• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERENTANAN EKOLOGI LOKASI PENELITIAN

4.1 Potret Desa Persawahan di Kecamatan Panta

Desa Karangmulya merupakan salah satu desa dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu (selanjutnya Desa

Karangmulya  akan  ditulis  “desa”  atau  “Karangmulya”  secara  bergantian). Luas wilayah desa mencapai 385 ha yang terdiri dari 347 ha lahan sawah, pemukiman (pekarangan dan bangunan) 32 ha, kuburan 1.5 ha, dan lainnya 4.5 ha. Proporsi lahan sawah yang mencapai 90 persen menjadikan desa ini disebut sebagai “desa 

persawahan” dalam tipologi profil desa (Kemendagri 2014). Tipologi ini berbeda 

dengan sebagian desa lainnya yang ada di Kecamatan Kandanghaur yang

menyandang  “desa  nelayan”.  Sebagai  informasi,  Kecamatan  Kandanghaur  dikategorikan sebagai “kecamatan pantai” oleh BPS (2013) karena sebagian besar 

wilayahnya berbatasan langsung dengan pantai. Jarak Karangmulya ke pantai sebetulnya tidak terlalu jauh, hanya beberapa kilometer (km) saja, terhalang oleh

38

1-2 desa tetangga. Desa yang berlokasi di koordinat 108.110977 LS/LU-6.411101 BT/BB berbatasan langsung dengan Desa Karanganyar di sebelah Utara, Desa Rancahan di sebelah Selatan, Desa Santing di sebelah Barat, dan Desa Wirakanan di sebelah Timur.

Desa Langganan Kekeringan, Banjir, dan Serangan Hama-Penyakit Tanaman

Di atas kertas dokumen DPUP Kabupaten Indramayu (1999), persawahan Karangmulya terhubung dengan enam jaringan irigasi, termasuk dua jaringan irigasi terbesar di Pantai Utara (Pantura), yaitu jaringan irigasi Rentang yang berasal dari DAS Cimanuk dan jaringan irigasi Salamdarma yang berasal dari Waduk Jatiluhur. Keempat jaringan irigasi lainnya berasal dari Bendung Cibelerang, Bendung Sumurwatu, Bendung Cipondoh, dan Bendung Lalanang. Sehingga, wajar apabila BPS Kabupaten Indramayu (2013b) mencatat persawahan Karangmulya berdasarkan pengairannya terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu sawah irigasi setengah teknis sebanyak 92 ha, irigasi sederhana 131 ha, dan tadah hujan 124 ha.

Namun, gambaran tentang tipe persawahannya nampaknya hanya berlaku di atas kertas atau mungkin saja berlaku di musim hujan saja. Dalam kenyataannya, hasil survei dan observasi menunjukan bahwa seluruh lahan sawah di desa adalah sawah tadah hujan karena jaringan irigasi hanya bisa berfungsi di musim hujan, itupun kalau curah hujannya tinggi (hasil yang sama terlihat dari hasil survei LIPI 2011, 2013). Oleh karena itu, persawahan di Karangmulya hanya bisa ditanam secara optimal satu kali saja, yaitu di musim hujan atau dalam bahasa lokal disebut musim rendeng. Untuk musim tanam kedua atau disebut dengan musim gadu, masyarakat Karangmulya tidak bisa lagi mengandalkan pengairan dari jaringan irigasi. Posisinya yang berada di akhir semua jaringan irigasi memaksa petani Karangmulya tidak lagi mendapatkan pasokan air yang cukup untuk mengairi sawah-sawah mereka. Saluran-saluran irigasi yang melintasi Karangmulya hanya berfungsi di musim hujan.

Kekeringan menjadi pemandangan biasa yang bisa dilihat oleh siapa saja yang datang ke Karangmulya di musim kemarau. Kunjungan saya pada bulan Juni-Juli 2014 membuktikan kembali apa yang sebetulnya saya pernah lihat di bulan Agustus-September 2012 ketika kekeringan melanda seluruh persawahan di Karangmulya. Bagi masyarakat Karangmulya, hujan adalah berkah yang luar biasa di musim kemarau.

