• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ASET PENGHIDUPAN DAN AKSESNYA

3. Institusi yang mengatur keuangan dan pinjam meminjam Pranata pinjam

4.3 Modal Fisik

Modal fisik terdiri dari dua kategori, yaitu (1) infrastruktur fisik dasar yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan menjadikan rumah tangga lebih produktif dan (2) benda dan peralatan yang dapat digunakan rumah tangga melakukan produksi (aset produktif) atau meningkatkan produktivitas kerja. Beberapa infrastruktur dasar yang dimakusd adalah bangunan rumah tinggal, pasokan air bersih, sanitasi, listrtik, dan energi bersih. Sementara itu, aset produktif bisa dicontohkan oleh gudang atau bangunan rumah yang digunakan untuk menyimpan hasil panen atau dijadikan tempat usaha; alat dan mesin yang digunakan langsung dalam aktivitas produksi (traktor, sprayer, trasher); kendaraan yang digunakan untuk aktivitas produksi atau menunjang aktivitas kerja (mobil, sepeda motor, sepeda); media elektronik yang digunakan untuk komunikasi dan mendapatkan informasi yang dapat meningkatkan produktivitas usaha dan kineja

Akses terhadap lahan sawah milik orang lain Lapisan Sosial Atas (n=8) Menengah (n=24) Bawah Pemilik (n=16) Bawah Penggarap (n=16) Bawah Buruh (n=16) Gadai (m2) 438 354 0 131 0 Sewa (m2) 1,750 1,517 1,831 6,081 0

-Pembayaran sewa setelah panen

(%) 66.7 94.1 100 100 0

-Menunda pembayaran sewa apabila

62

usaha (HP, komputer/laptop, televisi); semua benda ataupun infrastruktur yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja rumah tangga.

Secara umum, kondisi rumah-rumah di Desa Karangmulya adalah rumah permanen dan setengah permanen (lihat Tabel 5.6). Semua rumah sudah beratapkan genteng dan hampirnya semuanya berdinding dari tembok semen. Yang membedakan adalah luas dan jenis lantai. Rata-rata luas lantai rumah lapisan atas mencapai 94.2 m2 dengan sebagian besar berlantai keramik, dua kali lipat dari luas lantai rumah lapisan bawah yang sebagian besar berlantai bukan keramik.

Dari status kepemilikan, rumah-rumah yang ditempati saat ini sebagian besar adalah rumah milik sendiri. Bahkan, untuk rumah tangga lapisan atas dan menengah, semuanya adalah rumah milik sendiri. Beberapa rumah tangga lapisan bawah, baik pemilik, penggarap, maupun buruh, memang masih ada yang menempati rumah bukan miliknya. Namun, semuanya ditempati dengan tidak dipungut bayaran. Mereka diberikan akses untuk menempati rumah-rumah tersebut dengan gratis atas dasar ikatan kekerabatan dan patron-klien.

Untuk akses air bersih, semua lapisan sosial belum ada yang bisa dilayani air bersih dari PDAM (perusahaan daerah air minum). Padahal, kualitas air di desa tidak begitu baik. Dekatnya jarak dengan pantai menyebabkan air tanah berasa agak asin (payau). Namun, karena tidak ada plihan air PDAM, untuk keperluan memasak, mereka menggunakan air tanah (air sumur) yang sebagian besar diambil dengan cara dipompa. Sebagian kecil, rumah tangga lapisan atas ada juga yang menggunakan air minum isi ulang untuk keperluan memasak. Baru kemudian, untuk keperluan minum, sebagian besar menggunakan air minum isi ulang dan air minum dalam kemasan.

Untuk jamban (tempat buang air), belum semua lapisan memilikinya sendiri. Hanya rumah tangga lapisan atas yang semuanya memiliki jamban sendiri. Sebagian kecil rumah tangga lapisan menengah dan bawah masih ada yang belum memiliki jamban sendiri. Biasanya mereka membangun jamban bersama untuk dua atau tiga rumah yang saling berdekatan.

