• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBEBASKAN GAIRAH DAN BAKAT

Dalam dokumen Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan (Halaman 192-200)

Cara terbaik untuk mengilhami orang agar mencapai kinerja yang unggul adalah meyakinkan mereka dengan segala yang Anda lakukan dan dengan sikap Anda setiap hari yang menunjukkan bahwa Anda mendukung mereka dengan sepenuh hati.

HAROLD S. GREENEN, MANTAN CHAIRMAN ITT

THE 8 T H HABIT

GAMBAR 13.2

A

LTERNATIF PERTAMA untuk peran pemberdayaan dalam ke- pemimpinan adaiah dengan mencoba mendapatkan hasil dengan mengontrol orang.

Alternatif kedua adaiah dengan melepaskan mereka, dengan membiarkan mereka. Dengan kata lain, berkhotbah mengenai pem- berdayaan padahal dalam kenyataannya Anda sebenarnya mengabai- kan mereka dan tidak tanggung jawab.

Alternatif ketiga memiliki sifat lebih tegas sekaligus lebih ramah. Alternatif ini adaiah otonomi yang terarah melalui kesepakatan menang-menang yang dibangun berdasarkan tujuan yang sudah disepakati bersama dan tanggung jawab terhadap hasil.

Saya telah menyebutkan keyakinan saya bahwa sebagian besar organisasi, termasuk keluarga, terlalu banyak dikelola (overmanaged)

dan kurang dipimpin (underled). Karena gesekan dalam hubungan dengan anak-anak merupakan pengingat yang menyakitkan menge- nai realitas ini, yang sering kali diwarnai dengan pemberontakan, dan karena situasi keluarga amat universal sifatnya, saya akan me- mulai diskusi kita mengenai tantangan pemberdayaan dengan kisah nyata dari seorang teman dan mitra saya yang, bersama-sama istri-

Suara yang Memberdayakan: Membebaskan Gairah dan Bakat

nya, berusaha mengatasi tantangan dalam hubungan dengan anak- anak mereka:

Pada suatu hari saya melihat istri saya muram sekali, maka saya tanyakan kepadanya, Apa yang terjadi?" Aku sudah putus asa," jawabnya. "Pengalaman setiap pagi dengan anak-anak sebelum mereka berangkat ke sekolah benar-benar buruk. Kalau saja aku tidak ada dan tidak mengatakan pada mereka apa yang harus dilakukan, tidak akan ada hal yang berjalan dengan baik. Mereka tidak akan berangkat ke sekolah. Mereka tidak akan bersiap-siap. Mereka bahkan tidak akan bangun dari tempat tidur! Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

Saya putuskan untuk mengamati apa yang terjadi keesokan paginya. Istri saya mendatangi setiap kamar mulai sekitar pukul 6.15, menggoyang lembut masing-masing anak dan berkata, "Sayang, sudah waktunya untuk bangun. Ayo bangun." Dia kembali dua atau tiga kali sampai mereka harus dipaksa untuk bangun. Kemudian dia menyalakan shower (pancuran) kamar mandi untuk salah satu anak yang paling susah bangun. Setelah sepuluh menit istri saya kembali ke kamar mandi berulang kali, mengetuk tiga kali di pintu kaca, dan berkata, "Waktunya untuk keluar." "Ya, sebentar lagi!" terdengar jawaban untuk mempertahankan diri. Anak perempuan kami pada akhirnya mematikan pancuran, mengeringkan badan, pergi ke kamarnya, meringkuk menjadi seperti sebuah bola di lantai, dan

menutup tubuhnya dengan handuk agar tetap hangat.

Sepuluh menit berikutnya, "Sayang, kamu harus berpakaian. Ayolah." 'Aku tidak punya apa pun yang bisa dipakai!"

"Pakai ini saja."

'Aku nggak suka pakaian-pakaian itu.Jelek!" "Lalu apa yang ingin kamu pakai?"

"Celana jeans-ku—tetapi kotor."

Skenario yang penuh emosi itu terus berlanjut sampai ketiga anak kami dipanggil ke lantai bawah pada pukul 6.45. Istri saya terus-menerus mendorong anak-anak dari satu hal ke hal berikutnya, memberi peringatan

bahwa mobil antar jemput akan bisa datang kapan saja. Mereka akhirnya keluar dari pintu dengan sebuah pelukan dan sebuah ciuman, dan istri saya merasa amat letih. Saya juga merasa amat letih hanya karena memerhatikan istri saya sepanjang pagi itu.

