• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN BENGKAYANG

6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Perbatasan Kabupaten Bengkayang

6.3.4. Kendala, Kebutuhan, dan Lembaga yang terlibat

Dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang juga dikaji kendala-kendala, kebutuhan, dan lembaga yang terlibat dalam program pengembangan kawasan agropolitan.

a. Kendala Dalam Pengembangan Kawaan Agropolitan

Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Berdasarkan hasil pendapat pakar, ditemukan 12 sub elemen kendala, yaitu (1) terbatasnya infstruktur, (2) modal usaha terbatas dan kredit sulit diperoleh, (3) masih rendahnya kualitas SDM, (4) produktivitas pertanian masih rendah, (5) mutu hasil pertanian masih rendah untuk mendukung agroindustri, (6) belum terbinanya kemitraan yang menguntungkan semua pihak, (7) terbatasnya sarana dan prasarana agribisnis, (8) Tanggung jawab pemerintah masih lemah, (9) kerjasama lintas sektoral masih lemah, (10) kurangnya kerjasama antar negara di perbatasan, (11) kurangnya partisipasi aktif koperasi dalam memajukan industri kecil, menengah, dan besar, dan (12) akses pemasaran yang masih kurang.

Hasil analisis dengan menggunakan metode ISM, memperlihatkan sebaran setiap sub elemen kendala menempat tiga sektor masing-masing sektor II, III, dan IV seperti terlihat pada gambar 33. Pada Gambar 33 tersebut, terlihat bahwa sub elemen kendala terbatasnya infrastruktur (1) dan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (3), terletak pada sektor IV yang merupakan sub elemen kunci yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Sub elemen tersebut merupakan kekuatan penggerak (driver power) yang besar dalam pengembangan kawasan dengan tingkat ketergantungan (dependence) yang rendah terhadap sub elemen kendala lainnya. Apabila kedua sub elemen ini tidak ditangani dengan baik akan menjadi faktor penghambat utama terhadap laju perkembangan kawasan. Kenyataan menunjukkan bahwa pada beberapa desa di empat kecamatan dekat perbatasan belum memiliki infrastruktur yang

memadai seperti belum tersedianya sarana jalan darat penghubung antar desa bahkan antar kecamatan seperti Kecamatan Siding.

1, 3 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sektor IV Indepencence Dependence Dri v e r Powe r Sektor III Linkage Sektor II Depencence Sektor I Autonomous

Gambar 33. Matriks Driver Power – Dependence untuk Elemen Kendala Dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan

Terbatasnya sarana penghubung jalan darat ini menyebabkan Kecamatan Siding masih sulit ditempuh dengan perjalanan darat sehingga untuk mencapai daerah tersebut harus ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi air. Disisi lain, sarana telekomunikasi baik berupa telepon maupun televisi yang masih terbatas yang menyebabkan wilayah ini sulit untuk mengakses informasi dari dalam negeri. Umumnya desa-desa dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang lebih banyak mengakses siaran-siaran televisi dari Malaysia dibandingkan dengan siaran dari Indonesia kecuali bagi masyarakat yang telah menggunakan parabola yang mampu mengakses barbagai macam siaran televisi. Sedangkan untuk sarana komunikasi, umumnya masyarakat menggunakan sarana telepon seluler karena di wilayah ini belum tersedia sarana telepon umum yang disediakan oleh kantor telekomunikasi setempat. Pemanfaat telepon seluler ini selain biayanya mahal juga kadang-kadang kehilangan sinyal sehingga masyarakat sangat terbatas untuk memanfaatkan fasilitas komunikasi yang ada.

Kualitas sumberdaya manusia di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih tergolong rendah. Rendahnya sumberdaya manusia ini merupakan faktor penghambat laju perkembangan pembangunan di wilayah ini.

Penduduk di empak kecamatan dekat perbatasan umumnya hanya mampu menikmati pendidikan dasar sampai pendidikan menengah pertama, bahkan banyak yang tidak tamat SD atau tidak sekolah sama sekali. Demikian pula dengan pendidikan informal yang jarang mereka peroleh terutama pendidikan dalam kegiatan bertani yang merupakan matapencaharian utama sebagian besar penduduk di wilayah ini. Penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih banyak yang menggunakan cara-cara tradisional dalam kegiatan bertani seperti mengadakan perladangan berpindah, membuka lahan dengan cara dibakar, menanam tanpa pengolahan tanah, dan tidak melakukan pemupukan, serta pemeliharaan tanaman dilakukan seperlunya saja. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap produksi pertanian mereka karena selain kualitas yang jelek, produksi yang diharapkan juga menurun. Jika dikaitan dengan elemen kebutuhan program di atas, maka penyediaan infrastrukutr dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan kebutuhan utama yang harus segera dipenuhi dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang.