Untuk listrik, semua rumah yang ditempati sudah diterangi dan dapat menggunakan listrik. Namun, beberapa rumah tangga lapisan bawah masih menggunakan sambungan listrik dari tetangga yang lebih kaya atau rumah tangga yang sama-sama lapisan bawah. Rumah-rumah yang mengambil aliran listrik dari tetangganya tersebut kemudian ikut membayar tagihan listrik dengan proporsional. Namun beberapa rumah tangga lapisan kaya, dengan alasan ikatan patron-klien dan kekerabatan, tidak melibatkan rumah tangga bawah yang dialiri listrik dalam pembayaran. Selain nilainya tidak begitu besar, aliran listrik gratis juga bagian dari resiprositas yang diberikan kepada klien dan kerabatnya.

Untuk penggunaan bahan bakar memasak, semuanya sudah bisa menggunakan kompor gas berbahan bakar LPG. Hal ini disebabkan adanya program konversi minyak tanah ke gas yang dilakukan pemerintah beberapa tahun

63

lalu. Namun demikian, selain menggunakan LPG, beberapa rumah tangga lapisan menengah dan bawah ada juga yang mengkombinasikannya dengan tungku kayu bakar. Masih adanya kayu bakar yang bisa dipungut dari ranting-ranting pohon yang kering menjadi alasan masih digunakannya tungku kayu bakar.

Untuk aset-aset yang bergerak, tingkat (jumlah) kepemilikannya cukup beragam. Beberapa rumah tangga memang menjadikan barang-barang tersebut sebagai aset produktif yang menghasilkan pendapatan, seperti traktor dan mobil pik-up yang disewakan kepada petani lain, sepeda motor yang digunakan untuk mengojek, serta lemari es untuk menjual es batu dan minuman dingin. Namun, sebagian lainnya hanya menggunakannya untuk meningkatkan produktivitas strategi penghidupannya. Dengan mempunyai sepeda motor, rumah tangga tersebut menjadi lebih mudah dalam mengangkut input produksi dan hasil panen, mempercepat mobilitas ke lahan sawah maupun tempat bekerja, dan memperluas jangkauan tempat melakukan strategi penghidupan, misalnya bisa ikut panen di daerah yang tidak bisa dijangkau dengan hanya berjalan kaki. Begitu pun dengan TV, HP, dan laptop/komputer yang digunakan oleh beberapa rumah tangga untuk mendapatkan informasi terkait cuaca dan pemasaran hasil panen.

Beberapa jenis aset yang harganya cukup mahal dan tidak semuanya memerlukan, seperti mobil dan laptop/komputer, hanya dimiliki oleh sebagian kecil rumah tangga saja. Namun, untuk aset yang bisa dijangkau dan memang sangat diperlukan, seperti sepeda motor dan HP, hampir semua rumah tangga dari semua lapisan memilikinya. Yang membedakan adalah jumlah dan kualitasnya. Setiap rumah tangga lapisan atas, misalnya, mempunyai motor rata-rata sebanyak 2.5 buah dan HP 3 buah. Sedangkan, setiap rumah tangga lapisan bawah buruh, mempunyai rata-rata sepeda motor sebanyak 0.9 buah dan HP 1.6 buah.

