• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BACAAN

III. KESIMPULAN DAN SARAN 1 Simpulan

Dari pemaparan di atas maka dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Memperhatikan data kunjungan wisatawan manca negara bagi Warga Negara Asing / Manca negara ke Bali sesuai dengan Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa tingkat kunjungan

wisatawan ke Bali dihubungkan dengan pelaku (baik sebagai pengedar maupun pemakai) di kalangan warga negara asing menunjukkan angka yang tidak disginifi kan, antara jumlah

kunjungan wisatawan manca negara dengan pelaku kejahatan narkotika. Dari pemaparan data di atas dapat dikatakan bahwa antara kunjungan wisatawan mancanegara dengan tingkat kejahatan narkotika baik sebagai pelaku (pengedar maupun pemakai) tidak menunjukkan korelasi yang signifi kan.

Sesuai dengan kajian Spradley bahwa situasi sosial atau social situation yang dilakukan oleh wisawatan mancanegara dalam melakukan (terlibat) kejahatan narkotika disesuaikan dengan tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) di Bali. Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor tempat, misalnya karena berkunjung ke Bali, beranggapan bahwa di negara asalnya memperbolehkan menggunakan narkotika dalam jumlah tertentu namun di Bali, Indonesia dilarang. Selain itu pangsa pasar peredaran narkotika di Indonesaia khususnya Bali hanyalah digunakan sebagai daerah transit antar negara seperti pengakuan beberapa pengedar narkotika, hal ini jelas-jelas melanggar sesuai dengan Undang Undang Nomer 35 tahun 2009.

Namun bila dikaji secara kualitas barang narkotika yang diselundupkan paling menonjol dilakukan tahun 2011 oleh pelaku WNA lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan WNI. Hal ini sangat berpengaruh pada penjatuhan pidana yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri. Di lihat dari kualitas penjatuhan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika menunjukkan bahwa pelaku WNA dijatuhi pidana lebih berat daripada warga negara Indonesia. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari barang bukti berupa narkotika yang diselundupkan ke Indonesia. Terhadap WN Asing penjatuhan pidana nya lebih berat ada sekitar 5 kasus yang dijatuhi pidana selama 20 tahun, dan 11 kasus antara 10 – 15 tahun, sisanya 19 kasus antara 5 – 10 tahun. Total pelaku adalah 35 orang

Sedangkan pelaku warga negara Indonesia terbanyak dijatuhi pidana antara 5-10 tahun sebanyak 47 orang, dan 3 orang dijatuhi pidana 10-15 tahun. Total pelaku yang kejahatannya menonjol adalah 50 orang.

Dengan demikian bahwa secara kualitas penjatuhan pidana dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas narkotika yang diselundupkan ke Bali. Paparan di atas menunjukkan bahwa warga negara asing lebih menonjol secara kuantitas maupun kualitas kejahatan narkotkanya dibandingkan dengan warga negara Indonesia.

b. Upaya penanggulangannya dapat berupa Penindakan maupun Pemidanaan. 1. Penindakan dapat berupa : Rehabilitasi terhadap pelaku.

Rehabilitasi juga merupakan program untuk membantu memulihkan orang yang memiliki penyakit kronis baik dari fi sik ataupun psikologisnya. Program rehabilitasi

individu adalah program yang mencakup penialian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis, dan pencegahan penyakit. Rehabilitasi juga merupakan tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fi sik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.

Bila melihat paparan tentang korban dan sekaligus sebagai pelaku kejahatan, maka pecandu narkotika berhak atas pembinaan dan rehabilitasi. Hak rehabilitasi atas pecandu narkotika sesungguhnya telah di atur dalam beberapa peraturan perundang- undangan nasional yang terkait dengan pecandu narkotika adalah :

1. Undang Undang Nomer 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

2. KEPMENKES No. 999/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing dengan Tingkat Kejahatan Narkotika di Bali

Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasis Penyalahgunaan dan ketergantungan Narkotika;

Pada dasarnya rehabilitasi yang diatur dalam regulasi tersebut ada 2 (dua) yakni Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Menurut Undang Undang Narkotika Nomer 35 / 2009 (vide Pasal 54), Rehabilitasi Medis adalah “suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan”. Dan Rehabilitasi Sosial adalah “suatu proses kegiatan pemulihan secara gerpadu, baik fi sik, mental maupun sosial, agar

bekas pecandu dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat”

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi, memperhatikan bahwa sebagian besar Narapidana dan tahanan kasus narkoba termasuk katagori pemakai atau bahkan sebagai korban yang jika dilihat dari aspek kesehatan mereka sesungguhnya orang-orang yang menderita sakit, oleh karena itu memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan perawatan dan pengobatan.

