• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejahatan tanpa Korban

Dalam dokumen filsafat ilmu dalam kajian hukum (Halaman 140-144)

HUKUM DAN KONTROL SOSIAL

5. Kejahatan tanpa Korban

Amerika Serikat telah menginvestasikan sejumlah sumberdaya untuk mengontrol kejahatan tanpa korban dimana kerugian terjadi terutama pada individu-individu yang melakukannya (Schur, 1965:170). Lebih dari 10 juta orang yang ditahan di Laporan Kriminal Seragam FBI (the FBI Uniform Crime Report) tahun 1977, separuhnya mencakup kejahatan tanpa korban. Lebih dari 3,3 juta orang yang ditahan adalah yang melibatkan minuman keras dan untuk perilaku yang dak patut (disorderly conduct) yang seringkali dipengaruhi oleh minuman keras. Lebih dari 300.000 remaja ditahan karena melarikan diri dari rumah atau karena pelanggaran jam malam (curfew). Ada 642.700 orang ditahan karena narkoba, dimana 457.600 orang karena mempunyai marijuana. Yang ditahan karena pelacuran ada 85.900 orang dan karena judi ada 58.700 orang (Federal Bureau of Inves ga on, 1978: 172).

Kriminalisasi dari beberapa ndakan yang dak mempunyai korban berakar dari fakta bahwa masyarakat memandang

ndakan- ndakan ini sebagai pelanggaran moral (morally repugnant) dan berniat untuk menahan individu-individu agar

dak melakukan hal-hal tersebut. Banyak yang ditahan karena perbuatan kejahatan tanpa korban dak pernah diprosekusi : penahanan dan pemenjaraan 1 hari sering digunakan karena sebagai cara untuk menerapkan kontrol sosial terhadap orang yang mabuk atau pelacur tanpa melalui persidangan yang panjang. Sebagai contoh, kebiasaan minum minuman keras dapat membentuk suatu catatan kriminal yang luar biasa panjang (formidable) karena berulang-ulang ditahan, walaupun mereka

dak pernah merugikan orang lain kecuali mungkin dirinya sendiri (La Fave, 1965: 439). Salah satu peneli an menemukan bahwa 2/3 dari orang-orang yang berulang-ulang ditahan karena alkohol telah dituntut dak lebih daripada mabuk di depan umum

(public intoxica on) dan pelanggaran-pelanggaran yang terkait, misalnya bergerombol dengan teman-teman (vagrancy), selama karir ”kejahatan” mereka (Pi man, diku p oleh Landsman, 1973: 288).

Kebanyakan literatur tentang kejahatan tanpa korban berkaitan dengan kecanduan narkoba, pelacuran, perjudian, aborsi, homoseksual, pornografi dan percabulan, bunuh diri, kecanduan alkohol, dan penyimpangan heteroseksual. Ini adalah ndakan kejahatan ”mala prohibita” (yaitu, perilaku yang merupakan kejahatan karena statuta, tapi dak ada konsensus apakah ndakan ini kejahatan atau dak). Mereka ber ndak melawan interest publik atau moralitas dan muncul di hukum pidana sebagai kejahatan melawan kepatutan publik (public decency), keter ban (order), atau keadilan (jus ce). Tindakan kriminal seper pembunuhan atau perkosaan adalah ”mala in se” (yaitu, jahat dari sananya dengan persetujuan publik tentang bahaya-bahaya yang dilakukannya) (Rich, 1978: 27).

Kejahatan tanpa korban juga dibedakan dari kejahatan- kejahatan lainnya oleh elemen transaksi atau pertukaran konsensual. Kejahatan ini juga dibedakan dari sejenis kejahatan lainnya karena kurangnya kerugian yang terlihat terhadap orang lain dan oleh kesulitan menegakkan hukum melawan mereka sebagai akibat dari sulitnya dilihat (low visibility) dan dak adanya orang yang mengeluh (the absense of complainants). Dengan kata lain, mereka adalah kejahatan tanpa penggugat (plain ffl ess crimes) – yaitu, mereka yang terlibat adalah par sipan yang mau, yang menurut aturan, dak mengajukan komplain kepada polisi bahwa suatu kejahatan telah dilakukan. Walaupun kebanyakan orang dak menggolongkan ndakan seper ini sebagai kejahatan, polisi dan pengadilan terus-menerus menerapkan hukum terhadap kelompok-kelompok ini sebagai pemakai narkoba, pelacur, penjudi, homoseksual, dan distributor benda- benda pornografi – hukum yang sebagian besar masyarakat dak memandangnya sebagai sah dan menolak untuk menaa nya. Kontrol formal yang dilakukan terhadap perilaku seper ini sangatlah mahal dan dak efek f. Namun, masih tetap melayani fungsi tertentu. Robert M. Rich (1978:28) mencatat bahwa

orang-orang yang diberi label penjahat berfungsi sebagai contoh bagi anggota-anggota masyarakat. Ke ka hukum ditegakkan terhadap anggota-anggota kelompok kelas bawah dan kelompok minoritas (orang berkulit hitam, atau keturunan Spanyol), telah membolehkan orang-orang yang mempunyai kekuasaan (orang- orang kelas menengah atas) untuk merasa bahwa hukum telah berfungsi sesuai maksud awalnya karena ia memelihara dan memperkuat mitos bahwa individu-individu berstatus rendah bertanggung jawab atas kebanyakan penyimpangan di dalam masyarakat. Akhirnya, kontrol terhadap kejahatan tanpa korban, dalam bentuk penahanan dan pendakwaan, memperkuat anggapan dalam masyarakat bahwa polisi dan sistem peradilan pidana melakukan tugasnya dengan baik dalam melindungi standar moral masyarakat. Sekarang kita akan menganggap hukum sebagai alat untuk kontrol sosial untuk kejahatan tanpa korban tertentu seper kecanduan narkoba, pelacuran, dan perjudian.

