• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pemerintah Indonesia terkait Prinsip Non Diskriminasi Perjanjian GATS

ASING DI BIDANG PARIWISATA DI INDONESIA oleh

II. Metode Penelitian

3.3 Kebijakan Pemerintah Indonesia terkait Prinsip Non Diskriminasi Perjanjian GATS

3.3.1 Dalam Bentuk Undang-undang

a. Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Memasuki era liberalisasi jasa, pemerintah Indonesia sesungguhnya dapat dikatakan terlambat dalam menerbitkan sebuah kaidah hukum yang mengadopsi prinsip non diskriminasi Perjanjian GATS. Menyangkut pengaturan perusahaan asing, setelah mengalami perdebatan yang panjang dan berlarut-larut, pemerintah akhirnya menerbitkan Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang benar-benar sangat akomodatif dan permisif terhadap ketentuan dalam Perjanjian GATS. Pada asasnya undang-undang ini menerapkan perlakuan sama dan tidak membedakan asal negara suatu investor.

Undang-undang ini sempat memunculkan reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia karena memperbolehkan investasi asing untuk memiliki hak atas tanah yang diberikan, dan dapat diperpanjang sekaligus di muka, serta dapat pula diperbarui kembali. Jika diakumulasikan, hak guna usaha dapat diberikan dengan total waktu 95 tahun, hak guna bangunan diberikan dengan total waktu 80 tahun dan hak pakai diberikan dengan total waktu 70 tahun. Pada perkembangan terakhir, Mahkamah Konstitusi membatalkan isi ketentuan ini karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria.

b. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Setelah menunggu cukup lama, pemerintah akhirnya menerbitkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dalam penulisan selanjutnya disebut UUK. Pasal 22 point a UUK menentukan bahwa setiap pengusaha pariwisata berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan. Pemerintah dan pemerintah daerah pun berkewajiban dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi: terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi dan memberikan kepastian hukum. Pasal 23 ayat 1 point b UUK mengatur ketentuan ini. Sementara pasal 26 point c UUK mewajibkan setiap pengusaha pariwisata untuk memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif.

3.3.2 Dalam Bentuk Aturan Pelaksanaan

a. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994.

Memasuki era globalisasi dengan disetujuinya Putaran Uruguay, pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyiapkan sebuah peraturan pemerintah yang dikeluarkan sebagai upaya antisipasi dalam menghadapi globalisasi tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Menurut pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, perusahaan patungan antara modal asing dan dalam negeri dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik Prinsip Non Diskriminasi Perjanjian General Agreement on Trade in Services (Gats) pada Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pariwisata di Indonesia

untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kareta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media. Mengenai kepemilikan saham, saham peserta Indonesia berdasarkan pasal 6 dalam perusahaan sekurang-kurangnya ialah 5 % (lima perseratus) dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.

b. Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004.

Guna menghadapi adanya prinsip non diskriminasi Perjanjian GATS pada penanaman modal asing di bidang pariwisata, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan satu atap yang bersifat non diskriminasi. Ini dilakukan karena Undang-undang yang mengatur kegiatan investasi jasa pariwisata di Indonesia masih belum mengadopsi adanya prinsip non diskriminasi Perjanjian GATS. Adanya Keputusan Presiden ini diharapkan dapat memberikan kepastian berusaha dan persamaan perlakuan bagi investor yang menanamkan modalnya di Indonesia khusunya di bidang jasa pariwisata. Pada pertimbangannya, keppres ini dibuat dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, sehingga dipandang perlu untuk menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode pelayanan satu atap

c. Penerbitan Inpres No.3 Tahun 2006

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya meneken Inpres No 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Paket ini memuat 85 langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam setahun untuk memperbaiki iklim investasi. Paket ini tidak hanya mencakup deregulasi investasi umum, tetapi juga meliputi aspek lain dalam perekonomian seperti: kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan serta usaha kecil menengah. Paket ini juga mengamanatkan harmonisasi berbagai peraturan serta perundang-undangan yang ada, terutama yang berkenaan dengan kelancaran arus barang dan modal, baik yang bersifat horizontal administrasi pusat maupun vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.11

d. Peraturan Presiden No.36 Tahun 2010

Sebagai tindak lanjut Undang-undang no. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, pemerintah lalu menetapkan Peraturan Presiden No. 36 tahun 2010 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal atau yang lazim disebut sebagai daftar negatif investasi. Dalam produk hukum yang mulai berlaku sejak 25 mei 2010 tersebut, bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. Sementara itu, bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.

Menyangkut sektor pariwisata, terdapat beberapa bidang usaha yang terbuka bagi kepemilikan asing dengan proporsi saham yang bervariasi mulai 49%, 51%, 67% hingga 100% dengan persyaratan lokasi dan kesesuaian dengan peraturan daerah (Perda) setempat. Konstruksi ini telah memperluas komitmen liberalisasi pariwisata Indonesia sejak pertama kali digulirkan pada 1 Januari 1995.

Usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga 100 % adalah usaha jasa Golf yang harus terletak di kawasan timur Indonesia yakni Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Sementara itu, usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga 67% meliputi: galeri seni, galeri pertunjukan seni, dan ketangkasan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat.

Usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga 51% meliputi:

1. Hotel bintang 1 dan bintang 2 sepanjang tidak bertentangan dengan Perda setempat; 2. Jasa akomodasi motel dan lodging services di Indonesia bagian timur meliputi: Sulawesi,

Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; 3. Jasa Restoran atau Rumah Makan Talam;

4. Jasa Boga/catering. Jasa Konvensi, pameran, dan perjalanan insentif;

5. Pengusahaan obyek wisata budaya meliputi museum dan peninggalan sejarah yang dikelola swasta;

6. Golf sepanjang tidak bertentangan dengan Perda setempat; 7. SPA;

8. Pengusahaan obyek wisata alam di luar kawasan konservasi.

Usaha jasa pariwisata yang terbuka bagi kepemilikan asing hingga maksimal 49% dan dapat menjadi 51% dengan menjalin kemitraan dengan UMKM dan Koperasi meliputi:

1. Jasa akomodasi motel dan lodging services sepanjang tidak bertentangan dengan perda setempat;

2. Restoran atau rumah makan non talam; 3. Biro perjalanan wisata;

4. jasa impresariat;

5. Usaha Rekreasi dan Hiburan meliputi: taman rekreasi, gelanggang renang, pemandian alam, kolam pemancingan, gelanggang permainan, gelanggang bowling,rumah biliar, kelab malam, diskotik,panti pijat, panti mandi uap, Bowling, Renang, Sepak Bola, Tenis Lapangan, Kebugaran/Fitness, Sport Centre, dan Kegiatan Olahraga Lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan Perda setempat.

6. Golf

7. Bar, Café, singing room (karaoke)

Usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi meliputi: 1. Pondok wisata,

2. agen perjalanan wisata, 3. jasa pramuwisata, dan 4. sanggar seni.

Prinsip Non Diskriminasi Perjanjian General Agreement on Trade in Services (Gats) pada Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pariwisata di Indonesia

IV. PENUTUP