• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat dan Alternatif Pengambilan Keputusan Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan. Pengembangan Kawasan Agropolitan

KABUPATEN BENGKAYANG

6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Perbatasan Kabupaten Bengkayang

6.3.3. Persepsi Masyarakat dan Alternatif Pengambilan Keputusan Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan. Pengembangan Kawasan Agropolitan

a. Persepsi Masyarakat.

Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan formal penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan reaponden hanya menempuh pendidikan rendah yaitu berpendidikan sekolah dasar (SD) sekitar 46 % dan hanya sebagian kecil yang dapat melanjutkan pendidikan pada pendidikan tingkat lanjut sampai perguruan tinggi masing-masing SLTP 24 %, SMU 24 %. Sedangkan yang berpendidikan diploma/sarjana (S1) hanya sekita 6 %.

Rendahnya tingkat pendidikan penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang ini disebabkan oleh kurangnya sarana pendidikan terutama sarana pendididkan tingkat lanjut, minimnya sarana transportasi untuk menjangkau wilayah yang memiliki sarana pendidikan tingkat lanjut, kurangnya biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka, dan adanya keengganan para orang tua untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi setelah tamat sekolah dasar dan lebih cenderung memanfaatkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan mereka dalam kegiatan sehari-hari. Sebaran tingkat pendidikan penduduk di wilayah perbatasan kabupaten Bengkayang seperti pada Gambar 19.

24% 24% 6% 46% SD SLTP SMU Diplom a/Sarjana Keterangan :

Gambar 19. Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Berkaitan dengan pengetahuan masyarakat tentang agropolitan, pada Gambar 20 terlihat bahwa hanya sekitar 32 % penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang yang sudah mengetahui mengenai adanya rencana pengembangangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang dan sisanya yaitu sekitar 68 % belum mengetahui bahkan belum pernah mendengar tentang kata agropolitan. Hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai rencana pengembangan kawasan agropolitan di wilayah

perbatasan tersebut masih kurang. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan pencanangan rencana pengembangan kawasan agropolitan baru dimulai pada bulan Juli 2006 dan sampai saat ini belum dilakukan pengkajian secara mendalam.

Gambar 20.Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Rencana Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Sumber informasi mengenai agropolitan dan rencana pengembangannya di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang diperoleh dari hasil sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan dari media massa, tetapi lebih banyak responden yang belum mengetahui mengenai rencana tersebut. Responden yang memperoleh informasi melalui kegiatan sosialisasi seperti penyuluhan sekitar 24 %, yang memperoleh informasi dari media massa seperti koran, radio, dan penyebaran selebaran yang ditempel di Balai Desa hanya sekitar 8 %. Responden yang memperoleh informasi tentang agropolitan pada umumnya berdomisili di Kecamatan Sanggau Ledo dan Kecamatan Seluas, sedangkan yang berdomisili di Kecamatan Siding dan Jagoi Babang umumnya belum mendapatkan informasi tentang agropolitan tersebut. Sumber informasi responden berkaitan rencana pengembangan kawasan Agropolitan seperti pada Gambar 21.

Tahu tidak Tahu

Keterangan :

68 %

32 %

Gambar 21. Sumber Informasi Responden terhadap Rencana Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang 68 % 8 % 24 % Sosialisasi Media Massa Tidak Dapat Keterangan :

Meskipun hanya sebagian kecil penduduk yang mengetahui tentang agropolitan dan rencana pengembangannya di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang, namun ketika ditanyakan mengenai persetujuan mereka apabila wilayah perbatasan ini dikembangkan sebagai kawasan agropolitan, sekitar 92 % dari seluruh responden menyatakan setuju dan hanya sekitar 2 % yang tidak setuju. Sedangkan yang ragu-ragu sekitar 6 %. Mereka setuju karena mereka yakin bahwa pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang dapat membukakan lapangan pekerjaan bagi mereka untuk meningkatkan kesejahteraannya. Berkaitan dengan pembukaan lapangan kerja baru, sekitar 84 % responden mengaku yakin bahwa pengembangan kawasan agropolitan dapat membuka lapangan kerja baru apabila dilaksanakan dengan penuh keseriusan dan tanggungjawab yang tinggi dari para pengambil kebijakan, serta keingingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan. Responden yang ragu-ragu terhadap pembukaan lapangan kerja baru sekitar 16 %. Persetujuan masyarakat dan keyakinan pembukaan lapangan kerja baru dari rencana pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang seperti pada Gambar 22 dan 23.