Sub elemen lain yang merupakan kendala dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan adalah modal usaha terbatas dan kredit usaha sulit diperoleh (2), produktivitas pertanian yang masih rendah (4), mutu hasil pertanian masih rendah untuk mendukung agroindustri (5), belum terbinanya kemitraan yang menguntungkan semua pihak (6), terbatasnya sarana dan prasarana agribisnis (7), tanggung jawab pemerintah masih lemah (8), kerjasama lintas sektoral masih lemah (9), dan kurangnya partisipasi aktif koperasi dalam memajukan industri kecil, menengah, dan besar (11), serta akses pemasaran yang masih terbatas (12). Sub elemen ini terletak pada sektor III (linkages) yang merupakan sub elemen yang mempunyai kekuatan penggerak (driver power) terhadap keberhasilan program pengembangan kawasan agropolitan, namun memiliki ketergantungan (dependence) dengan sub elemen kendala lainnya. Setiap tindakan terhadap tujuan pada sub elemen ini akan mempengaruhi suksesnya program pengembangan kawasan agropolitan dan sebaliknya apabila sub elemen ini mendapatkan perhatian yang kurang, maka dapat berpengaruh terhadap kegagalan program pengembangan kawasan agropolitan.

Sedangkan sub elemen kendala kurangnya kerjasama antar negara di perbatasan (10), merupakan sub elemen akibat dari tindakan perbaikan kendala

program lainnya. Dengan kata lain, apabila beberapa sub elemen kendala seperti tersebut di atas terpenuhi, maka upaya meningkatkan hubungan yang baik dengan negara tetangga di perbatasan merupakan suatu yang penting untuk dirintis. Struktur hierarkhi hubungan antara sub elemen kendala program pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang secara rinci dapat dilihat pada Gambar 34 di bawah ini.

10 2 4 5 6 7 8 9 11 12 1 3 Level 1 Level 2 Level 3

Gambar 34. Struktur Hierarkhi Sub Elemen Kendala Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Pada Gambar 34 terlihat bahwa penanganan kendala yang dihadapi dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang dapat dilakukan melalui tiga tahap. Pada tahap pertama yang perlu dilakukan adalah melengkapi infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan kawasan agropolitan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan membekali berbagai keterampilan dan penguasaan teknologi khususnya dalam kegiatan bertani bagi masyarakat lokal karena masyarakat lokal merupakan unsur utama atau unsur penggerak yang nantinya harus berprakarsa secara mandiri dan kreatif untuk mencari langkah-langkah yang harus dilakukan agar selain kegiatan budidaya yang dapat dilakukan, tetapi juga dapat menciptakan dan menumbuh-kembangkan usaha-usaha off farm seperti penyediaan sarana produksi (agroinput) dan pengolahan hasil pertanian (processing) termasuk pemasarannya (marketing).

b. Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan hasil pendapat pakar, ditemukan 14 sub elemen kebutuhan yang diperlukan dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Adapun sub elemen tersebuat

yaitu (1) Ketersediaan infrastruktur (jembatan, jalan, irigasi listrik, telekomunikasi, dll); (2) sarana dan prasarana produksi pertanian (pupuk, alat, dan mesin pertanian); (3) industri pengolahan hasil pertanian; (4) ketersediaan benih/bibit; (5) SDM pertanian yang terampil; (6) kemudahan birokrasi (insentif dan disintensif); (7) permodalan dan fasilitas pinjaman/kredit; (8) manajemen usaha tani konservasi; (9) kebijakan penetapan kawasan agropolitan; (10) keberadaan lembaga penyuluh pertanian; (11) pemasaran yang baik; (12) keamanan dalam berinvestasi; (13) kerjasama lintas sektoral; dan (14) kerjasama antar negara.