Bagi rumah tangga yang tidak memiliki aset-aset tersebut bisa meminjam aset-aset tersebut dengan sistem sewa maupun gratis. Mobil pik-up milik rumah tangga A (lapisan menengah), misalnya, bisa disewa rumah tangga lain yang memerlukannya. Mobil A tersebut memang sengaja dibeli dari tabungan hasil bekerja di Korea untuk diusahakan (sewa). Namun, mobil pik-up milik rumah tangga B (lapisan atas) bisa dipinjam siapa pun untuk keperluan sosial (misalnya, mengantar orang sakit ke rumah sakit) dengan gratis. Mobil B tersebut memang sengaja disiapkan untuk keperluan sosial masyarakat desa oleh pemiliknya yang merupakan salah satu orang paling kaya di desa. Begitu pun dengan HP. Dulu pada waktu HP masih mahal dan belum semua orang memiliki seperti ini, rumah tangga kaya yang memiliki HP menjadi tumpuan (perantara) komunikasi para rumah tangga dengan anggotanya yang bekerja di luar desa atau luar negeri.

64

Tabel 5.6 Modal fisik yang dimiliki rumah tangga Modal fisik Lapisan Sosial Atas (n=8) Menengah (n=24) Bawah Pemilik (n=16) Bawah Penggarap (n=16) Bawah Buruh (n=16)

Bangunan rumah tinggal

- Milik sendiri (%) 100 100 93.3 85.7 81.8 - Atap genteng (%) 100 100 100 100 100 - Dinding tembok (%) 100 100 100 92.9 100 - Lantai keramik (m2) 85.7 81 40 28.6 18.8 - Luas lantai (m2) 94.2 71 50.3 58.2 48.3 Air minum (%) - Air kemasan/ulang (%) 57.1 75 60 50 63.6 - Air sumur (%) 42.9 25 40 50 36.4 Air memasak (%) - Air kemasan/ulang (%) 14.3 0 0 0 0 - Air sumur (%) 85.7 100 100 100 100 Jamban sendiri (%) 100 95.2 93.3 85.7 81.8 PLN meteran (%) 100 100 80 78.6 81.8 LPG memasak (%) 100 85.7 78.6 85.7 72.7

Jumlah Aset bergerak

- Traktor (no.) 0.5 0.125 0 0.0625 0

- Sprayer (no.) 0.75 0.625 0.625 0.375 0

- Trasher (no.) 0.125 0.21 0 0 0

- Mobil (no.) 0.29 0.1 0 0 0

- Sepeda (no.) 0.29 0.56 0.4 0.66 0.36

- Sepeda motor (no.) 2.57 1.26 1.27 0.83 0.9

- TV (no.) 1.4 1.1 0.8 0.92 0.73

- Komputer/laptop (no.) 1 0.2 0.07 0.09 0

- HP (no.) 3 1.3 0.8 1.5 1.6

- Lemari es (no.) 1.57 1 0.27 0.33 0.45

Sumber: Data primer survei rumah tangga 2014 4.4 Modal Finansial

Modal finansial merupakan sumber daya finansial yang dapat digunakan rumah tangga untuk melaksanakan strateg penghidupan dan mencapai tujuan penghidupannya. Modal finansial mencakup (1) ketersediaan uang atau barang yang dapat dicairkan dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan penghidupan, seperti simpanan uang di rumah, tabungan di bank maupun di perorangan, emas perhiasan, hewan ternak yang bisa dijual kapan saja dengan cepat, serta pinjaman yang dapat diperoleh dengan cepat; dan (2) aliran uang yang rutin diterima, seperti remitans dari luar dan dalam negeri.

Pada Tabel 5.7 terlihat untuk memenuhi kebutuhan modal usaha tani (aktivitas bertani), sebagian besar rumah tangga lapisan atas menggunakan modal sendiri, sebagian kecil lainnya menggunakan pinjaman bank dan kombinasi dari keduanya, dan tidak menggunakan uang pinjaman dari perseorangan. Setengah tumah tangga lapisan atas pernah meminjamkan uang kepada rumah tangga lainnya. Sementara itu, rumah tangga menengah sebagian besar menggunakan

65

modalnya sendiri, disusul pinjaman dari perseorangan, pinjaman bank, dan kombinasinya. Sedangkan, rumah tangga bawah, baik pemilik maupun penggarap, sangat mengandalkan pinjaman dari perseorangan. Modal sendiri dan pinjaman dari bank hanya digunakan oleh sebagian kecil rumah tangga bawah. Hal ini menandakan bahwa pinjaman dari perseorangan (rumah tangga lain) memberikan peranan besar terhadap penghidupan masyarakat pedesaan, bahkan jauh lebih besar dari pinjaman bank. Bahkan, untuk rumah tangga lapisan bawah buruh yang tidak mempunyai lahan garapan pun, semuanya pernah meminjam uang kepada perseorangan.