Gambar 22. Persepsi Responden Berkaitan Persetujuan Mengenai Pengembangan Kawasan Agropolitan Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang 92 % 6 % 2 % Setuju Tidak Setuju Ragu-Ragu Keterangan :

Gambar 23. Persepsi Responden bahwa Pengembangan Kawasan Agropolian Menciptakan Lapangan Kerja Baru

84 % 16 % Menciptakan Lapangan Kerja Tidak Menciptakan Lapangan Kerja

Salah satu permasalahan yang prinsip dialami masyarakat saat ini di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan, adalah kondisi jalan dan faktor keamanan. Responden mengakui bahwa ketersediaan jalan penghubung masih minim dengan kualitas jalan yang masih jelek sehingga perlu upaya peningkatan sarana jalan ini baik secara kuantitas dengan membuka jalan-jalan baru terutama jalan antar desa dan antar kecamatan maupun kualitas jalan dengan meningkatkan mutu arana jalan dari jalan tanah menjadi jalan pengerasan atau beraspal. Hal ini bertujuan untuk lebih memudahkan dan memperlancar arus tranportasi barang dan jasa antar wilayah. Demikian pula dengan faktor keamanan, responden mengakui bahwa kondisi keamanan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih relatif kurang aman. Pemerasan dan perampokan masih sering terjadi terutama bagi warga negara Malaysia yang datang berkunjung ke Indonesia. Faktor ketidakamanan di wilayah perbatasan ini yang menyebabkan pasar yang sebelumnya berada di wilayah Indonesia, kemudian pasar tersebut dipindahkan ke Malaysia yaitu di Serikin. Pasar di Serikin merupakan pasar rakyat yang khusus di peruntukkan bagi warga Indonesia untuk berjualan di sana. Berbagai bahan kebutuhan yang mereka jual seperti hasil-hasil pertanian sampai bahan kebutuhan lainnya seperti sembako, pakaian, sepatu, dan barang kerajinan lainnya. Pasar dibuka pada hari Jumat dan tutup pada hari Minggu dan selanjutnya dibuka lagi pada hari Jumat berikutnya dan seterusnya. Kondisi jalan dan keamanan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang disajikan pada Gambar 24 dan 25. 62% 36% 2% Sedang Jelek Sangat Jelek Keterangan :

10% 48% 42% Aman Cukup Aman Tidak Aman Keterangan :

Gambar 25. Kondisi Keamanan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di Wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, salah satu faktor yang juga perlu diperhatikan adalah dalam hal pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ini penting dalam kaitannya bagi kebutuhan pemulihan ekonomi mereka. Sekitar 78 % responden mengharapkan ada kebersamaan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang antara masyarakat lokal, masyarakat perkotaan, dan masyarakat dari negara lain, sedangkan yang mengharapkan pemberdayaan masyarakat lokal saja hanya sekitar 22 %. Hal ini penting karena dalam pengembangan kawasan agropolitan diperlukan adanya keterlibatan dari para pihak (Stakeholder) yang terkait. Mereka mengharapkan keterlibatan masyarakat perkotaan dan masyarakat dari negara lain dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang bukan berarti mereka harus datang dan tinggal menetap di kawasan pengembangan agropolitan melainkan untuk berbagi (sharing) dalam menyumbangkan pemikiran dan modal dalam pengembangan kawasan agropolitan dan pemasaran, sedangkan masyarakat lokal yaitu masyarakat petani beserta masyarakat akar rumput (grassroot community level) diharapkan dapat terlibat secara langsung dalam setiap kegiatan pengembangan kawasan. Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kawasan agropolitan ini penting mengingat pada masa lalu sampai sekarang sering mengalami sebagai bagian kelompok yang terlupakan dimana mereka pada umumnya menjadi tersisihkan dari manfaat-manfaat pembangunan.