39 Gambar 4.1. Lahan sawah yang mengalami kekeringan tahun 2014

Hujan yang menjadi berkah dan sangat dinanti di musim kemarau ternyata tidak selalu berlaku di musim hujan. Setiap musim hujan datang terutama di puncak musim hujan (akhir Januari-Februari), masyarakat Karangmulya harus waspada dengan banjir yang datang dengan tiba-tiba. Posisinya yang berada di akhir enam jaringan irigasi yang sebetulnya berfungsi sebagai saluran pembuang menjadikan Karangmulya sangat rentan terhadap banjir. Banjir terakhir datang pada akhir Januari 2014 (lihat Gambar 4.2). Beruntung, kondisi tanaman padi pada saat itu berada pada fase pembibitan dan awal tanam sehingga tidak membuat puso (gagal panen di atas 75 persen). Namun, tidak jarang, banjir datang ketika fase akhir. Tanaman padi yang siap panen diterjang banjir sehingga tanaman padi rusak, biji padi terendam, dan menurunkan kualitas hasil panen.

Banjir seringkali datang dengan tiba-tiba dan merendam puluhan hektar lahan sawah yang mau besoknya mau dipanen, seperti yang terjadi pada tahun 2011. Petani pun merugi, harapan hasil panen yang melimpah sirna dalam waktu singkat. Kondisi batang tanaman yang rebah mempersulit proses panen dan perontokan. Penjemuran pun harus dilakukan dengan ekstra tenaga untuk mengurangi kadar air agar padi yang telah dirontokkan bisa disimpan lama atau dijual dengan harga bagus. Namun, pengamatan saya pada waktu itu menunjukkan hasil di luar harapan. Air banjir yang merendam biji padi terlanjur merusak kualitas padi sehingga harga jual padi tersebut menjadi turun drastis. Selain banjir, serangan organisme pengganggu tanaman, baik hama maupun penyakit kerap mengancam tanaman padi di Karangmulya.

Mengenai permasalahan jaringan irigasi, pejabat kabupaten yang bertanggung jawab terhadap pengairan di seluruh Indramayu, termasuk di Karangmulya membenarkan bahwa saat ini saluran pengairan yang melintasi Karangmulya tidak berfungsi sebagai saluran irigasi teknis. Saluran-saluran yang ada hanya menjadi saluran pembuang. Bahkan, dalam aturan penggolongan pembagian air, air dari jaringan irigasi Rentang, misalnya, tidak memperhitungkan Karangmulya sebagai wilayah yang harus diairi secara regular. Kondisi debit

40

air di Bendung Rentang saat ini hanya mampu mengairi persawahan sampai pintu air BT-9, itupun debit airnya jauh dari standar yang seharusnya. Sebagai informasi, jarak BT-19 ke Karangmulya sekitar 15 km. Menurutnya, sumber utama pengairan ke Karangmulya sebetulnya hanya berasal dari Bendung Rentang-DAS Cimanuk melalui jaringan irigasi Rentang (Saluran Induk Barat) yang masuk ke Saluran Sekunder Plasah dan dari Bendung Salamdarma-Jaringan Waduk Jatiluhur yang masuk Saluran Sekunder Tipar. Dua saluran sekunder tersebut, termasuk Kali Bojong yang tidak tertulis di Skema Jaringan Irigasi, saat

ini  hanya  berfungsi  sebagai  saluran  pembuang  saja:  air  hanya  akan  “dibuang” 

ketika saluran air dan persawahan air di atasnya sudah terairi dan apabila debit air sangat berlebihan dan diduga akan meluap maka air akan serta merta dialirkan ke saluran pembuang yang ada di Karangmulya. Maka, kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan menjadi bencana yang senantiasa menghampiri masyarakat Karangmulya.