Banyaknya persyaratan dan rumitnya proses kredit bank menyebabkan masyarakat desa lebih memilih meminjam dari perseorangan, terkecuali rumah tangga atas. Adanya persyaratan agunan menjadi perbedaan mendasar atas akses yang dimiliki oleh rumah tangga atas dengan rumah tangga bawah. Dengan kepemilikan lahan sawah yang luas, rumah tangga atas bisa dengan mudah meminjam di bank. Namun, sedikitnya luas lahan yang dimiliki atau bahkan tidak ada, menjadikan rumah tangga lapisan bawah sangat sulit mendapatkan pinjaman dari bank.

Untunglah, masih kuatnya ikatan kekerabatan, persaudaraan antar tetangga, dan patron-klien mampu menjadi solusi susahnya akses rumah tangga bawah terhadap pinjaman bank. Di desa, jenis pinjaman mempunyai pranata atau aturan yang berbeda. Pinjaman yang sifatnya untuk keperluan kesehatan, misalnya, biasanya tidak dipungut bunga. Namun, untuk pinjaman yang akan digunakan untuk keperluan usaha, biasanya dikenakan bunga (uang lebih yang harus dibayarkan). Untuk usaha tani padi, misalnya, dikenakan dua aturan, yaitu (1) bunga 30 persen untuk pinjaman selama 2-3 bulan dan (2) bunga 50 persen untuk pinjaman selama 5-6 bulan. Pinjaman dengan skema pertama diberikan setelah pemupukan dan dibayar setelah panen. Pinjaman dengan skema kedua diberikan sebelum tanam dan dibayar setelah panen. Apabila gagal panen karena kekeringan, banjir, atau serangan HPT, sebagian rumah tangga pemberi pinjaman masih memberikan keringanan untuk menunda pembayaran, baik dengan tambahan bunga maupun tanpa tambahan bunga. Namun, ada juga pinjaman modal usaha yang diberikan tanpa bunga. Biasanya, skema tanpa bunga dilakukan oleh rumah tangga atas teradap rumah tangga bawah yang menggarap lahan sawahnya. Pinjaman tanpa bunga juga (seolah-olah) diberikan oleh rumah tangga yang menjadi tengkulak sayuran kepada rumah tangga penanam sayuran.

Pranata atau aturan yang berbeda juga berlaku bagi pinjaman yang digunakan untuk modal persiapan dan keberangkatan ke Korea. Pinjaman yang diberikan paling sedikit Rp 18.5 juta dan paling banyak Rp 25 juta. Rp 18.5 juta merupakan biaya resmi yang harus dikeluarkan seorang migran Korea selama pelatihan, seleksi, sampai keberangkatan ke Korea. Karena harus mengeluarkan biaya untuk selametan dan juga bekal selama bulan pertama di Korea biasanya jumlah yang dipinjam lebih dari Rp 18.5 juta. Jumlahnya yang sangat besar,

66

berisiko tinggi, dan jangka waktu pembayaran yang cukup lama (20-30 bulan) menjadikan pinjaman ini dikenakan bunga sangat tinggi, yaitu 100 persen. Di desa sendiri tercatat ada dua orang  yang  memang  dikenal  sebagai  “donatur”  untuk 

“modal ke Korea”. Keduanya berada di satu perusahaan yang sama dan menjadi 

bagian dari responden berstatus lapisan atas.