Keempat belas sub elemen tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode ISM untuk mendapatkan elemen kunci yang merupakan kebutuhan utama program pengembangan kawasan agropolitan. Hasil analisis ISM seperti disajikan pada Gambar 35.

Dependence 1 2, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13 5, 9 14 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sektor IV Indepencence Sektor III Linkage Sektor I Autonomous Sektor II Dependence Dri v e r Powe r

Gambar 35. Matriks Driver Power – Dependence untuk Elemen Kebutuhan Program

Berdasarkan hasil analisis seperti pada Gambar 35 tersebut memperlihatkan bahwa sub elemen ketersediaan infrastruktur yang memadai (1), peningkatan sumberdaya manusia pertanian yang terampil (5), dan kebijakan penetapan kawasan agropolitan (9), terletak pada sektor IV yang merupakan sub elemen kebutuhan program yang perlu mendapat perhatian serius karena merupakan sub elemen yang mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar dalam pengembangan kawasan agropolitan, dan memiliki ketergantungan (dependence) yang rendah terhadap program. Ketiga sub

elemen ini menjadi sub elemen kunci pada kebutuhan program. Sedangkan sub elemen sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian (2), industri pengolahan hasil pertanian (3), ketersediaan benih/bibit (4), kemudahan birokrasi seperti pemberian insentif dan disinsentif (6), permodalan dan fasilitas pinjaman kredit (7), manajemen usahatani konservasi (8), keberadaan lembaga penyuluh pertanian (10), pemasaran yang baik (11), keamanan dalam berinvestasi (12), dan kerjasama lintas sektoral (13), terletak pada sektor III yang merupakan sub elemen pengait (linkages) dari sub elemen lainnya. Sub elemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong (driver power) yang besar terhadap suksesnya program tetapi memiliki ketergantungan (dependence) yang besar pula. Setiap tindakan terhadap tujuan pada sub elemen ini akan mempengaruhi suksesnya program pengembangan kawasan agropolitan dan sebaliknya apabila sub elemen ini mendapatkan perhatian yang kurang, maka dapat berpengaruh terhadap kegagalan program pengembangan kawasan agropolitan.

Adapun sub elemen kebutuhan adanya kerjasama antar negara (14), terutama dengan negara Malaysia yang berbatasan darat langsung dengan Kabupaten Bengkayang, terletak pada sektor II yang merupakan sub elemen akibat dari tindakan pemenuhan kebutuhan program lainnya. Dengan kata lain, apabila beberapa sub elemen kebutuhan selain menjalin hubungan dengan negara tetangga seperti tersebut di atas terpenuhi, maka menjalin hubungan yang baik dengan negara tetangga di perbatasan merupakan suatu yang penting untuk dirintis terutama dalam hal pemasarana hasil pertanian dan produk olahannya. Namun demikian, posisi kebutuhan untuk menjalin kerjasama dengan negara tetangga dalam analisis ini berada pada sektor II yang berarti memiliki ketergantungan (dependence) yang tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan program lainnya dan tidak memiliki kekuatan pendorong (driver power) yang tinggi. Struktur hierarkhi hubungan sub elemen kebutuhan program pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang secara rinci dapat dilihat pada Gambar 36.

Pada gambar 47 memperlihatkan bahwa ada empat tahap yang dapat ditempuh dalam rangka pemenuhan kebutuhan program pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Kebutuhan yang sangat mendesak pada tahap pertama adalah penyediaan infrastruktur kawasan yang memadai untuk memperlancar hubungan dan membuka

keterisolasian antar kawasan di wilayah perbatasan baik dalam hal penyediaan infrastruktur jalan, pembangunan jembatan, penyediaan sarana irigasi, listrik, telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya karena pada beberapa desa di empat kecamatan dekat perbatasan, masih sangat terisolasi baik antar desa, ke ibukota kecamatan, maupun ke ibukota kabupaten yang disebabkan oleh minimnya infrastruktur yang dimiliki.

