• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ASET PENGHIDUPAN DAN AKSESNYA

3. Institusi yang mengatur keuangan dan pinjam meminjam Pranata pinjam

5.5 Modal Insani (Sumber Daya Manusia)

Di tingkat rumah tangga, modal insani atau sering juga disebut sebagai sumber daya manusia dapat dilihat dari jumlah (kuantitas) dan kualitas kepala ruamh tangga dan anggota rumah tangga. Dari segi jumlah (kuantitas), yang dilihat adalah ukuran rumah tangga (banyaknya seluruh anggota rumah tangga, termasuk kepala rumah tangga). Sedangkan, dari segi kualitas yang dilihat adalah keterampilan, pendidikan, dan kesehatan.

Pada Tabel 5.8 dapat dilihat faktor ukuran dan umur, pendidikan formal, dan pelatihan. Dalam pertanyaan survei sebetulnya ditanyakan juga kondisi kesehatan kepala rumah tangga (KRT) dan juga anggota rumah tangga (ART), namun hasil survei tidak menunjukkan kondisi kesehatan yang signifikan yang menyebabkan anggota rumah tangga tersebut tidak bisa melakukan aktivitas penghidupan, misalnya sakit flu pada saaat wawancara. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk tidak memunculkan hasil survei untuk faktor kesehatan. Dengan kata lain, semua rumah tangga memiliki kondisi kesehatan yang baik dan mampu untuk melakukan aktivitas-aktivitas penghidupan.

Dari bagian ukuran rumah tangga terlihat bahwa kisaran rata-rata anggota rumah tangga di setiap lapisan tidak begitu berbeda, yaitu berjumlah 2.9 s.d. 3.9. Rumah tangga lapisan bawah justru memiliki jumlah anggota rumah tangga terkecil, yaitu 2.9 anggota per rumah tangga. Ini menggambarkan situasi yang menunjukkan pandangan masyarakat agraris pada umumnya yang beranggapan

“banyak  anak  banyak  rezeki”  tidak  lagi  diyakini  di  Karangmulya.  Ini  juga 

menandakan keberhasilan program keluarga berencana (KB) di Karangmulya. Ini juga mengurangi beban yang harus diberi makan oleh setiap rumah tangga. Dengan jumlah ini, tekanan penduduk terhadap lahan pertanian menjadi berkurang. Namun, di sisi lain, kondisi seperti ini menjadi tanda bahwa setiap rumah tangga di desa tidak bisa lagi mengandalkan jumlah (kuantitas) anggota rumah tangganya untuk melakukan aktivitas penghidupan dan menghasilkan

68

pendapatan. Bahkan, bagi aktivitas pertanian padi sawah yang selama ini membutuhkan banyak tenaga kerja, terutama pada saat tandur dan panen, dalam jangka menengah dan jangka panjang akan kekurangan tenaga kerja.

Kemudian, sex rasio yang menunjukkan 100 di Karangmulya menunjukkan bahwa rasio jumlah laki-laki dan perempuan yang ada di desa adalah sama. Namun begitu, rasio yang sedikit berbeda ditunjukkan oleh sex rasio lapisan menengah (80), yang artinya jumlah anggota perempuan lebih banyak; dan sex rasio lapisan bawah pemilik (140), yang artinya jumlah anggota laki-laki lebih banyak. Sex rasio lapisan menengah ternyata berbanding lurus dengan persentase KRT perempuan lapisan menengah yang memiki nilai lebih besar daripada lapisan lainnya dan juga kondisi masyarakat desa pada umumnya. Hasil survei menunjukkan rumah tangga KRT perempuan adalah rumah tangga janda. Menurut Freeman dan Ellis, biasanya rumah tangga dengan KRT perempuan lebih rentan terhadap permasalahan-permasalahan ekonomi dan berada di lapisan bawah. Namun, kondisi di Desa Karangmulya menunjukkan sebaliknya: mereka berada dalam lapisan menengah.