2. Pemidanaan terhadap pelaku

Pemidanaan terhadap pelaku disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukannya sesuai dengan UU No. 35 / 2009 perbuatan-perbuatan yang dapat diancam dengan pidana. Selain itu Penyalahgunaan narkotika tidak saja pemakainya saja yang dijatuhi atau dikenakan pidana tetapi juga menurut ketentuan yang tercantum di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana yakni Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Subjek tindak pidana (yang dapat dipidana) dapat berupa perorangan maupun koorporasi.

B. Saran-saran

a. Sebaiknya para tourism yang berkunjung ke Bali untuk tidak mencoba membawa atau memakai narkotika, termasuk para wisatawan domestic;

b. Hendaknya dapat dibedakan secara klinis mana sebenarnya sebagai pemakai pecandu, agar supaya tidak setiap orang yang memakai narkotika adalah pecandu, sehingga hal ini memudahkan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi. Di samping itu penjatuhan pemidanaan yang dilakukan oleh hakim pengadilan dirasa terlalu kecil, sehingga tidak membuat jera pelaku penyalahguna narkotika. Pengadilan harus berani memberi penjatuhan hukum yang maksimal karena narkotika ini tergolong extra ordinary crime.

DAFTAR PUSTAKA

Alan Wright, Organized Crime, Willan Publishing, Cullompton, Devon and Portland, OR, 2006, p. 49

Barda Nawawi Arief, SH.1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung..

Bernd-Dieter Meier, Kriminologie, Beck, Munich, 2007, p. 27; Klaus van Lampe, “The Interdiciplinary dimensions of the study of the organized crime’, in Trends in Organized

Crime, Vol. 9, No.3, 2006, pp 77-94 Bossiouni, 1978. Substantive Criminal Law.

Burn, Peter, M, and A. Holden, 1995. Tourism a New Perspective. London; Prentice Hill

Chaplin, CP, 1995. Rehabilitation of Mental Illness, Encyclopedia

Clinnard, MB dan R. Quinney. 1972. Criminal Behavior System. A Typology 2nd Ed. New

York, Holt, Rinehart and Winston,

Edwin H. Sutherland, The Professional Thief, University of Chicago, Press, Chicago, 1937; see further, Mary McIntosh, The Organization of Crime, Macmillan, London, 1975, pp. 9ff Graduate Institute of International and Development Studies (ed) Small Arms Survey, 2007.

Guns and the City, Cambridge University Press, Cambridge, 2007. Pp. 169-176. See also Oliver Bangerter : Territorial gangs and their consequences for humanitarian players’, in this issue.

Hagan proposes ‘ that “Organized Crime” be used to refer to crime organization, while “organized crime” will refer to activities, crimes that often require a degree of organization on the part of the committing them’ and notes ‘that not all “organized crime” is committed by “Organized Crime” groups’. See Frank E. Hagan, “Organized Crime” and “organized crime”: indeterminate problems of defi nition’, in Trend in Organized Crime, Vol. 9, No.

4, 2006, p. 134.

Henry H. Kessler, 1995. Medical Rehabilitation, Encyclopedia

James O. Finckenauer, ‘Problems of defi nitions: what is organized crime?” in Trends in

Organized Crime, Vol.8. No. 3, 2005, p. 75

Jan van Dijk, ‘Mafi a markers: assessing organized crime and its impact on societies’, in Trend in

Organized Crime, Vol. 10, 2007, p.40; Allan Castle, “Transnational organized crime and international security’, Institute of International relations, University of British Columbia, Working Paper No. 19, 1997, p. 2; Stefan Mair, “The world of privatized violence”, in Alfred Pfaller and Marika Lerch (eds), Challenges of Globalization: New Trend in International Politics and Society, Transaction Publishers, New Brunswick, NJ, 2005, p. 54.

Michael Levi, ’Organized crime and Terrorism’ in Mike Maguire, Rod Organ, and Robert Reiner (eds) The Oxford Handbook of Criminology, Oxford University Press, Oxford and New York, 2007, p. 771; Hans Joachim Schneider, ‘Organisiertes Verbrechen’, in Rudolf Sieverts and Hans Joachim Schneider (eds) Handworterbuch der Kriminologie, de Gruyter, Berlin and New York, 1998, p.562.

Michael Woodiwiss and Dick Hobbs, ’Organized evil and the Atlantic Alliance: moral panic and the rhetoric of organized crime policing in America and Britain,’ in British Journal of Criminology, Vol. 49, 2009, pp. 106-128

Muhammad Mustofa, 2007. Kriminologi, Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, Penerbit FISIP UI Press

Sahetapy, J.E. 1995. Karya Ilmiah Pakar Hukum – Bunga Rampai Viktimisasi, Penerbit Eresco bandung

Shaw, Garth and A.M. Williams 1997. Individual Consumption of Tourism. D a l a m France,

Soedarto, 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana.

Soebandrio, 2001. Kesaksianku tentang G 30 S, Penerbit Forum Pendukung Reformasi Total, Jakarta

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA