• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESESUAIAN LAHAN DAN PENGELOLAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN KEDELAI DI JAWA TENGAH

Sodiq Jauhari dan Joko Pramono

KESESUAIAN LAHAN DAN PENGELOLAANNYA UNTUK PENGEMBANGAN KEDELAI DI JAWA TENGAH

Menurut Syahri et al. (2014) dalam FAO (Atman dan Hosen, 2008)

tanaman kedelai merupakan tanaman cash crop yang

dibudidayakan di lahan sawah dan di lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% lainnya di lahan kering (Puslitbangtan, 2008). Pada tahun 2008, BBSDLP telah mengidentifikasi sumberdaya lahan di 17 propinsi yang sesuai bagi pengembangan kedelai di Indonesia. Berdasarkan kondisi biofisik lahan dan iklim, Jawa Tengah termasuk dalam 5 besar daerah sentra kawasan produksi kedelai. Propinsi ini memiliki lebih dari 1.754.297 ha lahan yang sesuai untuk pertanaman kedelai. Lahan tersebut berupa lahan sawah, lahan kering berupa tegalan/ladang/kebun campuran/perkebunan dan lahan yang belum termanfaatkan berupa hutan belukar/semak belukar, padang rumput. Dalam penerapan teknologi budidaya kedelai, perlu diketahui prasyarat tumbuh terutama iklim dan tanah. Tabel 1 menyajikan kriteria kesesuaian lahan bagi tanaman kedelai, yang dibagi atas sangat sesuai (S1), sesuai (S2), kurang sesuai (S3) dan tidak sesuai (N).

Di Propinsi Jawa tengah pengembangan komoditas kedelai dapat diarahkan untuk dikembangkan di lahan sawah produktif dan lahan kering (BBSDLP, 2008). Fakta lapangan menunjukkan tingkat keberhasilan pengembangan budidaya kedelai ditentukan antara lain oleh ketersediaan dan penggunaan benih bermutu, serta jaminan harga pasar. Inovasi teknologi dalam peningkatan produksi kedelai cukup relevan karena senjang hasil di tingkat petani (rata-rata produktivitas 1,29 t/ha) dengan potensi genetik tanaman (>2 t/ha) masih cukup tinggi. Rendahnya produktivitas kedelai di tingkat petani disebabkan sebagian besar petani belum

|331

menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanamannya masih belum optimal.

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tanaman kedelai

Karakteristik Tingkat kesesuaian lahan

S1 S2 S3 N Suhu rata-rata (°C) 23-28 29-30 20-22 21-32 18-19 >32 <18 Ketersediaan air Bulan kering (<75 mm) Curah hujan

rata-rata (mm/tahun) 3-7,5 1000-1500 7,6-8,5 1500-2500 100-700 8,6-9,5 2500-3500 500-700 >9,5 >3500 <500 Lingkungan akar Drainase Tekstur lapisan atas Dalam perakaran Cukup baik Baik Loam, sandy clay, loam, silt loam, silt clay loam, silty clay loam >59 Agak Berlebihan Sandy,clay, sandy loam 30-49 Jelek agak jelek loam sandy silty clai clay 15-29 Sangat jelek Berlebihan Garavels Sand Masive clay <15 Revensi hara KTK (me/100 g) pH >sedang 6-7 Rendah 7,1-7,5 5,9-5,5 Sangat rendah 7,6-8,5 5,4-5,0 >8,5 <5,0 Ketersediaan hara N total P2O5 K2O Sedang Tinggi Sangat rendah Rendah sedang Sangat rendah Rendah-sangat Salinitas (mmh os/cm) >2,5 >2,5-4 4,8 >8 kemiringan lahan (%) 0-5 5-15 15-20 >20

Sumber : FAO dalam Atman dan Hosen (2008)

Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang paling mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik) (Puslitbangkan, 2013). Berbagai varietas unggul kedelai telah tersedia dan bisa digunakan oleh petani untuk setiap karakteristik lahan yang dimilikinya. Beberapa varietas unggul kedelai spesifik lokasi yang telah dilepas disajikan pada Tabel 2. Penggunaan varietas unggul, yang memiliki potensi hasil tinggi dan dapat berkontribusi nyata pada peningkatan produksi kedelai, penggunaannya harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah pengembangannya.

Tingkat konsistensi ketahanan dan daya adaptabilitas tiap varietas kedelai berbeda. Hal ini disebabkan karena sifat genetik tanaman dalam merespon lingkungan tumbuh juga berbeda. Oleh karena itu stabilitas hasil dari suatu varietas sangat bervariasi. Varietas kedelai yang unggul di suatu daerah belum tentu menunjukkan keunggulan yang sama di daerah lain, karena adanya perbedaan faktor perbedaan iklim, topografi dan cara tanam (Sudjudi et al., 2005). Hasil penelitian Kriswantoro et al. (2012) menunjukkan bahwa varietas Wilis, dan Tanggamus dapat dikembangkan dengan baik di lahan kering di Sumatera Selatan dengan produktivitas berturut-turut 2,29 t/ha, 2,24 t/ha, dan 1,99 t/ha. Menurut Joko Triastono et al. (2014), berdasarkan hasil kegiatan denfarm perbenihan kedelai di lahan sawah irigasi teknis dan sawah tadah hujan, varietas Grobogan dan Argomulyo dapat direkomendasikan untuk ditanam di kedua agroekologi lahan tersebut. Disampaikan pula bahwa kedua varietas ini dapat ditanam pada lahan kurang subur baik pada musim hujan maupun musim kemarau.

|333

Tabel 2. Beberapa jenis varietas unggul kedelai adaptif di lahan optimal dan sub-optimal

Varietas Umur Adaptasi Ketahan OPT

Potensi Hasil (ton/ha)

Sinabung 88 Lahan sawah Agak tahan karat

daun

2,5

Kaba 85 Lahan sawah Agak tahan karat

daun 2,6 Grobogan 76 Berbagai lingkungan tumbuh - 2,7-3,4

Anjasmoro 92 Lahan sawah Moderat terhadap

karat daun

2,5 Tanggamus 88 Lahan kering

masam

Moderat karat daun 2,7

Seulawah 93 Lahan kering

masam

Tahan karat daun 2,7

Mutiara -1 Lahan kering

tegalan dan lahan sawah

Tahan karat daun/becak/hawar

daun coklat dan penggerek pucuk

4,1

Argomulyo 80 Lahan sawah Toleran terhadap penyakit karat daun

1,5-2,0

Burangrang 82 Lahan sawah Agak tahan terhadap penyakit karat daun

1,6-2,5

Detam-2 82 Lahan sawah

tadah hujam

Ulat grayak, penghisap polong

2,96 Detam-1 84 Lahan sawah Agak tahan penghisap

polong

3,45

Sumber : Balitbangtan, 2008 .

Keragaan hasil daya tumbuh spesifik lokasi tanaman kedelai juga bisa dilihat pada kegiatan pendampingan penerapan komponen PTT di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten pada

MT-2009. Masing-masing varietas yang dintroduksikan memberikan tampilan keragaan komponen hasil yang lebih tinggi dibanding varietas lokal. Kedelai varietas Gepak kuning menghasilkan 10.57 kw/ha, varietas Grobogan - 12.03 kw/ha dan varietas Anjasmoro - 12.29 kw/ha, sedangkan varietas lokal hanya menghasilkan 7.71 kw/ha (Tabel 3).