Saya pikir, "Tidak heran kalau dia menjadi amat sedib. Anak-anak ini tidak tahu bahwa mereka sebenarnya sanggup melakukan segala sesuatu sendiri, karena kami selalu ada di samping mereka untuk mengingatkan mereka." Ketukan di pintu kamar mandi menjadi sebuah simbol mengenai bagaimana kami berdua telah secara tidak sengaja membuat mereka tak bertanggung jawab.

Karena itu, saya memanggil keluarga untuk berkumpul bersama pada suatu malam dan menyarankan sebuah pendekatan baru.

Ayah melihat bahwa kita amat repot di pagi hari." Setiap orang mulai tertawa penuh pengertian. Saya berkata, "Siapa sih yang suka kejadian- kejadian semacam itu?" Tak seorang pun mengangkat tangannya. Jadi saya berkata, Ayah ingin mengatakan sesuatu dan Ayah ingin agar kalian benar-benar memikirkannya. Begini: Di dalam diri kalian, kalian punya kekuatan untuk membuat pilihan. Kalian bisa bertanggung jawab."

Lalu saya mulai mengajukan serangkaian pertanyaan. Saya bertanya, "Berapa banyak di antara kalian yang bisa menyetel jam weker sendiri, dan kemudian bangun sendiri setiap pagi?" Mereka memandang saya dengan raut muka terbengong-bengong seolah-olah menanyakan, Ayah, Ayah ngapain sih?" Saya berkata, "Benar nih, siapa saja di antara kalian yang bisa melakukan itu?" Semuanya mengangkat tangan. "Berapa banyak di antara kalian yang setelah bangun bisa cukup sadar mengenai waktu, sehingga kalian bisa mengingat seberapa lama kalian sudah mandi di pancuran, dan kemudian bisa mematikan airnya sendiri?" Mereka semua mengangkat tangan mereka. "Berapa banyak di antara kalian yang bisa pergi ke kamar kalian, memilih pakaian-pakaian yang kalian inginkan

dan kemudian berpakaian sendiri?"

Suasana menjadi cukup menyenangkan karena mereka semua berpikir, Aku bisa melakukannya." "Jika kalian sering tidak mendapatkan pakaian yang kalian inginkan, berapa banyak di antara kalian yang bisa memeriksa

pakaian kalian pada malam sebelumnya, dan jika pakaian yang kalian inginkan itu kotor, bisa memasukkan pakaian kalian di mesin cuci dan mesin pengering?" Aku bisa melakukannya" "Berapa banyak dari kalian yang punya tenaga untuk merapikan sendiri tempat tidur kalian dan

membersihkan kamar kalian tanpa perlu diminta atau diingatkan?" Setiap orang mengangkat tangannya. "Berapa banyak dari kalian yang bisa sudah siap di lantai bawah pada pukul 6.45 untuk waktu keluarga dan sarapan bersama kita?" Mereka semua mengangkat tangan.

Kami membahas setiap hal. Dan setiap kali mereka setuju, "Saya punya tenaga dan kemampuan untuk melakukan hal ini." Lalu saya berkata,

"Oke. Yang akan kita lakukan sekarang adalah menulis ini semua. Kita akan menyusun dan menyepakati sebuah rencana untuk pagi hari kita."

Mereka menuliskan semua hal yang ingin mereka lakukan dan menyusun sebuah jadwal. Anak perempuan kami yang paling menyulitkan kami justru merupakan yang paling bersemangat. Dia menuliskan sebuah jadwal sampai ke menit-menitnya. Kami menjadi sumber daya bantuan mereka untuk sejumlah hal. Ada beberapa pedoman. Kami menentukan bagaimana dan kapan mereka harus mempertanggungjawabkan hal itu dan apa konsekuensinya. Konsekuensi yang positif adalah bahwa setiap orang akan menjadi jauh lebih senang di pagi hari, khususnya Ibu. Dan kami semua tahu bahwa seorang Ibu yang bahagia berarti sebuah keluarga yang bahagia! Konsekuensi negatif kalau mereka tidak bangun pada saatnya dan menyelesaikan semua tanggung jawab mereka sendiri adalah bahwa mereka harus pergi tidur setengah jam lebih awal selama beberapa hari. Ini adil, karena kurangnya tidur sering merupakan penyebab kenapa mereka sulit bangun esok harinya. Masing-masing anak menandatangani kesepakatan mereka, makan satu mangkuk es krim, dan pergi tidur. Jadi kami berpikir, "Oke, kita lihat apa yang terjadi."

