• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI SEBAGAI PENDORONG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI INDONESIA

Agus Hermawan

TEKNOLOGI SEBAGAI PENDORONG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI INDONESIA

Upaya untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia, melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi telah dimulai jauh sejak era kolonial. Penelusuran Dermoredjo et al. (2013) menunjukkan bahwa upaya penerapan teknologi untuk meningkatkan produksi tidak lepas dari perkembangan jumlah penduduk di Indonesia. Tidak berlebihan apabila sejak masa

Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC)-tahun 1602, pola kebijakan

tanaman pangan difokuskan pada tanaman pangan utama seperti beras dan jagung.

Menurut Dermoredjo et al. (2013) pengembangan teknologi pertanian di Indonesia diawali dengan kehadiran kolonial Inggris berupa pendirian Kebun Raya Bogor oleh Gubernur Jenderal Reindward pada tahun 1817 atas prakarsa Raffles. Ekstensifikasi untuk produksi pangan dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda berupa pembangunan irigasi secara besar-besaran, yaitu irigasi Brantas (Jawa Timur) dan Demak (Jawa Tengah) tahun 1885 sekitar 76.800 ha dan pada 1902 diperluas menjadi 138.400 ha. Belanda juga membangun lumbung desa untuk peminjaman bibit padi. Pada 1904, Pemerintah kolonial Belanda mendirikan

Volkscrediet Bank (Bank Kredit Rakyat), sementara pada tahun 1939

Belanda membentuk Stichting Van Het Voedingsmidelfonds (VMF) atau Yayasan Dana Bahan Makanan (sebagai cikal bakal BULOG) untuk mengatur perdagangan beras/intervensi langsung di pasar.

Pada masa pendudukan Jepang, beberapa program (Kinkyu

Shokuryo Taisaku) digulirkan dengan fokus peningkatan produksi

padi berupa pengenalan jenis padi baru (horai dari Taiwan), inovasi teknik pemindahan bibit tanaman dengan jarak tanam sekitar 20 cm dengan pola tandur (tanam mundur), peningkatan infrastruktur

|53

pertanian dan perluasan sawah (pembangunan irigasi dan drainase). Para pegawai pemerintah juga memperoleh pendidikan di sekolah pertanian (Nomin dojo) dan melakukan penyuluhan pertanian kepada petani.

Pasca kemerdekaan (tahun 1947) pemerintah menggulirkan Plan Kasimo sebagai rencana produksi pertanian selama 3 tahun (1948-1950) dengan mendirikan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD). Wujudnya adalah anjuran untuk memperbanyak kebun bibit padi unggul dan pencegahan penyembelihan hewan pertanian, serta menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman pangan (Mufti, 2009 dalam Dermoredjo et al., 2013). Kebijakan selanjutnya adalah Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) tahap I (1950-1955) dan Tahap II (1955-1960) berupa perbanyakan benih unggul, perbaikan dan perluasan pengairan, penggunakan pupuk fosfat dan nitrogen pada padi, pemberantasan hama tanaman, pengendalian bahaya erosi, intensifikasi tanah kering, serta pendidikan masyarakat desa (Dermoredjo et al., 2013).

Melalui Keputusan Presiden tahun 1952, dibentuk Panitia Menambah Hasil Bumi (PMHB) dengan anggota Departemen Pertanian, Keuangan, Dalam Negeri dan Pekerjaan Umum yang bertujuan untuk meningkatkan produksi bahan makanan. Pada tahun 1958 PMHB diubah menjadi Dewan Bahan Makanan (DBM) yang kemudian membentuk Badan Padi Sentra untuk menjalankan program intensifikasi tanaman padi (Dermoredjo et al., 2013).

Produksi dan produktivitas pangan Indonesia secara berangsur meningkat, khususnya pasca diadopsinya teknologi revolusi hijau sejak akhir tahun 1960 an. Teknologi revolusi hijau mampu memaksimalkan produktivitas padi di sawah petani. Teknologi tersebut terdiri dari (1) penggunaan varietas unggul responsif terhadap pemupukan dengan produktivitas tinggi, (2) siklus produksi cepat karena umur panen genjah, yang didukung oleh ketersediaan pengairan, dan (3) pengendalian hama secara protektif. Penerapan dan pengembangan teknologi tersebut

didukung oleh kebijakan pemerintah berupa penyediaan pupuk dan benih dengan harga murah, kredit usahatani berbunga rendah dan bimbingan penerapan teknologi oleh penyuluh lapang, mengakibatkan adopsi teknologi berjalan cepat secara merata di seluruh Indonesia (Sumarno, 2012).

Perkembangan teknologi budidaya padi pasca revolusi hijau, kemudian dinilai melambat atau statis. Bahkan pada tahun 2012, praktik budidaya padi di Indonesia belum sepenuhnya meninggalkan teknologi revolusi hijau, walaupun secara berangsur atau gradual menuju kepada teknologi revolusi hijau berkelanjutan (Sumarno, 2012). Perkembangan teknologi dan program peningkatan produksi padi yang diterapkan oleh pemerintah sejak tahun 1958-2016 ditampilkan pada Tabel 1. Perlu dicatat bahwa strategi intensifikasi yang diterapkan adalah strategi pembelajaran, yaitu menciptakan kondisi masyarakat dan lingkungan agar petani termotivasi untuk meniru, paham dan terampil dalam mengadopsi inovasi baru, disertai dengan pencerdasan agar petani secara masal dapat menerapkan paket teknologi yang dianjurkan (Dermoredjo et

al., 2013).

