• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI KEDELAI DI JAWA TENGAH Perkembangan Produksi Kedelai di Jawa Tengah

Joko Triastono dan Ratih Kurnia J

KONDISI KEDELAI DI JAWA TENGAH Perkembangan Produksi Kedelai di Jawa Tengah

Jawa Tengah merupakan penghasil kedelai terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Propinsi lain yang juga menjadi penghasil utama kedelai adalah Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Barat, dan Aceh. Pada tahun 2014, produksi kedelai nasional sebanyak 954.957 ton, sedangkan produksi kedelai di Jawa Tengah sebanyak 125.467 ton atau menyumbang sekitar 13,14% terhadap total produksi nasional (Suherman, 2014). Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas kedelai di Jawa Tengah tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.

|285

Kedelai Jawa Tengah tahun 2010-2014

No Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) Peningkatan produksi (%) 1 2010 114.070 16,48 187.992 2 2011 81.988 13,69 112.273 -40,28 3 2012 97.112 15,69 152.416 35,75 4 2013 65.278 15,69 99.316 -35,84 5 2014 72.235 17,37 125.467 26,33

Sumber : Dinas Pertanian TPH Prov Jateng, 2015

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa puncak produksi dan luas panen kedelai di Jawa Tengah terjadi pada tahun 2010 dengan produksi sebanyak 187.992 ton dari luas panen 114.070 ha. Kemudian terjadi perubahan yang fluktuatif berupa kenaikan dan penurunan produksi dan luas panen pada tahun-tahun berikutnya, namun secara keseluruhan terjadi penurunan produksi dan luas panen pada tahun 2014 dengan produksi sebanyak 125.467 ton dari luas panen 72.235 ha. Rata-rata pertumbuhan produksi selama lima tahun pada periode 2010-2014 mengalami penurunan sebesar 3,26%/tahun yang disebabkan oleh penurunan luas panen. Penurunan luas panen terbesar terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 39,11% (Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, 2015). Untuk produktivitas kedelai terjadi kenaikan dari 16,48 ku/ha pada tahun 2010 menjadi 17,37 ku/ha pada tahun 2014. Peningkatan produktivitas ini tidak mampu meningkatkan total produksi karena menurunnya luas panen. Selama periode tahun 2010-2014 terjadi penurunan produksi dan luas panen masing-masing sebesar 33,26% dan 36,67%. Sebaran produksi kedelai di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas panen dan produksi kedelai menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2010 dan 2014

No Kabupaten/Kota 2010 *) 2014 **) Luas panen (ha) Produksi (ton) Luas panen (ha) Produksi (ton) 1 Kab. Cilacap 2.930 3.382 (12) 2.990 3.219 (9) 2 Kab. Banyumas 2.374 2.100 (14) 1.952 1.865 (14) 3 Kab. Purbalingga 298 370 (18) 66 96 (20) 4 Kab. Banjarnegara 501 779 (17) 9 9 (26) 5 Kab. Kebumen 1.832 1.530 (15) 6.817 8.465 (4) 6 Kab. Purworejo 456 357 (20) 3.051 5.655 (6) 7 Kab. Wonosobo 6 5 (28) 29 36 (24) 8 Kab. Boyolali 3.999 6.570 (8) 2.556 3.081 (10) 9 Kab. Klaten 3.870 7.576 (6) 2.167 3.942 (8) 10 Kab. Sukoharjo 3.642 5.280 (9) 1.626 3.005 (12) 11 Kab. Wonogiri 25.948 39.570 (2) 9.985 14.971 (3) 12 Kab. Karanganyar 288 360 (19) 153 251 (18) 13 Kab. Sragen 3.091 4.991 (10) 3.181 5.640 (7) 14 Kab. Grobogan 31.891 63.854 (1) 19.804 45.254 (1) 15 Kab. Blora 4.270 10.131 (5) 6.079 15.268 (2) 16 Kab. Rembang 6.672 6.833 (7) 5.333 5.570 (5) 17 Kab. Pati 2.670 2.723 (13) 2.425 3.058 (11) 18 Kab. Kudus 125 147 (22) 104 261 (17) 19 Kab. Jepara 31 36 (25) 13 12 (25) 20 Kab. Demak 7.021 12.342 (4) 411 1.026 (16) 21 Kab. Semarang 1.142 1.317 (16) 145 198 (19) 22 Kab. Temanggung 32 44 (24) 1 2 (27) 23 Kab. Kendal 4.445 3.858 (11) 1.193 1.753 (15) 24 Kab. Batang 7 11 (27) - - 25 Kab. Pekalongan 131 167 (21) 33 34 (23) 26 Kab. Pemalang 15 15 (26) 50 60 (21) 27 Kab. Tegal 143 146 (23) 33 41 (22) 28 Kab. Brebes 6.238 13.495 (3) 2.029 2.694 (13) 29 Kota Surakarta 2 3 (29) - - J u m l a h 114.070 187.992 72.235 125.466

Sumber : *) BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011.

**) BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015.

|287

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa produksi kedelai di Jawa Tengah pada periode tahun 2010-2014 mengalami penurunan produksi yang disebabkan karena terjadi penurunan luas panen. Penurunan luas panen tersebut disebabkan menurunnya luas panen pada 22 kabupaten, yaitu : Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Grobogan, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pekalongan, Tegal, Brebes, dan Kota Surakarta. Selain itu juga diketahui bahwa terjadi perubahan urutan kontribusi sentra produksi kedelai di Jawa Tengah, sebagai berikut : a) terdapat 10 kabupaten yang meningkat urutan kontribusinya, yaitu: Kabupaten Cilacap, Kebumen, Purworejo, Karanganyar, Sragen, Blora, Rembang, Pati, Pemalang dan Tegal; b) terdapat 14 kabupaten yang menurun urutan kontribusinya, yaitu Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Kudus, Demak, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Brebes, dan Kota Surakarta; dan c) terdapat 4 kabupaten yang tetap urutan kontribusinya, yaitu : Kabupaten Banyumas, Wonogiri, Grobogan dan Jepara. Kendala yang diduga menyebabkan menurunnya luas panen kedelai antara lain : a) produktivitas yang masih rendah; b) belum berkembangnya industri perbenihan kedelai; c) ketrampilan sebagian besar petani masih rendah; d) rentan terhadap gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT); e) belum berkembangnya pola kemitraan; dan f) kebijakan perdagangan yang menghapuskan tarif impor kedelai (Swastika dan Nuryanti 2006). Penyebab lainnya adalah adanya persaingan dengan palawija lain, terutama jagung dan kacang tanah. Hasil studi Rusastra et al. (2004) menunjukkan bahwa keuntungan finansial usahatani jagung dan kacang tanah di lahan irigasi dan tadah hujan lebih tinggi daripada kedelai.

Walaupun produktivitas mengalami kenaikan cukup signifikan hingga mencapai 17,37 ku/ha (Tabel 1), angka tersebut masih tergolong rendah. Rendahnya produktivitas kedelai tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a) kedelai berasal dari daerah subtropis; sehingga jika ditanam di daerah tropis seperti Indonesia, hasilnya lebih rendah dibanding di daerah asalnya; b) penggunaan input belum optimal; c) teknologi budidaya kedelai di lahan sub-optimal/lahan marginal masih terbatas; d) penguasaan teknik pengendalian organisme pengganggu tanaman masih terbatas; dan e) cekaman kekeringan karena kedelai umumnya ditanam di musim kering. Disamping itu, mutu kedelai produksi dalam negeri juga kurang bagus karena standar mutu produk kurang disosialisasikan. Akibatnya, keunggulan komparatif dan keuntungulan kompetitif menjadi rendah. Karena itu, perlu kesiapan teknologi yang difokuskan pada komponen-komponen yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil penelitian Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Ubi-ubian (Balitkabi, Badan Litbang Pertanian), produktivitas kedelai dari berbagai varietas dapat mencapai 2-3 ton/ha (Bappenas, 2014).

Sementara kecenderungan penurunan areal panen kedelai disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a) kedelai ditanam pada MK II setelah Padi-Padi dengan risiko kekurangan air; b) biaya usahatani kedelai tinggi, utamanya di daerah-daerah yang menggunakan mesin pompa untuk mengairi kedelai pada musim kemarau; c) bersaing dengan jagung yang juga ditanam pada MK I atau MK II di lahan sawah; dan d) masih ada hambatan di dalam memanfaatkan lahan tidur/terlantar di wilayah kehutanan. Karena itu, harga kedelai yang tinggi belum mampu menimbulkan respon positif petani untuk memperluas areal kedelainya (Bappenas, 2014).

Berdasarkan Tabel 2 juga diketahui bahwa produksi kedelai di Provinsi Jawa Tengah tersebar di hampir semua kabupaten, namun tidak merata. Kabupaten Grobogan merupakan produsen utamanya, dengan produksi tahun 2014 sebanyak 45.254 ton atau menyumbang 36,01% dari total produksi provinsi Jawa Tengah. Kabupaten lain penghasil kedelai adalah Kabupaten Blora (menyumbang 12,17%), Kabupaten Wonogiri (menyumbang 11,93%), Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Rembang yang

|289

masing-masing menyumbang 6,75% dan 4,44% terhadap total produksi kedelai Jawa Tengah.

