan menggunakan teknik PCA antara lain kepadatan penduduk (jiwa/km2), jarak kecamatan ke kabupaten (km), jumlah kepala keluarga (KK)B, jumlah sarana dan prasarana umum (unit), jumlah sarana dan prasarana agribisnis (unit), jumlah komoditas unggulan (jenis), jumlah keluarga yang memakai PLN (KK), banyaknya desa/kelurahan terpencil (Desa), banyaknya keluarga pra sejahtera (jiwa), banyaknya keluarga sejahtera (jiwa), produksi tanaman pangan (kw/ha), luas tanam tanaman perkebunan (ha), dan produksi peternakan (ekor). Keragaman setiap variabel seperti terlihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Keragaman Variabel yang Menggambarkan Perkembangan Wilayah Perbatasan di Kabupaten Bengkayang.

Kecamatan No. Variabel

S.Ledo Seluas J.Babang Siding

1. Jumlah penduduk (jiwa/km) 22.091,0 14.043,0 8.500,0 5.490,0

2. Jarak kecamatan ke kabupaten (km) 49,6 76,1 89,9 103,7

3. Jumlah kepala keluarga (KK) 4.823,0 3.188,0 1.329,0 1.289,0

4. Sarana dan prasarana Umum (unit) 533,0 320 197,0 122,0

5. Sarana dan prasarana agribisnis (unit) 19,0 2,0 1,0 1,0

6. Jumlah komoditas pertanian (jenis) 9,0 6,0 10,0 8,0

7. Keluarga pemakai PLN (KK) 2.866,0 1.325,0 491,0 0

8. Desa/Kelurahan terpencil (Desa) 5,0 5,0 5,0 8,0

90. Jumlah keluarga pra sejahtera (Jiwa) 153,0 447,0 95,0 86,0

10. Jumlah keluarga sejahtera (jiwa) 3236,0 1751,0 972,0 1.039,0

11. Produksi tanaman pangan (kw/ha) 642,3 152,9 226,2 142,5

12. Luas tanam tanaman perkebunan (ton) 11.231,0 8.781,0 2.232,0 473,0

13. Produksi peternakan (ekor) 80.823,0 53.012,0 8.223 4.465,0

Sumber : BPS Kab. Bengkayang, 2005.

Hasil analisis komponen utama (Tabel 18), menunjukkan bahwa setiap variabel memberikan pengaruh yang berbeda-beda antara satu variabel dengan variabel lainnya yang menggambarkan keragaman tipologi wilayah pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bengkayang. Namun demikian, keragaman tipologi wilayah yang disebabkan oleh keseluruhan variabel yang dianalisis dapat disederhanakan menjadi kelompok variabel yang lebih kecil yang dapat menggambarkan keseluruhan informasi yang terkandung

dalam semua variabel. Dengan berpedoman pada total persentase kumulatif sebagaimana ditetapkan oleh Iriawan dan Astuti yaitu sebesar 80 – 90 %, maka dari 13 variabel yang dianalisis, dapat disederhanakan menjadi 5 variabel yang menyebar dalam 2 komponen utama (PC) yaitu komponen utama 1 (PC1) dan komponen utama 2 (PC2) dengan nilai proporsi eigenvalue masing-masing 75,5 % dan 17,9 % atau persentase kumulatifnya menjadi 93,6 %. Hasil analisis komponen utama seperti terlihat pada lampiran 7.

Adapun variabel-variabel dari kedua komponen utama (PC1 dan PC2) hasil penyederhanaan variabel meliputi jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, jumlah sarana dan prasarana umum, jumlah komoditas pertanian dan banyaknya keluarga pra sejahtera. Ini berarti bahwa kelima variabel tersebut di atas dapat menjelaskan variabilitas ketiga belas variabel yang berpengaruh terhadap tipologi wilayah pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang atau dengan kata lain kelima variabel baru hasil analisis komponen utama dapat menjelaskan sekitar 93,6 % dari totalitas variabilitas variabel.

