• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN HUTAN JATI MUDA BERWAWASAN KONSERVASI

LANGKAH OPERASIONAL

Topografi kawasan hutan tanaman biasanya bergelombang atau bahkan berbukit. Untuk menjaga daya dukung lahan di kawasan tersebut, maka pengelolaan lahan untuk tanaman pangan (terutama kedelai) sebagai tanaman tumpang sari sebaiknya menerapkan kaidah-kaidah pengelolaan lahan berwawasan konservasi. Adapun langkah operasional pengelolaan lahan untuk usahatani kedelai tersebut meliputi :

|363

Deliniasi Lahan

Upaya ini sangat penting untuk memilih dan menentukan lahan supaya usaha tani tanaman kedelai memiliki peluang keberhasilan yang tinggi. Pemilihan lahan usaha dengan kemiringan lahan maksimum 15 % perlu ditaati, supaya erosi tanah saat curah hujan tinggi dapat diminimalkan. Tanah memiliki tekstur gembur sampai liat dan tidak pasir. Ketebalan solum tanah minimal 20 cm, sebagai indikator memiliki potensi untuk pertumbuhan tanaman berkembang dengan baik. Indikator sederhana lain yang menandai potensi tersebut adalah apabila gulma di atas tanah tersebut tumbuh dengan subur (Prayudi et al., 2013).

Penyiapan Lahan

Jarak tanam untuk tanaman hutan jati yang ditanam secara monokultur bervariasi antara (3 x 1), (3 x 2) atau (3 x 3) m. Gawangan antar barisan tanaman hutan selebar 3 m tersebut yang dimanfaatkan untuk menanam kedelai, dengan syarat umur tanaman hutan jati di bawah 4 tahun. Gulma yang tumbuh di lahan gawangan tersebut dibersihkan secara manual. Apabila menggunakan herbisida, dipilih herbisida yang diijinkan sesuai peraturan yang berlaku, bersifat kontak sesuai gulma sasaran dengan dosis sesuai anjuran dan tidak boleh berlebihan, serta tidak boleh mengenai tanaman hutan. Apabila tanaman hutan masih sangat muda, saat aplikasi herbisida perlu dilindungi dengan kurungan plastik bekerangka bambu. Gulma yang telah mati dibersihkan dari lahan untuk dikomposkan supaya tidak menjadi sarang penyebab hama/penyakit tanaman. Apabila lahan gawangan sebelumnya ditanami padi gogo atau jagung, jerami padi atau jagung harus dipotong sedekat mungkin dari tanah dan kelak jerami tersebut digunakan sebagai mulsa.

Untuk membuang air yang berlebihan pada saat musim hujan, dibuat selokan-selokan kecil menuju kanal aliran air alami.Sementara itu untuk mengantisipasi keterbatasan air pada musim kemarau, perlu dibuat embung-embung kecil beralaskan terpal plastikdi kanal aliran air alami berukuran 4 x 2 x 1 m untuk menampung air saat hujan. Jumlah embung kecil tergantung pada panjang aliran air alami yang ada, karena semakin maksimal jumlah embung yang dibuat, semakin banyak air yang dapat ditampung (Prasetyo, 2006; Prayudi et al., 2013).

Waktu Tanam

Dari berbagai pengalaman diperoleh bahwa waktu tanam yang tepat adalah saat menjelang awal musim kemarau, yang dalam kondisi iklim normal biasanya di Provinsi Jawa Tengah jatuh pada akhir Februari atau awal Maret. Dalam kondisi tersebut curah hujan sudah berkurang, akan tetapi masih mampu menjamin lengas tanah cukup untuk petumbuhan kedelai dengan baik (Adisarwanto, 2010).

Pemilihan Varietas

Banyak jenis varietas kedelai, baik dilihat dari segi potensi hasil, daya adaptasinya terhadap kondisi lingkungan spesifik secara abiotik maupun biotik, umur tanaman, ukuran biji, warna biji, kandungan protein dan lemak. Dari sekian banyak varietas tersebut, perlu dipilih yang mempunyai prospek pasar yang baik, berpotensi hasil tinggi, dan adaptif terhadap kondisi lingkungan spesifik (Balitkabi, 2011). Khusus untuk Provinsi Jawa Tengah yang banyak diminati adalah varietas Grobogan, Anjasmoro, Wilis, Argomulyo dan Gepak Ijo.

|365

Varietas Grobogan banyak diminati karena penampilan biji yang besar dan memiliki umur pendek. Untuk alternatif pemilihan varietas berbiji besar, telah dicoba menggunakan varietas Anjasmoro dan Argomulyo dengan umur yang agak lebih panjang daripada Grobogan.

Kondisi dan Kebutuhan Benih

Untuk mencapai hasil yang maksimal, benih kedelai yang akan ditanam harus bersertifikat, bebas dari penyebab hama/penyakit, berdaya tumbuh di atas 90 %. Kebutuhan benih berkisar 60 kg/ha untuk jenis berbiji besar dan 40-50 kg/ha untuk yang berbiji kecil (Arsyad dan Syam, 1995).