Dalam pemberdayaan masyarakat, ada empat unsur-unsur kunci yang harus selalu hadir dalam setiap pemberdayaan agar upaya pemberdayaan tersebut dapat berhasil yaitu akses terhadap informasi, keterlibatan dan partisipasi, akuntabilitas, dan kapasitas organisasi lokal. Akses terhadap

informasi ditekankan bahwa setiap anggota masyarakat berhak mendapatkan informasi dan perlu difasilitasi untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan berkaitan dengan kegiatan yang sedang digelutinya. Keterlibatan dan partisipasi mengacu kepada bagaimana anggota masyarakat dapat berperan dan berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan baik pada tahan perencanaan, pelaksanaan, maupun pada tahap pengendalian. Dalam pelibatan dan partisipasi anggota masyarakat diperlukan jaminan bahwa penggunaan sumberdaya-sumberdaya publik yang terbatas oleh kelompok masyarakat, dipergunakan berdasar pengetahuan lokal dan prioritas dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutannya. Unsur akuntabilitas ditekankan pada bagaimana mengikutsertakan setiap stakeholder agar dapat memberikan jawaban terhadap kebijakan dan tindakan-tindakan mereka yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat lokal, sedangkan unsur kapasitas organisasi lokal berkaitan dengan kemampuan orang-orang untuk dapat bekerjasama dan mengorganisasikannya sendiri serta mampu memobilisasi sumberdaya-sumberdaya untuk memecahkan persoalan-persoalan yang menjadi perhatian bersama seluruh anggota masyarakat (Deptan, 2004).

b. Alternatif Pengembangan Kawasan Agropolitan

Dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, banyak faktor-faktor (elemen-elemen) yang sangat berpengaruh dalam usaha pengembangan kawasan tersebut, baik elemen-elemen yang mendukung perkembangan wilayah maupun elemen-elemen-elemen-elemen yang dapat menghambat usaha pengembangan wilayah untuk pengembangan kawasan agropolitan. Permasalahan yang muncul adalah kesulitan dalam menentukan skala prioritas penanganan elemen-elemen tersebut karena tidak mungkin semua elemen dapat ditangani dalam waktu bersamaan karena adanya keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga, sehingga perlu penanganan secara bertahap dengan cara menentukan elemen-elemen kunci yang dapat diatasi lebih awal dan selanjutnya penanganan elemen berikutnya. Dengan menentukan elemen-elemen kunci untuk ditangani, diharapkan persoalan-persoalan yang kompleks dapat sederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.

Penentuan elemen-elemen kunci atau pemilihan elemen sebagai elemen alternatif yang paling disukai dapat dilakukan dengan menggunakan alat

analisis yaitu Proses Hierarkhi Analitik (Analytical Hierarchy Process) atau disingkat AHP. Dalam analisis AHP didasarkan pada hasil pendapat pakar (Expert Judgment) untuk menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen-elemen yang berpengaruh dalam penyelesaian suatu persoalan . Prinsip kerja AHP pada adalah untuk penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hierarkhi. Urutan prioritas setiap elemen hasil analisis AHP dinyatakan dalam bentuk nilai numerik atau persentasi.

Dalam analisis AHP untuk pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, ditetapkan lima level. Level 1 merupakan fokus yaitu pengembangan kawasan agropolitan; level 2 adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan kawasan agropolitan yaitu sumberdaya manusia (SDM), sumberdaya alam (SDA), permodalan, pemasaran, dan kebijakan pemerintah; level 3 adalah aktor yang berperanan yaitu pemerintah, petani, perusahaan, perbankan, dan pedagang; level 4 adalah tujuan pengembangan kawasan agropolitan yang meliputi perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, pengembangan wilayah, dan peningkatan pendapatan daerah (PAD); dan level 5 adalah alternatif pengembangan kawasan agropolitan yaitu pengembangan kawasan agropolitan berbasis tanaman pangan, kawasan agropolitan berbasis perkebunan, kawasan agropolitan berbasis peternakan, dan kawasan agropolitan berbasis terpadu. Agropolitan berbasis perikanan tidak dimasukkan sebagai pilihan alternatif dalam analisis ini karena berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, wilayah ini kurang potensial untuk pengembangan sektor perikanan baik perikanan laut maupun perikanan darat (air tawar) khususnya di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, kecuali di bagian pesisir tetapi tidak termasuk objek kajian.

Hasil analisis AHP, memperlihatkan bahwa alternatif pengembangan kawasan agropolitan secara terpadu memberikan nilai skoring tertinggi yaitu sebesar 0,539 (53,9 %) dan selanjutnya agropolitan perkebunan, tanaman pangan, dan peternakan, dengan nilai skoring masing-masing 0,220 (22,0 %), 0,165 (16,5 %), dan 0,075 (7,5 %) seperti terlihat pada Gambar 26.