Keesokan paginya pada pukul enam istri saya dan saya berbaring di tempat tidur. Kami mendengar sebuah jam weker dimatikan dan lampu menyala di salah satu kamar anak-anak. Sebelum kami mengetahuinya, anak perempuan yang paling menyulitkan kami sudah lari ke pancuran, menyalakan air, dan mandi. Istri saya dan saya tersenyum dengan perasaan

THE 8 T H HABIT

agak terberan-heran. Kami benar-benar berharap agar rencana kami itu bisa membantunyatetapi lima belas menit lebih awal? Dalam lima belas atau dua puluh menit, dia telab menyelesaikan segala hal yang biasanya menghabiskan satu setengah jam, dan dia bahkan punya waktu untuk menyelesaikan latihan pianonya. Kami mengalami pagi yang amat me- nyenangkan. Anak-anak juga melakukan hal yang sama.

Setelah anak-anak berangkat, istri saya berkata,

"Saya serasa berada di surga. Tetapi ujian sebenarnya, akankah hal ini berlanjut? Saya bisa melihat mereka benar-benar bersemangat dalam satu pagi, tetapi apakah hal itu akan berlanjut terus?"

Well, sampai sekarang hal itu sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Sekalipun kami tidak selalu memiliki antusiasme sebesar pagi pertama itu, dengan beberapa perkecualian yang kadang-kadang terjadi

(yang kemudian diikuti dengan jam tidur yang lebih awal untuk beberapa hari) mereka semua bangun dan melakukan segalanya sendiri, Kami juga menemukan bahwa cukup membantu bila kami berkumpul bersama tiap beberapa bulan untuk mengevaluasi bagaimana kemajuannya dan untuk memperbarui komitmen kami.

Ada perasaan yang luar biasa saat melihat anak-anak tumbuh dalam semangat "Saya bisa melakukan hal ini. Saya memiliki kekuatan. Saya bertanggung jawab." Kami mencoba untuk tidak mengingatkan. Ini adalah sebuah pelajaran yang amat besar pengaruhnya, dan hal itu sepenuhnya mengubah seluruh kehidupan keluarga kami di pagi hari.

Anda bisa melihat bahwa orangtua dalam kisah nyata itu pada awalnya mencoba u n t u k bekerja dengan pola pikir yang me- nyebutkan bahwa anak-anak perlu berubah, namun secara perlahan- lahan mereka mencapai kesadaran bahwa diri merekalah yang perlu berubah. Tadinya mereka memakai pola pikir bahwa anak-anak harus diingatkan. D e n g a n pola pikir itu, A n d a harus memeriksa, mengawasi, dan mengambil tindak lanjut. Mungkin Anda bekerja

untuk seseorang seperti itu. Itu adalah pola pikir manajemen klasik yang amat mengandalkan kontrol.

Suara yang Memberdayakan: Membebaskan Gairah dan Bakat

Tetapi selanjutnya sang orangtua merefleksikan nilai dan potensi anak-anak mereka—khususnya potensi mereka. Mereka mengetahui bahwa anak-anak memiliki nilai yang amat luar biasa besarnya, dan mereka mencintai anak-anak mereka tanpa syarat, tetapi mereka telah terjatuh ke dalam perangkap yang u m u m terjadi dengan memandang anak-anak mereka melalui lensa perilaku yang salah. Mereka juga belum dengan jelas mengomunikasikan kepada anak- anak mereka mengenai potensi diri mereka sendiri. Mereka me- lakukan hal ini dengan menanyakan serangkaian pertanyaan sederhana mengenai apakah anak-anak mereka percaya bahwa mereka bisa melakukan hal-hal dasar untuk bangun, melakukan tugas-tugas mereka, dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Karena anak- anak memiliki keterkaitan identitas emosional yang amat kuat dengan orangtua mereka, terjadilah komunikasi. Komitmen dibuat dan dipertahankan; potensi dibebaskan; tanggung jawab diambil; pertumbuhan terjadi; kepercayaan bersama dan keyakinan me- ningkat; dan kedamaian pikiran serta kedamaian di rumah timbul sebagai hasilnya. Ini adalah contoh pemberdayaan yang indah dan amat kuat.