Gambar 4.2 Banjir yang melanda Desa Karangmulya 2014 (Sumber: Kelompok Tani Desa Karangmulya 2014)

41 Gambar 4.3 Zonasi tipe hujan di wilayah Kabupaten Indramayu

Sumber: Sucahyono dan Aldrian (2012)

Sucahyono dan Aldrian (2012), ahli iklim dari BMKG, yang secara khusus telah menganalisis iklim di seluruh wilayah Indramayu menunjukkan bahwa wilayah Karangmulya beserta wilayah yang berada di Zona Tipe Hujan 3 dan 5 sangat rentan terhadap ketersediaan air (lihat Gambar 4.3). Karangmulya dan seluruh di wilayah di zona 3 dan 5 relatif lebih berpotensi mengalami kekeringan pada musim kemarau dan sebaliknya akan mengalami curah hujan yang berlebihan pada musim hujan. Untuk contoh jumlah hari dan curah hujan di Karangmulya (bagian dari Kecamatan Kandanghaur) dalam setahun dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari dan puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juli dan Agustus.

Tabel 4.1 Jumlah hari dan curah hujan di Kecamatan Kandanghaur 2012 Bulan Hari Hujan Curah Hujan

Januari 14 384 Februari 12 45 Maret 11 181 April 5 58 Mei 3 31 Juni 4 57 Juli - - Agustus - - September 1 5 Oktober 1 7 November 6 71 Desember 11 288 Jumlah/Rata-rata 68 113

42

Tabel 4.2 Shocks dan dampaknya terhadap produksi padi di salah satu blok sawah di Desa Karangmulya

Tahun Musim tanam (MT) Shocks Dampak terhadap produksi 2002 MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50%

MT II Kekeringan Gagal panen MT III Kekeringan Tidak tanam

2003 MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50% MT II Kekeringan Gagal panen

MT III Kekeringan Tidak tanam

2004 MT I - Panen normal

MT II Kekeringan Gagal panen MT III Kekeringan Tidak tanam

2005 MT I - Panen normal

MT II Kekeringan Gagal panen MT III Kekeringan Tidak tanam

2006 MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50% MT II Kekeringan Tidak tanam

MT III Kekeringan Tidak tanam

2007 MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50% MT II Kekeringan Tidak tanam

MT III Kekeringan Tidak tanam

2008 MT I - Panen normal

MT II Kekeringan Tidak tanam MT III Kekeringan Tidak tanam

2009 MT I Serangan HPT Penurunan produksi 25-50% MT II Kekeringan Tidak tanam

MT III Kekeringan Tidak tanam 2010 MT I Banjir Panen normal

MT II Kekeringan Gagal panen MT III Kekeringan Tidak tanam

2011 MT I Banjir Panen normal

MT II Kekeringan Tidak tanam MT III Kekeringan Tidak tanam

2012 MT I - Panen normal

MT II Serangan HPT Gagal panen MT III Kekeringan Tidak tanam

2013 MT I - Panen normal

MT II Serangan HPT Gagal panen MT III Kekeringan Tidak tanam

2014 MT I Banjir Panen normal

MT II Kekeringan Gagal panen Sumber: Wawancara dengan salah satu ketua kelompok tani

Selain rentan terhadap kekeringan dan banjir, Desa Karangmulya juga sangat rentan terhadap serangan hama-penyakit tanaman. Kementerian Pertanian (2014) dalam kalender tanam terpadu musim tanam II 2014 menyatakan kondisi persawahan di Karangmulya dan sekitarnya  “sangat  rentan”  terhadap  banjir, 

43 kekeringan, dan serangan hama-penyakit tanaman (HPT), seperti wereng batang coklat, tikus sawah, penggerek batang padi, blast, dan kresek. Data kejadian shocks dan dampaknya terhadap penurunan produksi dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Pengaruh Perubahan Iklim dan Degradasi Lingkungan