Sumberdaya Manusia (0,259) Sumberdaya Alam (0,228) Permodalan (0,173) Pemasaran (0,051) Kebijakan Pemerintah (0,289) Pemerintah (0,345) Perbankan (0,102) Petani (0,249) Pedagang (0,134) Perluasan Lapangan Pekerjaan (0,305) Peningkatan Pendapatan Masyarakat 0,386) Pengembangan Wilayah (0,220) Peningkatan Pendapatan Daerah (0,088)

AGROPOLI TAN AGROPOLI TAN PETERNAKAN (0,075) TANAMAN PANGAN (0,165) AGROPOLI TAN PERKEBUNAN (0,220) AGROPOLI TAN TERPADU FAKTOR FOKUS AKTOR TUJUAN ALTERNATI F Perusahaan (0,171) (0,539) PENGEMBANGAN KAWASAN

AGROPOLI TAN DI WI LAYAH PERBATASAN

Gambar 26. Struktur Hierarki pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang

Apabila dilihat dari nilai skoring masing-masing alternatif, maka alternatif yang dapat dipilih dalam perencanaan pengembangan kawasan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang ke depan adalah pengembangan kawasan agropolitan terpadu karena memberikan nilai skoring yang paling tinggi diantara pilihan agropolitan lainnya. Jenis agropolitan yang dapat dipadukan adalah agropolitan perkebunan-tanaman pangan-peternakan. Keterpaduan yang dimaksud adalah bahwa ketiga jenis agropolitan mempunyai keterkaitan dan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Agropolitan ternak misalnya, sangat tergantung pada agropolitan tanaman pangan dimana biomassa dan produksi yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak terutama ternak besar, ternak sedang, maupun ternak kecil. Bahan organik yang dihasilkan dari agropolitan ternak bersama-sama dengan sisa biomassa dari agropolitan tanaman pangan dapat diolah menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah bagi agropolitan tanaman pangan dan agropolitan perkebunan. Di dalam

kawasan agropolitan perkebunan, petani dapat mengembangkan agropolitan tanaman pangan dengan menanam tanaman pangan sebagai tanaman sela diantara tanaman perkebunan sambil mengusahakan ternaknya. Dengan demikian, pengembangan kawasan agropolitan terpadu ini, dapat memberikan keuntungan ganda bagi petani yaitu memberikan tambahan sumber pendapatan dan kotorannya dapat dijadikan sebagai sumber pupuk organik.

Pertimbangan pakar dalam memilih agropolitan agropolitan terpadu perkebunan, tanaman pangan dan peternakan adalah bahwa wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang merupakan wilayah yang cukup potensial untuk pengembangan ketiga sub sektor pertanian tersebut. Komoditas unggulan yang dapat dikembangkan pada agropolitan perkebunan adalah kelapa sawit. Hal ini dilihat dari potensi luas lahan yang tersedia cukup besar yang didukung oleh kondisi agroekologi dan agroklimat yang sesuai bagi pengembangan komoditas ini. Disisi lain industri kelapa sawit dalam bentuk minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) sangat menjanjikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan iklim, tanaman kelapa sawit tumbuh optimum pada suhu 24 – 28 oC dengan kelembaban relatif > 75 %, rata-rata curah hujan 2000 – 2500 mm/tahun dengan penyebaran merata, intensitas cahaya 5 – 7 jam/hari, ketinggian tempat 0 – 400 m dpl, kemiringan 0 – 15 % dan kedalaman air > 80 cm, serta drainase baik (Dirjenbun, 1997 dalam LPPM IPB, 2006). Berdasarkan kondisi tersebut, sesuai dengan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Namun demikian untuk mendukung pengembangan agropolitan perkebunan ini ke depan, komoditas unggulan perkebunan lainnya juga perlu dikembangkan seperti komoditas karet dan lada.