Dari segi umur, dengan kategori usia produktif 15 – 64 tahun, kepala rumah tangga di semua lapisan berada pada kategori usia produktif. Bahkan, untuk lapisan bawah buruh, rata-rata umur kepala rumah tangganya adalah 48.5 persen. Dari segi kekuatan fisik, usia ini masih dianggap mampu untuk melakukan aktivitas pertanian dan berbagai aktivitas penghidupan lainnya.

Untuk faktor pendidikan formal, setengahnya rumah tangga di Desa Karangmulya tidak tamat SD. Dengan kata lain, mereka mengenyam pendidikan formal < 6 tahun. Rendahnya pendidikan formal sangat berpengaruh pada aktivitas penghidupan yang dipilih, terutama aktivitas penghidupan yang mensyaratkan ijazah pendidikan formal. Bahkan, untuk lapisan menengah, bawah pemilik, dan bawah penggarap persentasenya lebih dari 50 persen. Kepala rumah tangga yang mampu menyelesaikan kuliah hanya ada pada lapisan menengah. Itupun persentasenya sangat kecil, yaitu hanya 4.3 persen, sisanya 56.5 persen tidak tamat SD, 17.4 persen tamat SLPT, dan 17.4 persen tamat SLTA. Meskipun tidak ada yang sampai ke jenjang kuliah, namun secara umum, pendidikan lapisan atas relatif lebih baik, yaitu sebanyak 37.5 persen tamat SLTA.

Untuk pendidikan non formal, berbagai pelatihan yang dilakukan melalui kelompok tani, seperti penyuluhan rutin, sekolah lapang iklim (SLI), sekolah lapang pengendalian hama dan penyakit tanaman (SLPHT), dan informasi perubahan iklim melalu berbagai media, bisa menjadi tambahan pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan rumah tangga dalam melakukan aktivitas bertani. Pada Tabel 5.8 terlihat KRT lapisan atas sangat mendominasi pelatihan- pelatihan yang pernah ada di desa. Sebaliknya, rumah tangga lapisan bawah buruh tani tidak ada satu pun yang pernah terlibat. Seperti yang telah dibahas dalam bagian institusi di atas, rumah tangga yang bisa menjadi anggota kelompok tani adalah rumah tangga yang mempunyai lahan garapan, baik milik sendiri maupun

69

milik orang lain. Namun demikian, fakta sebenarnya sebagian KRT lapisan bawah buruh juga tetap mendapat pengetahuan dari berbagai pelatihan tersebut, baik sebagai peserta tidak resmi (di luar yang terdaftar resmi) maupun yang mendapat informasi dari KRT yang ikut (tepo seliro).

Kondisi yang menggembirakan datang dari pendidikan anggota rumah tangga di luar KRT. Hasil survei menunjukkan semua anggota rumah tangga usia sekolah tidak ada satu pun yang tidak bersekolah. Bahkan, ada beberapa anggota rumah tangga lapisan atas yang sedang berkuliah.

Tabel 5.8 Karakteristik sumber daya manusia rumah tangga Karakteristik Sumber Daya

Manusia Lapisan Sosial DESA (n=60) Atas (n=10) Menengah (n=30) Bawah Pemilik (n=20) Bawah Penggarap (n=20) Bawah Buruh (n=20) Ukuran dan Umur

