• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECEPATAN KEPERCAYAAN

Dalam dokumen Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan (Halaman 126-129)

SUARA DAN KECEPATAN KEPERCAYAAN

KECEPATAN KEPERCAYAAN

Sekarang, seperti apa komunikasi yang terjadi jika terdapat ke- percayaan yang tinggi? Mudah saja, komunikasinya tidak memer- lukan upaya yang berat, dan berlangsung seketika. Apa yang terjadi jika terdapat kepercayaan yang tinggi dan Anda melakukan kesalahan? Kesalahan itu menjadi hampir tidak berarti. Orang- orang mengetahui siapa Anda. "Jangan khawatir mengenai hal itu; aku paham." "Lupakan saja. Aku tahu apa maksudmu. Aku kenal

THE 8 T H HABIT

kamu." Teknologi apa pun yang pernah diciptakan, tak ada yang bisa mengupayakan hal itu. Mungkin, inilah sebabnya mengapa jantung lebih penting daripada otak. Seseorang mungkin otaknya sudah mati, tetapi jika jantungnya masih tetap memompa, mereka tetap dianggap hidup; jika jantung Anda mati, barulah Anda mati.

Seperti dikatakan oleh putra saya, Stephen, "Tidak ada yang menyamai kecepatan kepercayaan." Kepercayaan lebih cepat daripada apa pun yang bisa Anda pikirkan. Hal itu lebih cepat daripada internet, karena jika ada kepercayaan, kesalahan dimaafkan dan dilupakan. Kepercayaan adalah pengikat kehidupan. Inilah pengikat yang menyatukan berbagai organisasi, budaya, dan hubungan- hubungan menjadi satu. Ironisnya kepercayaan itu munculnya pelan, dengan menjalankannya secara lambat. Dalam soal hubungan dengan manusia, cepat adalah lambat dan lambat adalah cepat.

BEBERAPA T A H U N YANG LALU saya mengunjungi seorang teman yang baru saja menyelesaikan sebuah proyek bisnis besar. Saya cukup banyak mengetahui pekerjaannya itu dan memberinya selamat untuk besarnya dampak positif yang dihasilkan dari proyek tersebut terhadap kehidupan ribuan orang. Saya bertanya kepadanya mengenai apa yang telah dipelajarinya dari situ. Dia berkata, "Kamu tahu, Stephen, aku yakin akan mengenang proyek yang makan waktu dua tahun ini sebagai salah satu kontribusi yang terpenting dalam kehidupanku." Lalu, setelah berhenti sejenak, dia tersenyum sedikit, dan dengan penuh perasaan, melanjutkan, "Tetapi pembe- lajaranku yang sebenarnya adalah bahwa tanpa hubungan yang erat dengan istriku, hal ini tak berarti apa-apa."

"Oh ya?" jawab saya. Meraba ketertarikan saya, dia lalu berbagi pengalaman berikut ini:

Saat pertama kali diminta untuk menjadi pemimpin dalam proyek ini, aku merasa amat bersemangat dengan peluang yang ada, Istri dan anak- anakku mendukung, maka aku menceburkan diri dengan sepenuh hati.

Suara dan Kecepatan Kepercayaan

Aku merasakan sebuah beban tanggung jawab yang amat besar, tetapi juga merasa terdorong dan tersemangati oleh sebuah perasaan bahwa aku akan bisa memberikan sumbangan yang bermanfaat. Pada tahun kedua dari proyek tersebut, aku kerja siang dan malam. Pekerjaan itu benar-benar penting dan aku terserap penuh ke dalamnya. Aku merasa sudah cukup baik terlibat dalam kehidupan anak-anak, termasuk menonton pertandingan olah raga dan pertunjukan tari. Aku biasa makan malam bersama keluarga. Aku rasa sudah berhasil mengelola dengan cukup baik. Enam bulan terakhir merupakan bulan-bulan yang paling sibuk, dan pada saat inilah aku melihat bahwa istriku sering frustrasi menghadapikubiasanya mengenai hal-hal yang remeh (paling tidak seperti itulah pandanganku). Aku menjadi semakin terganggu karena kurangnya pengertian dan dukungan dari pihaknya terhadap pekerjaan yang sedang kulakukankhususnya pada saat-saat kritis semacam itu. Komunikasi menjadi semakin tegangbahkan mengenai masalah-masalah kecil. Saat proyek tersebut pada akhirnya selesai, dia bahkan tidak ingin menghadiri makan malam yang diadakan untuk merayakan keberhasilan proyek tersebut. Walau akhirnya mau datang, jelas sekali bahwa dia tidak menikmatinya. Aku tahu bahwa kami harus

berbicara, benar-benar berbicara. Jadi kami melakukannya. Dan ben- dungannya terbuka.

Dia mulai berbagi mengenai seperti apa rasanya "sendirian" pada saat proyek itu sedang berjalan. Bahkan pada saat aku ada di rumah, dia

merasa bahwa aku sedang berada di tempat lain. Karena tradisi kami untuk melakukan kencan mingguan menjadi semakin jarang dilakukan dan karena aku biasanya masih terjaga lama setelah dia pergi beristirahat tiap malam, kami tidak banyak berbicara dan saling berbagi seperti yang biasanya kami lakukan. Dia merasa semakin terisolasi, tidak dihargai dan tidak terlibat dengan proyek itu. Aku juga tidak banyak mengomunikasikan apa pun. Fokusku hampir sepenuhnya terarah ke arah pekerjaan dan komitmen-komitmen lain yang terkait dengan pekerjaan itu. Itu jelas menunjukkan bahwa aku sama sekali tidak fokus kepadanya. Sampai-sampai dia mengingatkanku bahwa aku bahkan melupakan ulang tahunnya sampai hari ulang tahun itu hampir berakhir. Dan bukan fakta bahwa aku telah melupakan itu yang paling buruk, karena hal itu hanya

merupakan gambaran kecil yang sebenarnya berlaku sepanjang tahun yang telah berjalan itu.