Pola perkebunan kelapa sawit yang layak dikembangkan dalam agropolitan perkebunan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang ini adalah Shering stakeholder (SHAREHOLDER) antara Perusahaan-Transmigrasi-Masyarakat Lokal. SHAREHOLDER ini dimaksudkan untuk menselaraskan program pengembangan perkebunan dengan program transmigrasi yang dikembangkan pemerintah dengan tujuan untuk mengangkat harkat hidup petani dan keluarganya dengan cara meningkatkan produksi dan pendapatan usahataninya. Hal ini sesuai mengingat jumlah penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih sangat kurang yaitu hanya sekitar 22 jiwa/km2. Beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi diterapkannya pola SHAREHOLDER antara lain peningkatan produksi komoditas non migas,

meningkatkan pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah, dan menunjang keberhasilan program transmigrasi. Peserta SHERHOLDER ini mengacu pada pola PIR-Trans sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7, Bab IV Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 333/Kpts/KB.510/6/1986 (Fauzi, et al. 2002) adalah sebagai berikut :

1. Peserta transmigrasi (ditetapkan oleh Menteri Pertanian)

2. Penduduk setempat, termasuk petani yang tanahnya termasuk dalam proyek PIR-Trans (ditetapkan oleh Pemerintah Daerah)

3. Petani atau peladang berpindah dari kawasan hutan terdekat yang dikenakan untuk proyek (ditetapkan oleh Pemerintah Daerah)

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam pola SHERHOLDER sebagaimana dalam pola PIR-Trans adalah memiliki kemampuan yang cukup dari segi dana, tenaga, dan manajemen untuk melakukan fungsinya sebagai perusahaan inti berdasarkan penilaian pemerintah, baik perkebunan milik negara, swasta, atau asing yang berbadan hukum Indonesia (Fauzi et al. 2002). Agar dapat berjalan dengan baik, maka pola SHERHOLDER dapat mengacu pada sistem syariah melalui sistem bagi hasil. Artinya apabila perusahaan merugi, maka petani juga ikut menanggung kerugian tersebut, sebaliknya apabila perusahaan mendapatkan keuntungan, maka keuntungan tersebut juga dirasakan oleh petani. Tentunya harus diatur oleh regulasi yang jelas dari pemerintah. Berdasarkan pengalaman selama ini, penerapan pola PIR-Trans dalam pengembangan perkebunan di Indonesia banyak kurang berhasil karena petani sebagai mitra kerja bagi perusahaan inti lebih banyak dirugikan oleh perusahaan ketimbang mendapatkan keuntungan yang besar dari perusahaan.

Komoditas unggulan yang dapat dikembangkan pada agropolitan perkebunan, tanaman pangan, dan peternakan adalah komoditas kelapa sawit, jagung, ternak sapi, kambing, dan ayam dengan pertimbangan :

1. Mempunyai dukungan kebijakan pemerintah daerah, kelembagaan, dan teknologi, serta modal sehingga memiliki peluang pengembangan produk yang tinggi. Ini terlihat dengan dicanangkangnya program Kawasan usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) dengan komoditas prioritas yang dikembangkan adalah tanaman jagung.

2. Dapat memberikan dampak ganda (multifier effect) terhadap berkembangnya sektor lain seperti sektor sektor peternakan dan industri.

3. Merupakan komoditas yang telah diusahakan oleh masyarakat setempat (lokal), dapat diterima dan lebih mudah dalam pengembangannya.

4. Mempunyai tingkat kesesuaian agroekosistem yang tinggi,

5. Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah dibandingkan komoditas lainnya serta memberikan kesempatan kerja.

6. Memiliki prospek dan orientasi pasar yang jelas, baik sasaran pasar lokal, regional, maupun internasional dengan peluang pasar yang tinggi.

7. Layak untuk dikembangkan karena secara ekonomi memiliki kelayakan investasi yang tinggi sehingga dapat menarik banyak investor.

Namun demikian di wilayah ini masih banyak komoditas unggulan yang dapat dikembangkan untuk mendukung pengembangan agropolitan tanaman pangan selain jagung seperti padi ladang, padi sawah, kedelai, kacang tanah, ubi jalan dan ubi kayu. Oleh karena itu dalam pengembangan kawasan agropolitan tanaman pangan yang berbasis tanaman jagung ini perlu didukung oleh komoditas lainnya.

Pada sub sistem pemasaran berkaitan dengan pendistribusian barang dan jasa, kegiatan promosi, penyediaan informasi pasar, dan kebijakan perdagangan. Sedangkan pada susb sistem jasa dan penunjang agribisnis diperlukan adanya sarana perkreditan dan asuransi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan penyuluhan, saran transportasi, dan kelengkapan sarana dan prasarana, serta kebijakan pemerintah. Manajemen pengembangan agribinsis di kawasan agropolitan terpadu dikawasan perbatasan Kabupaten Bengkayang dapat diilustrasikan seperti Gambar 27 di bawah ini.

