• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH SEBAGAI PENOPANG INDUSTRI PARIWISATA BERKELANJUTAN DI BAL

II. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah efektivitas peraturan perundang-undangan tentang UMKM dalam memberikan perlindungan hukum agar UMKM tetap eksis di Bali?

2. Dalam implementasinya, apakah kebijakan (policy) pemerintah pusat dan daerah dalam pemberdayaan UMKM di Bali telah dapat mendukung kegiatan usaha UMKM secara optimal?

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Wawancara (interview) dilakukan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Bali, Kabupaten Badung dan Gianyar; Dinas Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Propinsi Bali, Kabupaten Badung dan Gianyar; dan Dinas Pariwisata di Bali. Interview lebih ditik beratkan pada bagaimana eksistensi UMKM, dan implementasi berbagai aspek yang diatur UU No 20 Tahun 2008 terkait efektivitas dan perlindungan hukum UMKM terutama dari aspek-aspek peraturan perundangan; pendanaan; sarana-prasarana; kemitraan atau kerjasama; pembinaan dan pengembangan. Adapun upaya menghilangkan peminggiran (marjinalisasi) terhadap UMKM terkendala dengan peraturan perundangan dan kebijakan tentang pemahaman UMKM yang masih simpang siur juga adanya dualisme insitusi. Mengenai bantuan permodalan/ pendanaan hanya dari sektor perbankan dan profi t BUMN, kurang variatif. Dari segi sarana-

prasarana terutama pengembangan teknologi untuk peningkatan kualitas produk, Indonesia berorientasi kepada teknologi tepat guna dan teknologi informasi, sedangkan di negara-negara lain sudah berorientasi ke high technology dengan mengedepankan inovasi, hak kekayaan dan paten. Dengan minimnya mesin-mesin dan teknologi modern, maka proses produksi menjadi lambat dan kalah bersaing dengan China, India, Thailand. Minimnya pembinaan dan penyuluhan dari pemerintah tentang arti pentingnya hak kekayaan intelektual dan paten. Dalam hal kemitraan, pada umumnya pelaku UMKM pernah melakukan kemitraan/kerjasama dengan pelaku usaha besar yang cenderung pada pola perdagangan besar. Padahal pelaku UMKM dapat melakukan kerjasama dengan pelaku UMKM. Pelaku UMKM juga memerlukan wadah bagi para pelaku usaha untuk secara reguler, rutin bisa saling menjalin kerjasama dan mempromosikan produknya.

Dari penelitian lapangan di Kabupaten Badung (Kuta utara, sentral Kuta, Kuta selatan), kendala/permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM produsen emas-perak ataupun textile/ tenun:

1. Menyangkut bahan baku perak, harganya tidak stabil dan tergolong mahal dibandingkan impor dari Thailand sehingga membebani para pelaku UMKM, Sehingga tidak jarang banyak produsen perak menggunakan alpaca (sebagai pengganti perak) kemudian alpaca

tersebut dilapisi perak dan di plating. Dengan demikian penggunaan bahan baku dapat berkurang.

Untuk bahan baku extile ada tetapi stock terbatas. Proses dari kapuk ke benang menjadi kain tidak ada di Bali karena tidak ada/terbatasnya mesin atau tidak adanya teknologi mengenai proses tersebut. Sehingga pelaku industri textile membeli kain jadi putih polos dan hanya melakukan proses pewarnaan sesuai yang diinginkan konsumen.

2. Pemerintah kurang gencar untuk melakukan penyuluhan, pembinaan, pengembangan bagi pelaku UMKM agar pelaku usaha tersebut dapat mandiri dalam menjalankan usahanya. Pemerintah setidaknya tidak diskriminatif dalam memberikan fasilitas dan informasi kepada pelaku usaha yang terdaftar.

3. Masalah tenaga kerja, di Badung banyak yang sebagai penjual perak, hal tersebut dikarenakan ongkos tenaga kerja yang terlalu tinggi, sehingga pelaku usaha biasanya memproduksi perak di Yogyakarta dan di jual di Bali.

4. Masalah dana/permodalan, pemerintah mengalokasikan bantuan dana dari keuntungan Badan Usaha Milik Negara, pengusaha-pengusaha besar / multinasional, dan dari insentif pajak. Namun, ternyata kredit dari bank untuk UMKM dikenakan bunga kredit lebih mahal yaitu bunga untuk UMKM 18-27% per tahun sedangkan korporasi 14-16% per tahun (sebagaimana dikemukakan oleh Wayan Suarembawa11.