Tabel 3. Keragaan Agronomi hasil penerapan inovasi teknologi budidaya kedelai melalui kegiatan SL-PTT di Lahan sawah tadah hujan Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten. MT-2 2009 Varietas Tinggi tanaman Umur panen Jumlah polong Berat 1000 butir Hasil (kw/ha) Gepak kuning 41.53 67 33.53 7.83 10.57 Grobogan intro 41.96 70 50.90 17.07 12.03 Anjasmoro 42.02 72 50.20 17.27 12.29 Grobogan SLPTT - - - - 11.14 Lokal 47.01 84 49.00 14.70 7.71

Sumber : Ekaningtyas et al. (2009)

Pengalaman selama mengembangkan usahatani kedelai di beberapa lokasi, pada kondisi normal tingkat kesesuaian agroekosistem lahan memegang peranan penting. Apabila inovasi sistem budidaya anjuran tidak diterapkan dengan baik, produktivitas tidak akan mencapai potensi hasilnya.

PENUTUP

Peningkatan produktivitas kedelai dapat dilakukan dengan menerapkan inovasi teknologi budidaya rekomendasi dan menggunakan varietas unggul. Peluang peningkatan produksi kedelai lokal juga dapat diperoleh melalui perluasan areal

|335

budidaya tanaman kedelai melalui optimalisasi lahan pertanian sub optimal (khususnya lahan kering dan lahan sawah tadah hujan) maupun lahan optimal (lahan sawah irigasi).

Pemanfaatan lahan sub optimal untuk pengembangan kedelai dapat berhasil jika didukung oleh penerapan inovasi teknologi budidaya seperti penggunaan varietas unggul baru yang adaptif dan memiliki potensi hasil yang tinggi, pengelolaan kesuburan tanah serta teknologi penerapan komponen PTT yang bersifat spesifik lokasi

DAFTAR PUSTAKA

Adisawanto, et al. 2008. Teknologi Produksi PTT Kedelai di Lahan Sawah Tadah Hujan Grobogan dalam Prosiding Prospek Pengembangan Agro Industri Berbasis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian di Jawa Tengah. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian, Malang.

Adisarwanto, T. dan R. Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang Surut. Penebar Swadaya. Bogor. 86 hal.

Atman dan N. Hosen. 2008. Dukungan Teknologi dan Kebijakan dalam Pengembangan Tanaman Kedelai Di Sumatera Barat. Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VII, No. 3, Balitkabi. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi umbian, Malang. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2008. Potensi

dan Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Kedelai Di Indonesia. Warta Litbang Pertanian, Vol. 30.

Ekaningtyas, Tota Suhendrata, Hanifah dan Ngadimin. 2009. Pendampingan SL-PTT Kedelai di Kabupaten Klaten. Laporan kegiatan BPTP jawa Tengah. 2009.

Hidayat, O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Dalam S.Somaatmadja et al. (Eds.). Puslitbangtan. Bogor.

Joko Triastono, Teguh P, Bambang P, Joko H, Agus S dan Sartono, 2014. Peningkatan Produksi Benih Sumber Kedelai. Laporan kegiatan BPTP Jawa Tengah. 2014.

Kriswantoro, H., N. Muniarti, M. Ghulamahdi, dan K. Agustina. 2012. Uji Adaptasi Varietas Kedelai di Lahan Kering Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan. Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. Puslitbang Tanaman Pangan. 2008. Menggenjot Produksi Kedelai Dengan Teknologi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 30, No. 1 tahun 2008. Badan Litbang

Ratih Kurnia J dan Abdul Kholiq. Keragaan Usahatani Kedelai Di Kabupaten Grobogan. Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, 545 Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011

Savitri, Adisarwanto, Syekhfani dan Syamsul Bahri, 2003. Respon Varietas Kedelai (Glycine Max L. Merr) Pada Perbedaan Kondisi Lengas Tanah. Thesis tidak dipublikasi. Unibraw Malang.

Swastika, D.K.S. 2005. The Frontier Of Soybean Development Policy. Analisis Kebijakan Pertanian.

Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik

Suprapto, H. 1998. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Swastika, D.K.S. 2005. The Frontier Of Soybean Development

|337

Suyamto, dan I.W. Widiarta. 2011. Kebijakan Pengembangan Kedelai Nasional. Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi.

|339