• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

Hutan sebagai penyangga pangan nasional, termasuk untuk tanaman kedelai, memiliki nilai strategis. Apalagi tingkat konversi lahan pertanian untuk keperluan non-pertanian terus meningkat. Perluasan areal tanam kedelai di kawasan hutan dilakukan dengan menanam tanaman kedelai di antara barisan tanaman jati muda. Pemanfaatan ruang tumbuh di bawah tegakan tanaman jati menjadi pilihan tepat untuk meningkatkan produksi kedelai nasional (Prayudi et al., 2012). Upaya ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan penghasilan masyarakat di sekitar hutan.

Di kawasan hutan jati muda budidaya tanaman kedelai hanya dapat dilakukan sampai umur 4 tahun. Hal ini disebabkan setelah pohon jati berumur lebih dari 4 tahun, kanopi pohon sudah mulai menutup dan akan mempengaruhi pertumbuhan kedelai.

Penanaman kedelai di hutan jati muda dilakukan pada bulan Februari–April (akhir musim hujan). Hasil panen kedelai pada akhir MH sangat sesuai untuk digunakan sebagai benih bagi penanaman kedelai di lahan sawah pada bulan Mei-Juli (Musim Kemarau I). Pada gilirannya hasil panen kedelai MK I dapat dipakai sebagai sumber benih kedelai Musim Kemarau II pada Agustus – Oktober.

Pengembangan teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan jati dengan demikian menjadi sangat penting karena pengembangan kedelai di kawasan hutan jati muda berpotensi untuk dikembangkan sebagai penyedia benih di lahan sawah dengan sistem Jalur Benih Antar Lapang dan Musim (JABALSIM).

|351

Teknik budidaya kedelai di lahan hutan jati dapat dilakukan sebagaimana budidaya kedelai di lahan kering, yaitu :

1. Lahan disiapkan dengan pengolahan tanah ringan sampai gembur menjelang musim hujan, dengan dibajak 1–2 kali kemudian digaru 1 kali dan diratakan.

2. Pembuatan saluran drainase dengan jarak antar saluran 3–5 m dengan ukuran lebar sekitar 30 cm dan kedalaman sekitar 25 cm. Interval antar saluran drainase dapat lebih rapat sesuai dengan jenis tanahnya dan kemiringan lahan. Tanah bertekstur halus (tanah berat) dan lahan yang bertopografi datar, jarak antar saluran perlu lebih rapat menjadi 2-3 m. 3. Varietas yang dianjurkan untuk pertanaman kedelai MH I

(Oktober–Januari) dan MH II (Februari–Mei)

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a) varietas berbiji besar: Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, b) varietas berbiji sedang: Wilis, Slamet, Tanggamus, Kaba, Sinabung, Burangrang, c) varietas berbiji kecil: gepak kuning dan gepak ijo. Yaitu varietas yang tahan naungan, umur genjah, produksi tinggi, dan tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik.

4. Penggunaan benih berkualitas, bernas memiliki daya tumbuh >85%, murni, sehat, dan bersih, dengan total kebutuhan benih antara 40–60 kg/ha, tergantung pada ukuran biji; makin besar ukuran biji makin banyak benih yang dibutuhkan.

5. Perlakuan benih dengan carbosulfan (10 g Marshal 25 ST/kg benih) atau fipronil (10 ml Regent/kg benih) untuk mengendalikan lalat bibit dan insekta lain.

6. Perlakuan benih dengan pupuk hayati sumber rhizobium bagi lahan yang sebelumnya tidak pernah ditanami kedelai, 20 g sumber rhizobium/kg benih.

7. Populasi tanaman 350.000 – 400.000 per hektar, pengaturan jarak tanam berturu-turut 40 x 15 cm, 40 x 10 cm, dua

tanaman/lubang. Pada tanah yang subur dan hujan/air cukup jarak tanam 40 x 15 cm, sedang pada tanah yang kurang subur dan hujan/air terbatas, jarak tanam 40 x 10 cm. 8. Jenis dan takaran pupuk dapat berbeda tergantung pada kondisi atau tingkat kesuburan tanah berdasar analisis tanah. Jika tersedia pupuk organik atau pupuk kandang, dianjurkan untuk diberikan dengan takaran 2 t/ha. Umumnya pada tanah dengan kondisi cukup normal, pupuk NPK diberikan dengan takaran 25 kg Urea, 250 kg Phonska.

9. Gulma dikendalikan berdasarkan pemantauan baik secara mekanis-konvensional atau manual (penyiangan dengan cangkul atau sistem cabut), secara mekanisasi, maupun secara kimia dengan menggunakan herbisida pra maupun pasca tumbuh. Penyemprotan herbisida pra tumbuh dilakukan seminggu sebelum tanam, sedangkan penyemprotan herbisida pasca tumbuh perlu hati-hati dengan menggunakan tudung nozzle supaya tidak meracuni daun tanaman kedelai.

10. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan atas dasar pemantauan dan pengamatan dini yang dilakukan sesuai petunjuk teknis PHT.

Sumber : Dokumentasi Prayudi, 2012

|353

Periode Panen Tanaman Kedelai

Salah satu faktor penting penentu produktivitas kedelai adalah penanganan panen. Hal yang perlu diperhatikan antara lain saat dan umur panen, serta cara panen, adalah :

Ciri dan umur panen

Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning dan sudah luruh dan 95% polong sudah berwarna kuning-kecoklatan, coklat-kehitaman (tergantung varietas) dilakukan secara konvensional (disabit atau dicabut), tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retakretak, atau

Panen yang terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya. Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75- 110 hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan merata. (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Cara panen

Pemungutan hasil kedelai sebaiknya dilakukan pada saat tidak hujan, agar hasilnya segera dapat dijemur. Pemungutan dilakukan dengan cara mencabut. Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan. Pada tanah ringan dan berpasir proses pencabutan akan lebih mudah (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Cara pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang pokok, tangan dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang

berbuah. Pencabutan harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh tangan.

Pemungutan hasil panen juga dapat dilakukan dengan cara memotong. Alat yang biasa digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Alat pemotong yang tajam sangat membantu dalam pekerjaan karena panen bisa dilakukan dengan cepat dan jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara memotong juga bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan bintil-bintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi tertinggal di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara mencabut sukar dilakukan, maka dengan memotong akan lebih cepat.

Periode panen

Mengingat kemasakan buah tidak serempak, dan untuk menjaga agar buah yang belum masak benar tidak ikut dipetik, pemetikan sebaiknya dilakukan secara bertahap, beberapa kali.

Sumber : Dokumentasi Prayudi, 2012

Gambar 6. Kedelai siap panen dan pemisahan biji kedelai dari brangkasannya di kawasan hutan jati muda

|355