14 2 3 4 6 7 8 10 11 12 13 5 9 1 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4

Gambar 36. Struktur Hierarkhi Sub Elemen Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Pada tahap kedua yang perlu dilakukan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kebijakan penetapan kawasan agropolitan. Melihat posisi sub elemen penyediaan infrastruktur, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan kebijakan penetapan kawasan agropolitan yng juga berada pada satu sektor yaitu terletak pada sektor IV dimana pada sektor ini, semua sub elemen memiliki kekuatan pendorong yang besar dan tergantungan yang rendah terhadap keberhasilan program pengembangan kawasan agropolitan, maka ketiganya dapat dilakukan secara bersama-sama tergantung kemampuan dan kemauan politik (Political will) dari pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah propinsi, maupun pemerintah daerah Kabupaten bengkayang untuk mengembangkan wilayah perbatasan dengan pengembangan kawasan agropolitan. Khusus b erkaitan dengan kebijakan, pemerintah Kabupaten Bengkayang telah mencanangkan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang yang dipusatkan di Kecatamana Sanggau Ledo yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Bupati Bengkayang Nomor 185 tahun 2006 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan

Agopolitan, pada tanggal 07 Juli 2006. Untuk mendukung program pemerintah tersebut, maka berbagai upaya perlu dilakukan termasuk peningkatan sumberdaya manusia terutama sumberdaya pertanian agar memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan kawasan agropolitan.

Tahap berikutnya atau tahap ketiga yang perlu dilakukan adalah penyediaan sarana produksi pertanian, penyediaan industri pengolahan hasil pertanian, penyediaan bibit/benih berkualitas, kemudahan dalam birokrasi, permodalan dan fasilitas pinjaman kredit, manajemen usahatani konservasi, keberadaan lembaga penyuluh pertanian, pemasaran yang baik, keamanan dalam berinvestasi, dan perlunya kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan, dimana semua sub elemen kebutuhan program ini, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan kawasan agropolitan sehingga dapat dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan kawasan, kemudian pada tahap terakhir adalah menjalin kerjasama dengan negara tetangga dimana keberadaan negara tetangga ini memiliki posisi strategis terhadap keberhasilan program agropolitan baik melalui investasi dalam pengembangan kawasan maupun sebagai media pemasaran yang baik bagi hasil pertanian dan produk olahannya.

c. Lembaga yang Terlibat dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan pendapat pakar, ditemukan 12 sub elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang yaitu (1) Pemerintah Pusat, (2) Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat, (3) Pemerintah Kabupaten Bengkayang, (4) Dinas/Instansi yang terkait, (5) Perbankan, (6) Koperasi, (7) Lembaga Keuangan Mikro, (8) Investor asing, (9) Industri Pengolahan Hasil Pertanian, (10) Lembaga Swadaya Masyarakat, (11) Perguruan Tinggi, dan (12) Perusahaan Perkebunan. Posisi setiap sub elemen hasil analisis dengan menggunakan metode ISM seperti terlihat pada gambar 37 di bawah ini.

Pada gambar 37, terlihat bahwa sub elemen lembaga pemerintah pusat (1) pemerintah propinsi Kalimantan Barat (2), dan pemerintah Kabupaten Bengkayang (3), terletak pada sektor IV yang merupakan sub elemen lembaga yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar dalam pengembangan kawasan agropolitan,

dan memiliki ketergantungan (dependence) yang rendah terhadap lembaga lainnya. Ketiga sub elemen ini merupakan sub elemen kunci lembaga yang terlibat dalam program pengembangan kawasan agropolitan. Sedangkan sub elemen dinas/instansi yang terkait (4), lembaga perbankan (5), koperasi (6), lembaga keuangan mikro (7), industri pengolahan hasil pertanian (9), dan perguruan tinggi (11) terletak pada sektor III yang merupakan sub elemen pengait (linkages) dari sub elemen lainnya. Sub elemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong (driver power) yang besar terhadap suksesnya program tetapi memiliki ketergantungan (dependence) yang besar pula terhadap lembaga lainnya terutama lembaga pemerintah. Namun demikian, setiap tindakan terhadap tujuan pada sub elemen ini akan mempengaruhi suksesnya program pengembangan kawasan agropolitan dan sebaliknya apabila sub elemen ini mendapatkan perhatian yang kurang, maka dapat berpengaruh terhadap kegagalan program pengembangan kawasan agropolitan.