Sekalipun ini adalah sekadar sebuah masalah kecil keluarga, dalam contoh tersebut orang-orang dapat melihat cara pemecahan terhadap masalah mereka yang lain. Kadang-kadang di dalam organisasi, seperti juga di dalam keluarga, orang percaya terhadap potensi dari orang lain tetapi tidak percaya pada nilai diri mereka, sehingga mereka tidak sabar, tidak gigih, tidak bersedia untuk bersusah payah dalam waktu lama, tidak memberikan kepercayaan, dan tidak mau berkorban. Mereka merasa tindakan semacam itu tidak sepadan dengan hasilnya. Jadi hal itu menjadi analisis biaya lawan keuntungan dan mereka mungkin tanpa menyadarinya menyimpulkan bahwa biayanya terlalu besar. Dalam kenyataannya, jika orang tidak me- miliki perasaan mengenai nilai yang ada dalam diri mereka sendiri, mereka tidak akan bisa secara konsisten mengomunikasikan nilai yang terdapat dalam diri orang lain.

MEMBERI C O N T O H PERILAKU LAYAK DIPERCAYA ber- dasarkan prinsip akan mengilhami timbulnya kepercayaan tanpa perlu "membicarakannya." Peran merintis jalan menciptakan ke- teraturan tanpa perlu memaksakannya. Peran menyelaraskan men- dukung visi dan pemberdayaan tanpa perlu berkoar-koar mengenai hal itu. Pemberdayaan adalah buah dari ketiga hal yang lain. Yang memungkinkan orang untuk mengidentifikasi dan membebaskan potensi kemanusiaan di dalam diri mereka adalah hasil alamiah dari sifat layak dipercaya baik pada tingkat pribadi maupun pada tingkat organisasi. Dengan kata lain, memberdayakan akan meletakkan kontrol-diri, manajemen-diri, dan pengelolaan-diri pada "singgasa- nanya." Jika proses penciptaan misi secara bersama ini berjalan, bukan hanya pada proses merintis jalan di tingkat organisasi, tetapi juga pada tingkat tim, proyek, tugas, atau pekerjaan, di mana kebutuhan-kebutuhan dasar dari manusia dan organisasi saling tum- pang tindih, maka hal itu akan bisa menyentuh semangat, energi, dan dorongan—atau secara singkat, suara.

Semangat adalah api, antusiasme, dan keberanian yang dirasakan seorang individu saat dia melakukan sesuatu yang dia cintai sambil mewujudkan tujuan yang berharga, sesuatu yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan terdalamnya. Sekali lagi, ingatlah bahwa akar- akar dari kata antusiasme berarti "Tuhan bersemayam di dalam diri." Pemberdayaan adalah hal yang persis sama; hanya saja hal itu dilakukan dalam konteks organisasi dalam hal para karyawan me- lakukan pekerjaan yang mereka cintai, dan melakukannya dengan cara yang akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan terdalam mereka dan kebutuhan-kebutuhan esensial dari organisasi. Suara mereka menyatu.

D a l a m b u k u Now Discover Your Strengths, penulis Marcus Buckingham dan Donald O. Clifton melaporkan temuan penting dari Gallup Organization: "Organisasi yang besar harus tidak sekadar mengakomodasi kenyataan bahwa setiap karyawan berbeda, tetapi juga harus bisa memanfaatkan perbedaan-perbedaan tersebut." Para penulis tersebut juga melaporkan temuan dari penelitian Gallup di

seputar pertanyaan yang diajukan kepada 198.000 karyawan yang bekerja di 7.939 unit bisnis di dalam tiga puluh enam perusahaan. Inilah pertanyaan tersebut berikut jawabannya:

Di dalam pekerjaan, apakah Anda setiap hari bisa mendapatkan kesempatan untuk melakukan apa yang terbaik yang bisa Anda lakukan? Kami lalu membandingkan respons-respons mereka dengan kinerja dari unit bisnis tersebut dan menemukan hal berikut ini: Jika para karyawan menjawab "sangat setuju" pada pertanyaan ini, mereka memiliki kemungkinan 50% lebih besar untuk bekerja di unit bisnis yang memiliki tingkat perputaran pegawai lebih rendah; kemungkinan 38% lebih tinggi untuk bekerja di unit bisnis yang lebih produktif; dan 44% lebih besar kemungkinannya untuk bekerja di dalam unit bisnis yang memiliki nilai kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Dan seiring dengan berjalannya waktu, unit-unit bisnis yang meningkatkan jumlah karyawan yang setuju akan bisa mengalami peningkatan dalam produktivitas, kesetiaan pelanggan, dan peningkatan dalam kemampuannya untuk mempertahankan pegawai.2