Adanya perbedaan tipologi wilayah terhadap kecamatan dekat perbatasan di Kabupaten Bengkayang sangat dipengaruhi oleh keragaman variabel-variabel spesifik yang dimiliki setiap desa pada setiap kecamatan. Namun demikian keragaman setiap variabel pada setiap desa dapat dikelompokkan menjadi kelompok variabel yang lebih kecil dan homogen berdasarkan kemiripan setiap variabel yang dimiliki oleh setiap desa. Untuk mengelompokkan desa-desa yang memiliki kemiripan berdasarkan keragaman variabel, dapat dilakukan dengan analisis cluster. Tujuan dilakukannya analisis cluster terhadap desa-desa di kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang adalah untuk memaksimumkan keragaman antar kelompok desa dan meminimumkan keragaman dalam kelompok desa. Dalam analisis cluster ini, ada 29 desa di empat kecamatan wilayah studi masing-masing 9 desa di Kecamatan Sanggau Ledo, 6 desa di Kecamatan Seluas, 6 di Kecamatan Jagoi Babang, dan 8 desa di Kecamatan Siding, dimana 29 desa tersebut akan dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimiliki. Karakteristik setiap desa disajkan dalam Lampiran 8 dan hasil analisis cluster seperti pada Gambar 18.

De sa Co rr e la ti o n Co e ff ic ie n t Sem uny ing Jay a Sina r B aru Tang gu h Lhi B ui Sid ing Sin jan g Pe rmai Sun g kun g II Sun gkun g I Taw ang T am ong Kalo n Ger sik Ku m ba Ben gkaw an Dan ti Ban ge Jag oi Sel uas Lem b an g San g o Jago i Sek ida Sent anga u Ja ya Sah an Gu a May ak Pisa k Sina r T e buda k Kam u h Ben

Dendrogram with Average Linkage and Correlation Coefficient Distance

Gambar 18. Dendrogram Koefisien Korelasi Beberapa Variabel Penciri Tipologi Desa di Kecamatan Dekat Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Pada Gambar 18 di atas, terlihat bahwa secara garis besar tipologi wilayah desa berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimiliki setiap desa di empat kecamatan dekat perbatasan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipologi wilayah yaitu tipologi I, tipologi II dan Tipologi III. Kelompok desa yang termasuk dalam tipologi I meliputi 14 desa yaitu Desa Bengkilu, Kamuh, Sinar Tebudak, Pisak, Mayak, Gua, Sahan, Sentangau Jaya, Jagoi Sekida, Sango, Lembang, Seluas, Jagoi, dan Bange. dengan nilai koefisien korelasi > 98,75 %. Karakteristik yang dimiliki kelompok desa pada tipologi I ini, terlihat bahwa secara geografis memiliki luas desa yang lebih kecil dengan rata-rata luas desa sekitar 74,61 km2, dimana desa paling kecil adalah Desa Sinar Tebudak dengan luas desa sebesar 29 km2 dan desa paling luas adalah Desa Pisak sebesar 127 km2, dengan jumlah penduduk yang lebih banyak. Kelompok desa ini sudah memiliki sarana dan prasarana umum yang lebih lengkap, sarana dan prasarana agribisnis seperti kios-kios tani sebagian desa sudah tersedia, dan umumnya memiliki sarana PLN dengan jumlah pelanggan yang banyak. Persentase keluarga petani berkisar antara 70 – 90 %, kecuali Desa Lembang hanya sekitar 65 % dan Desa Bengkilu mencapai 99 %.

Kelompok desa yang termasuk dalam tipologi II meliputi 13 desa yaitu Desa Danti, Bengkawan, Kumba, Gersik, kalon, Tamong, Tawang, Sungkung I,