Saat aku bertanya mengapa dia tidak membuka diri dan mengungkapkan isi hatinya lebih awal, dia mengatakan bahwa dia tidak ingin membuatku terganggu dan mengalihkan perhatianku dari proyek itu. Aku memandang ke kedua matanya dan melihat rasa pedih serta kesepian yang amat dalam. Aku merasa amat buruk. Aku amat terkejut dan malu bahwa selama ini aku sama sekali tidak merasakan apa pun. Keterbukaannya mengenai rasa kesepiannya telah membantuku menyadari seberapa kosong sebenarnya diriku selama masa-masa tersebut. Kami berdua menjadi kurang efektif-baik secara pribadi maupun bersama-sama. Aku minta maaf dan sekali lagi meyakinkan dia bahwa tidak ada orang atau hal apa pun di bumi yang lebih penting bagiku daripada dia. Tetapi kata-kata itu tampaknya sudah tidak bisa menembus hatinya. Aku menyadari bahwa terlalu banyak hal- hal lain yang telah menyampaikan kebalikannya. Permintaan maaf dan komitmenku untuk menyusun ulang prioritas kehidupanku memang membantu, tetapi hal itu tidak membuat segalanya menjadi lebih baik dalam semalam. Perlu waktu berhari-hari dan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan dengan terus-menerus berupaya untuk berbicara, berbagi, hadir, membuat dan memenuhi janji, menyisihkan pekerjaan pada akhir hari kerja untuk kembali ke keluarga, minta maaf, dan melakukan pengaturan ulang saat aku menjadi sedikit keluar jalur. Ya, diperlukan upaya seperti itu, sebelum kepercayaan dan keterhubungan kami secara emosional bisa dikembalikan dan melewati apa yang pernah dicapai sebelumnya.

Sejak saya mengunjungi teman saya itu, dia telah menyelesaikan dua proyek besar lain yang makan waktu beberapa tahun. Kedua proyek itu tak kalah penting dan banyak menuntut perhatiannya, daripada proyek sebelumnya, namun hubungan dengan istrinya telah menjadi semakin kuat seiring dengan berjalannya proyek-proyek itu. Pengalaman pertamanya yang menyakitkan, pemahamannya yang telah meningkat, dan komitmennya terhadap istrinya telah m e m b a w a p e r u b a h a n yang bertahan lama. M e m b a n d i n g k a n

pengalaman yang telah dijalani itu, dia berbagi wawasan dengan saya:

Pembelajaranku yang sebenarnya adalah bahwa kita bisa memberikan komitmen yang mendalam terhadap sebuah pernikahan, mencintai pasangan kita, hidup dengan penuh rasa saling setia, berkomitmen untuk membesarkan anak-anak, dan tetap saja hubungan dan kepercayaan itu memburuk.

Untuk melukai hati seseorang, tidak perlu mengatakan kata-kata yang kasar dan tidak menyenangkan atau menunjukkan sikap tidak menghormati. Dengan seseorang yang amat dekat dengan kita, cukup hal itu dilakukan dengan mengabaikan hati, pikiran, dan jiwanya. Hubungan dan kepercayaan tidak terus berjalan secara tetap. Hal itu bisa terpelihara dan menjadi semakin dalam hanya jika kita secara aktif memupuknya dan membangunnya dengan tindakan-tindakan yang baik, pertimbangan, penghargaan, dan pelayanan yang teratur. Aku belajar bahwa kualitas

dari pernikahan kami maupun kebahagiaan pribadiku amat sedikit hubungannya dengan apa yang dia lakukan bagi diriku, dan sepenuhnya berkaitan dengan apa yang kuusahakan untuk kulakukan tiap hari, guna memupuk kebahagiaannya, berbagi beban-bebannya, dan menjadi mitranya dalam hal-hal yang paling kami perhatikan. Aku belajar bahwa kesatuan di dalam hubunganku dengan istriku merupakan sumber kekuatan dan kemampuan terbesar dalam hidupku. Itu berlaku bukan saja dalam pekerjaan yang kami lakukan bersama di dalam keluarga maupun di masyarakat, tetapi juga dalam setiap bidang hidupku, termasuk profesiku. Hubungan yang mesra dan erat itu merupakan sebuah mata air kekuatan, kedamaian, kebahagiaan, rasa memiliki, dan energi yang menjadi bahan bakar bagi pekerjaan dan kreativitasku yang terbaik, dan yang mendorongku untuk

memberikan darma baktiku bagi keluarga dan masyarakat.

Yang terakhir, aku belajar bahwa hubungan-hubungan yang kuat memerlukan upaya dan pengorbanan yang nyata. Hal itu menuntut agar kita mendahulukan kesejahteraan, pertumbuhan, dan kebahagiaan orang lain sebelum mengusahakan hal yang sama bagi diri kita sendiri. Dan oh, betapa hal itu amat sepadan dengan harganya! Karena upaya-upaya semacam ttu adalah pintu bagi kebahagiaan kita sendiri. Apa yang bisa kita lakukan

THE 8 T H HABIT

tanpa dorongan dari hubungan semacam itu, yang membantu kita untuk keluar dari diri kita sendiri dan bisa mencapai potensi yang memang seharusnya kita capai?

KEWIBAWAAN MORAL D A N

Dalam dokumen Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan (Halaman 126-129)