Tanam

Lahan gawangan yang dimanfaatkan untuk ditanami kedelai berjarak 0,5 m dari kanan kiri tanaman jati. Sebelum tanam, apabila lahan belum pernah ditanami kedelai, maka biji kedelai diberi bahan yang mengandung Rhizobium; apabila lalat bibit menjadi ancaman serius maka biji perlu dirawat (seed-treatment) dengan insektisida yang berbahan aktif karbosulfan. Lubang dibuat dengan tugal sedalam 5 cm, dan biji ditanam sebanyak 2 biji/lubang dan ditutup dengan pupuk kandang atau pupuk organik padat lainnya. Keperluan pupuk kandang atau pupuk organik padat lainnya sekitar2 t/ha (Arsyad dan Syam, 1995).

Pemupukan

Pemupukan dilakukan saat tanaman mulai tumbuh sampai berumur kurang dari 7 hari setelah tanam (hst), dengan cara ditugal atau dilarik berjarak sekitar 5 cm dari tanaman kedelai. Dengan menggunakan pupuk majemuk NPK, diberikan sebanyak 200 kg

Phonska/ha, dan apabila tanaman menampakkan gejala agak menguning secara luas pada 30 HST perlu ditambah 25 kg urea/ha (Adisarwanto, 2010). Apabila pinggiran daun menunjukkan gejala menguning, dapat dipastikan tanaman kahat kalium. Untuk mengatasinya perlu diberi pupuk kalium berupa KCl melalui tanah atau pupuk mono kalium fosfat (MKP) melalui penyemprotan daun (Prayudi et al., 2013).

Pemberian Air

Pada kondisi tidak turun hujan antara 7-10 hari, perlu memantau kondisi tanaman supaya tidak mengalami layu permanen terutama pada periodekritis yaitu menjelang berbunga sampai pengisian polong. Air yang ditampung dalam embung-embung kecil dimanfaatkan untuk menyiram (secara kocoran) pada pangkal tanaman (Suprapto et al., 2011). Tampungan air tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melarutkan pestisida dalam pengendalian OPT.

Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Banyak jenis OPT kedelai, yang dapat digolongkan sebagai perusak semai/bibit (hama lalat bibit: Ophiomya phaseoli, penyakit layu semai: Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii); perusak daun (pemakan daun: Phaedonia inclusa, Spodoptera litura, Lamprosema

indica, Chrysodeixischalsites, pengisap daun: Aphis glycines, Bemisia tabaci, Tetranychus cinnabarius); penyakit daun: (karat daun: Phakopsora pachyrhizi, pustul bakteri: Xanthomonas axonopodis, antraknose: Colletotricum dematium, downy mildew: Peronospora manshurica, virus mosaik: SMV); dan perusak polong (hama kepik

polong: Riptortus linnearis, kepik hijau: Nezara viridula, kepik:

Piesodorus rubrofasciatus. penggerak polong: Etiella zinkenella;

|367

biji ungu: virus). Pengendalian OPT kedelai dilakukan berdasar konsep pengelolaan hama terpadu (PHT).

Pemberian mulsa jerami padi minimal setebal 5 cm dapat menekan serangan hama lalat bibit, atau dengan merawat benih dengan insektisida karbosulfan (Marwoto et al., 2011). Penyakit layu semai dapat ditekan dengan memberikan Trichoderma harzianum yang dicampur merata dengan pupuk kandang atau pupuk organik padat lainnya sebagai penutup lubang tanam (Prayudi et al., 2013). Pengelolaan OPT kedelai dilakukan dengan memadukan berbagai komponen pengendalian yang saling komplementer. Komponen tersebut dapat berupa cara budidaya tanaman sehat, penggunaan benih bebas OPT, pergiliran tanaman yang mampu menekan perkembangan OPT, pengaturan waktu tanam, tanam serentak, perawatan benih, sanitasi, tanaman perangkap, pestisida nabati dan hayati, zat atraktan, zat penolak, feromon sex, dan penggunaan pestisida kimia sesuai target sasaran sebagai cara terakhir. Dalam pelaksanaan pengendalian OPT khususnya penggunaan pestisida kimia, manfaat embung sangat vital sebagai penampung air untuk pelarut pestisida, disamping untuk antisipasi kekeringan.

Panen dan Pascapanen

Panen dilakukan saat 95% polong berwarna coklat dan daun menguning, saat embun sudah menguap.Pangkal batang kedelai dipotong dan brangkasan tanaman dihampar merata di atas terpal atau tikar dengan ketebalan 15-20 cm,untuk dikeringkan secara dibolak-balik. Selanjutnya biji dirontok dari brangkasan yang kering, baik secara manual maupun dengan threser. Apabila menggunakan threser perlu memperhatikan kecepatan silinder perontok dan kadar air biji, terutama bila biji dimaksudkan untuk benih selanjutnya. Biji dijemur sampai kering dengan kadar air sekitar 9%. Biji kering disimpan dalam kantong atau kaleng kedap air (Balitbangtan, 2007).