Banyaknya ART (no.) 3.4 3.5 3.8 3.9 2.9 3.6

Sex Rasio ART (L:P) 1.1 0.8 1.4 1.0 1.1 1.0

KRT Perempuan (%) 0.0 4.2 0.7 0.0 0.1 0.1

Umur KRT (no.) 53.5 51.2 51.9 46.7 48.5 50.1

Umur Total ART (no) 38.5 35.8 37.6 30.1 29.0 33.6 Pendidikan KRT (%) - Tidak tamat SD (%) 37.5 56.5 57.1 62.5 31.3 50.6 - Tamat SD (%) 12.5 17.4 35.7 25.0 56.3 29.9 - Tamat SLTP (%) 12.5 17.4 7.1 12.5 0.0 7.8 - Tamat SLTA (%) 37.5 4.3 0.0 0.0 12.5 10.4 - Tamat kuliah (%) 0.0 4.3 0.0 0.0 0.0 1.3 Pendidikan ART (%) - Belum sekolah (%) 0.0 7.4 4.7 11.1 10.0 7.7 - Tidak tamat SD (%) 22.2 33.3 34.9 30.2 13.3 27.4 - Sedang SD (%) 11.1 4.9 2.3 4.8 11.7 6.6 - Tamat SD (%) 22.2 18.5 30.2 23.8 40.0 26.6 - Sedang SLTP (%) 0.0 2.5 7.0 6.3 1.7 3.6 - Tamat SLTP (%) 7.4 13.6 9.3 11.1 10.0 10.9 - Sedang SLTA (%) 3.7 1.2 2.3 4.8 0.0 2.2 - Tamat SLTA (%) 29.6 16.0 9.3 7.9 13.3 13.9 - Sedang kuliah (%) 3.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4 - Tamat kuliah (%) 0.0 2.5 0.0 0.0 0.0 0.7 Pelatihan KRT - Penyuluhan (%) 100 72.2 27.3 40 - - - SLI (%) 40 16.7 9.1 20 - - - SLPHT/SLPTT (%) 40 16.7 9.1 10 - -

- Informasi iklim dari

media (%) 40 16.7 0 10 - -

70

Ikhtisar

Uraian di atas menunjukkan bahwa setiap rumah tangga dari berbagai lapisan sosial mempunyai kuantitas dan kualitas aset penghidupan yang berbeda- beda. Seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 5.1, rumah tangga lapisan atas mempunyai aset penghidupan yang terlengkap dan mendekati sempurna dibanding rumah tangga lapisan sosial lainnya. Bahkan, untuk kepemilikan modal alam yang terdiri dari luas lahan sawah yang dimiliki jumlahnya sangat timpang dibandingkan rumah tangga lainnya, seperti rumah tangga bawah penggarap dan buruh yang tidak memiliki modal alam sama sekali. Luas kepemilikan lahan sawah memang menjadi penentu lapisan/status sosial suatu rumah tangga. Semakin luas kepemilikannya, semakin tinggi lapisan sosialnya.

Bagi masyarakat Desa Karangmulya, pelapisan sosial merupakan hal yang wajar dan memang seharusnya terjadi. Bagi mereka, setiap rumah tangga memang mempunyai kedudukan/status (struktur) dan fungsi masing-masing. Dengan perbedaan struktur dan fungsi yang dimilikinya, mereka dituntut harus bisa saling berbagi tugas/peran, kemampuan, dan sumber daya (aset) yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga. Norma dan etika moral inilah yang senantiasa ditanamkan oleh para orang tua kepada anak cucunya sejak desa ini bangun oleh Ki Banyak Wangi dan terus direproduksi oleh Bapak Tua Bar dan anak cucunya yang sekarang ini menjadi para orang tua tersebut (lihat bagian sejarah dalam Bab IV).

Ikatan sosial masyarakat desa yang kuat dan sudah terbentuk sejak lama serta ditambah kondisi (konteks) ekologi yang sangat rentan, terutama terkait dengan sumber daya air menjadikan masyarakat terus mempertahankan nilai-nilai kekerabatan sosial, prinsip resiprositas, dan prinsip pertukaran. Ini pula yang menyebabkan modal sosial menjadi modal yang dimiliki oleh seluruh rumah tangga secara hampir merata. Modal sosial yang terlembagakan dalam institusi sosial produksi telah memberikan akses terhadap aset penghidupan yang tidak dimiliki. Berbagai institusi sosial produksi tersebut, setidaknya dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) institusi yang mengatur hubungan rumah tangga petani sebagai manusia dengan tuhan (habluminallah), dengan buruh tani (habluminannas), dan dengan alam (habluminallam) melalui berbagai ritual tradisi budaya religi; (2) institusi yang mengatur hubungan antar rumah tangga dalam tahapan kegiatan budidaya padi; dan (3) institusi yang mengatur keuangan dan pinjam meminjam antar rumah tangga.