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa pengembangan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas selanjutnya diikuti dengan upaya pemasyarakatan teknologi baru di tingkat petani. Menurut Sanim (2000), teknologi dan kualitas SDM dalam teori pembangunan disebut sebagai energizer of

development dan menjadi determinan/faktor penentu utama daya

saing suatu negara.

Berdasarkan rincian teknologi yang diterapkan dalam berbagai program peningkatan produksi padi oleh Sumarno (2012), teknologi yang diterapkan pada setiap program (Tabel 1) tidak terlepas dari penggunaan varietas unggul padi, pengelolaan pupuk, dan irigasi, serta pembelajaran teknologi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat petani sebagai pelaku utama produksi padi/beras. Pertumbuhan produksi tanaman pangan menurut

|55

Suryana et al. (2009) memang banyak didukung oleh penemuan dan pengembangan varietas unggul baru padi yang mempunyai potensi hasil tinggi dan tanggap terhadap penggunaan pupuk kimiawi, serta pembangunan jaringan irigasi yang mendukung program intensifikasi padi sehingga indeks pertanaman padi dapat ditingkatkan menjadi 2-3 kali setahun.

Tabel 1. Program peningkatan produksi padi di Indonesia tahun 1958-2016

Program Mulai tahun

Hard technology Soft technology

Padi sentra 1958 Varietas Si Gadis, Jelita, Dara, Bengawan, pupuk,

kredit

Inpres I/1959 (Komando Operasi Gerakan Makmur)

Bimas (Bimbingan Massal) 1965 Varietas Si Gadis, Jelita, Dara, Bengawan Perbaikan kelembagaan irigasi, penyuluhan, penelitian, industri pupuk,

perbenihan dan koperasi (KUD) Inmas (Intensifikasi Program Bimas Secara Massal) 1968 Varietas Bimas, PB5 dan PB8

Sama dengan Padi sentra, tetapi tanpa KUD, Perbaikan

irigasi dan prasarana lain, perbaikan sistem organisasi

penyuluhan, didirikannya Perum Sang Hyang Seri untuk perbaikan pengadaan

benih unggul Bimas Gotong

Royong

1969 Sama dengan Bimas + Pilot proyek

kelembagaan tingkat desa (tahun

1975=KUD), ada suntikan dana dari

perusahaan multi nasional (Mitsubishi

& CIBA) untuk pengadaan saprodi

INSUS (Intensifikasi

Khusus)

1979 Panca usaha tani (varietas, pemupukan, obat-obatan, sistem cocok

tanam, dan irigasi)

Sama dengan Bimas Gotong Royong + kerjasama kelompok tani sehamparan

Supra Insus 1987 sapta usaha berupa Panca Usaha ditambah Pola tanam dan Pasca

panen

Sama dengan INSUS+organisasi diperkuat

dengan Pos Simpul Koordinasi (POSKO) di setiap wilayah administrasi,

skala usaha: 600-1000 ha, terdiri dari beberapa kelompok tani yang berada

di dalam WKPP SUTPA (Sistem Usahatani Berbasis Padi dengan Orientasi Agribisnis) 1994 sama dengan SUPRA INSUS+ varietas Cibodas dan Membramo, Alsintan: Atabela dan urea aplikator

Kerjasama kelembagaan terkait: Pendekatan multidisiplin, ekoregional,

agribisnis, dan dimensi diversifikasi. INBIS (Intensifikasi Berwawasan Agribisnis) 1997 sama dengan SUTPA+Jaminan pasar, ameliorasi, pengelolaan bahan organic Rekayasa sosial (pendampingan, kerjasama antar dan intern kelompok

hamparan). Rekayasa ekonomi (modal, nilai tambah off-farm, dan

standarisasi) Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung) 1998 Sama dengan INIS+PMI+IP-200+IP-300

Sama dengan INBIS+ Pemberdayaan kelompok tani CF (Corporate Farming/Usahata ni Korporasi) 2000 Sama dengan INIS+PMI+IP-200+IP-300 Konsolidasi manajemen sehamparan mencakup on,

off, dan non-farm

PKP(Proyek Ketahanan Pangan) 2000 Sama dengan INIS+PMI+IP-200+IP-300 Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P3T (Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu) 2001-2003 Keterpaduan teknologi (holistik)

IPM, INM, IWM, IweM KUAT+KUM P2BN-PTT (Program 2007 Komponen utama: penggunaan VUB

PTT bukan teknologi, tetapi suatu pendekatan dengan

|57

Peningkatan Produksi Beras Nasional-Pengelolaan Tanaman Terpadu) spesifik lokasi, Benih bermutu- berlabel/bersertifikat , Pemupukan berimbang, PHT Komponen pilihan: Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, bibit muda (< 21 HSS), jumlah bibit terbatas

(1–3 bibit/lubang), populasi tanaman optimum (jajar legowo), bahan organik (kompos), Pengairan berselang, Pengendalian gulma, Panen/pasca