6. Kecanduan Obat Bius

Penggunaan obat bius non medis, seper opium dan heroin, walaupun praktek kuno, hanya pada akhir-akhir ini saja telah menjadi ndakan kejahatan di Amerika Serikat. Sebelum tahun 1914, hanya ada usaha sporadis untuk mengatur penggunaan obat bius. Walaupun beberapa negara bagian telah berusaha untuk mengontrol penggunaan obat bius dengan mengundangkan hukum untuk memberi komitmen sipil kepada lembaga-lembaga untuk pecandu obat bius dan menetapkan bahwa penggunaan zat narko k tertentu adalah melawan hukum, dak sebelum tahun 1914 bahwa se ap usaha sistema s telah dilakukan untuk meregulasi penggunaan obat bius di Amerika Serikat. Pada tahun 1914, telah diundangkan Undang-Undang Harrison (the Harrison Act). Itu adalah usaha pertama kali untuk mengurusi secara menyeluruh narko k dan obat-obatan berbahaya yang ada pada masa itu. Bentuknya adalah pengenaan pajak, atau lebih tepat, serangkaian pajak barang-barang terlarang. Penggunaan obat bius dibatasi hanya untuk tujuan-tujuan medis dan riset oleh individu-individu atau fasilitas-fasilitas berlisensi.

Namun dalam interpretasi terhadap undang-undang tersebut, keputusan pengadilan dalam kasus-kasus tertentu, dan dalam hukum suplementer, sangsi-sangsi pidana diterapkan bagi kepemilikan yang dak sah, penjualan, atau transfer obat bius. Negara-negara bagian juga telah mengundang sejumlah hukum an narko ka. Di Amerika Serikat, hukuman untuk pelanggaran hukum narko ka telah semakin berat di tahun-tahun belakangan ini dengan hukuman penjara yang semakin meningkat bagi penjualan dan kepemilikan dari banyak narkoba, seper heroin atau kokain (U.S. Department of Jus ce, 1978).

Dugaan jumlah pecandu obat bius di Amerika Serikat meningkat terus. Di awal 1970an, es masinya bervariasi antara 400.000 sampai 600.000. Di tahun 1977, laporan sementara dari Komisi DPR tentang Penyalahgunaan dan Pengontrolan Narko ka (the House Select Commi ee on Narco cs Abuse and Control) menges masi sekitar 800.000 pecandu heroin, dimana hanya 1/3-nya yang menjalani perawatan. Lebih banyak lagi anak muda yang menggunakan heroin saat ini daripada sebelumnya di sejarah Amerika Serikat (Clinard dan Meier, 1979: 301). Selain obat bius keras (hard drugs), es masi pengguna marijuana di Amerika Serikat adalah lebih dari 15 juta, dan lebih dari 36 juta orang Amerika telah, pada suatu saat, menggunakan marijuana, termasuk sekitar 1/3 dari jumlah mahasiswa (Nawaz, 1978).

Secara hukum, obat psikoak f digolongkan ke dalam 3 kategori dasar, yaitu obat legal (alkohol, kafeine, niko n); obat dengan resep (amphetamin, barbiturat, trankualiser/ obat penenang) yang harus disertai resep dokter; dan obat illegal (marijuana, heroin, dan halusinogen) yang dak dijual dalam kondisi apapun. Kokain dan morfi n membentuk sub kategori. Keduanya mempunyai penggunaan medis terbatas namun sangat potensial untuk disalahgunakan. Kategori tersebut dak didasarkan kepada kerugian potensial atau kualitas adik f dari obat bius. Di bawah Undang-Undang Zat-Zat Kontrol Federal (the Federal Controlled Substance Act) tahun 1970, marijuana dan heroin diklasifi kasikan bersama / sama, walaupun heroin adalah adik f secara fi sik dan marijuana dak.

telah berubah secara dras s di tahun-tahun belakangan ini. Kepemilikan sejumlah kecil marijuana di kebanyakan negara bagian dak dianggap lagi sebagai ndakan kejahatan (felony). Sebagian negara bagian memperlakukan kepemilikan marijuana mirip dengan pelanggaran lalu lintas. Di California, sebagai contoh, seseorang yang mempunyai 1 ounce (4 gram) atau kurang dari marijuana hanya didenda maksimum sebesar $ 100 (Rp 1 juta).

Dalam dokumen filsafat ilmu dalam kajian hukum (Halaman 140-144)