Jadi, dari kendala/permasalahan di atas, pemerintah diharapkan untuk peduli terhadap para UMKM dan merealisasikan program. Pemerintah harus lebih gencar untuk melakukan pembinaan, sosialisasi, pengembangan, pemasaran untuk UMKM, dengan demikian UMKM akan menjadi usaha yang mandiri dan siap akan keadaan persaingan pasar. Namun kenyataannya pemerintah kurang peduli walaupun usaha UMKM sudah terdaftar.

Masalah tenun di Bali, hanya daerah-daerah tertentu saja yang masih ada. Dari hasil survey di kawasan Kuta, pelaku usaha tidak lagi memproduksi tenun, tetapi hanya sebagai penjual. Selanjutnya, dari hasil survey di Gianyar, kendala-kendala/permasalahan yang dihadapi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah tekstil/tenun dan emas-perak yaitu,

1. Dilihat dari aspek Pembinaan Dinas Perindustrian dan Dinas UMKM,

• Bahwa dahulu lebih baik pembinaannya karena betul-betul membina, mengarahkan, dan membantu secara perorangan kepada pengusaha tenun. Sedangkan pembinaan maupun bantuan dari dinas perindustrian yang sekarang walaupun harus diajukan secara kelompok kadang-kadang bantuan itu turun dan salah sasaran (yang dapat bantuan justru kadang-kadang yang tidak tahu dan mengenal soal tenun).

• Kurangnya pengaturan dari pemerintah mengenai bea cukai import sedangkan untuk eksport mudah padahal pengusaha perak sering mengimpot barang.

• Kurangnya penerapan sanksi sehingga banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran mengenai ijin usaha (banyak pengusaha beralih ke Usaha Dagang padahal belum punya ijin)

• Tidak adanya tanggapan dari dinas terhadap pengusaha yang mau mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual.

2. Dilihat dari Bahan Baku:

• Tenun seperti benang dan warna kebanyakan pengusaha tenun mengimport bahan baku dari luar negeri karena bahan baku khususnya benang lokal kualitasnya kurang bagus dibandingkan kualitas benang luar negeri.

• Meskipun benang import harganya lebih mahal dibandingkan dengan benang lokal namun pengusaha tenun tetap memilih benang import demi kualitas kain.

• Mengenai bahan baku perak, harganya tidak stabil karena dipengaruhi oleh faktor harga perak sedunia; dan harga perak lokal.

11 Pengurus Forda UMKM Bali, dalam Bisnis Bali, 8 Juli 2011.

• Harga perak lokal kualitasnya lebih bagus dibandingkan dengan perak luar negeri namun pengusaha perak cenderung mengimportnya karena lebih murah.

Disamping kendala-kendala diatas, kendala lain yaitu:

1. Semenjak adanya krisis ekonomi global maka tamu wisatawan jarang ada yang mau belanja sehingga omset pengusaha baik tenun maupun perak menurun.

2. Dilihat dari tenaga kerja bahwa banyak pemuda/i tidak mau belajar dan memahami tenun sebagai warisan budaya bangsa.

3. Banyaknya persaingan tenun dengan produk Jepara; perak dengan Thailand Sehingga untuk memasarkan produk semakin sulit apalagi dengan teknologi luar negeri yang lebih canggih sehingga produk bisa cepat. Begitu juga dengan tenun mengenai produksinya kalah dengan Jepara yang memakai teknologi mesin sehingga bisa memproduksi lebih cepat dan banyak sedangkan di Gianyar alat-alat tenunnya sederhana dan cara pengerjaannya juga agak lambat.

Beberapa masukan dari pengusaha:

• Bahwa banyak pengusaha yang kurang tenaga kerjanya. Masukan dari perusahaan Putri Ayu yaitu agar memberikan pendidikan, penyuluhan dan gambaran kepada generasi kaum muda-mudi.

• Didirikan sekolah seperti sekolah ITT (Ilmu Teknologi Tekstil) di Bandung agar ada generasi penerus untuk mempertahankan warisan budaya Bali.

• Mengenai masalah perak perlu dibentuk lagi pameran khusus seni khas Bali sehingga hal ini bisa mampu menarik daya beli wisatawan.