1 2 3 4, 5, 6, 7, 9, 11 8 10 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sektor IV Indepencence Dependence Dri v e r Powe r Sektor III Linkage Sektor II depencence Sektor I Autonomous

Gambar 37. Matriks Driver Power – Dependence untuk Elemen Lembaga yang Terlibat Dalam Pengembangan Kawasan Agropolitan

Sub elemen investor asing (8), lembaga swadaya masyarakat (10), dan perusahaan perkebunan (12) merupakan sub elemen akibat dari tindakan pemenuhan kebutuhan program lainnya. Dengan kata lain, apabila beberapa sub elemen lembaga lainnya seperti tersebut di atas terpenuhi, maka sub elemen ini menjadi sangat penting. Menjalin hubungan yang baik dengan Pemerintah Malaysia merupakan hal yang penting untuk dirintis untuk lebih mengembangkan

kawasan agropolitan. Hubungan ini dapat dalam bentuk kerjasama investasi yang berkaitan dengan pengembangan agropolitan. Disisi lain, keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat penting dalam memberikan pengawasan perjalanan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bengkayang. Struktur hierarkhi hubungan sub elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang secara rinci dapat dilihat pada Gambar 38.

8 10 12 4 5 6 7 9 11 2 3 1 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 6

Gambar 38. Struktur Hierarkhi Sub Elemen Lembaga yang Terlibat dalam Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Pada gambar 38, terlihat bahwa ada enam tahap atau level keterlibatan setiap lembaga dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Lembaga yang diharapkan sangat berperanan dalam pengembangan kawasan agropolitan pada tahap pertama adalah Pemerintah Pusat, kemudian disusul pada tahap kedua yaitu Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten Bengkayang. Namun demikian, jika dilihat pada gambar matrik Driver Power - Dependence (Gambar 37) sebenarnya ketiga lembaga tersebut dapat bekerja bersama-sama dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang karena ketiganya terletak dalam satu sektor yaitu sektor IV dan merupakan sub elemen kunci yang sangat diharapkan peranannya untuk

mendukung keberhasilan pengembangan kawasan. Peran yang diharapkan adalah komitmen yang kuat dari pemerintah melalui penerapan kebijakan pengembangan wilayah. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 yaitu meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya yang berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat diterapkan di wilayah perbatasan di Kabupaten Bengkayang sesuai dengan potensi wilayah yang dimiliki adalan pengembangan kawasan agropolitan yang disertai dengan penyusunan program-program unggulan untuk mempercepat pembangunan kawasan.

Program pengembangan kawasan agropolitan dilaksanakan secara bertahap, berorientasi jangka panjang, dan dimulai dengan program yang bersifat rintisan dan stimulan yang dikembangkan oleh pemerintah. Waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan kawasan agropolitan bisa mencapai lima tahun, tergantung kondisi kawasan yang dikembangkan. Dalam tahap perkembangan awal pengembangan kawasan agropolitan, pemerintah harus memfasilitasi untuk terbentuknya satu unit kawasan pengembangan agropolitan baik pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Perkembangan berikutnya, peran pemerintah mulai dikurangi dan hanya pada sektor-sektor publik saja. Dalam perkembangan terakhir, peran pemerintah diharapkan keluar dari sektor privat yang telah dilaksanakan oleh masyarakat agar tercipta kemandirian kawasan agropolitan, kecuali pada sektor-sektor yang benar-benar publik seperti penanganan pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, dan fasilitator. Adapun peran pemerintah dalam pengembangan kawasan agropolitan menurut Deptan, (2003) adalah sebagai berikut :

1. Peran pemerintah pusat adalah membantu pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan kawasan agropolitan serta kewenangan dalam bidang pemerintahan yang menyangkut lintas propinsi. Peran pemerintah pusat adalah :

a. Menyusun rencana program dan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan dalam bentuk pedoman umum dan pedoman yang terkait pengembangan kawasan.

b. Pelayanan informasi dan dukungan pengembangan jaringan informasi serta memfasilitasi kerjasama lintas propinsi dan internasional dalam pengembangan kawasan agropolitan

c. Pengembangan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia.

d. Penyelenggaraan pengkajian-pengkajian untuk pengembangan kawasan agropolitan

e. Pembangunan sarana dan prasarana publik, yang bersifat strategis.

