• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Kerangka Penelitian

Setelah memahami latar belakang penyusunan pendekatan penghidupan berkelanjutan, mempelajari perkembangan kerangka penghidupan, dan mensintesis beberapa hasil penelitian terbaru, peneliti memutuskan untuk menyusun kerangka penelitian penghidupan baru yang mengadaptasi dari

22

kerangka-kerangka penelitian penghidupan Scoones (1998), Carney (1998), dan Ellis (2000) dan memperhatikan hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah disintesis. Kerangka penelitian penghidupan ini menekankan pada tiga analisis utama, yaitu aset, akses, dan aktivitas. Skema kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Kerangka penelitian

Mengikuti kerangka yang telah disusun, penelitian diawali dengan analisis kerentanan ekologi di lokasi penelitian yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor iklim dan faktor non-iklim. Faktor iklim terdiri dari dampak yang disebabkan oleh perubahan iklim dan variabilitas iklim. Faktor non-iklim yang disebabkan oleh kondisi ekologi lokasi penelitian yang berada di dataran rendah, hilir DAS Cimanuk, ujung saluran irigasi Rentang dan upper Jatiluhur, perubahan ekologi lokasi penelitian yang disebabkan oleh deforestasi hulu sepanjang DAS Cimanuk, degradasi lingkungan sepanjang saluran irigasi, kerusakan fisik saluran irigasi; serta perubahan kebijakan irigasi.

Kondisi kerentanan ekologi sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas aset penghidupan di suatu masyarakat, terutama menyebabkan rendahnya kapasitas modal alam (lahan sawah dan air) di lokasi penelitian. Jaringan irigasi yang ada di desa tidak berfungsi dengan baik. Posisinya yang berada di akhir saluran irigasi menyebabkan lahan-lahan persawahan hanya dapat mengandalkan air hujan untuk pengairannya. Di musim hujan, saluran irigasi yang melintasi areal persawahan desa terisi air dan dapat mengairi lahan-lahan sawah, bahkan seringkali karena debit air yang masuk berlebih lahan-lahan sawah di desa terendam air dan merusak tanaman padi. Namun, apabila hujan tidak turun dalam tiga atau empat minggu saja saluran irigasi akan mengering dan seringkali

23 menyebabkan penurunan produksi secara signifikan. Tak jarang, rumah tangga pemilik lahan sawah mengalami kerugian yang besar dan rumah tangga buruh kehilangan kesempatan bekerja. Ketahanan pangan dan finansial semua rumah tangga pun mengalami tekanan dan goncangan. Di sisi lain, seperti yang telah disampaikan pada pendahuluan dan uraian tinjauan pustaka di atas, keterbatasan akan air irigasi akan mendorong lahirnya modal sosial yang kuat. Kesulitan dan perasaan saling membutuhkan yang disebabkan kerentanan ekologi ditambah dengan faktor sejarah, tradisi, dan kekerabatan melahirkan interaksi sosial, ikatan kerja sama, dan saling tolong menolong yang kuat. Berbagai institusi sosial produksi untuk mengatasi keterbatasan aset penghidupan pun bermunculan untuk mendukung kegiatan produksi pertanian di lahan sawah, mulai dari penyediaan air irgasi, persiapan tanam, pelaksanaan tanam, sampai ke pemanenan.

Institusi sosial produksi bawon yang dinaungi hubungan patron-klien antara rumah tangga petani atas pemilik lahan sebagai patron dengan rumah tangga bawah buruh sebagai klien terus dijalankan untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok penghidupan semua pihak. Rumah tangga lapisan atas membutuhkan tenaga kerja (modal insani) untuk menjamin tersedianya air untuk mengairi lahan-lahan sawah mereka dan tersedianya tenaga kerja untuk semua rangkaian produksi padi. Sementara itu, rumah tangga lapisan bawah membutuhkan kesempatan kerja untuk menjamin kepastian pendapatan, baik uang maupun hasil produksi tanaman, untuk mempertahankan penghidupannya. Institusi bawon memberikan kesempatan kepada rumah tangga bawah untuk mendapatkan manfaat dari lahan sawah (modal alam) milik rumah tangga atas. Hubungan ini kemudia menjadi hubungan rumit, detail, dan meluas ke seluruh aspek kehidupan. Patron harus menjamin kebutuhan pokok para kliennya selama terjadi masa-masa krisis ketika para klien tidak bisa mendapatkan pendapatan yang cukup, misalnya ketika terjadi banjir dan kekeringan. Para patron harus bersedia memberikan pinjaman uang (modal finansial), meminjamkan aset fisiknya (modal fisik), dan menjamin proses pendidikan sekolah (modal insani). Hubungan ini adalah salah satu bentuk modal sosial yang sangat kuat yang terjadi desa. Modal sosial ini memberikan akses bagi semua rumah tangga yang ada di desa untuk memanfaatkan aset penghidupan yang tersedia di desa. Modal sosial ini akan terus kuat dan dipertahankan selama semua pihak memerlukannya dan merasa mendapat manfaat.

