Yuberlian Padele*
* salah seorang pendiri Forum Dialog Antarkita Sulawesi Selatan (FORLOG SULSEL) dan dosen di STT INTIM Makassar.
adalah bagian dari wilayah agama yang memihak secara sosial. Masyarakat Indonesia yang sangat kep ad a eksp ansi keku asaan ko lo nialis. kuat menekankan kehidupan beragama secara Kecenderungan ini sangat membatin dalam simbolik bukannya menekankan fungsi sosial seluruh kehidupan agama-agama di dunia. agama tetapi justru memisahkan secara tajam Tidak heran bila masyarakat Indonesia melihat dunia simbolik agama dan dunia sosial. Jadi yang kekerasan p erang y ang d iranc ang o leh terjadi di Indonesia bukan proses sekularisasi ala Pemerintahan Bush, Presiden Amerika Serikat, ke Masyarakat Eropa tetapi lebih pada pemisahan Iraq merupakan bagian dari kecenderungan ketat antara dunia agama sebagai simbol dan ekspansi agama. Masyarakat sulit memilah dunia sosial sebagai yang otonom. Upacara- institusi agama dan institusi politik. Kesulitan upacara dan kepercayaan tidak lagi dapat pemilahan ini pun dapat dipahami sebab dijelaskan dalam hubungan dengan kehidupan masyarakatpun sangat menghayati kesatuan nilai sosial yang sangat dekat dengan sentuhan dan ekspresi nilai-etis dalam semua bidang e m o s i o n al - e ti s . U n tu k i tu k i ta m as i h kehidupan yang diinstitusikan oleh masyarakat. membutuhkan suatu model pendekatan yang
Saya kira inilah masalah yang mendasar lebih menyentuh tataran emosional-etis. dalam menjawab revitalisasi agama di Indonesia;
Pendekatan Dialog Antar Iman
ketika agama dimaknai sebatas institusi maka kehidupan beragama akan jatuh, sama dengan
Bag aimana meng embalikan kesatuan beragama yang hanya berfungsi sebatas sebagai agama sebagai nilai yang terekspresi dalam “ e c stac y ” . Ke d u an y a sam a- sam a ak an
seluruh tatanan kehidupan sosial yang setara dan melahirkan penyimpangan dalam wujud nilai nir-kekerasan? Bahw a ekspresi yang sangat dalam masyarakat. Kekerasan atas nama agama
beragam akan tetap merupakan kenyataan merupakan wujud nyata dari penyimpangan masyarakat dunia dalam sepanjang sejarahnya. yang saya maksudkan di atas. Inilah yang sedang
Seni untuk selalu memperjumpakan hasil terjadi dalam masyarakat beragama: institusi- penghayatan yang berbeda membutuhkan suatu institusi masyarakat seolah-olah berjalan di atas
medium tersendiri. Di sinilah potensi yang prinsipnya sendiri-sendiri yang terpisah dari esensial dari karya kelompok antariman. Potensi institusi agama.