Tabel 5.7 Modal finansial yang dimiliki dan dapat diakses rumah tangga (dalam persen)

Sumber: Data primer survei rumah tangga 2014

Menurut  “donatur”  tersebut,  dasar  pertimbangan  yang  diberikan  untuk 

memberikan pinjaman adalah prestasi calon migran dan ikatan sosial antara dirinya dengan rumah tangga calon migran tersebut. Calon migran yang berhasil lolos tes dan dipastikan berangkat serta orang tuanya (rumah tangga secara keseluruhan) mempunyai ikatan yang baik, bisa kekerabatan, pertemanan, dan patron-klien merupakan syarat calon migran yang diberikan pinjaman modal. Salah satu donatur menceritakan bahwa sebelumnya dia memberikan pinjaman pada siapa pun, termasuk masyarakat luar desa dan luar kecamatan. Namun, ternyata anaknya (calon migran) bermasalah sehingga baru sebulan di Korea sudah dipulangkan ke Indonesia. Karena sistem pembayarannya adalah dicicil setiap bulan dari gaji yang diterima, maka donatur tersebut tidak pernah menerima cicilan pembayaran sedikit pun dari peminjam tersebut. Kejadian tersebut menjadi

Modal Finansial Lapisan Sosial Atas (n=8) Menengah (n=24) Bawah Pemilik (n=16) Bawah Penggarap (n=16) Bawah Buruh (n=16) Modal usaha tani padi sawah

- Modal sendiri 60 42.9 8.3 16.7 0

- Pinjam bank 20 19 16.7 25 0

- Pinjaman dari perseorangan 0 23.8 66.7 50 0

- Modal sendiri & pinjam bank 20 0 0 0 0

- Pinjaman bank & perseorangan 0 14.3 0 0 0 - Modal sendiri & pinjam

perseorangan 0 0 8.3 8.3 0

Pernah meminjam/meminjamkan

kepada perorangan 50 72.7 83.3 81.8 100

Pernah menolak/ditolak pinjaman

perorangan 33.3 25 18.2 45.5 100

Pernah mengalami kesulitan ketika

mengajukan pinjaman bank 20 15.4 12.5 0 0

Tabungan dan investasi

- Tabungan uang di rumah 50 33.3 9.1 10 0

- Tabungan uang di bank 50 17.6 18.2 0 0

- Tabungan uang di perorangan 33.3 11.8 9.1 0 0

- Emas dan perhiasan 83.3 35.4 18.2 11.1 0

- Hewan ternak 50 5.9 27.3 11.1 0

Aliran uang dari remitans

- Remitans dari luar negeri 25 12.5 6.25 12.5 37.5 - Remitans dari dalam negeri 0 4.2 18.75 12.5 6.25

67

pelajaran bagi donatur tersebut. Apalagi dalam pinjam meminjam perseorangan tidak ada agunan apapun yang dijaminkan. Kedua belah pihak hanya mengandalkan kepercayaan yang terbentuk dari ikatan-ikatan sosial yang terjalin.

Meskipun  terlihat  seperti  “rentenir”,  namun  bagi  rumah  tangga  yang 

dipinjamkan skema pinjaman perseorangan yang dikenakan bunga merupakan jaminan sosial atas kelangsungan penghidupannya. Bagi mereka, selain beratnya persyaratan dan rumitnya proses, meminjam uang dari bank juga dikenakan bunga yang sama saja, bahkan ada yang lebih tinggi. Meminjam uang dari bank juga dianggap sangat berisiko dan merugikan apabila terjadi gagal panen. Pihak bank tidak mau mengerti dengan kondisi kegagalan panen. Bagi bank apabila telat membayar akan dikenakan denda bunga tambahan dan apabila tidak sanggup membayar agunan lahan sawahnya akan diambil alih. Hal ini jelas berbeda dengan perseorangan yang lebih fleksibel dan penuh rasa kekeluargaan.