Sub Sistem Agribisnis Hulu - Industri perbenihan/ Pembibitan - Industri pengomposan - Industri Alsintas Sub Sistem Usaha Tani (on Farm - Usaha tanaman pangan dan Perkebunan - Usaha Peternakan - Diversivikasi Tanaman Sub Sistem Pengolahan - Industri Pangan - Industri Pakan - Industri lainnya Sub Sistem Pemasaran - Distribusi - Promosi - Informasi Pasar - Kebijakan Perdagangan Agribisnis Hilir

Sub Sistem Jasa dan Penunjang Agribisnis

- Perkreditan dan asuransi - Transportasi dan pergudangan - Penelitian dan Pengembangan - Kebijakan pemerintah - Pendidikan dan Penyuluhan - Sarana dan prasarana

Gambar 27. Manajemen Pengembangan Agribisnis di Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang (Udin, 2004).

Berkaitan dengan pengembangan agropolitan peternakan, wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang sangat potensial untuk pengembangan sub sektor ini baik peternakan besar, peternakan menengah, maupun peternakan kecil. Komoditas unggulan ternak yang dapat dikembangkan adalah ternak sapi untuk peternakan besar, kambing untuk peternakan menengah, dan ayam untuk peternakan kecil. Hal ini dimungkinkan oleh tingginya produksi ternak di wilayah ini. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bengkayang pada tahun 2005, terdapat ternak sapi sebanyak 4.925 ekor, kambing 5.314 ekor, dan ayam 131.879. Keberadaan agropolitan peternakan diharapkan dapat lebih meningkatkan pendapatan masyarakat karena dapat memberikan penghasilan tambahan diluar dari kegiatan utamanya sebagai petani. Ternak sapi dapat memanfaatkan sisa panenan (biomassa) berupa batang, dedaunan dan tongkol sebagai sumber makanan. sedangkan biji jagung dapat diolah menjadi pakan ternak ayam.

Selain itu, sisa panenan bersama kotoran ternak yang ada dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (kompos) yang ramah lingkungan untuk meningkatkan kesuburan tanah baik kesuburan fisik, kimia, maupun biologi tanah. Peningkatan penggunaan pupuk organik selain ramah lingkungan, juga dapat meningkatkan produktivitas lahan akibat meningkatnya kesuburan tanah, serta dapat berfungsi konservasi karena dapat meningkatkan kapasitas infiltasi dan menurunkan run off tanah. Keberadaan industri pengolahan hasil pertanian dan pembuatan pupuk organik ini tentunya dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi peningkatan pendapatan petani, karena dapat menghasilkan produk pertanian yang aman (bebas bahan kimia) untuk dikonsumsi dengan nilai ekonomi yang tinggi dan dapat dijual dalam bentuk produk olahan. Disisi lain, dapat menghemat biaya untuk membeli pupuk buatan yang mengandung bahan kimia yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

Besarnya peluang pengembangan agropolitan perkebunan, tanaman pangan, dan peternakan didukung oleh beberapa hal seperti kesesuaian lahan, luasan ketersediaan lahan, dan terbuka kesempatan pengembangan usaha kemitraan strategis antara pelaku usaha swasta dan pemerintah yang saling menguntungkan, serta memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia sehingga memiliki peluang pasar besar untuk pengembangan komoditas yang berorientasi ekspor. Oleh karena itu, upaya pemanfaatan dan optimalisasi potensi wilayah tersebut perlu dilakukan. Berdasarkan hasil analisis

potensi dan tingkat perkembangan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, maka strategi pengembangan kawasan agropolitan dapat diarahkan pada :

1. Kecamatan Sangau Ledo dan Seluas dapat dibentuk Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) khususnya di Desa Lembang dan Desa Seluas. Pada desa tersebut dapat dibangun fasilitas industri hilir seperti industri pengolahan jagung, industri pengolahan susu, dan industri pengolahan pakan ternak, serta terminal agribisnis. Sedangkan daerah hinterland-nya dijadikan sebagai sentra pengembangan komoditas jagung, perkebunan kelapa sawit dan lada, serta peternakan, baik peternakan kecil, sedang, dan besar yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung lainnya termasuk industri hulu.

2. Kecamatan Jagoi Babang dan Siding dapat dijadikan sebagai kawasan pengembangan perkebunan kelapa sawit dan karet, serta peternakan kecil dan sedang. Pada wilayah ini pula perlu dibangun industri pengolahan minyak sawit (CPO) yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung lainnya