karyanya menyentuh dua hal: pertama sebagai Pengkotakkan institusi yang dimasukkan “ peer” penggerak dalam memperjumpakan ke dalam pandangan yang sangat strukturalis
warisan sejarah yang memilah-milah seluruh akan lebih mengasingkan kehidupan agama wilayah ke dalam institusi; kedua, menemukan sebagai nilai. Nilai-nilai yang diinstitusikan akan
suatu seni tertentu dalam mengembangkan terp erang kap d alam p ro ses p eng ering an perjumpaan yang menyentuh tataran emosional- kehidupan beragama. Nilai tidak lagi menjadi
etis dan bukan sekedar perjumpaan intelektual- jiwa seluruh ekspresi kehidupan. Pada tataran etis. Kebutuhan yang menyentuh hakekat inilah perlu dievaluasi kembali seluruh proses
emo sio nal-etis mengisyaratkan pend ekatan pembatinan agama dalam bidang institusi b e lajar b e rd ialo g d e ng an p e ng alam an- pendidikan agama. Agama hanya dibicarakan
pengalaman nyata hidup beragama dalam dalam tataran debat intelektualitas semata-mata. perbedaan. Sementara pengalaman-pengalaman Kita tidak membicarakan proses sekularisasi
itu dibiarkan terungkap, kita tetap berusaha sebagaimana kasus masyarakat Eropa, tetapi bagaimana menemukan kembali perubahan dan lebih pada proses pengeringan kehidupan karena
komitmen ke arah penciptaan kehidupan yang memaknai agama dalam kebutuhan akal budi lebih d amai. Pend ekatan ini akan sangat yang terpisah dengan dimensi kedekatan nurani
bermanfaat bagi penguatan kelompok-kelompok manusia. Inilah asal-usul pemilahan hidup basis antariman ke depan.[]
beragama secara simbolik dan ekspresi agama
“ Tidak ada perdamaian dunia, t anpa d i k o m u n i t a s n y a , s e a k a n - a k a n i a
perdamaian antaragama, tidak ada perdamaian antar memperjuangkan nasib mereka. Tak pelak lagi
agama, tanpa dialog antaragama” (Hans Kung). rakyat yang telah dimobilisir itupun siap Ungkapan ini dapat dikembangkan menjadi membela kepentingan dan nama baik “ elit politik tidak ada dialog tanpa kesediaan bertemu atau dan ekonomi” tersebut yang dianggap sebagai berjumpa dengan komunitas-komunitas yang juruselamat. Karena bagi mereka kemenangan berbeda, tidak ada pertemuan yang produktif elit politik dan ekonomi yang berasal dari tanpa adanya kejujuran dan keterbukaan dan komunitasnya adalah simbol kehormatan dan tidak akan berarti kejujuran dan keterbukaan kemenangan bagi komunitasnya. Padahal belum tanpa disertai dengan rasa penghargaan dan tentu apa yang diperjuangkan oleh elit politik dan
kesetaraan. Mengapa? Karena ekonomi itu untuk mereka.
perjumpaan dan dialog akan Disinilah kemudian kita
membongkar kecurigaan dan menemukan rakyat dipetak-
kesenjangan psikologis. p e t a k k a n d a n d i h a d a p - Bangsa ini sudah terlalu h a d a p k a n a t a s d a s a r lama berada di dalam sistem kepentingan sosial, politik dan y ang to taliter d an anarkis, eko no mi. Maka muncullah akibatny a id entitas bang sa gerakan-gerakan sosial, politik tereduksi dan tidak ada daya dan ekonomi, dengan klaim- p a r t i s i p a t i f b a g i p r o s e s klaim, “ ini untuk kita, bukan transformasi sosial. Pluralitas untuk kamu, bukan untuk dia, b a n g s a y a n g k a y a i n i dan bukan untuk mereka. Ini dipenjarakan dan dimobilisir ke hak kami, bukan hak kamu,
dalam kepentingan kekuasaan bukan hak dia, dan bukan hak
politik dan paham keseragaman. mereka. Ini masalah kami,
Ke p e lb ag aianp u n ac ap kali bukan masalah kamu, bukan dijadikan instrumen kekerasan, m asal ah d i a, d an b u kan unsur-unsur pluralitas bangsa masalah mereka. Ini cita-cita
dihadap-hadapkan untuk saling kami, bukan cita-cita kamu,
m em enang kan kep enting an bukan cita-cita dia, dan bukan kelo m p o k, sehing g a hany a cita-cita mereka. Ini urusan
orang-orang yang memegang kami, bukan urusan kamu,
k e k u a s a a n p o l i t i k d a n bukan urusan dia, dan bukan ekonomilah yang paling bisa urusan mereka. Ini penderitaan merasakan keuntungannya. Emosi primordial kam i, bukan p end eritaan kam u, bukan masyarakat yang berada di dalam komunitas p end eritaan d ia, d an bukan p end eritaan suku, agama dan antar-golongan dimanfaatkan mereka” . Perekat-perekat sosial budayapun oleh pemegang kekuasaan politik dan modal. mengalami kehancuran, seperti kebersamaan, Bagi elit politik dan ekonomi pertarungan untuk gotong-royong dan rasa hormat-menghormati. memperoleh posisi penting selalu dilakukan Sikap yang muncul yaitu keinginan untuk saling dengan cara mengambil hati komunitas yang ada mendominasi dan menguasai. Lebih riskan lagi