Sebaran Varietas Unggul Kedelai di Jawa Tengah

Pada tahun 2014 produktivitas kedelai di Jawa Tengah mencapai 17,37 ku/ha lebih tinggi dibanding produktivitas nasional sebesar 15,51 ku/ha (Suherman, 2014). Hal ini diduga petani kedelai di Jawa Tengah telah menerapkan komponen teknologi PTT kedelai dengan cukup baik, diantaranya penggunaan varietas unggul kedelai. Terdapat beberapa varietas unggul kedelai yang ditanam petani di Jawa Tengah dengan sebaran varietas unggul kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada tahun 2014, luas lahan kedelai 72.235 ha, yang ditanami dengan benih kedelai varietas unggul bersertifikat (berlabel) seluas 26.817 (37,129%) dan sisanya ditanami dengan kedelai varietas lokal atau varietas unggul tidak berlabel. Berdasarkan penggunaan benih varietas unggul kedelai berlabel, yang paling banyak ditanam di Jawa Tengah adalah varietas Grobogan (62,09%), diikuti varietas Wilis (15,44%), Anjasmoro (9,93%), Gepak Hijau (8,79%) dan Kaba (1,50%) (Tabel 3).

Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah merilis VUB kedelai sebanyak 73 varietas yang memiliki berbagai keunggulan, antara lain : daya hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap hama penyakit serta kemampuan adaptasi terhadap berbagai lingkungan (Balitkabi, 2012). Terdapat 13 varietas unggul kedelai yang ditanam di sentra produksi kedelai di Jawa Tengah. Pemilihan masing-masing varietas di sentra produksi kedelai berdasarkan preferensi petani terhadap karakteristik kedelai antara lain ukuran biji, umur, pemanfaatan, harga dan kemudahan menjual. Varietas Grobogan adalah varietas unggul kedelai yang paling luas penyebarannya di Jawa Tengah, diikuti varietas Wilis dan Anjasmoro. Sedangkan varietas lainnya hanya ditanam di

sentra produksi kedelai tertentu di Jawa Tengah, misalnya varietas Gepak Kuning dan Gepak Hijau di Kabupaten Wonogiri, varietas Kaba di Kabupaten Kebumen, varietas Detam di Kabupaten Brebes, varietas Malabar dan Lokon di Kabupaten Blora, dan varietas Slamet di Kabupaten Purbalingga (Tabel 3).

Tabel 3. Sebaran varietas unggul kedelai di Jawa Tengah tahun 2014

Varietas Luas (ha) Persentase (%) Sentra penyebaran (kabupaten)

Wilis 4.141 15,44 Wonogiri, Banyumas, Cilacap,

Tegal, Brebes, dan Rembang Grobogan 16.650 62,09 Grobogan, Sukoharjo, Wonogiri,

Klaten, Purworejo, Kebumen, Brebes, dan Kendal Anjasmoro 2.662 9,93 Sukoharjo, Wonogiri, Purworejo,

Kebumen, Banyumas, dan Grobogan

Argomulyo 4 0,02 Klaten

Gepak Kuning 20 0,08 Wonogiri

Gepak Hijau 2.357 8,89 Wonogiri dan Grobogan

Kaba 403 1,50 Kebumen Slamet 11 0,4 Purbalingga Detam 1 107 0,40 Brebes Detam 2 109 0,41 Brebes Lokon 38 0,14 Cilacap Malabar 215 0,80 Blora Petek 100 0,37 Blora Jumlah 26.817 100,00

Sumber : BPSB Provinsi Jawa Tengah, 2015.

Neraca Kedelai di Jawa Tengah

Konsumsi kedelai Jawa Tengah selama 4 tahun terakhir (2010-2014) terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita penduduk. Jumlah penduduk meningkat dari 33.048.636 jiwa tahun 2010 menjadi 33.788.436 jiwa pada tahun 2014. Konsumsi kedelai perkapita juga meningkat dari

|291

14,63 kg/tahun pada tahun 2010 menjadi 15,03 kg/tahun pada tahun 2014. Total konsumsi kedelai pada tahun 2010 sebesar 483.501 ton meningkat menjadi 507.840 ton pada tahun 2014, atau bertambah sebesar 24.339 ton (5,03%). Total konsumsi kedelai yang terus meningkat tersebut tidak diiringi oleh peningkatan produksi, sehingga Jawa Tengah semakin tidak mampu berswasembada kedelai. Defisit kedelai pada tahun 2010 sebesar 295.509 ton meningkat menjadi 382.373 ton pada tahun 2014. Selama periode tahun 2010-2014 pertumbuhan defisit kedelai di Jawa Tengah sebanyak 29,39% atau 7,35%/tahun (Tabel 4). Defisit kedelai tersebut selama ini dipenuhi oleh kedelai impor terutama dari Amerika Serikat (AS) maupun daerah lain di Indonesia, terutama dari Jawa Timur (Triastono, 2015).

Tabel 4. Neraca kedelai di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2014

Tahun Konsumsi (ton/th) Produksi (ton/th) Defisit (ton/th) 2010 483.501 .187.992 295.509 2011 489.727 112.273 377.454 2012 495.862 152.413 343.446 2013 501.091 99.316 402.585 2014 507.840 125.467 382.373 Sumber : Triastono, 2015