g kilu

95.50

97.00

98.50

Sungkung II, Sinjang permai, Siding, Tangguh dan Lhi Bui, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 98,75 – 97,75 %. Kelompok desa tipologi II ini secara umum memiliki luas desa relatif lebih besar dibandingkan dengan tipologi I dengan rata-rata luas desa sebesar 81,63 km2. Desa paling kecil adalah Desa 35,55 km2 dan Desa paling luas adalah desa Bengkawan sebesar 133,00 km2, tetapi memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit. Kelompok desa ini umumnya memiliki sarana dan prasarana umum namun dalam jumlah yang lebih minim. Sarana dan prasarana agribisnis seperti keberadaan kios-kios pertanian, hanya terdapat di desa Kalon, Jagoi, dan Sinjang Permai, sedangkan desa-desa lainnya belum tersedia. Masyarakat pada kelompok tipologi II ini, secara umum belum memiliki sarana PLN, hal ini terlihat di Kecamatan Siding yang semua desanya masuk dalam tipologi II sama sekali belum memiliki sarana penerangan dari PLN. Demikian pula Desa Bengkawan dan Kalon di Kecamatan Seluas, serta Desa Kumba dan Gersik di Kecamatan Jagoi Babang belum tersedia sarana PLN. Posisi kelompok desa tipologi II terhadap ibukota kabupaten juga umumnya masih jauh. Desa paling dekat dengan ibukota kabupaten adalah Desa Kalon dengan jarak sejauh 78 km dan desa paling jauh adalah semua desa di Kecamatan Siding dengan rata-rata jarak sejauh 98 km.

Kelompok desa yang termasuk ke dalam tipologi III meliputi dua desa yaitu Desa Sinar Baru dan Desa Semunying Jaya dengan koefisien korelasi < 97,75 %. Kelompok desa pada tipologi III ini, secara geografis memiliki luas wilayah desa yang lebih lebar dibandingkan dengan desa-desa pada tipologi I dan II dengan rata-rata luas desa sebesar 162,5 km2. Desa paling kecil adalah Desa Semunying Jaya dengan luas wilayah sebesar 75 km2 dan desa paling luas wilayahnya adalah Desa Sinar Baru dengan luas wilayah sebesar 250 km2. Dari sekitar 900 penduduk yang bermukim pada kedua desa ini, sekitar 85 persen adalah keluarga petani. Namun demikian di desa ini belum tersedia sarana dan prasarana usahatani, sehingga semua kebutuhan untuk kegiatan usahatani semuanya dipenuhi dari desa lain atau ke ibukota kabupaten seperti membeli perlatan bertani, membeli pupuk dan pestisida dan lain-lain. Demikian pula sarana dan prasarana umum juga masih minim serta sarana penerangan dari PLN belum tersedia.

Berdasarkan kemiripan karakteristik desa yang dimiliki setiap tipologi wilayah kecamatan dekat perbatasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tipologi wilayah I terlihat lebih berkembang dibandingkan dengan tipologi

wilayah II dan III. Namun demikian untuk tujuan pengembangan kawasan agropolitan ke depan di wilayah perbatasan kabupaten Bengkayang, maka semua kelompok desa baik yang termasuk dalan tipologi I, II dan III ini memerlukan penanganan yang serius terutama dalam melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan, baik sarana dan prasarana umum maupun sarana dan prasarana pendukung agribisnis. Hasil analisis Tipologi wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Tipologi Wilayah Desa di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Berdasarkan Kemiripan Karakteristiknya

Tipologi Kelompok Desa Karakteristik

Tipologi I

Bengkilu, Kamuh, Sinar Tebudak, Pisak, Mayak, Gua, Sahan, Sentangau Jaya, Jagoi Sekida, Sango, Lembang, Seluas, Jagoi, dan Bange

Luas desa relatif kecil, jumlah penduduk relatif besar, jumlah KK pemakai PLN tinggi, sapras umum dan agribisnis relatif lebih lengkap, jarak keibukota kecamatan agak jauh dan ibukota kabupaten relatif dekat

Tipologi II

Danti, Bengkawan, Kumba, Gersik, kalon, Tamong, Tawang, Sungkung I, Sungkung II, Sinjang permai, Siding, Tangguh dan Lhi Bui

Luas desa relatif besar, jumlah penduduk relatif agar besar, jumlah KK pemakai PLN kurang, sapras umum dan agribisnis relatif kurang, persentase keluarga tani relatif tinggi jarak keibukota kecamatan dan ibukota kabupaten relatif jauh

Tipologi III

Sinar Baru dan Semunying Jaya

Luas desa relatif agak besar, jumlah penduduk relatif sedikit, keluarga pemakai PLN tidak ada, persentase keluarga tani relatif tinggi, jarak keibukota kecamatan agak dekat, jarak keibukota kabupaten retaif jauh

Sumber : Data di Olah dari Data Sekunder Dep PU Kalbar (2006); Kecamatan SanggauLedo, Seluas, Jagoi Babang, dan Siding (2006).