Pikirkan saja mengenai kehidupan pribadi Anda sendiri. Jenis pekerjaan apa yang Anda sukai? Jenis pengawasan macam apa? Apa yang bisa menyentuh semangat Anda yang paling mendalam? Bagaimana jika Anda memiliki pekerjaan yang menyentuh semangat Anda dan sebuah pekerjaan di mana para pemimpin Anda menjadi pelayan-pelayan Anda—di mana mereka secara pribadi atau melalui sistem membantu Anda melakukan pekerjaan Anda? Bagaimana jika struktur dan sistem mendukung, membantu, dan diarahkan untuk memberikan kekuatan, mengidentifikasi, dan membebaskan potensi-potensi Anda? Bagaimana jika Anda secara terus-menerus mendapar pengakuan dan imbalan, dan lebih penting lagi, merasakan kepuasan dari dalam diri karena telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk suatu hal yang Anda rasakan amat berharga untuk Anda beri komirmen sepenuh hati semacam itu?

THE 8 T H HABIT

MEMBERDAYAKAN PEKERJA PENGETAHUAN

Kita hidup di era pekerja pengetahuan, di mana modal pengetahuan adalah hal yang paling utama. Biaya produk biasanya terdiri dari 80 persen biaya untuk bahan baku dan 20 persen pada pengetahuan; sekarang perbandingannya adalah 30 dibanding 70.3 Stuart Crainer, di dalam bukunya The Management Century, menulis, "Era informasi amat mementingkan pekerjaan intelektual. Ada kesadaran yang terus tumbuh bahwa merekrut, mempertahankan, dan menumbuhkan orang-orang yang berbakat adalah hal yang amat penting dan menentukan bagi daya saing."4

Peter Drucker, di dalam bukunya Managing for the Future: The 1990s and Beyond, menulis, "Sejak saat ini, kuncinya adalah pengetahuan. Dunia ini tidak akan menjadi padat karya, tidak akan menjadi padat bahan baku, tidak akan menjadi padat energi, tetapi akan menjadi padat pengetahuan."5

Kepemimpinan adalah topik paling hangat dewasa ini. Ekonomi baru berdasar p a d a pekerjaan p e n g e t a h u a n , dan pekerjaan pengetahuan adalah kata lain untuk manusia. Ingatlah, delapan puluh persen nilai tambah terhadap produk dan layanan dewasa ini berasal dari pekerjaan p e n g e t a h u a n . Inilah ekonomi pekerja pengetahuan; sumber penciptaan kemakmuran telah beralih dari uang dan barang ke manusia.

Investasi finansial kita yang terbesar adalah pekerja pengetahuan. Bayangkan saja apa yang telah diinvestasikan untuk pekerja-pekerja pengetahuan di dalam organisasi Anda dalam bentuk gaji, tunjangan, pemilikan saham, dan apa yang diperlukan untuk merekrut dan melatih mereka. Jumlahnya sering mencapai ratusan ribu dolar per tahun per orang!

Kerja pengetahuan yang berkualitas adalah hal yang amat ber- harga, sehingga dengan membebaskan potensinya akan memberikan suatu peluang yang luar biasa bagi organisasi untuk menciptakan nilai tambah. Kerja pengetahuan melipatgandakan semua investasi

Suara yang Memberdayakan: Membebaskan Gairah dan Bakat

lain yang telah dilakukan oleh organisasi. Dalam kenyataannya, para pekerja pengetahuan adalah mata rantai yang menghubungkan semua investasi lain. Mereka menyediakan fokus, kreativitas, dan efek pelipatgandaan dalam memanfaatkan investasi-investasi tersebut agar bisa mencapai sasaran organisasi dengan lebih baik. Modal intelektual dan sosial adalah kunci untuk melipatgandakan dan mengoptimalkan semua investasi lain.