Kerentanan terhadap banjir, kekeringan, dan serangan HPT semakin meningkat seiring dampak perubahan iklim global yang meningkatkan variabilitas dan anomali iklim. Sucahyono dan Aldrian (2012) yang melakukan analisis perubahan iklim di wilayah Indramayu dengan data curah hujan series dari tahun 1981-2009 mengemukakan bahwa Karangmulya dan sekitarnya menjadi semakin rentan terhadap kondisi iklim. Musim kemarau menjadi sangat kering, datangnya semakin awal, dan periodenya semakin panjang (Gambar 4.4). Sebaliknya, pada musim hujan, kecenderungan awal musim hujan terjadi lebih lambat/mundur dan periodenya makin pendek (gambar). Hasil survei LIPI, ICCTF, dan BMKG (2011) menunjukkan bahwa 92.9 persen petani Karangmulya (dan juga Juntinyuat) merasakan pergeseran musim hujan dan kemarau; perubahan intensitas dan frekuensi hujan (85.7 persen); perubahan temperatur udara yang semakin panas (42.9 persen); dan intensitas angin yang bertambah kencang (35.7 persen). Kondisi ini berdampak pada aktivitas pertanian padi sawah: mengacaukan waktu tanam (100 persen), mengganggu produksi (61.5 persen), meningkatkan biaya pengunaan obat-obatan (53.8 persen); dan mengganggu pengairan (46.2 persen).

Gambar 4.4 Tren perubahan awal (kiri) dan panjang (kanan) musim kemarau di Indramayu 1981-2009

Sumber: Sucahyono dan Aldrian (2012)

Selain karena intensitas dan frekuensi hujan, masalah pengairan yang mengakibatkan tidak optimalnya jaringan irigasi di Karangmulya juga disebabkan oleh faktor non-hujan. Degradasi hutan, alih fungsi daerah tangkapan hujan menjadi daerah terbangun, kerusakan fisik sarana-prasarana pengairan, persoalan tata kelola (perubahan kebijakan pengairan dari pusat ke daerah, ego masing- masing pemerintah daerah, dualisme pengelolaan jaringan irigasi, janji politik),

44

dan lain-lain semakin memperparah permasalahan air yang berujung makin meningkatnya kerentanan masyarakat Karangmulya terhadap banjir dan kekeringan.

Gambar 4.5 Tren perubahan awal (kiri) dan panjang (kanan) musim hujan di Indramayu 1981-2009

Sumber: Sucahyono dan Aldrian (2012)

Salinitas Tinggi

Jaraknya yang hanya beberapa kilometer dari bibir pantai dan ketinggiannya yang kurang dari 100 m dari permukaan laut menyebabkan tingkat salinitas air tanah cukup tinggi di wilayah ini (Siregar and Crane 2011). Bahkan, sebagian besar areal persawahan, tingkat salinitasnya sangat tinggi sehingga air tanahnya tidak bisa dipompa untuk untuk mengairi tanaman padi maupun tanaman hortikultura. Hanya sebagian kecil areal persawahan saja yang tingkat salinitasnya sedikit lebih rendah sehingga masih bisa menggunakan air tanah yang dipompa untuk budidaya tanaman timun suri dan semangka.

Terkait air tanah untuk kebutuhan air minum dan aktivitas domestik rumah tangga lainnya, karena tingginya tingkat salinitas, beberapa rumah tangga melakukan pengeboran yang cukup dalam sampai 50-110 m untuk mendapatkan air tanah yang tawar dan berkualitas baik. Namun, karena biaya pembuatan sumur bor dalam cukup mahal, sebagian rumah tangga lebih memilih menggunakan air minum dalam kemasan atau air minum isi ulang sebagai sumber utama air minum. Air sumur hanya dipakai untuk keperluan memasak, mandi, cuci, dan keperluan domestik lainnya.