2. Peran pemerintah propinsi adalah membantu memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota dalam pengembangan kawasan agropolitan, dan bertanggung jawab dalam pengembangan kawasan agropolitan ditingkat propinsi, serta kegiatan pemerintah yang bersifat lintas kabupaten/kota. Peran pemerintah propinsi adalah :

a. Mengkoordinasikan rencana program dan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah propinsi

b. Memberikan pelayanan informasi (pasar, teknologi, agroinput, permodalan dan jasa) dan dukungan pengembangan jaringan informasi serta memfasilitasi kerjasama lintas kabupaten dalam pengembangan kawasan agropolitan.

c. Menyelenggarakan pengkajian teknologi sesuai kebutuhan petani dan pengembangan wilayah.

d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia.

e. Membantu memecahkan masalah yang diminta oleh pemerintah kabupaten/kota.

f. Membangun prasarana dan sarana publik yang bersifat strategis.

3. Peran pemerintah kabupaten/kota sesuai titik berat otonomi daerah adalah sebagai penanggung jawab program pengembangan kawasan agropolitan di kabupaten/kota. Peran pemerintah kabupaten/kota tersebut adalah :

a. Merumuskan program, kebijakan operasional, dan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan.

b. Mendorong partisipasi dan swadaya masyarakat dalam mempersiapkan master plan, program, dan melaksanakan program kawasan agropolitan. c. Menumbuhkembangkan kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung

program pengembangan kawasan agropolitan.

Program pengembangan kawasan agropolitan merupakan urusan pilihan pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah propinsi dan pemerintah

Titik berat pengembangan kawasan agropolitan terdapat di kabupaten/kota, oleh karena itu pemerintah kabupaten/kota perlu membentuk Kelompok Kerja (POKJA) untuk membantu peran pemerintah dalam pengembangan kawasan agropolitan secara sinergi mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan program. Keanggotaan kelompok kerja terdiri dari unsur-unsur yang terkait seperti dinas/instansi lingkup pertanian, Bappeda, Dinas Kimpraswil, Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Perguruan Tinggi, Perbankan, Pengusaha, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Camat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Petani, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta unsur lainnya yang dianggap penting (Deptan, 2003). Keanggotaan kelompok kerja ini terlihat bahwa aktor-aktor lainnya seperti yang telah disebutkan di atas, terwakili di dalam POKJA yang dibentuk oleh pemerintah.

Berkaitan Kelompok Kerja (POKJA), Pemerintah Kabupaten Bengkayang telah membentuk Kelompok Kerja dalam pengembangan kawasan agropolitan yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Bupati Kabupaten Bengkayang Nomor : 349 tahun 2006 (SK Terlampir dalam lampiran 13) dengan susunan keanggotaan sebagai berikut :

1. Penanggung jawab : Bupati dan Sekretariat Daerah (Sekda) setempat. 2. Ketua : Kepala BAPPEDA Kabupaten Bengkayang 3. Wakil ketua : Asisten I Sekretariat Kabupaten Bengkayang 4. Ketua harian : Kepala dinas Pertanian kabupaten Bengkayang

5. Sekretaris : Kasubdin Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA Kabupaten Bengkayang 6. Anggota : Dinas/Instansi terkait, Kepala Bank Kalbar kabupaten

Bengakayang, Kontak tani nelayan andalan, Kadin, Camat setempat dan tokoh masyarakat.

Pada tahap ketiga, lembaga yang terlibat adalah dinas/instansi yang terkait, perbankan, koperasi, lembaga keuangan mikro, industri pengolahan hasil pertanian, dan perguruan tinggi dengan tugas dan fungsinya dari masing-masing. Sedangkan pada tahap keempat, kelima dan keenam masing-masing perusahaan perkebunan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Pemerintah Malaysia.

6.4. Kesimpulan

Tingkat perkembangan wilayah termasuk dalam strata Pra Kawasan agropolitan II. Untuk meningkatkan strata kawasan, variabel lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, jumlah sarana dan prasarana umum, jumlah komoditas pertanian dan banyaknya keluarga pra sejahtera. Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa, terdapat 2 desa dengan tingkat perkembangan lebih maju, 11 desa dengan tingkat perkembangan sedang, dan 16 desa dengan tingkat perkembangan relatif tertinggal.

Masyarakat wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang setuju jika daerahnya direncanakan untuk pengembangan kawasan agropolitan. Jenis agropolitan yang dapat dikembangkan adalah agropolitan terpadu antara perkebunan, tanaman pangan, dan peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Faktor paling penting diperhatikan adalah kebijakan pengembangan kawasan agropolitan dan pemerintah