Berbagai insitusi sosial produksi tersebut dijalankan secara terpisah maupun bersama-sama oleh organisasi asli (informal) yang sudah terbentuk sejak kelahirannya dan belakangan ada yang juga dijalankan bersama-sama oleh organsisasi modern (formal) yang dibentuk oleh pemerintah. Institusi penyediaan air irigasi, misalnya, diorganisasikan oleh ulu-ulu dan raksa bumi (organisasi asli- informal) kelompok tani, pemerintah desa, dan mantri air (organisasi modern- formal). Berbagai institusi sosial tersebut juga mampu menghadirkan akses

71

terhadap aset penghidupan yang dibutuhkan rumah tangga tersebut. Institusi sewa

sawah “yarnen” yang dilatarbelakangi oleh patron-klien (organisasi asli-informal) dan dicatat oleh kelompok tani (organisasi modern-formal) memberikan kesempatan kepada rumah tangga yang tidak mempunyai modal alam lahan sawah untuk bisa mengakses atau menggarap lahan sawah. Begitu pun, untuk akses terhadap aset penghidupan yang lainnya.

Gambar 5.1 Pentagon aset penghidupan rumah tangga setiap lapisan sosial

tanpa akses yang diberikan modal sosial Sumber: Analsis data primer survei rumah tangga 2014

Oleh karena itu, meskipun secara umum rumah tangga lapisan atas memiliki aset penghidupan yang lebih banyak dari lapisan lainnya. Namun, aset- aset penghidupan tersebut dapat diakses oleh rumah tangga lain yang lapisan sosialnya lebih berada di bawahnya. Begitu pun sebaliknya, rumah tangga lapisan atas bisa mengakses modal insani tenaga kerja untuk menggarap lahan, tandur, dan panen dari rumah tangga lapisan bawah melalui institusi tandur, bawon, dan lain-lain. Untuk akses terhadap pendidikan dan kesehatan, saat ini, sudah tidak menjadi masalah. Pembangunan infrastruktur sekolah-sekolah baru, baik formal (SD, SMP, SMA/SMK, perguruan tinggi) maupun formal (majelis taklim, madrasah diniyah, pesantren) di sekitar desa dan kebijakan wajib pendidikan sekolah dasar (SD-SMA) gratis telah memberi kesempatan kepada seluruh rumah tangga untuk mengakses pendidikan dengan baik. Pembangunan infrastruktur kesehatan dan adanya jaminan kesehatan nasional dan daerah juga sangat membantu akses semua rumah tangga terhadap kesehatan. Apalagi, di desa ini selalu tersedia mobilnya salah satu rumah tangga lapisan atas yang bisa digunakan kapan saja untuk keperluan sosial dengan gratis.

Peran modal sosial dalam memberikan akses terhadap peningkatan aset penghidupan dapat dilihat pada Gambar 5.2. Pada gambar tersebut terlihat peran modal sosial sangat signifikan pada akses rumah tangga buruh penggarap terhadap

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 M.Insani M.Alam M.Fisik M.Finansial M.Sosial RT Atas RT Menengah RT B.Pemilik RT B.Penggarap RT B.Buruh

72

modal alam dan akses seluruh rumah tangga terhadap modal finansial. Modal sosial menjaga resiliensi seluruh rumah tangga, terutama rumah tangga bawah yang memiliki keterbatasan aset penghidupan yang lainnya. Meskipun begitu, rumah tangga atas merupakan rumah tangga yang mampu memanfaatkannya. Dengan modal sosial yang kuat dan melahirkan institusi sosial, rumah tangga lapisan atas mampu menyempurnakan aset penghidupannya

Gambar 5.2 Pentagon aset penghidupan rumah tangga setiap lapisan sosial dengan akses yang diberikan modal sosial

Sumber: Analsis data primer survei rumah tangga 2014 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 M.Insani M.Alam M.Fisik M.Finansial M.Sosial RT Atas RT Menengah RT B.Pemilik RT B.Penggarap RT B.Buruh

73 BAB VI