Aset-aset penghidupan dalam berbagai bentuk modal yang telah dimiliki atau diakses kemudian dikombinasikan oleh setiap rumah tangga menjadi berbagai bentuk aktivitas strategi penghidupan. Mengikuti Scoones (1998, 2009), berbagai bentuk aktivitas tersebut dikelompokkan ke dalam tiga akitvitas strategi penghidupan, yaitu (1) intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, (2) diversifikasi penghidupan (non-pertanian), dan (3) migrasi (dalam dan luar negeri). Analisis mengenai bentuk-bentuk aktivitas strategi penghidupan rumah tangga ini merupakan aktivitas keempat dari penelitian ini.

24

Selanjutnya, berbagai aktivitas strategi penghidupan yang dijalankan setiap rumah tangga ini harus dianalisis dengan analisis outcomes apakah mewujudkan penghidupan berkelanjutan yang mampu menjamin keberlanjutan penghidupan rumah tangganya. Aktivitas strategi penghidupan sebuah rumah tangga mampu mewujudkan penghidupan berkelanjutan apabila lima indikator berikut terpenuhi: (1) kesempatan bekerja dan berusaha, (2) pencapaian kesejahteraan, (3) peningkatan kapasitas adaptasi dan resiliensi penghidupan, (4) pemenuhan kebutuhan pangan, dan (5) terjaminnya keberlanjutan/kelestarian sumber daya alam bagi generasi berikutnya. Hasil-hasil penelitian sebelumya menunjukkan tidak semuanya dapat terwujud dengan baik, misalnya, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan hanya bisa dicapai oleh rumah tangga lapisan atas melalui akumulasi pendapatan. Bagi rumah tangga menengah hanya bisa memperkuat atau melakukan konsolidasi aset-aset penghidupannya. Bagi rumah tangga bawah sebagian besar hanya bisa bertahan (survival) dan tidak jatuh ke jurang kemiskinan yang semakin dalam. Namun, tidak menutup kemungkinan ada beberapa rumah tangga dari berbagai lapisan yang mengalami mobilisasi sosial vertikal, baik ke atas maupun ke bawah. Begitu pun dengan ketahanan pangan, rumah tangga kaya karena mendapatakan hasil panen yang banyak tentunya bisa menyimpan sebagian padinya di rumah sehingga tidak akan kekurangan pangan. Namun, bagi rumah tangga petani tidak berlahan biasanya tidak mempunyai stok pangan yang cukup di rumahnya. Mereka mengandalkan pembelian eceran atau pinjaman dan pemberian dari tetangganya dan patronnya yang lebih kaya. Hasil atau outcome ini kemudian dianalisis untuk dijadikan masukan bagi penentu dan pelaksana kebijakan pembangunan pedesaan.

Di akhir, peneliti melakukan analisis sosiologi untuk mengkonseptualisasi kerentanan ekologi dan dinamika penghidupan pedesaan yang terjadi di lokasi penelitian. Selain mengacu pada kerangka penghidupan yang disampaikan Chamber and Conway (1991), Scoones (1998), Carney (1998), DFID (1999), dan Ellis (2000), analisis juga dilakukan dengan mengacu kepada statement of belief mengenai kerangka teoretikal sosiologi penghidupan yang disampaikan oleh Dharmawan (2007:184-185), sebagai berikut:

1. Dalam kondisi dan situasi apapun, setiap individu atau rumah tangga selalu berupaya untuk mempertahankan status kehidupannya dan sebisa mungkin melanjutkan eksistensinya hingga lintas generasi melalui berbagai cara (strategi) bertahan hidup melalui manipulasi sumber- sumber penghidupan yang tersedia di hadapannya.

2. Setiap individu [atau rumah tangga] membangun mekanisme-mekanisme survival melalui kelompok maupun komunitas sesuai konteks sosio- budaya-eko-geografi dan lokalitas di mana individu [atau rumah tangga] tersebut berada.

3. Ada kekuatan infrastruktur (kelembagaan/institusi sosial) dan kekuatan suprastruktur (tata nilai) serta struktur sosial (pola hubungan sosial)

25 yang menyebabkan bentuk strategi nafkah yang dibangun individu maupun kelompok individu [atau rumah tangga] tidak selalu seragam di setiap lokalitas.

4. Hingga batas tertentu, strategi nafkah yang dibangun oleh individu dan rumah tangga akan mempengaruhi dinamika kehidupan sosial pada aras masyarakat. Sebaliknya dinamika kehidupan masyarakat akan menentukan strategi yang dibangun di tingkat individu dan rumah tangga. Statement of belief tersebut disusun berdasarkan disertasi Dharmawan (2001) yang mencerminkan hibriditas pendekatan konfliktual-Marxistik dan pendekatan eco-developmentalism-oriented serta skripsi, tesis, dan disertasi IPB yang mengkaji penghidupan pedesaan di Indonesia dengan mengakomodasi ide- ide ekologi dan konteks budaya-lokalitas yang kental.