Karena itu, mutlak perlu dan amat menentukan bahwa pem- berdayaan manusia (penyelarasan suara-suara) seharusnya dilihat sebagai buah dari pemberian contoh atau teladan, penyelarasan, dan perintisan jalan. Jika tidak, Anda akan melihat organisasi berbicara dan berpidato mengenai pemberdayaan, tetapi tetap tidak sanggup menjalankan apa yang mereka katakan. Mereka tak memiliki visi bersama, tidak memiliki disiplin, dan sudah pasti tidak memiliki semangat.

Pemberdayaan bukanlah gagasan baru. Sudah sejak tahun sem- bilan puluhan kata itu menjadi buah bibir dan gerakan di dalam bidang manajemen. Tetapi sejujurnya, gerakan pemberdayaan itu telah menimbulkan banyak sinisme dan kemarahan, baik pada pihak manajemen maupun pada pihak karyawan biasa. Mengapa? Karena sekali lagi, memberdayakan manusia adalah buah dari ketiga peran yang lain, bukan akarnya.

Kami melakukan survei terhadap 3.500 manajer dan profesional di berbagai organisasi yang menjadi klien kami. Kami mengajukan pertanyaan: Apa yang menghambat pemberdayaan? Pada Gambar 13-3 Anda akan melihat bagaimana jawaban mereka menggaris- bawahi pentingnya kelayakan untuk dipercaya, baik secara pribadi

GAMBAR 13.3

Kini, setelah Anda lebih mendalami paradigma kepemimpinan Pribadi Utuh atau Empat Peran ini, Anda bisa melihat mengapa orang akan menjadi frustrasi apabila upaya-upaya pemberdayaan dilaksanakan tanpa didasari pelaksanaan dengan memberi contoh, merintis jalan, dan menyelaraskan terlebih dahulu.

DILEMA MANAJER:

APAKAH SAYA HARUS MELEPASKAN KONTROL?

Saya ingat beberapa tahun yang lalu pernah mewawancarai CEO dari sebuah perusahaan yang baru saja menerima Malcolm Baldrige National Quality Award yang amat bergengsi. Saya bertanya kepadanya, "Apa tantangan yang paling berat sebagai CEO dalam mencapai tingkat kualitas semacam ini dalam organisasi Anda?"

Hampir tanpa berpikir, dia tersenyum dan mengatakan, "Melepaskan kontrol."

Pemberdayaan akan selalu menjadi pernyataan yang menimbulkan sinisme kecuali jika benar-benar berakar pada upaya sepenuhnya untuk memberi contoh (menjadi panutan), merintis jalan, dan menyelaraskan. Empat Peran Kepemimpinan itu mematahkan dilema manajer yang terperangkap antara kontrol dan rasa takut kehilangan kontrol. Jika Anda benar-benar telah memantapkan kondisi untuk melakukan pemberdayaan, kontrol tidak hilang. Kontrol itu hanya berubah menjadi kontrol-diri.

Kontrol-diri tidak akan muncul jika Anda mengabaikan orang dengan mengatasnamakan "pemberdayaan"; hal itu baru muncul jika terdapat suatu tujuan akhir yang dipahami secara bersama, dengan pedoman-pedoman yang telah disepakati dan struktur maupun sistem yang mendukung, dan jika setiap orang menjadi pribadi utuh dalam pekerjaan yang utuh. Pelatihan dan pendam- pingan disediakan bagi mereka yang kekurangan kompetensi yang diperlukan untuk bisa sepenuhnya dipercayai dengan kebebasan lebih besar. Orang yang memiliki catatan kinerja yang konsisten akan mendapatkan kepercayaan yang semakin besar dan kebebasan dalam metode yang dipakai. Orang akan menjadi bertanggung jawab atas hasil dan memiliki kebebasan, dalam garis-garis pedoman, untuk mencapai hasil tersebut dengan memanfaatkan bakat-bakat unik mereka.

Saya menyebut hal ini sebagai otonomi terarah. Peran manajer lalu bergeser dari pengontrol menjadi orang yang memudahkan proses— bersama-sama orang lain menciptakan misi dan menyelaraskan diri dengan misi itu, menghilangkan hambatan-hambatan, dan menjadi sumber bantuan maupun dukungan. Ini adalah pergeseran yang cukup berarti.

Saat kita membahas pemimpin yang memerankan diri sebagai kemudi kecil, yang penuh dengan visi, disiplin, semangat, dan hati

Dalam dokumen Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan (Halaman 192-200)